Anda di halaman 1dari 4

TELAAH JURNAL

Pengaruh Asupan Makanan dan Aktivitas Fisik Terhadap Osteoporosis

Pada Wanita Lanjut Usia

1. JUDUL
Pada judul jurnal terdiri dari 12 kata, tidak sesuai dengan panduan, judul
maksimal 14-20 kata.

2. NAMA PENULIS DAN INSTANSI


Nama penulis dan instansi sesuai dengan ketentuan.

3. ABSTRAK :TUJUAN, METODE, HASIL


Pada abstrak menggunakan bahasa inggris dan diartikan menggunakan bahasa
indonesia, jumlah kata kurang dari 225 kata yaitu 95 kata dan kata kunci atau
keywords sesuai. Pada abstrak dijelaskan definisi dan metode
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya masa
tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat
menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang serta risiko
terjadinya patah tulang.
Metode yang dilakukan adalah penelusuran pustaka melalui jurnal-jurnal
publikasi ilmiah yang terpercaya, juga menggunakan beberapa text book.
4. PENDAHULUAN
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya masa
tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat
menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang serta risiko
terjadinya patah tulang.
Faktor yang dapat menyebabkan osteoporosis diantaranya konsumsi pangan
dan aktivitas fisik3, selain itu usia yang menyangkut kadar hormone steroid, genetik,
gaya hidup, konsumsi alkohol, rokok, kualitas asupan makanan, penggunaan
obatobatan (glukokortikoid, tiroid), wanita menopouse
Studi epidemiologis yang dilakukan menunjukkan bahwa asupan zat gizi
dalam tubuh merupakan salah satu faktor yang dapat memperlambat kejadian
osteoporosis di masa lanjut usia. Selain memenuhi asupan zat gizi, perlu juga
memperhatikan aktivitas fisik2. Kurangnya aktivitas fisik pada seorang individu pada
masa muda akan berdampak pada penurunan kepadatan tulang di masa lanjut usia
Berdasarkan etiologi, osteoporosis terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu
osteoporosis tipe 1, osteoporosis tipe 2, dan osteoporosis sekunder7. Osteoporosis tipe
1 biasanya terjadi pada wanita yang telah menopause, osteoporosis tipe 2 terjadi
setelah usia 75 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 2:1, osteoporosis sekunder
dapat terjadi pada setiap usia dan dipengaruhi oleh jenis kelamin. Osteoporosis
sekunder dapat dilihat dari kehilangan masa tulang yang merupakan efek peradangan,
maupun kekurangan gizi.

5. METODE PENELITIAN
Pencarian sumber data dan istilah yang akan dijadikan referensi dalam
membuat review article dilakukan dengan penelusuran pustaka menggunakan mesin
pencari (search engine) yaitu google.com, kemudian mengetik kata yang
berhubungan dengan jurnal/artikel/text book yang akan dicari. Sumber yang dipilih
berupa jurnaljurnal publikasi ilmiah yang terpercaya, juga menggunakan beberapa text
book. Situs jurnal yang dipakai merupakan situs yang sudah terpercaya dalam
publikasi ilmiahnya, seperti google scholar, ncbi, Elsevier yang dapat diakses secara
online melalui www.sciencedirect.com, dan situs penyedia jurnal lainnya.
6. HASIL
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marjan dan Marliyati (2013) telah
dilakukan pemeriksaan kepadatan tulang dengan bone densitometer pada subjek
sebanyak 37 orang wanita lanjut usia yang berusia diatas 55 tahun.

7. PEMBAHASAN
Pada penelitian yang dilakukan oleh Marjan dan Marliyati (2013), untuk
mendiagnosis osteoporosis dilakukan pemeriksaan kepadatan tulang dengan bone
densitometer yang merupakan pemeriksaan akurat dan presisi untuk menilai
kepadatan tulang, sehingga dapat digunakan untuk menilai prediksi fraktur.
Berdasarkan Anlene Bone Health Check yang sesuai dengan Harvey dan Cooper
(2004), diketahui bahwa bagi individu yang berusia lanjut, nilai normal densitas

tulang (t-score) adalah - 1≤SD<2.5. Subjek dengan nilai densitas tulang ≤-2.5

tergolong dalam kategori osteoporosis atau telah berisiko mengalami osteoporosis.


Berdasarkan kategori nilai t score Anlene Bone Health Check, sebagian besar subjek
(78.4%) mengalami osteoporosis dan sebesar 21.6% subjek tidak osteoporosis (t-
score>-2.5).

Pengaruh Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Kalsium, dan Fosfor dengan


Kejadian Osteoporosis

Tingkat kecukupan energi yang lebih berpeluang dalam menurunkan


terjadinya osteoporosis dibandingkan dengan tingkat kecukupan energi yang normal.
Hal ini sesuai dengan peningkatan jumlah energi akan berdampak pada status gizi
yang lebih dan memiliki efek positif terhadap kepadatan mineral tulang11. Tingkat
kecukupan protein yang kurang dapat berpeluang menjadi faktor risiko terhadap
kejadian osteoporosis dibandingkan dengan tingkat kecukupan protein yang normal.
Namun, asupan protein yang berlebih juga dapat memicu terjadinya osteoporosis
karena dapat meningkatkan pengeluaran kalsium lewat urin. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa, tingkat kecukupan kalsium kurang merupakan faktor risiko atau
penyebab terjadinya osteoporosis. Varenna et al. (2007) yang menyatakan bahwa
tingkat kecukupan kalsium memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian
osteoporosis12. Wanita menopause yang kurang konsumsi kalsium berisiko untuk
terkena osteoporosis
Pengaruh Status Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Osteoporosis

Berdasarkan hasil analisis antara subjek yang memiliki status gizi lebih
dengan status gizi normal menunjukkan bahwa status gizi normal cenderung
berpeluang menjadi faktor risiko terhadap kejadian osteoporosis dibandingkan status
gizi lebih. Individu dengan berat badan lebih tinggi cenderung untuk mempunyai
kepadatan tulang lebih tinggi dibandingkan individu yang berat badannya rendah. Hal
ini diduga karena cadangan lemak berfungsi sebagai bahan baku hormon androgen
untuk diubah menjadi hormon estrogen.

Oleh karena itu, individu terutama wanita yanggemuk jarang mengalami


osteoporosis. Menurut Sizer & Whitney (2006), aktivitas fisik yang baik memiliki
efek positif terhadap kepadatan mineral tulang lebih tinggi dibandingkan individu
yang hanya melakukan aktivitas fisik ringan.

8. KESIMPULAN
Berdasarkan data primer yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat
kecukupan kalsium lebih mempengaruhi terjadinya osteoporosis jika dibandingkan
dengan asupan pangan lainnya. Karena konsumsi kalsium memiliki keterkaitan yang
cukup konsisten dengan kesehatan tulang. Semakin kurang melakukan aktivitas fisik
maka berpeluang mengalami patah tulang 2 kali lebih besar daripada yang sering
melakukan aktivitas fisik. Selain itu, orang yang mengkonsumsi teh hijau Jepang
memiliki KMT (Kepadatan Mineral Tulang) yang lebih tinggi, sehingga dapat
mencegah terjadinya osteoporosis.

9. DAFTAR PUSTAKA
Pada daftar pustaka terdapat banyak daftar pustaka yang mana pada daftar
pustaka yang dibuat telah sesuai dengan penulisan ejaan yang benar.

Anda mungkin juga menyukai