5785 - 5584 - 1661 - Emn Tutorial 1
5785 - 5584 - 1661 - Emn Tutorial 1
KATA SULIT
1. KMS
Singkatan dari kartu menuju sehat untuk mengetahui status gizi anak.
2. Bercak Bitot
Endapan kering berbusa di balik kornea mata disebabkan kekurangan vitamin A.
3. Schuffner
Pemeriksaan limpa dengan cara ditarik garis schuffner dibagi 8 bagian untuk
mengukur adanya pembengkakan pada limpa.
4. Pretibial
Bagian di depan tulang kering.
5. Pitting Edema Dorsum Pedis
Menekan daerah tapi tidak kembali ke keadaan semula pada dorsum pedis.
6. Mantoux Test
Uji adanya tuberculosis.
7. Ascites
Penumpukan cairan pada rongga perut berupa cairan serosa.
8. Ampicilin
Termasuk golongan penicillin (antibiotic).
9. Infus Plug
Diberi cairan infus.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
BRAINSTORMING
1. Kekurangan gizi, karbohidrat, lemak, dan protein sehingga yang digunakan untuk
mengikat cairan tidak ada maka cairan keluar ke vaskuler. Organ juga membesar,
sehingga perut terlihat besar
2. 10 Kg pada usia 4 tahun = underweight, LLA mengecil, mata anemis (pucat, bercak
di dalam mata, kurang sel darah merah), paru (normal). Lemak subkutan hilang
(habis) , lemah (kurang karbo), BB (dibawah normal), atrofi(otot mengecil karena
digunakan untuk metabolisme), wajah tua(kekurangan vitamin). Indikasi gizi buruk,
ekstremitas : akral dingin(metabolisme turun), pitting edema (pembentukan cairan
pada kaki), abdomen: limfa membesar(teraba schuffner I), hepatomegali.
3. Hb (turun), leukoit (N), trombosit (N), LED (naik).
4. SGOT/SGPT : hepatomegaly, albumin (kekurangan protein), Mantoux test (tes TB,
serologis), konsul mata (pada pemeriksaan fisik ditemukan anemis pada mata), foto
thorax (kemungkinan infeksi kronis yg sering yaitu TB).
5. Diet peroral digunakan untuk menggantikan/memperbaiki gizi pada anak tersebut.
6. Pengakuan pasien tidak kontak dengan penderita tetapi kemungkinan mengalami
infeksi, maka dari itu perlu diberikan ampicillin dan dilakukan tes Mantoux.
7. Gizi buruk.
8. Kurus (cadangan lemak pada lemak subkutan hilang (ciri2 : kulit tipis, keriput, wajah
tua)), rambut kemerahan dan mudah rontok (protein pada rambut habis, mikronutrien
hilang karena kompensasi dari kehilangan makronutrien rambut kurang vitamin),
pitting edema (kekurangan vitamin B), buta senja (karena bercak bitot dan
kekurangan vit A), sulit makan dan cengeng (gizi kurang mempengaruhi keadaan
psikologi)
keluarga kurang mampu tidak ada makanan sulit makan kelaparan
cengeng.
BAB IV
PETA MASALAH
BAB VI
Diketahui bahwa anak berasal dari keluarga yang kurang mampu atau
kondisi ekonomi rendah. Kondisi ini memungkinkan tidak terpenuhinya nutrisi
anak. Tidak terpenuhinya nutrisi menyebabkan terjadinya defisiensi
karbohidrat. Defisiensi karbohidrat menyebabkan terjadinya glikogenolisis
pada simpanan glikogen di otot. Akhirnya dapat menyebabkan otot menjadi
atrofi atau mengecil. Setelah cadangan karbohidrat menipis maka tubuh
menggunakan lemak untuk sumber energi. Tubuh melakukan kompensasi
dengan glukoneogenesis melalui lipolisis untuk memperoleh energi dari lemak.
Hal ini mengakibatkan cadangan lemak menipis. Cadangan lemak yang menipis
mengakibatkan turunnya sekresi hormon leptin. Hormon leptin merupakan
hormon yang mengatur rasa kenyang. Ketika sekresi hormon leptin menurun
mengakibatkan anak merasa lapar dan akhirnya cengeng. Selanjutnya terjadi
penipisan cadangan lemak subkutan akhirnya anak mengalami penurunan berat
badan atau kurus. Tubuh anak yang kurus menyebabkan ia cenderung
hipotermia atau kedinginan. Tubuh anak yang kurus dan menipisnya lemak
mengakibatkan perut menjadi cekung dan iga nampak gambang. Vitamin
A,D,E,K merupakan vitamin yang larut pada lemak. Karena lemak mengalami
penipisan, maka vitamin A,D,E,K tersebut tidak dapat diserap oleh tubuh.
Akibatnya terjadi defisiensi pada vitamin-vitamin tersebut. Terjadinya
defisiensi vitamin A menyebabkan rodopsin mengalami penurunan dan
mengakibatkan rabun senja. Selain itu defisiensi vitamin A menyebabkan
menurunnya diferensiasi sel epitel yang selanjutnya merangsang terjadinya
metaplasi epitel dan keratinisasi. Perubahan pada mata mengakibatkan
terjadinya xeroftalmia (mata kering). Mula – mula, terjadinya kekeringan
konjungtiva (xerosis conjuntivae) sebab epitel yang mensekresikan mukus dan
kelenjar lakrimal normal digantikan oleh epitel yang mengalami keratinisasi.
Hal ini diikuti oleh tumpukan oleh tumpukan debris keratin dalam bentuk plak
opak kecil atau bercak bitot.
B. Patofisiologi Kwashiorkor
C. Patofisiologi Marasmus-Kwashiorkor
Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat dan lamanya
deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan karena adanya
kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi buruk
ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang
kurang seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. Gizi
buruk ringan sering ditemukan pada anak-anak dari 9 bulan sampai 2 tahun, akan
tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar.
mereka secara tidak sengaja kehilangan 5-10% berat badan mereka dalam
waktu tiga hingga enam bulan
indeks massa tubuh (BMI) mereka di bawah 18,5 (meskipun seseorang
dengan BMI di bawah 20 juga berisiko) - gunakan kalkulator BMI untuk
mengetahui BMI seseorang.
pakaian, ikat pinggang dan perhiasan tampaknya menjadi lebih longgar
seiring berjalannya waktu.
Gizi buruk berat dapat dibedakan tipe kwashiorkor, tipe marasmus dan tipe
marasmik-kwashiorkor. Tipe kwashiorkor ditandai dengan gejala tampak sangat
kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh, perubahan
status mental, rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rasa sakit, rontok, wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu,
pembesaran hati, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, cengeng dan rewel. Tipe
marasmus ditandai dengan gejala tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua,
cengeng, rewel, kulit keriput, perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang
iga tampak jelas, pantat kendur dan keriput. Tipe marasmik-kwashiorkor
merupakan gabungan beberapa gejala klinik kwashiorkor – marasmus.
Anamnesis :
Pemeriksaan Fisik :
• PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK
Pemeriksaan mikroskopik adalah bagian paling standart dan membutuhkan
banyak waktu. Pemeriksaan mikroskopik bertujuan untuk menentukan jumlah
eritrosit,leukosit dan epitel dapat dilaporkan sebagai jumlah rata2 dalam
pembacaan 10-15 LPB (400X)
• PENGHITUNGAN LEUKOSIT
Leukosit dapat di temukan pada orang yang sehat dalam jumlah tertentu. Salah
satu cara penghitungannya adalah dengan cara manual secara mikroskopik dan
dihitung sebanyal 10 LPB kemudian diambil rata2 masing2 jumlah/LPB. Pada
kondisi normal jumlah leukosit yang ditemukan antara 0-8/LPB atau kurang dari
10 sel per mikro liter.
Jika urinalisis yang mendeteksi keberadaan leukosit dalam urin tanpa nitrat, itu
bisa menjadi indikasi bahwa pasien menderita infeksi dari sistem urin. Leukosit
adalah sel darah putih yang memerangi infeksi dalam tubuh, tetapi kehadiran
mereka dalam urin paling sering mengarah ke infeksi bakteri.
Sejumlah kecil leukosit dikeluarkan melalui urine dimana biasanya sel tua dan
yang rusak. Tingkat normal leukosit dalam urin adalah suatu tempat sekitar 0-10
lev / vl tetapi jika tingkat melebihi 20 lev / vl, lebih baik untuk mendapatkan
urinalisis untuk menghindari komplikasi lebih lanjut
3. UJI FAAL HATI
Jenis uji fungsi hati dapat dibagi menjadi 3 besar yaitu :
a. Penilaian fungsi hati
Pada penilaian fungsi hati terdapat 3 test sebagai berikut :
1. Albumin
Apabila terdapat gangguan fungsi sintesis sel hati maka kadar albumin
serum akan menurun (hipoalbumin) terutama apabila terjadi lesi sel hati
yang luas dan kronik. Penyebab lain hipoalbumin diantaranya terdapat
kebocoran albumin di tempat lain seperti ginjal pada kasus gagal ginjal,
usus akibat malabsorbsi protein, dan kebocoran melalui kulit pada kasus
luka bakar yang luas. Hipoalbumin juga dapat disebabkan intake kurang,
peradangan, atau infeksi.
2. Globulin
Peningkatan globulin terutama gamadapat disebabkan peningkatan
sintesis antibodi, sedangkan penurunan kadar globulin dapat dijumpai
pada penurunan imunitas tubuh, malnutrisi, malababsorbsi, penyakit hati,
atau penyakit ginjal.
3. Elektroforesis protein
Pemeriksaan elektroforesis protein adalah uji untuk mengukur kadar
protein terlihat.Fraksi alpha 1 globlin hampir 90% terdiri dari alpha 1
antitrypsin sisanya tersusun atas alpha 1 acid glycoprotein, alpha 1
antichymotrypsin, alpha fetoprotein, dan protein pengangkut seperti
cortisol binding protein dan thyroxine-binding globulin.Alpha 1 globulin
merupakan protein reaksi fase akut sehingga kadarnya akan meningkat
pada penyakit inflamasi, penyakit degenerative, dan kehamilan
diakibatkan penyimpanan serum terlalu lama, karena hilangnya beta 2,
sedangkan peningkatan pita beta dapat disebabkan hiperkolesterolemia
LDL dan hipertransferinemia pada anemia.Peningkatan pada pita beta
yang menyeluruh dihubungkan dengan kejadian sirosis hati
alkoholik.Pada pita gamma globulin tersusun atas IgA, IgM (85%), IgG,
hemopexin, dan komplemen C3.Hipogamaglobulinemia fisiologis dapat
dijumpai pada neonates.Penurunan pita gamma globulin dapat
disebabkan imunodefisiensi, pengobatan artinya kemungkinan terdapat
obstruksi bilier
4. CHOLINTERASE (CHE)
Pengukuran aktivitas enzim cholinesterase serum membantu menilai
fungsi sintesis hati. Aktivitas cholinesterase serum menurun pada
gangguan fungsi sintesis hati, penyakit hati kronik, dan hipoalbumin
karena albumin berperan sebagai protein pengangkut cholinesterase.
Penurunan cholinesterase lebih spesifik dibandingkan albumin untuk
menilai fungsi sintesis hati karena kurang dipengaruhi faktor-faktor di
luar hati.2 Pada hepatitis akut dan kronik cholinesterasemenurun sekitar
30%- 50%.Penurunan cholinesterase50%-70% dapat dijumpai pada
sirosis dan karsinoma yang metastasis ke hati. Pengukuran cholinesterase
serial dapat membantu untuk menilai prognosis pasien penyakit hati dan
monitoring fungsi hati setelah trasplantasi hati.
b. Mengukur aktivitas enzim
1. kadar bilirubin dan asam empedu
2. uji detoksifikasi dapat digunakan pemeriksaan ammonia serum.
3. Pengukuran aktivitas enzim hepatoseluler seperti SGPT dan SGOT
digunakan untuk menilai integritas sel hati sedangkan ALP dan GGT
lebih mengarah ke kolestasis.
c. Mencari etiologi
1. Penentuan etiologi penyakit hati dapat digunakan penanda untuk hepatitis
autoimun, keganasan sel hati, atau penanda hepatitis virus.
4. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
1. Foto X paru
Untuk mengetahui apabila adanya kelainan pada paru
5. PEMERIKSAAN ANTROPOMETRIS
Tujuan dari pengukuran kesehatan atau antropometris adalah untuk mengetahui
kondisi pertumbuhan dan gizi anak. Penilaian pertumbuhan pada anak sebaiknya
dilakukan dengan jarak yang teratur disertai dengan pemeriksaan serta
pengamatan fisik. Pengukuran berat badan digunakan untuk mengukur
pertumbuhan secara umum atau menyeluruh. Sedangkan tinggi badan digunakan
untuk mengukur pertumbuhan linier.
6. MANTOUX TEST
Test mantoux dilakukan untuk mengetahui apakah pasien menderita TBC atau
tidak.Tata caranya adalah petugas layanan kesehatan Anda akan menggunakan
sebuah jarum kecil untuk menyuntikkan cairan tes yang tidak berbahaya (yang
disebut "tuberculin") di bawah kulit lengan Anda. Petugas layanan kesehatan
HARUS memeriksa lengan Anda 2 atau 3 hari setelah tes kulit TBC, walaupun
lengan Anda tampak baik-baik saja. Jika Anda bereaksi terhadap tes ini,
reaksinya akan tampak seperti sebuah benjolan. Petugas layanan kesehatan akan
mengukur ukuran reaksi. Jika ada benjolan, akan hilang dalam beberapa minggu.
1. Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena
diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka y
ang hubungan orangtua-
anak terganggu, atau karena kelainan metabolic atau malformasi congenital. Gan
gguan berat setiap system tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang tim
bul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemeraha
n, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan seba
gainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan
, karena masih merasa lapar.
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana di
etnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagi
an tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kuru
s dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. Walaupun def
isiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan kimia, gejala uta
ma malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup
bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti p
ada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pda proteinuria (nefrosis),
infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada
penyakit hati kronik.
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan m
asukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, a
kibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-
tanda dan gejala -
gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di duni
a saat ini terutama berada di daerah industri belum bekembang.
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis ata
u iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kura
ng stamuna, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap in
feksi, dan udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi
yang paling serius dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran ja
ringan subkutan dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal ata
u lambat, sering terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi awal, penurunan
berat badan mungkin ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam seb
elum dapat dikenali pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glo
merulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada awal sta
dium penyakit tetapi biasanya kemudian membesar. Pada kasus ini sering terdapa
t dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak ada
pada daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat terjadi pada daera
h ini sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut sering jarang dan tipis
dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi m
enghasilkan corak merah atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia) .
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual, mun
tah, dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang-
kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama irita
bilitas dan apati sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat menyertai.
3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor d
an marasmus. Makanan sehari -
hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang n
ormal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari
normal memperlihatkan tanda-
tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit.
Untuk kwashiorkor sendiri dapat digunakan sindroma nefrotik sebagai diagnosis
banding dari kwashiorkor. Sindroma nefrotik adalah gangguan ginjal yang
menyebabkan tubuh manusia kehilangan terlalu banyak protein yang dibuang
melalui urine. Meski jarang terjadi, sindrom nefrotik dapat dialami oleh siapa
saja. Sindrom nefrotik umumnya terdeteksi pertama kali pada anak-anak,
terutama yang berusia antara 2 sampai 5 tahun. Sindroma nefrotik memiliki
gejala yang sama dengan kwashiorkor yaitu gejala hipoalbuminuria.
Pada pasien malnutrisi energi protein (MEP) atau kekurangan energi protein (KEP)
diikuti juga oleh mal nutrisi mikronutrien seperti kekurangan vitamin A. disisi lain,
fungsi vitamin A adalah
Sehingga pada pasien KEP yang mengalami defisiensi vitamin A biasanya mengalami
rabun senja, dan rentan terhadap penyakit karena melemahnya system imun. Komplikasi
yang bisa terjadi pada pasien KEP antara lain:
1. Kebutaan, karena pada pasien KEP mengalami rabun senja sehingga jika hal ini
terjadi berkepanjangan bisa menyebabkan kebutaan
2. Infeksi paru, karena defisiensi vitamin A bisa menghilangkan epitel mukosillia
pada paru sehingga bisa menyebabkan penderita rentan terhadap infeksi paru-
paru seperti pneumoni dan tuberkolusis
3. Batu ginjal, defisiensi vitamin A juga menyebabkan penggantian epitel
permukaan saluran kemih oleh sel skuamosa yang mengalami keratinisasi
sehingga deskuamisi debris keratin di saluran kemih yang mempermuadan
terbentuknya batu di ginjal.
Jika diberikan tata laksana yang baik dan tepat pasien akan menjadi sehat yang berarti
prognosis baik. Jika tidak mendapat perawatan yang intensif dan segera akan timbul
berbagai macam komplikasi yang dapat menjurus kepada kematian (prognosis buruk)
Artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi”. (Q.S. Al Baqarah 168)
Dalam menafsirkan ayat diatas Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna ayat Al
Baqarah ayat 168 maksudnya adalah Allah swt telah membolehkan (menghalalkan)
seluruh manusia agar memakan apa saja yang ada dimuka bumi, yaitu makanan yang
halal, baik, dan bermanfaat bagi dirinya sendiri yang tidak membahayakan bagi tubuh dan
akal pikiranya.
BAB VII
PETA KONSEP
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A. K., Aster, J.C., & Kumar, Vinay, 2015, Buku Ajar Patologi Robbin Edisi 9,
Elsevier Saunders, Singapura.
Arvin, B. K., 2000, Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 3, EGC, Jakarta.
Krisnansari, Diah 2010, ’Nutrisi dan Gizi Buruk’, Mandala of Health, Vol. 4, No. 1,
pp. 60-68.
Hernawati, Ina, 2007, Pencegahan & Penanggulangan Gizi Buruk, Dirjen Gizi
Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Pakaya, Rahma Edy, Kandarina, Istiti, & Akhmadi 2008,’Upaya Penanggulangan Gizi
Buruk pada Balita’, Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 24, No. 2, pp. 70-71.
Tanto, Chris, Liwang, Frans, Dkk., 2014, Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Vol. I,
Media Aesculapius, Jakarta.
Sherwood, Lauralee, 2014, Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem, EGC, Jakarta.
_______, 2011, Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk Buku I, Dirjen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
_______, 2011, Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II, Dirjen Bina
Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.