Anda di halaman 1dari 4

TN01/WP3.

2/ST/2019 

T N 1 S T 3 2 5 bl 0 3 th 2 0 1 9

                                      
TECHNICAL NOTE 

TECHNICAL NOTE 1 

ES-3.2.5

WP 3.2
Rekayasa Struktur Perkuatan Lahan

WBS 3
Teknologi Mitigasi Bencana Longsor

PROGRAM
Inovasi Sistem dan Teknologi
Pengurangan Risiko Bencana Longsor
&
Inovasi Sistem dan Teknologi
Monitoring Kekuatan Gedung Bertingkat
Terhadap Bencana Gempabumi
Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Reduksi Risiko Bencana

PUSAT TEKNOLOGI REDUKSI RISIKO BENCANA


DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SUMBERDAYA ALAM
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
II.B.4.a
 
Dibuat oleh : Diperiksa oleh : Disetujui oleh :
Syakira Trisnafiah Wiwiek Budi Rahayu
Tanggal : 18 Maret 2019 Leader 3.2 Group Leader WBS 3
Drainase Horizontal Untuk Rekayasa Perkuatan Lahan

Pemilihan metoda penanggulangan longsoran tergantung dari beberapa faktor yaitu


sebagai berikut:

 Identifikasi penyebab (penggerusan pada kaki lereng, penimbunan pada kepala


longsoran, pemotongan pada kaki lereng dan sebagainya).
 Kemungkinan tipe-tipe penanggulangan berdasarkan teknis (luas daerah longsoran,
jenis tanah).
 Kemungkinan pelaksanaan (biaya, teknik pelaksanaan, kemampuan pelaksana dan
sebagainya).
 Memilih salah satu penanggulangan dengan mempertimbangkan faktor ekonomi.

Usaha mengeringkan atau menurunkan muka air tanah dalam lereng dengan
mengendalikan air rembesan biasanya cukup sulit dan memerlukan penyelidikan yang
ekstensif. Metoda pengendalian air rembesan yang dapat digunakan adalah sumur dalam,
penyalir tegak (drainase vertikal), penyalir mendatar (drainase horizontal), pelantar,
sumur pelega, penyalir parit pencegat, penyalir liput dan elektro osmosis.
Sistem drainase di permukiman rawan longsor sangat diperlukan untuk mencegah
air hujan masuk ke dalam tanah bukit secara berlebihan. Air yang berlebihan di dalam tanah
akan menggerus tanah dan mendorong terjadinya longsor. Drainase berasal dari bahasa
Inggris yaitu drainage yang mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang atau
mengalihkan air.
Drainase secara umum didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu.
(Nurhapni & Burhanudin, 2011).
Dasar pertimbangan drainase lingkungan antara lain adalah sebagai berikut: dinding
saluran mempunyai poripori untuk peresapan air tanah, perkerasan dinding berfungsi untuk
melindungi tanah agar tidak longsor, dasar saluran bukan merupakan bahan yang kedap air,
permukaan terbuka untuk proses pengeringan secara alamiah, cekungan saluran
dihindarkan membentuk sudut lancip agar aliran lancar dan memungkinkan untuk kontrol
kebersihan setiap harinya (Yuliani & Yuliarso, 2007).
 

 
Gambar 1. Macam-macam cara penanggulangan untuk mengendalikan air rembesan

Daerah lokasi penelitian bertempat di Kampung Jatiradio, Cililin, Kabupaten Bandung


Barat memiliki sudut lereng termasuk curam dan tinggi sehingga selain pemasangan
bronjong sebagai penahan, perlu dilakukan juga pembenahan saluran drainase agar muka
air tanah didaerah longsoran turun saat terjadinya hujan deras. Dalam hal ini, sistem
drainase horisontal digunakan untuk pengendalian muka air tanah.

Drainase horizontal banyak digunakan untuk stabilisasi lereng alami. Tujuannya


adalah untuk mengalirkan air tanah keluar dari lereng sehingga tanah tetap kering.
Keberhasilan drainase horizontal untuk stabilisasi lereng dipengaruhi oleh lokasi, panjang,
dan jarak drainase selain karakteristik tanah dan geometri lerengnya (Rahardjo dkk, 2003).   

Penyalir mendatar (drainase horizontal) dibuat untuk mengalirkan air atau


menurunkan muka air tanah pada daerah keruntuhan lereng. Metode ini dapat digunakan
pada keruntuhan lereng besar yang bidang longsornya dalam dengan membuat lubang
setengah mendatar hingga mencapai sumber airnya. Air dialirkan melalui pipa dengan
diameter 5 cm atau lebih yang berlubang pada dindingnya. Penempatan pipa penyalir
tergantung dari jenis material yang akan diturunkan muka air tanahnya.

Untuk material yang berbutir halus jarak masing – masing pipa antara 3-8 meter,
sedangkan untuk material berbutir kasar dengan jarak antara 8-15 meter. Efektifitas cara ini
tergantung dari permeabilitas tanah yang akan menentukan banyaknya air yang dapat
dialirkan keluar (Departemen PU, Pedoman Konstruksi dan Bangunan, 2005). 

Contoh drainase bawah permukaan

Air tanah dikeluarkan dari lereng penyalir, muka air tanah turun dan Uo menjadi U’.
Dengan penurunan muka air tanah tekanan air pori akan berkurang sehingga faktor
keamanan akan berubah.

Sumber :
 Nurhapni, & Burhanudin, H., (2011), “Kajian Pembangunan Sistem Drainase
Berwawasan Lingkungan di Lingkungan Perumahan”, Jurnal Perencanaan Wilayah
Kota Universitas Islam Bandung, pp.1-12.
 Yuliani, S., & Yuliarso, H., (2007). “Konsep Eko Arsitektur pada Desain Drainase
Lingkungan”, Gema Teknik, pp.97-10.
 Republik Indonesia, (2007), “Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana
Longsor Nomor : 22/PRT/M/2007”, Jakarta :Departemen Pekerjaan Umum,
Direktorat Penataan Ruang.

Anda mungkin juga menyukai