Anda di halaman 1dari 20

PPh Pasal 23

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
limpahan rahmat-Nya-lah maka kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Pajak Panghasilan
(PPh) Pasal 23 dan 26", yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita guna
lebih mengetahui ruang lingkup yang terdapat pada Pajak penghasilan Pasal 22 dan 26
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman
bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Bandung, Oktober 2018

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... 1

Daftar Isi ............................................................................................................................. 2

BAB 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 3


Tujuan ..................................................................................................................... 3

BAB 2 PEMBAHASAN

PPH Pasal 23 ........................................................................................................... 4


PPH Pasal 26 ........................................................................................................... 8
PPH Pasal 23 Atas Dividen..................................................................................... 11
PPH Pasal 23 Atas Bunga ....................................................................................... 13
PPH Pasal 23 Atas Royalti ...................................................................................... 13
PPH Pasal 23 Atas Hadiah ...................................................................................... 14
PPH Pasal 23 Atas Sewa ......................................................................................... 15
PPH Pasal 23 Atas Imbalan Jasa ............................................................................. 15

BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................................. 18

Daftar Pustaka .................................................................................................................. 19

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam
pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat
potensial. Penerimaan hasil pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berkaitan dengan
pembangunan yang dilakukan pemerintah untuk kebutuhan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu
pajak merupakan iuran wajib yang dipungut dari warga Negara Indonesia yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang. Untuk mendukung berjalannya pembangun di Indinesia dibutuhkan
peran serta kesadaran masyarakat tentang kewajiban membayar pajak, karena pada akhirnya hasil
penerimaan pajak dari masyarakat juga akan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Sehingga
fungsi dari diberlakukannya pajak adalah pencapaian peningkatan ekonomi suatu negara. Sehingga
pajak merupakan alternatif yang sangat potensial sebagai sumber penerimaan negara.

Ketentuan dalam pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari
modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah di potong Pajak
Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

B. Tujuan
Makalah ini disusun dengan maksud sebagai berikut :
- Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan II
- Untuk lebih memahami secara mendalam mengenai PPh pasal 23 dan pasal 26.

3
BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN PPH PASAL 23

Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari
modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya.

PEMOTONG PPH PASAL 23, terdiri atas :

1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak badan dalam negreri
3. Penyelenggara dalam negeri
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan di luar negeri lainnya
6. Orang Pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh kepala kantor
pelayanan pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23, yaitu:
a. Akuntan, arsitek, dokter, notaries, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), kecuali camat,
pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran berupa sewa.

TARIF DAN PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH PASAL 23

Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 23 sesuai dengan pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008
menetapkan tarif sebagai berikut:

1. Sebesar 15% dari Jumlah Bruto atas :


a. Dividen

4
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
c. Royalty
d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh yang
dimaksut dalam Pasal 21 ayat 1 huruf e
2. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas :
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan oenggunaan harta yang telah dikenai PPh Pasal 4
ayat (2)
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa managemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh pasal 21
 jasa penilai (appraisal)
 jasa aktuaris
 jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
 jasa perancang
 jasa pengeboran dibidang penambangan minyak dan migas, kecuali yang
dilakukan oleh BUT
 jasa penunjang dibidang pembangunan migas dan panas bumi
 jasa penambangan dan jasa penunjang dibidang penambangan selain migas
 jasa penunjang dibidang penerbangan dan Bandar udara
 jasa penebangan hutan
 jasa ppengolaan limbah
 jasa penyedia tenaga kerja
 jasa perantara dan keagenan
 jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh
bursa efek, KSEI dan KPEI
 jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
 jasa pengisian suara/ sulih suara
 jasa mixing film

5
 jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemelihraan
dan perbaikan
 jasa instalasi/pemasangan mesin, pealatan, listrik, telepon, air, gas, AC atau
televisi kabel, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya
dibidang konstruksi dan mempunyai izin atau sertifikat sebagai pengusaha
kontribusi
 jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,
gas, AC atau televisi kabel, alat transportasi/kendaraan atau bangunan, selain
yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya dibidang konstruksi
dan mempunyai izin atau sertifikat sebagai pengusaha kontribusi
 jasa maklon
 jasa penyelidikan dan keamanan
 jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
 jasa pengepakan
 jasa penyelidikan tempat dan waktu dalam media masa, media luar ruang atau
media lain untuk pem]nyimpanan informasi
 jasa pembasmian hama
 jasa kebersihan atau cleaning service
 jasa catering atau tata boga

Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut tidak memiliki
nomer NPWP besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif yang sebenarnya.

PENGECUALIAN PEMUNGUTAN PPH PASAL 23

Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sesuai dengan pasal
23 Ayat (4) uu No 17 tahun 2000, yaitu:

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank


2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi

6
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai wajin pajak dalam
negeri, koperasi, BUMN, BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan
dan betempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. Dividen berassal dari cadangan laba yang ditahan
b. Bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor
4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak kolektif
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman atau pembiayaan yang diatur dengan PMK.

SAAT TERUTANG, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23

1. PPh Pasal 23 terutang pasa akhir bulan dilakukan pembayaran atau pada akhir bulan
terutangnya pengasilan yang bersangkutan.
2. PPh Pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
takwim berikutnya setelah bulan saar terutangnya pajak ke bank presepsi atau kantor pos
Indonesia
3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20 hari
setelah masa pajak berakhir
4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi
atau badan yang dibebani PPh yang dipotong
5. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara
desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya
penghasilan yang merupakan Objek PPh Pasal 23, hal ini dimaksutkan untuk
mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan PPh PAsal 23 tersebut.
Transaksi-transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh pasal 23 yang pembayarannya
dilakukan oleh kantor pusat, PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan dilaporkan oleh kantor
pusat, sedangkan objek PPh Pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor cabang.

7
PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 26

PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 26


Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk
usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan
perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar
negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang
sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

TARIF DAN OBJEK PPH PASAL 26


 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar
Negeri berupa :
a. Dividen;
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
h. Keuntungan karena pembebasan utang.
 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau
bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai

8
hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
atau BUT di Indonesia;
 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
 Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan
negara pihak pada persetujuan.

SAAT TERUTANG, TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN


PPH PASAL 26
PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya
penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
1. lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
2. lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
3. lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat
terutangnya pajak. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti
pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling
lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pemotong PPh Pasal 26
Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-undang Pajak
Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 ayat (1) adalah :
- Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan
Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud
dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah
Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya.

9
- Subjek Pajak Badan dalam negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, subjek pajak
badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan berdasarkan ketentuan
hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan bahwa
badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di mana pengambilan keputusan-
keputusan penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia.
Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak
Penghasilan 1984 adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap
- Penyelenggara kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang
melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi
atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan, seminar dan
lain-lain.
- Bentuk Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di Indonesia
sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia.
Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan kewajiban BUT
disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak
Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau

10
melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen,
cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.
- Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga
merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative Office (RO) dari
perusahaan-perusahaan asing.
PIHAK YANG DIPOTONG PPH PASAL 26
Berbeda dengan pemotongan jenis pajak lain, pemotongan PPh Pasal 26 dikenakan terhadap Wajib
Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap. Pengertian Wajib Pajak luar negeri bisa kita temukan
dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan ini Subjek
Pajak (juga Wajib Pajak) luar negeri selain BUT adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia. Jadi, Wajib Pajak luar negeri seperti ini mendapatkan penghasilan dari Indonesia tanpa
perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT. Misalnya warga negara Singapura
yang memiliki saham PT Indosat yang menerima penghasilan berupa dividen dari PT Indosat. Di
sisi lain, pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak BUT adalah hampir sama dengan
Wajib Pajak dalam negeri melalui sistem self assesment pelaporan SPT Tahunan.

PPH PASAL 23 ATAS DIVIDEN


Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh yang termasuk objek pajak adalah dividen, dengan
nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi kecuali ditentukan lain oleh ketentuan perpajakan.
Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g, ditegaskan pula bahwa termasuk dalam pengertian
dividen adalah:

1. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk
apapun;
2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;

11
3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal
dari kapitalisasi agio saham;
4. Pembagian laba dalam bentuk saham;
5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang
saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
7. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-
tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat
dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
8. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan
tanda-tanda laba tersebut;
9. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai
biaya perusahaan.

Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya
dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman
kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang
demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di
pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut
tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.
Pembagian laba secara langsung dan/atau tidak langsung yang berasal dari saldo laba termasuk
saldo laba berdasarkan proyeksi laba tahun berjalan merupakan objek pajak, kecuali bagian laba
yang bukan objek pajak.Saat terutang adalah saat disediakan untuk dibayarkan
Yang dimaksud dengan “saat disediakan untuk dibayarkan” adalah :
1. Untuk perusahaan yang tidak go [ublic, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan
dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan
dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara ( dividen interim), maka PPh Pasal 23
12
Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat
Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.
2. Untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang
saham yang berhak atas dividen. Dengan perkataan lain pemotongan Pajak Penghasilan atas
dividen baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak “menerima atau
memperoleh” dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum dterima secara tunai.
PPH PASAL 23 ATAS BUNGA
 Yaitu bunga pinjaman dari WP Badan ke WP Badan dan/atau dari WP OP ke WP OP serta
denda keterlambatan pembayaran. Dalam pengertian bunga termasuk premium, diskonto, dan
imbalan karena jaminan pengembalian utang.
 Saat terutangnya Pajak adalah pada saat pembayaran, dan pada saat jatuh tempo pembayaran
yaitu saat kewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik
yang tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur. pinjaman tanpa
bunga dari pemegang saham yang diterima oleh WP berbentuk perseroan terbatas
diperkenankan apabila:
1. Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari
pihak lain;
2. Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor
seluruhnya;
3. Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi;
4. Perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk
kelangsungan usahanya.
Apabila pinjaman yang diterima oleh WP berbentuk perseroan terbatas dari pemegang sahamnya
tidak memenuhi ketentuan ini, maka atas pinjaman tersebut terutang bunga dengan tingkat suku
bunga wajar.
PPH PASAL 23 ATAS ROYALTI
Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun,
baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:

13
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya
ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau
bentuk hak kekayaan intelektual /industrial atau hak serupa lainnya;
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
3. Pemberian pengetahuan atau informasi dibidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan hak atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi
tersebut pada angka 3, berupa:
 Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang
disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang
serupa;
 Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat
optik, atau teknologi yang serupa;
 Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita
video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio;
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian
hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut diatas.
7. Saat terutangnya adalah pada saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur.
Saat Pemotongan untuk Dividen, Bunga, dan Royalti - Pemotongan Pajak PPh Pasal 23
dilakukan pada akhir bulan dibayarkannya penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya
penghasilan; atau jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan, tergantung
peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
PPH PASAL 23 ATAS HADIAH
Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan sejenisnya dikenakan PPh Pasal 23 jika hadiah atau penghargaan
perlombaan, penghargaan, dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya
diterima oleh WP Badan termasuk BUT.

14
PPH PASAL 23 ATAS SEWA
 Merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatan untuk
memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan perjanjian
tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima
hak selama jangka waktu yang telah disepakati.
 Saat terutangnya adalah pada saat pembayaran dan jatuh tempo.
PPH PASAL 23 ATAS IMBALAN JASA
a) Jasa Teknik merupakan pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan
dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan, dan ilmu pengetahuan yang dapat
meliputi
b) Pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau
pencarian dengan bantuan gelombang seismik;
c) Pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian informasi
dalam bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan sebagainya;
atau
d) Pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang manajemen, seperti
pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar dengan peserta dan materi yang telah
ditentukan oleh pengguna jasa.
e) Jasa manajemen merupakan pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam
pelaksanaan atau pengelolaan manajemen.
f) Jasa konsultan merupakan pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional
dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau
perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli
tersebut dalam pelaksanaannya.
Jenis jasa lain terdiri dari :
 Jasa penilai
 Jasa aktuaris
 Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
 Jasa perancang

15
 Jasa pengeboran di bidang penambangan minyak dan gas bumi, kecuali yang dilakukan oleh
bentuk usaha tetap
 Jasa penunjang di bidang penambangan migas
 Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
 Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
 Jasa penebangan hutan
 Jasa pengolahan limbah
 Jasa penyedia tenaga kerja
 Jasa perantara dan/atau keagenan
 Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI,
dan KPEI
 Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
 Jasa pengisian suara dan/atau sulih suara
 Jasa mixing film
 Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan, dan perbaikan
 Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel,
selain yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkupnya dibidang konstruksi dan mempunyai izin
dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
 Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV
kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh WP yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi
 Jasa maklon
 Jasa penyelidikan dan keamanan
 Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
 Jasa pengepakan
 Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain
untuk penyampaian informasi
 Jasa pembasmian hama

16
 Jasa kebersihan atau cleaning service
 Jasa catering atau tata boga
g) Atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain ini dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% dari
jumlah bruto tidak termasuk PPN.
Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang dibayarkan; disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada WP dalam negeri atau
bentuk usaha tetap, tidak termasuk :
 Pembayaran gaji, upah, honrarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga
kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
 Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
 Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada
pihak ketiga.
Jumlah bruto ini tidak berlaku:
 Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa catering; atau
 Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud telah
kenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

17
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari
modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Dalam melakukan pemotongan PPh Pasal 23 terdapat pemotong pajak yang telah ditentukan oleh
peraturan uu PPh pasal 23 begitu pula dengan tarif dan penghasilan apasaja yang tergolong dapat
dipotong PPh Pasal 23 ataupun yang dikecualikan. Makalah diatas juga menunjukan kapan saat
terutang, pelaporan dan penyetoran PPh pasal 23 yang telah ditentukan oleh UU. Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber
dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha
tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan
perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar
negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang
sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

18
Daftar Pustaka

Sari, Diana. 2017. Perpajakan & Rekonsiliasi Fiskal. Bandung: Refika Aditama.
http://www.klinikpajak.co.id/artikel+detail/?id=pajak+-+pph+pasal+23

19

Anda mungkin juga menyukai