PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Kadang-kadang juga disebut sebagai aliansi strategis, yang meliputi berbagai mitra,
termasuk organisasi nirlaba, sektor bisnis dan umum. Pihak-pihak yang terlibat sepakat untuk
membentuk entitas baru, masing-masing menyetorkan modal, berbagi risiko dan keuntungan,
serta kendali atas entitas tersebut. Joint venture bisa dibentuk hanya untuk satu projek
tertentu, lalu dibubarkan. Akan tetapi, joint venture juga bisa saja dibentuk untuk hubungan
bisnis yang berkelanjutan. Dan berikut ini adalah beberapa definisi joint venture menurut
para ahli antara lain:
Menurut Peter Mahmud, joint venture merupakan suatu kontrak antara dua
perusahaan untuk membentuk satu perusahaan baru, perusahaan baru inilah yang
disebut dengan perusahaan joint venture.
Menurut Erman Rajagukguk, joint venture ialah suatu kerja sama antara pemilik
modal asing dengan pemilik modal nasional berdasarkan perjanjian, jadi pengertian
tersebut lebih condong pada joint venture yang bersifat internasional.
Berdasarkan pengertian dari tokoh di atas maka dapat kita ketahui unsur-unsur yang terdapat
dalam joint venture ialah:
1. Kerjasama dua pihak atau lebih.
Joint venture merupakan kerjasama dua pihak atau lebih yang sepakat untuk membentuk
perusahaan baru dengan nama baru.
2. Ada modal.
Dalam joint venture masing-masing pihak memberikan modal untuk disetor dan dipakai
bersama untuk mengoperasikan perusahaan baru.
3. Ada surat perjanjian.
Sebagai bentuk adanya kerjasama antara dua belah pihak, maka dalam joint venture
harus ada surat perjanjian yang berfungsi untuk mengikat kedua belah pihak tersebut.
Dalam joint venture karena melibatkan orang lain, maka perlu diperhatikan dan diteliti
apakah pihak yang akan diajak kerjasama tersebut adalah pihak yang bisa
dipertanggungjawabkan.
Pada umumnya semua partner ikut mengelola jalannya perusahaan. Untuk memimpin
perusahaan sehari – hari, salah seorang anggota joint venture ditunjuk sebagai rekan
pimpinan (managing partner) dan kepadanya diberikan imbalan (compensation) yang
berkewajiban menyelenggarakan pembukuan dan penyajian laporan keuangan. Proyek yang
dikerjakan umumnya proyek dengan pembiayaan besar, misalnya pengembangan suatu
bidang tanah untuk dijual, pembuatan jembatan atau dam, pembelian dan penjualan sekuritas
atau eksplorasi dan pemboran minyak atau gas.
Dalam hubungannya dengan joint venture yang belum selesai tersebut timbul masalah
akuntansi, yaitu mengenai pengakuan laba atau rugi joint venture yaitu apakah perlu
mengakui rugi-laba atas joint venture yang belum selesai. Perlu tidaknya mengakui rugi-
laba joint venture yang belum selesai harus memperhatikan prinsip-prinsip yang mendasari
pengakuan rugi laba (pendapatan dan biaya).
Dalam hal anggota joint venture mengakui laba atas joint venture yang belum selesai
ini menimbulkan 2 masalah, yaitu penentuan besarnya laba atau rugi yang diakui dan
pencatatannya akan tergantung pada metode akuntansi yang digunakan.
Seperti yang dijelaskan bahwa joint Venture hanya bisa dihitung laba/ruginya apabila
telah berakhir usaha yang menjadi obyeknya maka dalam pembukuan ini mengalami hal hal
yang perlu dilakukan karena pembukuan secara tidak terpisah sedikit berbeda dari
pembukuan secara terpisah, yang membedakan adalah hak-hak para anggota di dalam joint
venture dapat ditentukan pada setiap saat yang menyangkut aktivitas joint venture.
Hak-hak para anggota adalah selisih antara jumlah kumulatif semua rekening yang
mempunyai saldo debit dengan jumlah kumulatif semua rekening yang mempunyai saldo
kredit dari pembukuan yang diselenggarakan oleh anggota yang bersangkutan.
Rekening-rekening dengan saldo debet menunjukkan aktiva joint venture (termasuk
biaya yang dibayar dimuka). Sedangkan rekening-rekening yang mempunyai saldo kredit
adalah rekening yang menunjukkan kewajiban-kewajiban joint venture kepada pihak ketiga
dan hak-hak anggota di dalam joint venture.
Sisa barang dagangan yang belum terjual harus diperlakukan secara tepat sesuai penggunaan
sisa barang yang bersangkutan, yang dalam hal ini ada 3 kemungkinan yaitu:
Apabila sisa barang dijual kepada pihak luar maka akan dicatat seperti halnya penjualan yang
biasa. Jika menggunakan metode akuntansi terpisah transaksi ini akan dikredit ke rekening
penjualan, yang akhirnya akan menambah laba sebesar harga jual. Jika menggunakan metode
akuntansi tidak terpisah transaksi ini akan dikredit ke rekening joint venture sebesar harga
jual.
Jika menggunakan metode akuntansi terpisah maka transaksi tersebut hanya akan dicatat
oleh joint venture dan sekutu yang bersangkutan dengan mendebit rekening sekutu yang
membeli dan mengkredit rekening penjualan, masing-masing sebesar harga jual.
Jika menggunakan metode akuntansi tidak terpisah maka transaksi tersebut akan dicatat
oleh semua sekutu. Sekutu pembeli akan mencatat dengan mendebit rekening pembelian
atau persediaan dan mengkredit rekening joint venture. Sekutu yang lain akan mencatat
dengan mendebit rekening sekutu pembeli dan mengkredit rekening joint venture,
masing-masing sebesar harga jual.
CONTOH SOAL
Berikut ini adalah contoh pencatatan transaksi joint venture yang anggota – anggotanya A,
B dan C bergabung menyelesaikan proyek pengembangan dan penjualan kapling tanah
setelah ditingkatkan. A ditunjuk sebagai sekutu pimpinan dan untuk itu dia diberi kompensasi
Rp 50.000.000. Pada akhir proyek mereka membagi laba dengan perbandingan 50:30:20
Transaksi:
A Rp137.500.000
B Rp82.500.000
C Rp55.000.000
Jika joint venture memperkirakan penyelesaian proyek yang ditangani memakan waktu lama
dan menyangkut banyak transaksi maka dianggap baik bila sistem akuntansi menggunakan
buku – buku terpisah.
Dr. Modal A 187.5 Dr. Kas 1.187.5 Dr. Kas 682.5 Dr. Kas 455
Dr. Modal B 682.5 Cr. Investasi Cr. Investasi Cr. Investasi
Dr. Modal C 455 dalam ABC dalam ABC 682.5 dalam ABC 455
Cr. Kas 2.325 1.187.5
Jika proyek suatu joint venture dapat diselesaikan dalam jangka waktu singkat dengan sifat
operasi yang sederhana maka dianggap cukup menggunakan sistem akuntansi dengan buku
– buku tak terpisah. Dalam hal ini setiap sekutu haru memberitahukan transaksinya dengan
joint venture kepada sekutu lainnya.
Sebuah joint venture bisa dikelola seperti sebuah korporasi, persekutuan, atau bentuk
tak terpisah. Joint venture dalam bentuk korporasi biasanya dibentuk untuk proyek jangka
panjang seperti pengembangan dan teknologi di antara beberapa perusahaan. Pembentukan
joint venture tidak lain adalah untuk formalisasi hubungan antara pemodal secara legal dan
membatasi kewajiban para pemodal sebatas pada investasi yang ditanamkan. Saham para
pemodal tidak diperdagangkan di publik, dan pemodal biasanya memiliki usaha lain sesama
mereka.
Ketika suatu perusahaan memiliki kendali atas yang lain, maka perusahaan yang
dikendalikan dikategorikan sebagai anak perusahaan, bukan perusahaan joint venture,
meskipun pemilik lainnya hanya sedikit jumlahnya. Sebuah anak perusahaan harus
dikonsolidasikan oleh pemilik yang mempunyai kendali, dan pemilik lain di kategorikan
sebagai pihak minoritas.
Sebuah joint venture berbentuk persekutuan memiliki perlakuan akuntansi yang sama
dengn persekutuan pada umumnya. Beberapa joint venture hanya memiliki pembukuan pada
salah satu pemodal, penggabungan akuntansinya tidaklah mencerminkan secara penuh fakta
– fakta bahwa joint venture adalah entitas pelaporan terpisah. Setiap sekutu atau pemodal,
mencatat saldo investasi masing – masing pada pembukuannya untuk kepemilikannya pada
joint venture. Investasi pada pembukuan persekutuan didebit pada saat investasi awal dan
untuk bagian investor atas laba setelah itu. Penarikan dan bagian rugi akan mengkredit saldo
investasi. Saldo investasi haruslah mencerminkan saldo modal para sekutu yang dilaporkan
pada laporan keuangan persekutuan joint venture.
Keuntungan yang timbul dari transaksi sesama pemodal dieliminasi dan investor atau
sekutu harus mencatat bagiannya atas laba atau rugi sebagaimana pada metode ekuitas. Untuk
tujuan laporan keuangan, jika ternyata salah satu pemodal memiliki kendali, pemodal
tersebut harus mengkonsolidasikan joint venture dalam laporan keuangannya. Jika semua
pemodal memiliki kendali bersama, maka harus menggunakan metode ekuitas satu baris
untuk melaporkan investasi pada joint venture.
Akuntansi untuk joint venture bentuk tak terpisah biasanya mengikuti metode
akuntansi yang biasa digunakan persekutuan. Kepemilikian tak terpisahkan terjadi ketika
masing – masing investor atau pemodal memiliki secara proporsional atas aset dan kewajian.
Beberapa praktik industri yang ada, khususnya untuk akuntansi minyak dan gas, melakukan
pengakuan pro rata atas aset, kewajiban, pendapatan, dan beban. Misalnya, perusahaan A dan
B melakukan investasi masing – masing 50% dalam bentuk joint venture, disebut JTV, untuk
tujuan eksplorasi. JTV memiliki aset senilai Rp 500.000.000 dan kewajiban jangka panjang
senilai Rp 200.000.000. Oleh karena itu, baik perusahaan A maupun B memiliki investasi
senilai Rp 150.000.000 (Rp 300.000.000 x 0,5). Dengan menggunakan metode ekuitas, pada
laporan keuangan kedua perusahaan disajikan investasi pada joint venture sebesar Rp
150.000.000
Standar akuntansi internasional yang digunakan mengharuskan pro raya, yang sering
disebut “konsolidasi proporsional”, dimana neraca masing – masing perusahaan melaporkan
aset dan kewajiban JTV. Dalam kasus ini, aset senilai Rp 250.000.000 (Rp 500.000.000 x
0,5) dan kewajiban senilai Rp 100.000.000 (Rp 200.000.000 x 0,5) ditambahkan ke dalam
penyajian aset dan kewajiban masing – masing investor. Bagian aset dan kewajiban harus
ditambahkan secara proporsional atas hal sejenis di dalam laporan keuangan investor.
Metode pro rata yang sama juga digunakan untuk pendapatan dan beban.
NERACA PERUSAHAAN A
SEBELUM JOINT METODE KONSOLIDASI
(dalam ribuan) VENTURE EKUITAS PROPORSIONAL
aset lancar Rp250.000 Rp100.000 Rp100.000
aset tetap Rp400.000 Rp400.000 Rp650.000
investasi pada joint
venture Rp0 Rp150.000 Rp0
total Rp650.000 Rp650.000 Rp750.000
kewajiban lancar Rp100.000 Rp100.000 Rp100.000
kewajiban jangka panjang Rp300.000 Rp300.000 Rp400.000
ekuitas Rp250.000 Rp250.000 Rp250.000
total Rp650.000 Rp650.000 Rp750.000
Bentuk lain dari asosiasi usaha adalah sindikat (syndicate). Sindikat biasanya bersifat
jangka pendek dan memili satu tujuan seperti pengembangan sebuah proposal keiangan suatu
perusahaan. Sindikat bersifat informal, oleh karena itu hubungan di antara pihak secara legal
harus dinyatakan dengan jelas sebelum memulai proyek.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Untuk perusahaan yang mempunyai modal yang cukup besar,dengan jangkauan
pemasaran yang luas mungkin tidak masalah bila ingin menambah jenis usahanya. Tetapi
bagi perusahaan yang memiliki kendala misalnya dalam bidang modal. Hal itu dapat menjadi
masalah untuk mengembangkan usahanya. Tetapi ada satu cara yaitu dengan melakukan
Joint Venture (JV).
Arti dari Joint Venture adalah bentuk usaha bersama, kongsi, atau kerjasama. Joint
Venture adalah satu kerjasama yang mekibatkan dua atau lebih peserta aktif sebagai mitra
atau disebut aliansi strategis. Dalam kerjasama tersebut tentu untuk mendapatkan keuntungan
(bidang ekonomi) merupakan alasan utama. Hal- hal yang mendukung terjadinya kerjasama
tersebut yaitu tersedianya bahan baku yang melimpah, tenaga kerja yang banyak, dan pasar
yang prospektif. Joint venture dapat bersifat nasional dan internasional. Dalam Joint Venture
terdapat perjanjian dalam hal kerjasama berdasarkan pada kontraktual.
DAFTAR PUSTAKA