Anda di halaman 1dari 23

LUKA BAKAR API

Perceptor :
dr. Bobby Swadharma Putra, Sp. BP. RE

Disusun oleh :
Intan Hardianti
Nisa Arifah
Reni Agustin

SMF BAGIAN ILMU BEDAH RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh para dokter. Luka
bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang cukup tinggi
dibandingkan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk penangananya
pun cukup tinggi. Di amerika serikat, kurang lebih 250 orang mengalami luka bakar
setiap tahunnya. Dari angka tersebut, 112.000 menderita luka bakar membutuhkan
tindakan emergency dan 210 penderita luka bakar meninggal dunia di Indonesia,
belum ada angka pasti mengenai luka bakar tetapi dengan bertambahnya jumalah
penduduk dan industri, angka luka bakar tersebut terus meningkat.

Luka bakar menyebabakan hilangnya intergritas kulit dan juga menimbulkan efek
sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat
yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam,
luas, dan letak luka selain beratnya luka bakar, umur dan keadaan sehatan penderita
sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi prognosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. KULIT
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan
luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai
0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin.
Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit
bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak
tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.1

A. ANATOMI KULIT
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan
luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari
ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm
adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan
ikat.

Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri
dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit,
Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai
tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan
epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi
regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas
sampai yang terdalam) :
1. Stratum Korneum
Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum
Berupa garis translusen, biasaya terdapat pada kulit tebal telapak
kaki dan telapak tangan. Tidak tampak kulit tipis
3. Stratum Granulosum
Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya
ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar
yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung
protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4. Stratum Spinosum
Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamen- filamen tersebut memegang peranan penting
untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap
efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami
gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan
lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum
disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum)
Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung
jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.
Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke
permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain.
Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.

Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan


sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan
pengenalan alergen (sel Langerhans).

Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong
epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya
bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
1. Lapisan papiler
Mengandung jaringan ikat jarang, tipis
2. Lapisan retikuler
Mengandung jaringan ikat padat, tebal

Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan


bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan
menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali
dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan
dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit
terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak
keriput.
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga
mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya
derivat epidermis di dalam dermis.

Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi,


menahan shearing forces dan respons inflamasi.

Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan
kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya
berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorbe
B. VASKULARISASI KULIT
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak
antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan
jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi
papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu
cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat
nutrient dari dermis melalui membran epidermis

C. FISIOLOGI KULIT
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh
(termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.

Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit,
trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme
patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam
merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah
bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan
keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus.
Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat,
insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit
dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur
meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi
temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia
yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun,
pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan
panas.1

2.LUKA BAKAR
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash),
terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan
listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn). 2

Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal sampai fase lanjut. Luka
bakar juga dapat menyebabkan koagulasi nekrosis pada kulit dan terpaparnya
jaringan hingga lapisan dalam termasuk efek terhadap system organ lainnya. 3

3.EPIDEMIOLOGI

Menurut data dari WHO Global Burden Disease, pada tahun 2017 diperkirakan
180.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia kurang dari
20 tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke-11 pada anak
berusia 1 – 9 tahun. Anak – anak beresiko tinggi terhadap kematian akibat luka
bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Di Indonesia,
prevalensi luka bakar sebesar 0,7%. Luka bakar api adalah etiologi terbanyak
(54,9 %), diikuti air panas (29,2%), luka bakar listrik (12,8%), dan luka bakar
kimia (3,1%). Rerata luas luka bakar adalah 26%.
4. ETIOLOGI
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
1. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn) : gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald),
jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat
terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan
lain-lain)
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih
yang sering digunakan untuk keperluan rumah
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh
darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan
sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grow.
4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury )
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio
aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif
untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri.
Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi.
6. PATOFISIOLOGI
1. Cedera termal menyebabkan nekrosis koagulasi pada kulit dan jaringan
di bawahnya dengan kedalaman yang bervariasi. Luka bakar juga
memberikan efek merusak pada semua sistem organ lainnya.
2. Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meninggi. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan
menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Bila luas luka
bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi
urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi
setelah delapan jam
3. Keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila
lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
4. Hemodinamik - pada 24 jam pertama setelah luka bakar ditandai dengan
penurunan volume darah, meningkatnya viskositas darah, dan penurunan
cardiac output. Permeabilitas mikrovaskuler akan meningkat secara
langsung oleh panas dan secara tidak langsung oleh mediator endogen.
Berkurangnya volume darah dan curah jantung menyebabkan oliguria,
yang dapat berkembang menjadi gagal ginjal akut. Sejumlah faktor telah
dilaporkan dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan
infiltrasi leukosit yaitu :
a. Histamin
b. Metabolit asam arakidonat (Tromboksan A2 dan Leukotrien)
c. Substansi P
d. Hasil degradasi fibrin
e. Protease aktif
f. Platelet-activating factor (PAF)
g. Sitokin seperti interleukin-1 (IL-1) dan tumor nekrosis faktor
(TNF)
5. Sistem imun – humoral maupun seluler keduanya terganggu
menyebabkan berkurangnya kadar imunoglobulin, berkurangnya aktivasi
komplemen, dan berkurangnya stimulasi proliferasi dan respon limfosit.
6. Hematologi – terdapat penghancuran cepat sel darah merah pada daerah
yang mengalami luka bakar, khususnya luka bakar derajat tiga. Cedera
endotel dapat menyebabkan pelepasan thromboplastin dan paparan
kolagen; yang kemudian akan menginisiasi adhesi platelet, agregasi, dan
aktivasi faktor XII. Luka bakar dengan ketebalan penuh yang parah akan
menginduksi penggunaan faktor koagulasi di lokasi luka bakar, yang
dapat menyebabkan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
Selain itu menyebabkan kerusakan sel darah yang ada didalamnya
sehingga bisa menyebabkan terjadi anemia.
7. Gastrointestinal – Ileus bersifat universal pada pasien dengan luka bakar
lebih dari 25% total luas permukaan tubuh (TBSA). Kerusakan lambung
dan mukosa duodenum, yang timbul sekunder akibat iskemia fokal, dapat
diamati sedini mungkin pada 3-5 jam setelah luka bakar. Stres atau beban
faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan
terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang
sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak
Curling. Yang dikhawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit
perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.
8. Endokrin – Pada periode postburn awal setelah luka bakar, pola
katabolisme endokrin berkembang yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukagon, kortisol, dan katekolamin dengan penurunan kadar
insulin dan triiodothyronine. Hal ini akan menyebabkan peningkatan laju
metabolisme, aliran glukosa, dan keseimbangan nitrogen negatif.
Besarnya tingkat katabolisme berkorelasi dengan besarnya luka bakar.
7. KLASIFIKASI LUKA BAKAR

1. Klasifikasi Berdasarkan Kedalama Luka Bakar


a. Luka Bakar Derajat I (Superficial Burn) :
Gejala yang timbul adalah eritema , nyeri, tidaka terdapat bulla
Luka bakar derajat I hanya menegnai epidermis dan biasanya
sembuh dalam 5-7 hari, misalnya akibat tersengat matahari, luka
tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitivitas setempat. Luka dapat sembuh tanpa bekas.
b. Luka Bakar Derajat II (Partial Thicness Burn)
Luka bakar derajat II mencapai kedalaman dermis, tetapi masih
ada elemen epitel sehat yang tersisa. Elemen epitel sehat tersebut
misalnya epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan
pangkal rambut. Dengan adanya sisa epitel ini, luka dapat
sembuh sendiri.
Gejala yang timbul adalah kemerahan/campuran bulla,
epidermis rusak, bengkak, permukaan basah, berair, nyeri,
sensitif pada udara.
Dapat dibedakan atas 2 yaitu :
 Derajat II A ( dangkal)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas
dermis. Penyembuhan dapat terjadi spontan 10-14 hari tanpa
terbentuk sikiatrik.
 Derajat II B (dalam)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan
sisa-sisa jaringan epitel sehat sangat sedikit. Penyembuhan
dapat terjadi >1bulan dan penyembuhan dapat disertai parut
hipertrofi.
c. Luka Bakar Derajat III (Full Thickness Burn)
Luka bakar derajat III meliputi seluruh kedalaman kulit dan
mungkin subkutis atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi
elemen epitel hidup yang tersisa yang memungkinkan
peneymbuhan dari dasar luka, biasanya diikuti dengan
terbentuknya eskar yang merupakan jaringan nekrosis akibat
denaturasi protein jarinngan kulit. Kulit tampak pucat abu-abu
gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan
sekeliling yang masih sehat tidak ada bulla dan tidak terdapat
nyeri.

Tabel 1. Kategori Derajat Kedalaman Luka Bakar (Grabb & Smith’s plastic
surgery, 2014)

Derajat Penyebab Tampak Warna Pain level


permukaan

First Nyala api, Kering, tidak eritema Painful


(Superficial) ultraviolet ada bula,
(sunburns) tidak ada
atau minimal
edema

Second Kontak Lembab, Campuran putih Very


(Partial dengan cairan terdapat bula kemerahmudaan, painful
thickness) atau benda cherry red
panas, nyala
api ke
pakaian, api
secara
langsung,
kimia,
ultraviolet

Third (Full Kontak Kering Campuran putih, Sedikit


thickness) dengan cairan dengan kulit- seperti lilin dan atau tidak
atau benda kulit mati ; mutiara; gelap, nyeri;
panas, api pembuluh kuning
secara darah hangus kecoklatan, Rambut
langsung, tampak di coklat dapat
kimia, listrik bawah kulit kemerahan; tertarik
mati hangus dengan
mudah

Fourth Kontak Sama dengan Sama dengan Sama


(involves dengan api derajat 3, derajat 3 dengan
yang ditambah derajat 3
dengan
underlying berlangsung terlohatnya
structure) lama, listrik tulang, otot
dan tendon

Klasifikasi Berdasarkan Berat Ringannya Luka Bakar

a. Luka Bakar Ringan


 Luka bakar derajat II<15%
 Luka bakar derajat II<10% pada anak-anak
 Luka bakar derajat II<2%
a. Luka Bakar Sedang
 Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
 Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
 Luka bakar derajat III<10%
b. Luka Bakar Berat
 Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
 Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
 Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
 Luka bakar derajat II 10% atau lebih
 Luka bakar menegnai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genital/perineum
 Luka bakar dengan cidera inhalasi, listrik, disertai trauma
lain.

I. KRITERIA PERAWATAN UNIT LUKA BAKAR


ABA ( American Burn Association) telah menyatakan kriteria luka seperti berikut
yang membutuhkan rujukan ke unit luka bakar setelah penanganan awal;
1. Luka bakar ketebalan parsial dan penuh dengan sebesar 10 persen dari
TBSA pada pasien berumur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 50 tahun.
2. Luka bakar ketebalan parsial dan penuh dengan sebesar lebih dari 20 persen
dari TBSA pada kelompok usia lainnya.
3. Luka bakar ketebalan parsial dan penuh yang melibatkan wajah, tangan,
kaki, alat kelamin, perineum, atau sendi utama.
4. Luka bakar ketebalan penuh lebih dari 5 persen TBSA pada semua
kelompok usia.
5. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
6. Luka bakar kimia.
7. Trauma inhalasi
8. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang
bisa mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau
mempengaruhi kematian.
9. Setiap luka bakar dengan trauma lain(misalnya, patah tulang) di mana luka
bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan mortalitas.
10. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit
perawatan anak yang berkualitas maupun peralatannya.
11. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti
sosial, emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak.

II. PENANGANAN
Primary Survery Dan Resusitasi Penderita Luka Bakar

A. Airway

Penilaian harus dilakukan, apakah terjadi obtruksi jalan napas atau beresiko
terjadinya obstruksi. Tulang leher harus dilindungi kecuali sudah pasti
terjadi luka. Trauma inhalasi gas panas akan mengakibatkan luka bakar di
atas pita suara. Ini akan menjadi edema seterusnya terutama setelah
resusitasi cairan telah dimulai. Ini bisa menjadi masalah khusus pada anak-
anak kecil. Pemeriksaan langsung dari orofaring harus dilakukan oleh yang
terlatih. Jika ada kekhawatiran tentang patensi jalan napas maka intubasi
adalah kebijakan paling aman. Namun, intubasi yang tidak perlu dan sedasi
bisa memperburuk kondisi pasien ,sehingga keputusan untuk intubasi harus
dilakukan dengan hati-hati.

i. Tanda-tanda trauma inhalasi


 luka bakar api atau luka bakar di ruangan yang tertutup
 Luka bakar ketebalan penuh atau luka bakar kulit dalam pada leher, atau
bagian tubuh atas
 Hangusnya rambut hidung
 Sputum yang mengandung karbon atau partikel karbon di orofaring
ii. Indikasi untuk intubasi 3
 Eritema atau pembengkakan orofaring yang langsung dapat di visualisasi
 Perubahan pada suara, dengan suara serak atau batuk yang keras
 Stridor, takipnea, atau sulit bernapas.
B. Breathing
Semua pasien luka bakar harus menerima oksigen 100% melalui masker
non-rebreathing mask. Gangguan pernafasan dapat menjadi indikasi
terjadinya gangguan pada sistem pernapasan di bawah pita suara. Pasien
dengan tingkat gas karboxyhaemoglobin lebih besar dari 25-30% harus
diventilasi. Terapi hiperbarik jarang dilakukan dan belum terbukti
menguntungkan. Dibutuhkan waktu lebih lama untuk menggeser karbon
monoksida dari jalur sitokrom oksidase dibandingkan dari hemoglobin,
sehingga terapi oksigen harus dilanjutkan sampai asidosis metabolik telah
dapat disingkirkan.

C. Sirkulasi

Setiap penderita luka bakar lebih dari 20% luas permukaan tubuh memerlukan
cairan infus. Setelah jalan napas bebas dan pengenalan (identifikasi) serta
penanganan cedera yang mengancam jiwa selesai dilakukan, pemasangan infus
segera dilakukan. Cairan yang diberikan dimulai dengan Ringer Laktat (RL).

Penilaian volume sirkulasi sering tidak mudah pada penderita luka bakar berat.
Lagipula, penderita luka bakar berat sering disertai dengan trauma lain yang
menyebabkan syok hipovolemik. Penanganan syok dilakukan sesuai dengan
prinsip resusitasi. Resusitasi cairan intravena untuk luka bakar juga harus segera
dimulai.

Tekanan darah kadang sulit diukur dan hasilnya kurang dapat dipercaya.
Pengukuran produsi urin tiap jam merupakan alat monitor yang baik untul
menilai bolume sirkulasi darah; asalkan tidak ada diuresis osmotik (mis.
glikosuria). Oleh karena itu pasang kateter urin untuk mengukur produksi urin.
Pemberian cairan cukup untuk dapat mempertahankan produksi urin 1.0 mL per
kilogram berat badan per jam pada anak-anak dengan berat badan 30 kg atau
kurang, dan 0,5 sampai 1,0 mL per kilogram berat badan perjam pada orang
dewasa.

D. Status Neurologis

Semua pasien harus dinilai status neurologis( GCS)

RESUSITASI CAIRAN

Tabel: Formula resusitasi cairan(Schwartz’s manual of surgery, 2006)


BAXTER/PARKLAND formula

Hari Pertama :

Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam

Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3

2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.

Kebutuhan faali :

< 1 Tahun : berat badan x 100 cc

1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc

3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc

½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.

½ diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua

Dewasa : ½ hari I

Anak : diberi sesuai kebutuhan faali

Menurut Evans -Cairan yang dibutuhkan : 12

1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc

2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc

3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc

Hari I --- 8 jam X ½

--- 16 jam X ½

Hari II -- ½ hari I

Hari ke III --- kari ke II


PENANGANAN PERNAPASAN

Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi dengan
angka kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjadi dalam waktu singkat 8
sampai 24 jam pertama pasca operasi.

Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar mengenai daerah
muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap
atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan
berupa hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas langsung adalah
terhirup sesuatu yang sangat panas, produk-produk yang tidak sempurna dari bahan
yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan kerusakan
dari mukosa lansung pada percabangan trakheobronkhial.

Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar mengalami hal
sebagai berikut.

1. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.

2. Sputum tercampur arang.

3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.

4. Penurunan kesadaran termasuk confusion.

5. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas bernafas
atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan,
menandakan adanya iritasi mukosa.

6. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronkhi.

7. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.

Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma inhalasi.
Penanganan penderita trauma inhalasi bila tanpa distress pernapasan maka harus
dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat
sampai kondisi stabil.
MONITORING PENDERITA LUKA BAKAR

Monitoring penderita luka bakar harus diikuti secara cermat. Pemeriksaan fisik
meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi adalah prosedur yang harus
dilakukan pada perawatan penderita. Pemeriksaan laboratorium untuk monitoring
juga dilakukan untuk mengikuti perkembangan keadaan penderita. Monitoring
penderita kita dibagi dalam 3 situasi yaitu pada saat di triage, selama resusitasi (0-
72 jam pertama) dan post resustasi.

MONITORING DALAM FASE RESUSITASI 3

1. Mengukur urine produksi. Urine produksi dapat sebagai indikator apakah


resusitasi cukup adekuat / tidak. Pada orang dewasa jumlah urine 30-50 cc
urine/jam.
2. Berat jenis urine. Pascatrauma luka bakar jenis dapat normal atau
meningkat. Keadaan ini dapat menunjukkna keadaan hidrasi penderita.
Bilamana berat jenis meningkat berhubungan dengan naiknya kadar glukosa
urine.
3. Vital Sign
4. pH darah.
5. Perfusi perifer
6. Laboratorium
-serum elektrolit
-plasma albumin
-hematokrit, hemoglobin
-urine sodium
-elektrolit
-liver function test
-renal function tes
-total protein / albumin
-pemeriksaan lain sesuai indikasi
7. Penilaian keadaan
Pemeriksaan kondisi paru perlu diobservasi tiap jam untuk mengetahui
adanya perubahan yang terjadi antara lain stridor, bronkhospam, adanya
secret, wheezing, atau dispnea merupakan adannya impending obstruksi.
Pemeriksaan toraks foto ini. Pemeriksaan arterial blood gas.
8. Penilaian gastrointestinal.
Monitoring gastrointestinal setiap 2-4 jam dengan melakukan auskultasi
untuk mengetahui bising usus dan pemeriksaan sekresi lambung. Adanya
darah dan pH kurang dari 5 merupakan tanda adanya Culing Ulcer.
9. Penilaian luka bakarnya.
Bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah, ada cairan
berbau atau ada tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih
perawatan selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.

TINDAKAN BEDAH

Eskaratomi juga dilakukan pada derajat III yang melingkari pada ekstremitas atau
tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat pengerutan dan
penjepitan dari eskar. Tanda dini penjepitan berupa nyeri, kemudian hilang daya
rasa menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan yang dilakukan yaitu
membuat irisan memanjang yang membuka eskar sampai penjepitan bebas.
Resusitasi cairan menyebabkan perkembangan edema pada luka bakar . Tekanan
jaringan meningkat dan dapat mengganggu sirkulasi perifer. Luka bakar pada dada
juga dapat menyebabkan masalah dengan membatasi perkembangan dada dan
menganggu ventilasi. Kedua situasi ini membutuhkanm eskarotomi, yaitu
pelepasan dari eschar. Hanya jaringan yang terbakar dilalukan insisi dan tidak pada
fasia dibawahnya, ini membedakan prosedur dari fasciotomy .Insisi dilakukan di
sepanjang aspek midlateral atau medial anggota badan, menghindari struktur yang
mendasari. Untuk dada, insisi longitudinal dibuat turun setiap garis mid-aksilaris
pada daerah subkostal. Garis insisi ini digabung dengan menggunakan insisi
chevron berjalan sejajar dengan margin subkostal Escharotomies sebaiknya
dilakukan dengan elektrokauter, karena cenderung untuk berdarah. Escharotomies
paling baik dilakukan dalam ruang operasi oleh staf yang berpengalaman.

Eskarotomi diindikasikan apabila terjadi gangguan sirkulasi karena tekanan


meningkat pada tungkai yang terbakar.

Tanda-tanda di anggota tubuh yang mungkin menunjukkan perlunya suatu


eskarotomi adalah:

 Kehilangan sirkulasi
 Pucat atau, sianosis
 Berkurang atau tidak ada capilaary rifill time
 Kedinginan
 Nadi tidak teraba (tanda akhir)
 Berkurangnya tekanan nadi yang diukur dengan ultrasound Doppler
 Kram
 saturasi oksigen berkurang pada pulse oximetry

Kompartemen syndrome berpotensi mengancam jiwa. Ia terjadi apabila kelompok


otot yang dikelilingi oleh struktur osseofascial kaku pada ekstremitas. Secara umum
tekanan intracompartmental (ICPs) lebih besar dari 30mm Hg memerlukan
intervensi.Kegagalan untuk melepaskan eschar dapat menyebabkan perfusi
jaringan yang buruk, kekurangan oksigenasi akhirnya nekrosis.
Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan
jalan eksisi tangesial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan penderita menjadi
stabil karena ini merupakan tindakan yang cukup berat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Perdanakusuma DS. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka.


Surabaya plastic surgery
2. Gurtner GC, 2007. Wound Healing: Normal and Abnormal. Dalam:
Thorne CH, penyunting. Grabb and Smith’s Plastic Surgery. Edisi ke-6.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; h. 15-22.
3. Sudjatmiko G. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekontruksi. Bali:
mahameru offset printin; 2007.
4. F. Charles Brunicardi. Schwartz’s manual of surgery, 8th ed. 2006. Pg 138-
164
5. Shahan H, Remo P, Peter D. In ABC of Burns, 9th ed. Blackwell Publishing
London; 2008
6. Charles HT, Robert Wb, Sherrell JA, Geoffrey CG, Scott LS. Grabb &
Smith’s Plastic Surgery.In Matthew BK.Thermal, Chemical and Electrical
Injuries. Lippincott Williams & Wilkins. 2014 7th ed. Pg 132-149.

Anda mungkin juga menyukai