Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

KATARAK

1. Konsep Penyakit Katarak


1.1 Definisi/deskripsi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan
penglihatan (Nurarif & Kusuma, 2015).

1.2 Etiologi
Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui. Katarak biasanya terjadi
pada usia lanjut dan bisa diturunkan. Pembentukan katarak dipercepat oleh
faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya. Katarak
bisa disebabkan oleh: cedera mata penyakit metabolik (misalnya diabetes),
obat-obatan tertentu (misalnya kortikosteroid) (Nurarif & Kusuma, 2015).

Katarak pada dewasa biasanya berhubungan dengan proses penuaan.


Katarak pada dewasa dikelompokkan menjadi: (Nurarif & Kusuma, 2015).
1.2.1 Katarak immature: lensa masih memiliki bagian yang jernih.
1.2.2 Katarak matur: lensa sudah seluruhnya keruh.
1.2.3 Katarak hipermatur: bagian permukaan lensa yang sudah
merembes melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan peradangan
pada struktur mata lainnya.

Banyak penderita katarak yang hanya mengalami gangguan penglihatan


yang ringan dan tidak sadar bahwa mereka menderita katarak. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya katarak adalah: (Nurarif & Kusuma, 2015).
1.2.4 Kadar kalsium darah yang rendah
1.2.5 Diabetes
1.2.6 Pemakaian kortikosteroid jangka panjang
1.2.7 Berbagai penyakit peradangan dan penyakit metabolik
1.2.8 Faktor lingkungan (trauma, penyinaran, sinar ultraviolet)

1.3 Tanda dan Gejala


1.3.1 Penglihatan akan suatu objek benda atau cahaya menjadi kabur,
buram.
1.3.2 Bayangan benda terlihat seakan seperti bayangan semu atau seperti
asap.
1.3.3 Kesulitan melihat ketika malam hari.
1.3.4 Mata terasa sensitif bila terkena cahaya.
1.3.5 Bayangan cahaya yang ditangkap seperti sebuah lingkaran.
1.3.6 Membutuhkan pasokan cahaya yang cukup terang untuk membaca
atau beraktifitas lainnya.
1.3.7 Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena merasa sudah
tidak nyaman menggunakannya.
1.3.8 Warna cahaya memudar dan cenderung berubah warna saat
melihat, misalnya cahaya putih yang ditangkap menjadi cahaya
kuning.
1.3.9 Jika melihat hanya dengan satu mata, bayangan benda atau cahaya
terlihat ganda.

1.4 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang
besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral
terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya
adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus.
Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya


transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya
dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air
ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.

1.5 Pemeriksaan penunjang


1.5.1 Kartu mata snellen/mesin telebinokuler: mungkin terganggua
dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan
refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
1.5.2 Lapang penglihatan: penurunan mungkin karena massa tumor,
karotis, glukoma.
1.5.3 Pengukuran Tonografi: TIO (12 – 25 mmHg)
1.5.4 Pengukuran Gonioskopi: membedakan sudut terbuka dan sudur
tertutup glukoma.
1.5.5 Tes Provokatif: menentukan adanya/tipe glukoma.
1.5.6 Oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng
optic, papilledema, perdarahan.
1.5.7 Darah lengkap, LED: menunjukan anemi sistemik / infeksi
1.5.8 EKG, kolesterol serum, lipid, tes toleransi glukosa: Kontrol DM

1.6 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dari penyakit katarak, yaitu : nistagmus dan
strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan
dan akan menimbulkan komplikasi penyakit berupa glukoma dan uveitis.

1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Non-bedah
1.7.1.1 Terapi penyebab katarak
Pengontrolan diabetes mellitus, menghentikan
konsumsi obat-obatan yang bersifat kataraktogenik
seperti, kortikosteroid, fenotiasin, dan miotik kuat,
menghindari radiasi (inframerah atau sinar-X) dapat
memperlambat atau mencegah terjadinya proses
kataraktogenesis.
1.7.1.2 Memperlambat progresivitas
1.7.1.3 Penilaian terhadap perkembangan visus pada katarak
insipient dan imatur
a. Refraksi, dapat berubah sangat cepat, sehingga
harus sering dikoreksi.
b. Pengaturan pencahayaan: pasien dengan kekeruhan
dibagian perifer lensa (area pupil masih jernih)
dapat diinstruksikan menggunakan pencahayaan
yang terang. Berbeda dengan kekeruhan pada
bagian sentral lensa, cahaya remang yang
ditempatkan di samping dan sedikit di belakang
kepala pasien akan memberikan hasil terbaik.
c. Penggunaan kacamata gelap: pada pasien dengan
kekeruhan lensa dibagian sentral, hal ini akan
memberikan hasil yang baik dan nyaman apabila
beraktifitas di luar lingkungan.
d. Midriatil: dilatasi pupil akan memberikan efek
positif pada lataral aksial dengan kekeruhan yang
sedikit. Midriatil seperti fenilefrin 5% atau
topikamid 1% dapat memberikan penglihatan yang
jelas.

1.7.2 Pembedahan katarak


Indikasi pembedahan pada kasus katarak mencakup:
1.7.2.1 Indikasi visus: merupakan indikasi paling sering.
1.7.2.2 Indikasi medis
1.7.2.3 Indikasi kosmetik

2. Rencana Asuhan Pasien dengan Katarak


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
Riwayat keperawatan mencakup riwayat penyakit sekarang dan
riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan katarak
ataupun penyakit turunan lainnya.

2.1.2 Pemeriksaan fisik: Data fokus


Tehnik yang biasanya dipergunakan dalam pemeriksaan
oftalmologis adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi visual dilakukan
dengan instrumen oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi
bisa dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan mata dan deformitas
dan untuk mengeluarkan cairan dari puncta. Palpasi juga dilakukan
untuk mendeteksi secara kasar (jelas terlihat) tingkat tekanan
intraokuler.

Seperti pada semua pemeriksaan fisik, perawat menggunakan


pendekatan sitematis, biasanya dari luar ke dalam. Struktur
eksternal mata dan bola mata di evaluasi lebih dahulu, kemudian
diperiksa struktur internal. Struktur eksternal mata diperiksa
terutama dengan inspeksi. Struktur ini meliputi alis, kelopak mata,
bulu mata, aparatus maksilaris, konjungtiva, kornea, kamera
anterior, iris, dan pupil.
Ketika melakukan pemeriksaan dari luar ke dalam, yang dilakukan
perawat adalah :
a. Melakukan obsevasi keadaan umum mata dari jauh.
b. Alis diobsevasi mengenai kuantitas dan penyebaran rambutnya.
c. Kelopak mata diinspeksi warna, keadaan kulit, dan ada
tidaknya serta arahnya tumbuhnya bulu mata.
d. Catat adanya jaringan parut, pembengkakan, lepuh, laserasi,
cedera lain dan adanya benda asing.

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


2.1.3.1 Kartu mata snellen/mesin telebinokular (test ketajaman
penglihatan dan sentral penglihatan)
2.1.3.2 Lapang penglihatan
2.1.3.3 Pengukuran tonografi
2.1.3.4 Test provokatif
2.1.3.5 Pemeriksaan oftalmoskopi.
2.1.3.6 Darah lengkap, laju sedimentasi (LED)
2.1.3.7 Test toleransi glaukosa/ FBS

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Ketakutan
2.2.1 Definisi
Respons terhadap persepsi ancaman yang secara sadar dikenali
sebagai sebuah bahaya

2.2.2 Batasan karakteristik


2.2.2.1 Melaporkan isyarat/peringatan
2.2.2.2 Melaporkan kegelisahan
2.2.2.3 Melaporkan rasa takut
2.2.2.4 Melaporkan penurunan kepercayaan diri
2.2.2.5 Melaporkan ansietas
2.2.2.6 Melaporkan kegembiraan
2.2.2.7 Melaporkan peningkatan ketegangan
2.2.2.8 Melaporkan kepanikan
2.2.2.9 Melaporkan terror
Kognitif:
2.2.2.10 Penurunan kemampuan belajar
2.2.2.11 Penurunan kemampuan memecahkan masalah
2.2.2.12 Penurunan produktifitas
2.2.2.13 Mengidentifikasi objek ketakutan
2.2.2.14 Stimulasi diyakini merupakan ancama
Perilaku:
2.2.2.15 Perilaku menyerang
2.2.2.16 Perilaku menghindar
2.2.2.17 Impulsive
2.2.2.18 Peningkatan kewaspadaan
2.2.2.19 Fokus menyempit pada sumber-sumber ketakutan
Fisiologis:
2.2.2.20 Anoreksia, Diare
2.2.2.21 Mulut kering, Dispnea, Letih
2.2.2.22 Peningkatan keringat
2.2.2.23 Peningkatan denyut nadi
2.2.2.24 Peningkatan frekuensi nafas
2.2.2.25 Peningkatan tekanan darah sistolik
2.2.2.26 Kaku otot, Mual, Muntah, Pucat
2.2.2.27 Dilatasi pupil

2.2.3 Faktor yang berhubungan


2.2.3.1 Berasal dari luar (mis: kebisingan tiba-tiba, ketinggian,
nyeri, penurunan dukungan fisik)
2.2.3.2 Berasal dari dalam (neurotransmitter)
2.2.3.3 Kendala bebas
2.2.3.4 Respon belajar (mis: conditioning, mencontoh dari atau
indentifikasi dengan orang lain)
2.2.3.5 Stimulus fobik
2.2.3.6 Gangguan sensorik
2.2.3.7 Berpisah dari sistem pendukung dalam situasi yang
berpotensi menimbulkan stress (mis: rawat inap,
prosedur rumah sakit)
2.2.3.8 Tidak familier dengan pengalaman lingkungan

Diagnosa 2: Resiko Infeksi


2.2.4 Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik.

2.2.5 Faktor-faktor resiko


2.2.5.1 Penyakit kronis
a. Diabetes mellitus
b. Obesitas
2.2.5.2 Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari
pemajanan pathogen.
2.2.5.3 Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
a. Gangguan peristaltis
b. Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter
intravena, prosedur invasif)
c. Perubahan sekresi pH
d. Penurunan kerja siliaris
e. Pecah ketuban dini
f. Pecah ketuban lama
g. Merokok
h. Stasis cairan tubuh
i. Trauma jaringan (mis, trauma destruksi jaringan)
2.2.5.4 Ketidak adekuatan pertahanan sekunder
a. Penurunan hemoglobin
b. Imunosupresi (mis, imunitas didapat tidak adekuat,
agen farmaseutikal termasuk imunosupresan,
steroid, antibody monoclonal, imunomudulator)
c. Supresi respon inflamasi
2.2.5.5 Vaksinasi tidak adekuat
2.2.5.6 Pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat
2.2.5.7 Prosedur invasif
2.2.5.8 Malnutrisi

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Ketakutan
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
NOC:
2.3.1.1 Anxiety
2.3.1.2 Post Trauma Syndrom
2.3.1.3 Rape Trauma Syndrom
Kriteria hasil:
2.3.1.4 Tingkat ketakutan: keparahan manifestasi rasa takut,
ketegangan, atau kegelisahan yang berasal dari sumber
yang dapat dikenali.
2.3.1.5 Tingkat ketakutan anak-anak: keparahan manifestasi
rasa takut, ketegangan, atau kegelisahan yang berasal
dari sumber yang dikenali pada anak-anak dari usia 1
tahun sampai 17 tahun.
2.3.1.6 Pengendalian diri terhadap ketakutan: tindakan individu
untuk mengurangi atau menurunkan perasaan tidak
mampu akibat rasa takut, ketegangan, atau kegelisahan
yang berasal dari sumber yang dikenali.
2.3.1.7 Mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
2.3.1.8 Menghindari sumber ketakutan bila mungkin.
2.3.1.9 Menggunakan tehnik relaksasi untuk menurunkan
ketakutan.
2.3.1.10 Memantau penurutan durasu episode ketakutan.
2.3.1.11 Memantau lamanya waktu antara episode ketakutan.
2.3.1.12 Mempertahankan control terhadap kehidupan.
2.3.1.13 Mempertahankan performa peran dan hubungan sosial.
2.3.1.14 Mengendalikan respons ketakutan.
2.3.1.15 Tetap produktif.

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC


2.3.2.1 Ansiety Reduction
a. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
b. Jelas menyatakan harapan untuk perilaku pasien
c. Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi
diperkirakan akan dialami selama prosedur thye
d. Berusaha untuk memahami perspektif pasien dari
situasi stress
e. Memberikan informasi faktual tentang diagnosis,
pengobatan, dan prognosa
f. Tetap dengan pasien untuk meningkatkan
keselamatan dan mengurangi rasa takut
g. Dorong keluarga untuk tinggal dengan pasien
h. Menyediakan benda yang melambangkan
keselamatan/ keamanan.
i. Mendorong kegiatan kompetitif
j. Jauhkan peralatan pengolahan keluar dari
pandangan
k. Mendengarkan dengan perhatian
l. Memperkuat perilaku
m. Menciptakan suasana untuk memfasilitasi
kepercayaan
n. Mendorong verbalisasi perasaan, persepsi, dan
ketakutan
o. Mengidentifikasi ketika tingkat perubahan
kecemasan
p. Menyediakan aktifitas pengalihan diarahkan
pengurangan ketegangan
q. Membantu pasien mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
r. Kontrol rangsangan
s. Mendukung penggunaan mekanisme pertahanan
yang sesuai
t. Membantu pasien untuk mengartikulasikan
gambaran realistis dari acara mendatang
u. Menentukan pasien dalam kemampuan
pengambilan keputusan
v. Anjurkan pasien tentang penggunaan tehnik
relaksasi
w. Memberi obat untuk mengurangi kecemasan
x. Menilai tanda-tanda verbal dan kecemasan
nonverbal.

Diagnosa 2: Resiko infeksi


2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil (oucomes criteria): berdasarkan NOC
NOC:
2.3.3.1 Immune status
2.3.3.2 Knowledge: infection control
2.3.3.3 Risk control
Kriteria hasil:
2.3.3.4 Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2.3.3.5 Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor
yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya
2.3.3.6 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
2.3.3.7 Jumlah leukosit dalam batas normal
2.3.3.8 Menunjukan perilaku hidup sehat

2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC


2.3.4.1 Infection control (Kontrol infeksi)
a. Bersihkan lingkungan setalah dipakai pasien lain
b. Pertahankan tehnik isolasi
c. Batasi pengunjung bila perlu
d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien
e. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
f. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
g. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
h. Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan
alat
i. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
j. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kecing
k. Tingkatkan intake nutrisi
l. Berikan terapi antibiotik bila perlu
2.3.4.2 infection protection (proteksi terhadap infeksi)
a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistematik dan
lokal
b. Monitor hitung granulosit, WBC
c. Monitor kerentanan terhadap infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Pertahankan tehnik asepsis pada pasien yang
beresiko
f. Pertahankan tehnik isolasi k/p
g. Berikan perawatan kulit pada area epidema
h. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
i. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
j. Dorong masukan nutrisi yang cukup
k. Dorong masukan cairan
l. Dorong istirahat
m. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai
resep
n. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
o. Ajarkan cara menghindari infeksi
p. Laporkan kecurigaan infeksi
q. Laporkan kultur positif
3. Daftar Pustaka

Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. 2015. APLIKASI ASUHAN


KEPERAWATN BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA Nic-
Noc, Edisi Revisi Jilid 2, Cetakan 1. Jogjakarta: MediAction

Sungai Alang, April 2019

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(Hj. Ruslinawati, Ns., M.Kep) (Rida Husni, S.Kep.,Ns)

Anda mungkin juga menyukai