Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN

2. Irama Pernafasan

Pada percobaan kali ini, perlakuan yang diberikan yaitu dengan subjek duduk santai
dan bernafas cepat selama 1 menit kemudian bernafas normal selama 1 menit. Dalam 1
menit, frekuensi pernafasan subjek yaitu 28x. Subjek memiliki kemampuan menahan nafas
paling baik, dan waktu penghembusan nafas paling singkat. Hal ini karena udara yang
tersimpan dalam paru-paru sebagai cadangan respirasi cukup banyak dan cukup. (Mrwaldi,
2009).

Perlakuan selanjutnya yaitu dengan bernafas di dalam plastik selama 2


menit kemudian bernafas secara normal selama 1 menit. Berdasarkan data juga
diketahui bahwa pelaku bernafas di dalam pastik memiliki frekuensi pernafasan
lebih rendah yakni 27x dibandingkan dengan saat bernafas diluar plastik yakni
58x. Ketika bernafas di dalam plastik, maka ketersediaan oksigen sangat terbatas
hanya pada lingkungan di dalam plastik tersebut. Ketika sekian kali respirasi,
maka ketersediaan oksigen di dalam plastik semakin berkurang berganti dengan
karbondioksida karena hasil dari ekshalasi berupa karbondioksida. Dalam keadaan
seperti ini akan semakin sulit untuk mengambil oksigen pada inhalasi karena
plastik semakin berisi dengan karbondioksidadan ketersediaan oksigen semakin
berkurang sehingga irama pernafasan yang terjadi semakin pelan karena sesak.
Jika hal ini terus berlanjut maka akan menyebabkan sesak nafas. (Syaifudin,
1997:92)

Hal ini diperkuat dengan pernyataan bahwa pernafasan paru merupakan


pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru. Fungsi paru adalah
tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada pernafasan melalui
paru/pernafasan eksterna. Oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Saat
bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli, dan dapat
erat berhubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonalis. Pernafasan dapat
berarti pengangkutan oksigen ke sel dan pengangkutan CO2 dari sel kembali ke
atmosfer (Syaifudin, 1997:92).

Perlakuan terakhir yaitu dengan subjek lari di tempat sebanyak 60 kali dan
dihitung frekuensi pernafasannya. Dalam perlakuan ini, irama frekuensi respirasi
yang terjadi baik pada subjek semakin bertambah lebih cepat dan banyak jika
dibandingkan dengan perlakuan sebelumnya. Ketika tubuh sedang bekerja keras
(berlari), maka irama pernafasan yang terjadi tidak teratur. Hal ini dikarenakan
waktu inhalasi dan ekshalasi yang tidak optimal ketika tubuh sedang berlari, dan
irama respirasi akan menjadi lebih cepat setelah subjek beristirahat untuk
mengembalikan tenaga yang terpakai selama berlari. (Guyton & Hall, 1997: 605)

Hal ini sesuai dengan sumber yang menyatakan bahwa kapasitas vital paru
dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga (dalam hal ini
berlari). Olah raga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga
menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang
lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital pada seorang atletis lebih besar
daripada orang yang tidak pernah berolahraga. Kebiasaan olah raga akan
meningkatkan kapasitas paru dan akan meningkat 30-40 % (Guyton & Hall, 1997:
605).

Perbedaan frekuensi irama pernafasan dapat disebabkan karena faktor usia,


jenis kelamin dan berat tubuh. Hal ini sesuai dengan sumber yang menyatakan
bahwa irama dasar respirasi ditentukan oleh sistem saraf dalam medulla dan pons.
Ukuran rongga dada dipengaruhi oleh kegiatan otot pernafasan. Otot-otot ini
berkontraksi dan relaksasi sebagai respon impuls saraf yang ditransmisi
kepadanya dari pusat di otak (Soewolo, 2003).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pernafasan antara lain:

1. Jenis kelamin
Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25
persen lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang
yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis (Guyton
& Hall, 1997:605). Kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 L
dibandingkan pada wanita yaitu 3,1 L (Tambayong, 2001).
2. Usia
Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur.
Semakin tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi
penurunan fungsi paru (Suyono, 1995). Kebutuhan zat tenaga terus
meningkat sampai akhirnya menurun setelah usia 40 tahun berkurangnya
kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik.
Dalam keadaan normal, usia juga mempengaruhi frekuensi pernapasan
dan kapasitas paru. Frekuensi pernafasan pada orang dewasa antara 16-18
kali permenit, pada anak-anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada
bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada orang dewasa pernapasan
frekuensi pernafasan lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dan
bayi, akan tetapi KVP pada orang dewasa lebih besar dibanding anak-
anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah misalnya
akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan
sebaliknya (Syaifudin, 1997).
3. Kebiasaan olah raga
Kesegaran jasmani berkenaan dengan kondisi fisik seseorang dalam
melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dalam waktu yang relatif lama
tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan masih memiliki cadangan
tenaga untuk melakukan aktivitas lainnya. Kapasitas vital paru dapat
dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olah raga dapat
meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen
dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau
maksimum. Kapasitas vital pada seorang atletis lebih besar daripada
orang yang tidak pernah berolahraga. Kebiasaan olah raga akan
meningkatkan kapasitas paru dan akan meningkat 30 – 40 % (Guyton &
Hall, 1997).

DAFJUK

Guyton, Arthur C & Hall, John E. 1997. Fisiologi Kedokteran, Terjemahan Irawati
Setiawan. Jakarta: EGC.

Mrwaldi. 2009. Sistem Respirasi Pada Manusia. [online]. http://doc/


23376022/Sistem-Pernafasan-Inspirasi-Dan-Ekspirasi. Diakses pada tanggal
23 Oktober 2018

Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang.

Suyono, Joko. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : EGC.

Syaifudin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC.


Tambayong, Jan. 2001. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Rineka
Cipta.

Anda mungkin juga menyukai