Anda di halaman 1dari 6

BIOGRAFI K.H.

WAHAB HASBULLAH
(disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Biografi dan Prosopografi)

Dosen Pengampu:
Drs. Marjono, M. Hum.

Oleh:
Yeni Purwanti 160210302071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
Biografi K.H. Wahab Hasbullah
Kiai Wahab Hasbullah lahir dari pasangan Kiai Hasbullah dan Nyai Latifah, pada
Maret 1888 di Tambakberas, Jombang. Wahab Hasbullah kecil banyak menghabiskan
waktunya untuk bermain dan bersenang-senang selayaknya anak kecil masa itu. Selain
itu, karena tumbuh dilingkungan pondok pesantren ia juga mulai sejak dini diajarkan ilmu
agama dan moral pada tingkat dasar. Termasuk, dalam hal ini tentu diajarkan seni Islam,
seperti kaligrafi, hadrah, barjanji, diba’, dan sholawat. Kemudian tak lupa diajarkan
tradisi yang menghormati leluhur dan keilmuwan para leluhur, yaitu dengan berziarah ke
makam-makamleluhur dan melakukan tawasul.

Pendidikan
Masa pendidikan K.H. Wahab Hasbullah dari kecill hingga besar kebanyakan dari
pondok pesantren. Ketika memasuki usia tujuh tahun, Wahab Hasbullah mulai
mendapatkan pelaajaran agama secara intensif. Selama enam tahun awal pendidikannya,
ia dididik langsung oleh ayahnya. Selama kurang dari 20 tahun, ia secara intensif
menggali pengetahuan keagamaan dibeberapa pesantren.
Diantara pesantren yang pernah disinggahi Wahab Hasbullah adalah sebagai
berikut :
1. Pesantren Langitan, Tuban.
2. Pesantren Mojosari, Jombang.
3. Pesantren Cempaka.
4. Pesantren Tawangsari, Sepanjang.
5. Pesantren Kademangan Bangkalan, Madura.
6. Pesantren Branggahan, Kediri.
7. Pesantren Tebuireng, Jombang.
Di Pesantren Tebuireng, ia cukup alam menjadi santri. Hal ini terbukti kurang
lebih selama 4 tahun, ia menjadi lurah pondok, sebuah jabatan tertinggi yang dalam
kehidupan pesantren.
Setelah laam belajar ke berbagai pesantren, seperti halnya kebanayakn santri Jawa
saat itu, K.H. Wahab Hasbullah pada umur 27 tahun juga memperdalam keilmuannya,
terutama ilmu agama di Makkah. Beliau belajar dikota suci selama kurang lebih 5 tahun.
Di Makkah, ia bertemu dengan ulama terkemuka dan kemudian berguru pada mereka.
Selain belajar pada kitab-kitab atau pelajaran agama, ia juga belajar ilmu
berorganisasi dan pergerakan. Selama di Makkah ia aktif dalam dunia pergerkan dan
organisasi. Bersama Kiai Abbas dari Jember, Kiai Asnawi dari Kudus, dan Kiai Dahlan
dari Kertosono melopori berdirinya Sarikat Islam cabang Makkah.
Dalam rangkaian perjalanan intelektual yang demikian panjang, pada usia 34
tahun K.H. Wahab Hasbullah telah menjadi pemuda yang mengusai berbagai disiplin
ilmu keagamaan, seperti Ilmu Tafsir, Hadis, Fikih, Akidah, Tasawuf, Nahwu Shorof,
Ma’ani, Manthiq, dan lainnya.

Perjuangan dan Pemikiran


Perjuangan K.H. Wahab Hasbullah dapat dikatakan lebih dikaitkan dengan
persoalan pergerakan, organisasi, maupun istilahnya politik islam.
Pada tahun 1914, K.H. Wahab Hasbullah kembali dari belajar di Makkah. Sejak
saat itu, ia melakukan pembaharuan pondok pesantren Tambakberas. Diantaranya
mengubah sistem pendidikan halaqoh menjadi sistem pendidikan Madrasah. Dengan
sistem ini, pondok pesantren tambakberas berkembang semakin pesat, dan pada
tahun 1915 K.H. Wahab Hasbullah mendirikan Madrasah pertama, madrasah
tersebut diberi nama Madrasah Mubdil Fan.
Dalam menjalankan madrasah tersebut, K.H. Wahab Hasbullah dibantu oelh
adiknya, yaitu K. H. Abdul Hamid dan K.H. Abdurrahim yang juga baru kembali dari
studinya di Makkah. Dalam penataan manjemennya, K. H. Abdul Hamid berkonsentrasi
pada pengelolaah pondok, sedangkan K.H. Abdurrahim mengelola madrasah.
Perjuangan K.H. Wahab Hasbullah bisa dikatakan bermula dari Makkah. Saat
organisasi terkenal ditanah air dan berbasis gerakan Islam yaitu SI, yang didirikan oleh H.
Samanhudi, dan kemudian dikembangkan oleh H.O.S Cokroaminoto. Di Makkah inilah
beliau berjasa membesarkan SI, yaitu dengan mendirikan organisasi SI cabang Makkah.
Beliaulah yang pertama kali mendirikan cabang pergerakan organisasi SI di luar negeri.
Pada 1914, di Surabaya, bersama K.H. Mas Mansur, mendirikan kelompok
diskusi bernama Tashwirul Afkar. Kelompok diskusi ini pada awalnya mengadakan
kegiatan diskusinya dengan jumlah peserta yang terbatas. Akan tetapi, dalam
perkembangannya, kelompok diskusi ini tidak membatasi pesertanya. Hal ini berkaitan
dengan prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat yang diterapkan dalam kelompok
diskusi tersebut. Ditambah lagi, topic-topik yang dibicarakan mempunyai jangkauan
kemasyarakatan yang luas.
Maka, dalam waktu singkat, kelompok diskusi ini menjadi sangat popular dan
menarik perhatian dikalangan para pemuda. Banyak tokoh Islam dari berbagai kalangan
bertemu dalam forum itu untuk memperdebatkan dan memecahkan permasalahan yang
dianggap penting, berkaitan persoalan penataan kehidupan bermasyarat lebih luas
dengan konteks adanya penjajahan.
Melalui kelompok diskusi inilah, terjadi tukar pendapat dan informasi, yang tidak
hanya dibatasi oleh kalangan kiai tradisional, modern, tapi juga kalangan pergerakan
nasionalis. Maka, gaung pergerakan kelompom diskusi ini tidak hanya terkenal di
Surabaya, akan tetapi meliputi seluruh wilayah Jawa dan begitu popular dikalanagn
pergerakan nasional. Persoalan yang didiskusikan bukan hanya persoalan agama,
melainkan juga persoalan konteks rakyat yang sedang dijajah oleh Belanda.
Kegemaran berorganisasi dan bergerak ini dibuktikan beliau, yaitu tidak senang
hanya mendirikan Tashwirul Afkar saja. Beliau kemudian bersama K.H. Mas Masur,
mendirikan sebuah organisasi lagi bernama Nahdlatul Wathan (kebangkitan tanah air),
yang mendapat status badan hukum pada tahun 1916. Tampilnya Nahdlatul Wathan
sebagai lemabaga pendidikan dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi Tashwirul
Afkar yang antara lain telah membuka jalur pendidikan sebagai media rekrutmen dan
sosialisasi politik dalam membangkitkan kesadaran nasional. Sebagai lembaga
pendidikan, Nahdlatul Wathan di bawah pimpinan K.H. Wahab Hasbullah berhasil
mendirikan sekolah-sekolsh diberbagai daerah di Jawa Timur, antara lain :
1. Sekolah/Madrasah Wathan di Wonokromo
2. Sekolah/Madrasah Farol Wathan di Gresik
3. Sekolah/Madrasah Hidayatul Watahan di Jombang, dan
4. Sekolah/Madrasah Khitabul Watahan di Surabaya
Sebagai bentuk perjuangan lain, K.H. Wahab Hasbullah juga mempunyai
perhatian khusus terhadap para pemuda. Perhatian ini menunjukan jika beliau sejak muda
sudah muda sudah memperhatikan regenarasi perjuangan dan penyegaran kepemimpinan.
Untuk itu, K.H. Wahab Hasbullah mengumpulkan beberpa orang pemuda yang diwadahi
organisasinya bernama Syubbanul Wathan pada tahun 1924. Organisasi ini kemudian
menjadi cikal bakal gerakan Pemuda Ansor yang lahir pada 1934.
Eksponen-eksponen dalam Tashwirul Afkar , Nahdlatul Wathan , dan Syubbanul
Wathan , yang secara substansial adalah satu aliran dalam akidah dan ibadah maupun
dalam aspirasi kemasyarakatan, melebur dalanm satu ikatan yang bernama Komite Hijaz
dibawah pimpinan K.H. Raden Asnawi dan beberapa ulama lainnya. Harus diakui bahwa
komite ini lahir berkat campu tangan K.H. Wahab Hasbullah. Inisiatif aktif dari K.H.
Wahab Hasbullah inilah yang menjadi pemicu lahirnya organisasi Islam kalangan
tradisional bernama NU.
Dalam perjuangan periode ini, beliau mendapatkan kesuksesannya, setidaknya
ada dua hal. Pertama, Komite Hijaz mendapatakan kebebasan dalam peribadatnnya di
wilayah kekuasaanya. Kedua, dengan desakan dan perjuangan mendirikan organisasi
kalangan Islam tradisionalis, NU berhasil didirikan sehingga NU mampu menjai benteng
terhadap gerakan Islam pribumi yang menolak sikap tidak menghormati adat istiadat
masyarakat setempat.
Namun keberhasilan itu tidak menjadikannya sebagai penguasa NU dan bebas
untuk menguasai arah dan gerakan NU. K.H. Wahab Hasbullah tidak bersedia mendduki
jabatan Rais Akbar dalam NU. Jabatan itu diserahkan kepada K.H. Hasyim Asy’ari yang
dirasa lebih serior, dengan wakilnya K.H. Ahmad Dahlan. Sedangkan jabatan ketua
tanfidziyah dipercayakan kepada H. Hasan Gippo. Sementara, ia menduduki jabatan
sebgai Katib Aam Syuriyah.
Sebagai pejuang dan pimikir, K.H. Wahab Hasbullah memilikim kecenderungan
pragmatis, kontekstual, dan terbuka. Kecenderungan ini menjadikan sosoknya sebagai
Kiai politik pertama. Semenjak penjajahan Jepang, peran K.H. Wahab Hasbullah
tidaklah berhenti, bahkan ketika MIAI bubar. K.H. Wahab Hasbullah bersam J. H.
Wahid Hasyim berperan pentin g dalam pembentukan Masyumi sebagai wadah
organisasi pergerakan Islam. Bahkan, NU semakin besar ketika Indonesia
memperoleh kemerdekaan, secara tidak langsung ketika K.H. Wahid Hasyim sebagai
tokoh mudanya meninggal dunia.
Pasca kemerdekaan RI, NU menyalurkan aspirasi politiknya melalui Partai
Masyumi. Sebai sebuh organisasi yang mempunyai sistem ideologi dan cita-cita
perjuangnnya, NU berusaha mengubah dan mereformasikan struktur yang merugikan
dalam partai Masyumi. Sebenarnya, usaha rekonsiliansi senantiasa dilakukan dalam
ran gka m enciptkab suasana yang berkeadilan dalam lingkup partai. Proses keluarnya
NU dari Masyumi itu dilakukan dengan jalan yang damai dan baik.
K.H. Wahab Hasbullah menunjukkan bagaimana sikap seorang politisi yang kuat
dan tangguh. Namun begitu, ia juga seorang polisi yang bertanggungjawab. Hal ini
dibuktikan setelah pemilu 1955, NU yang menjadi partai terpisah mampu menjadi salah
satu partai dalam empat partai besar pendulang suara saat itu.

Anda mungkin juga menyukai