Anda di halaman 1dari 25

GAGAL GINJAL KRONIK

A. DEVINISI

Gagal Ginjal kronis merupakan akibat akhir dari kehilangan fungsi gnjal secara
berlanjut (Dongoes edisi 3 th 2000).

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan penurunan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart,
2002).

Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini
terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 ml/menit (Suyono, et al, 2001)

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektroli sehingga terjadi uremia (Smeltzer & Bare, 2001)

Gagal ginjal kronik/ Cronic Kidney Disease (CKD) adalah penurunan fungsi ginjal
yang persisten dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat (Arif Mansjoer, 2000)

Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis
adalah adanya kerusakan fungsi ginjal secara progresif sehingga tubuh akan
mengalami gangguan karena ginjal tidak mampu mempertahnkan substansi tubuh
dalam keadaan nomal.

B. KLASIFIKASI
1. Stadium I

Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat
dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini,
tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan
mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Stadium II

Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal
kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan
meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.

3. Stadium III

Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini,
anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja
dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.

4. Stadium 1V

Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD
dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal.
Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan.

5. Stadium V

Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk
menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan
ginjal.

C. ETIOLOGI
1. Infeksi saluran kemih (ISK)

ISK bagi dalam dua subkatagori yaitu ISK bagian bawah (pielonefritis akut).
Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal yang progresip berupa kelainan ginjal
disebabkan, oleh infeksi yang berulang dan menetap pada ginjal, yang
menyebabkan kelainan anatomi pada ginjal dan saluran kemih seperti refluks
vesiko, ureter, obstruksi, kalkuli atau kandung kemih neurogonik. Kerusakan ginjal
pada pielonefritis akut/kronik atau disebut juga nefropati refluks diakibatkan
refluks urin yang terinfeksi ke uretra dan masuk kedalam parenkim ginjal (refluks
internal). Piolonefritis kronik yang disertai refluks vesikoureter merupakan
penyebab utama gagal ginjal pada anak-anak.

2. Nefrosklerosis Hipertensif

Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi
mungkin merupakan penyakit primer atau penyakit ginjal kronik merupakan
pemicu hipertensi melalui mekanisme retensi Na dan air, pengaruh vasopresor dari
sistem renin-angiotensin mungkin juga melalui defisiensi prostaglandin.
Nefrosklerosis (pasang ginjal) menunjukan adanya perubahan patologis pada
pembuluh darah ginjal sebagai akibat hipertensi. Keadaan ini merupakan salah satu
penyebab utama gagal ginjal kronik, terutama pada populasi yang bukan orang
kulit putih.

3. Glomerulonefritis

Glomerulonepritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.


Peradangan dimulai balam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan
hematuria. Meski lesi terutama pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, mengakibatkan gagal ginjal kronik.

4. Penyakit ginjal kronik

Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista multiple bilateral yang


mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan. Ginjal dapat membesar dan terisi oleh klompok-
klompok kista yang menyarupai anggur. Perjalanan penyakit progresip cepat dan
mengakibatkan kematian sebelum mencapai usia 2 tahun. Tanda dan gejala yang
sering tampak adalah rasa sakit didaerah pinggang, hematutia, poliuria, proteinuria
dan ginjal membesar teraba dari luar. Komplikasi yang sering terjadi adalah
hipertensi dan infeksi saluran kemih. Penyakit ginjal polikistik merupakan
penyebab ketiga tersering gagal ginjal stadium akhir.

5. Gout

Gout merupakan suatu penyakit metabolic yang ditandai oleh hiperurisemia


(peningkatan kadar asam urat plasma). Lesi utama pada gout terutama berupa
endapan dan kristalisasi urat dan dalam cairan tubuh. Pada gout kronik endapan
kristal urat dalam interstisium ginjal dapat menyebabkan nefritis interstisial,
nefrosklerosis dan ginjal yang berjalan progresip lambat.

6. Diabetes mellitus

Nefropati diabetika merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang umum pada
penderita diabetes militus. Lesi ginjal yang sering dijumpai adalah nefrosklerosis
akibat lesi pada arteriola, pielonefritis dan nekrosis papila ginjal dan glomerulus
sklerosis. Lesi tersebut disebabkan oleh peningkatan endapan matriks mesingeal.
Membrane basalis perifer juga lebih menebal. Mula-mula lumen kapilet masih utuh
tapi lambat laun mengalami obliterasi bersamaan dengan berlanjutnya penyakit.

7. Hiperparatirodisme

Hiperparatiroidisme primer akibat hipersekresi hormone paratiroid merupakan


penyakit yang dapat menyebabkan nefrokalasinosis dan selanjutnya dapat
menyebutkan gagal ginjal. Penyebab yang paling sering adalah adenoma kelenjar
paratiroid.

8. Nefropati toksik

Ginjal rentan terhadap efek toksik, karena ginjal menerima 25 aliran darah dari
curah jantung dan ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan
obat. Sehingga insufiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan
meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Sistem Gastrointestinal
a. Anoreksia, nausea dan muntah karena gangguan metabolisme protein dalam
usus, terbentuknya zat – zat toksik dari metabolisme bakteri usus seperti
(amonia metil guanidin) serta sembabnya mukosa usus.
b. Uremik yaitu ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut
menjadi amonia. Sehingga nafas berbau amonia. Akibat lain timbul stomatitis
dan parotitis.
c. Gastritis erosif seperti ulkus peptikum dan klitis uremik.
2. Sistem Integumen
a. Kulit berwarna pucat akibat anemia
b. Gatal – gatal karena toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori – pori.
c. Ekimosis akibat gangguan hematologis.
d. Bekas garukan karena gatal.
3. Sistem Hematologi
a. Anemia .Penyebabnya yaitu berkurangnya produksi eritropoetin sehingga
terjadi pengurangan eritropoesis pada sumsum tulang belakang, hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremik, defesiensi
asam folat akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan pada saluran cerna
dan fibrosis pada sumsum tulang akibat hipertiroid sekunder.
b. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia. Mengakibatkan perdarahan
akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang.
c. Gangguan fungsi leukosit . Hiperpigmentasi leukosit, pagositosis dan
kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga
menurun.
4. Sistem Syaraf dan otot
a. Pegal pada tungkai bawah dan selalu menggerak – gerakkan kakinya (Restless
leg syndrome).
b. Rasa kesemutan dan sepserti terbakar terutama pada telapak kaki (Burning
feet syndrome).
c. Encefalopati metabolic seperti lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi,
tremor dan kejang – kejang.
5. Sistem Kardiovaskuler
a. Hipertensi, akibat penimbunan cairan dari garam atau peningkatan aktivitas
sistem renin – angiotensin – aldosteron.
b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
c. Gangguan irama jantung, gangguan elektrolit.
d. Edema akibat penimbunan cairan
6. Sistem Endokrin
a. Gangguan seksual yaitu pada laki – laki libido menurun dan pada wanita
gangguan menstruasi (amenore).
b. Gangguan toleransi glukosa.
c. Gangguan metabolisme lemak
d. Gangguan metabolisme Vitamin D.
7. Gangguan sistem lain
a. Tulang : osteodistrofi renal, osteomalasia, klasifikasi metastatik.
b. Asam basa : asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik.
c. Elektrolit : hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia.

E. PENATALAKSANAAN
1. Memperlambat Progresi Gagal Ginjal.
a. Pengobatan hipertensi target penurunan tekanan darah yang dianjurkan lebih
dari 140/90 mmHg.
b. Pembatasan asupan protein bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus.
c. Restriksi fosfor untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder.
d. Mengurangi proteinurea.
e. Mengendalikan hiperlipidemia.
2. Mencegah Kerusakan Ginjal Lebih Lanjut.
a. Pencegahan kekurangan cairan, dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat
menyebabkan gagal ginjal. Kelainan yang dapat ditemukan adalah penurunan
tugor kulit, kulit dan mukosa kering, gangguan sirkulasi ortostatik, penurunan
vena jugularis dan penurunan tekanan vena sentral merupakan tanda-tanda
yang membantu menegakkan diagnosis.
b. Sepsis dan ISK akan memperburuk faal ginjal.
c. Hipertensi yang tidak terkendali. Kenaikan tekanan yang lanjut akan
memperburuk fungsi ginjal. Tetapi penurunan tekanan darah yang berlebihan
juga akan memperburuk fungsi ginjal. Obat-obatan yang dapat diberikan
adalah furosemial, obat penyekat beta, vasodilator, antagonis kalsium dan
penghambat alfa. Dosis obat disesuaikan dengan GFR karena kemungkinan
adanya akumulasi obat.
d. Obat-obat nefrotoksik seperti amino-glikosid, OAINS (obat anti inflamasi
nonsteroid), kontras radiology harus dihindari.
e. Kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjal, memperburuk hipertensi dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya eklamsia. Resiko kehamilan meningkat
apaabila kreatinin serum > 1.5 mg/dl dan apaabila kadar kreatinin serum > 3
mg/dl dianjurkan tidak hamil.
3. Pengelolaan Uremia dan Komplikasinya.
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien dengan gagal ginjal
lanjut mengalami peningkatan jumlah cairan ekstraseluler karena retensi cairan
dan natrium. Peningkatan cairan intravaskuler menyebabkan hipertensi,
sementara ekspansi cairan ke ruang interstisial menyebabkan edema.
Hiponatremi sering juga ditemukan pada kasus GGK lanjut akibat ekskresi air
yang menurun oleh ginjal. Penatalaksanaan meliputi retraksi asupan cairan dan
natrium serta pemberian terapi diuretic. Jenis diuretic yang menjadi pilihan
adlah furosemid karena efek furosemid tergantung pada sekresi aktif ditubulus
proksimal. Asupan cairan dibatasi < 1000ml/hari pada keadaan berat < 500
ml/hari. Natrium diberikan < 2-4 gram/hari.
b. Asidosis metabolic. Manifestasi timbul apabila GFR < 25 ml/menit. Diet
rendah protein 0,6 gram/hari membantu mengurangi kejadian asidosis. Bila
bikarbonat serum turun sampai < 15-17 mEq/L harus diberikan substitusi
alkali (tablet natrium bikarbonat).
c. Hiperkalemia terjadi akibat ekskresi kalium melalui urin berkurang, keadaan
metabolic, makanan (pisang) dapat meningkatkan kadar kalium. Hiperkalemia
dapat menimbulkan kegawatan jantung dan kematian mendadak akibat aritmia
kordis yang fatal. Untuk mengatasi kegawatan akibat hiperkalemi dapat
diberikan obat-obat berikut:

1) Kalsium glukosa 10%, 10 ml darah waktu 10 menit IV.

2) Bikarbonas natrikus 50-150 mEq IV dalam waktu 15-30 menit.

3) Insulin dan glukosa 6 U insulin dan glukosa 50 g dalam waktu 1 jam.

4) Kayexalate (resin pengikat kalsium) 25-50 gram oral atau rectal.

d. Diet rendah protein. Diet rendah protein akan mengurangi akumulasi hasil
akhir metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik. Selain itu diet
tinggi protein akan mempercepat timbulnya glomerulosklerosis akibat
meningkatnya beban kerja glomerulus (hiperfiltrasi glomerulus) dan fibrosis
interstisial. Kalori diberikan 35 kal/kg BB, protein 0,6 gram/kg BB/hari.
e. Anemia, penyebab utama anemia pada GGK adalah defisiensi eritropoetin.
Penyebab lainnya adalah perdarahan gastrointestinal, umur eritrosit yang
pendek dan adanya hambatan eritropoiesis, malnutrisi dan defisiensi besi..
f. Kalsium dan Fosfor. Untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme
sekunder, kadar fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor
(daging dan susu). Apabila GFR < 30 ml/menit,diperlukan pemberian pengikat
fosfor seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat serta pemberian vitamin D
yang bekerja meningkatkan absorbsi kalsium di usus.
g. Hiperuresemia. Penatalaksanaan konservatif dihentikan apabila pasien sudah
memerlukan dialysis tetap atau transplantasi.
HEMODIALISA

A. DEVINISI

Hemodialisa berasal dari bahas Yunani hemo berarti darah dan dialisis berarti
pemisahan atau filtrasi. Secara klinis hemodialisis adalah suatu proses pemisahan zat-
zat tertentu (toksik) dari darah melalui membran semipermeabel buatan (artificial) di
dalam ginjal buatan yang disebut dialiser, dan selanjutnya dibuang melalui cairan
dialisis yang disebut dialisat.

Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh


penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialyzer.
Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan
ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula
arteriovenosa) melalui pembedahan.

Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan.


Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien
berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat. (DR. Nursalam M. Nurs,
2006).

Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat
beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane
yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak
dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa
bentuk keracunan. (Christin Brooker, 2001).

Dialisis adalah proses yang menggantikan secara fungsional pada gangguan


fungsi ginjal dengan membuang kelebihan cairan dan akumulasi toksin endogen atau
eksogen. Dialisis paling sering digunakan untuk pasien dengan penyakit ginjal akut
atau kronis (tahap akhir). (Doenges, 2000)

B. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI HEMODIALISIS


1. Indikasi :
a. Klien dengan syndrome uremik/azotemia ( gagal ginjal akut dan kronik),
ureum > 200 mg/dl dan kreatinin > 1,5 mg/dl
b. Hiperkalemia,kadar kalium > 5,0 mEq/L
c. Asidosis, pH darah < 7,1
d. Kelebihan cairan
e. Dehidrasi berat
f. Keracunan barbiturate
g. Leptospirosis
2. Kontraindikasi :
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk terapi dialisis, akan tetapi manfaat terapi
dialisis perlu dipertimbangkan lagi pada pasien dengan sindrom hepato – renal,
sirosishepatis yang lanjut dengan ensefalopati dan pada keganasan lanjut.

C. KOMPONEN YANG DIPERLUKAN DALAM HEMODIALISIS


1. Akses Vascular
Akses vascular sangat diperlukan oleh karena untuk hemodialisis yang efektif
diperlukan aliran darah yang cukup sampai lebih dari 300 ml/menit dan dapat
dipakai berulangkali dalam jangka waktu yang panjang.
Ada 2 macam akses vascular yaitu :
a. Akses vascular sementara atau kontemporer
Akses vascular ini biasanya digunakan pada saat pertama kali hemodialisis
sebelum dibuat akses vascular yang permanent. Akses vascular sementara
umumnya dilakukan dengan menggunakan kateter perkutan kedalam vena
jugularis,femoral atau yang saat ini dihindari adalah pada vena subclavia.
1) Keuntungan akses vascular sementara adalah :
a) Pada vena jugularis interna : dapat digunakan untuk jangka
panjang dengan resiko yang kecil
b) Pada vena femoraln : pemasangan mudah dengan resiko yang
kecil
c) Pada vena subclavia : klien merasa lebih nyaman dan
penggunaanya lebih lama
2) Kerugian akses vascular sementara adalah :
a) Pada vena jugularis : pemasangan lebih sulit
b) Vena femoral : immobilisasi pasien, resiko infeksi lebih tinggi
c) Vena subclavia : komplikasi stenosis vena dan resiko komplikasi
pemasangan.
b. Akses vascular menetap / permanent
Akses vascular menetap dilakukan dengan membuat fistula atau
hubungan ( shunt) antara arteri dengan vena yang biasa disebut AV shunt.
Dapat dilakukan dengan vena dan arteri pasien sendiri , memakai vena dari
tempat lain ( native graft ) atau dengan bahan buatan ( artificial graft )
AV shunt dilakukan dengan cara menyambung arteri subcutan dengan vena
didekatnya. Vena yang berdidnding tipis dialiri oleh darah arteri yang
bertekanan tinggi sehingga aliran darah lebih cepat. Cara ini sangat sering
digunakan dan paling aman, bertahan lama, dan dengan komplikasi yang
minimal ( stenosis, infeksi, steal syndrome ).
Namun ada beberapa kerugian dari AV shunt yaitu ; memerlukan waktu
cukup lama untuk siap dipakai, cukup sering kegagalan atau kurang dapat
memberikan aliran darah yang ccukup pada saat hemodialisis serta pada klien
dengan penyakit vascular yang berat tidak dapat dilakukan.
Lokasi yang sering digunakan :
1) Pergelangan tangan ( fistula radio chepalic / Brescia cimino )
2) Daerah siku / elbow ( fistula brachio chepalic )
Fistula umumnya dilakukan pada tangan yang non dominant dengan
maksud tidak mengeurangi aktivitas klien.
Proses maturasi AV shunt antara 1- 6 bulan dan pada tangan tersebut tidak
dapat dilakukan penekenan berlebihan atau untuk mengambil sampel
darah. Periksa suara bisisng atau thrill setiap hari dan posisikan tangan
lebih tinggi dari badan pada saat pasca operasi.

2. Membran Semi Permiabel


Membran semipermiabel dibutuhkan untuk mengadakan kontak antara darah
dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi. Sebuah membrane semipermiabel
adalah lapisan material yang tipis yang memiliki pori-pori mikroskopik yang
menghilangkan/ mengeluarkan partikel yang lebih keccil dari pada pori-pori
untuk lewat saat molekul yang lebih besar tertahan. Ukuran pori dalam membrane
dialiser bervariasi namun berkisar anatara 50 nefron.
3. Dialiser atau ginjal buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser semipermiabel dengan lokasi
yang tersebar merata yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Darah
banyak mengandung zat-zat toksik secara berlebihan sedangkan dialiser tidak
mengandung apapun kecuali elektrolit tertentu.

Ada 3 macam dialiser yaitu :


a. selulosa yang dibuat dari serat kapas yang diproses
b. serat selulosa yang dimodifikasi dengan menambah gugus asetat seperti selulosa
diasetat atau triaset
c. Membran sintetis seperti membrane polisulfon, polyacryionitril ( PAN
),policarbonat,. Dimana membrane ini mempunyai klirens dan filtrasi yang besar.
Berbagai sifat dari dialiser dipengaruhi oleh :
a. luas permikaan dialiser
b. Ukuran pori-pori atau kemampuan permeabilitas ketipisannya
c. Koefisian ultrafiltrasi
d. Kemampuan untuk mencegah terjadinya clotting sehingga pemakaian
antikoagulasi yang minimal
e. Harga
4. Dialisat
Larutan dialisat biasanya disiapkan dalam bentuk konsentrasi yang mengandung buffer
bikarbonat atau asetat.
Asetat masih banyak digunakan untuk dialisat karena dapat diproduksi dengan mudah dalam
kemasan yang mengandung berbagai macam elemen.Kemudian seiring berkembangnya
waktu, larutan bicarbonate lebih banyak digunakan karena lebih fisiologis, dapat mengontrol
asidosis dengan lebih baik,lebih sedikit menimbulkan efek dan komplikasi.
b. Komposisi dialisat
- Natrium = 135 – 145 meg / 1
- Kalium = 0 – 4,0 meg / 1
- Calsium = 2,5 – 3,5 meg / 1
- Magnesium = 0,5 – 2,0 meg / 1
- Khlorida = 98 – 112 meg / 1
- Asetat atau bikarbonat = 33 – 25 meg / 1.
- Dextrose = 2500 mg / 1

5. Antikoagulan
Akibat adanya sirkit ekstrakorporeal pada hemodialisis memungkinkan terjadinya
Kontak antara darah dengan permukaan saluran sintetik pada hemodialisis mengakibatkan
terjadinya pembekuan darah sehingga perlu digunakan Antikoagulasi dengan heparin agar
memungkinkan hemodialisis berjalan dengan lancer.
Heparin merupakan mukopolisakarida sulat anionic dengan berbagai berat molekul yang
diekstraksi dari paru sapi atau usus babi. Heparin teerikat pada antitrombin- III, yang
kemudian membentuk kompleks dengan protease serine mengaktifasi faktor-faktor koagulasi.
Waktu paru pada pasien normal dan pasien hemodialisis adalah 30-120 menit dan dapat
lebihpanjang lagi dengan disosiasi heparin komplek AT-III.
Menilai koagulasi pada pasien hemodialiss dengan mengamati secara visual dengan
memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut :
a. Warna darah gelap sekali
b. Adanya garis-garis hitam atau gelap pada dialiser
c. Busa dan butir bekuan pada venous trap
d. Adanya bekuan darah
Pemeriksaan yang juga sering dipakai adalah memeriksa clotting time.

D. PRINSIP KERJA / MEKANISME HEMODIALISIS


Mekanisme pemisahan zat – zat terlarut pada hemodialisis terjadi secara difusi dan
ultrafiltrasi.
1. Secara difusi
cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena
zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi kearah konsentrasi yang rendah
sampai konsentrasi zat terlarut sama dikedua kompartemen ( dari yang konsentrasi tinggi
kekonsentrasi rendah )

2. Secara ultrafiltrasI. pemisahan cairan dialisis dan darah dilakukan dengan prinsip
perbedaan tekanan

Tiga tipe dari tekanan yng dapat terjadi pada membrane adalah :
a. Tekanan positif
Tekanan positif merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam
membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resistensi
vena terhadap darah yang mengalir balik kefistula.Tekana positif “ mendorong “
cairan menyeberangi membrane.
b. Tekanan negative
Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane oleh
pompa pada sisi dialisat dari membrane. Tekanan negative “ menarik “ cairan keluar
dari darah.
c. Tekanan Osmotik
Tekanan Osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang
berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut.Larutan dengan
kadar zat terlarut tinggi akan menarik cairan dari larutan lain yang konsentrasinya
lebih rendah sehingga menyebabkan membrane permiabel terhadap air ( dari
konsentrasi rendah kekonsentrasi tinggi )

E. PEDOMAN PELAKSANAAN HEMODIALISIS


1. Persiapan
1) Persiapan Alat
1) Dialiser ( ginjal buatan)
2) AVBL
3) Set Infus
4) NaCl (cairan fisiologis) ( 2-3 fflashf)
5) Spuit 1 cc,5 cc, 20 cc, 30 cc
6) Heparin injeksi ( + 2000 Unit)
7) Jarum punksi : jarum metal (AV. Fistula G.16,15,14) 1 – 1 ¼ inch.
Jarum dengan katheter (IV Catheter G.16,15,14) 1 – 1 ¼ inchi.
8) Penapung cairan ( Wadah)
9) Anestesi local (lidocain, procain)
10) Kapas Alkohol
11) Kassa
12) Desinfektan (alcohol bethadin)
13) Klem arteri (mosquito) 2 buah.
14) Klem desimfektam
15) Bak kecil + mangkuk kecil
16) Duk (biasa,split, bolong)
17) Sarung tangan
18) Plester
19) pengalas karet atau plastic

b. Persiapan lingkungan
1) Lingkungan disiapkan agar nyaman dan tenang
2) Jaga privacy klien
3) Atur tempat tidur sesuai dengan kenyamanan pasien

c. Persiapan Klien
1) Jelaskan prosedur tindakan hemodialisis
2) Timbang berat badan klien
3) Anjurkan pasien mencuci tangan
4) Atur posisi klien agar memudahkan tindakan dan nyaman untuk klien
5) Observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum

d. Persiapan perawat
1) Perawat membaca order atau catatan medik klien
2) Perawat mencuci tangan
3) Perawat memakai sarung tangan dan masker.

2. Prosedur Tindakan
Penatalaksanaan hemodialisis dibagi dalam tiga tahap yaitu :
a. Perawatan sebelum hemodialisis
1) Menyiapkan mesin hemodialisis
a) sambungkan slang air dari mesin hemodialisis
b) kran air dibuka
c) pastikan slang pembuang air dari mesin hemodialisis sudah masuk
kelubang/saluran pembuangan.
d) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak (sebelumnya
periksa voltage listrik).
e) hidupkan mesin dengan menekan tombol on yang ada dibelakang mesin.
f) jelaskan mesin pada posisi rinse selama + 20 menit (sesuai program
penggunaan mesin).
g) matikan mesin hemodialisis
h) masukkan slang dialisat kedalam jerigen dialisat pekat.
i) sambungkan slang dialisat dengan konector yang ada pada mesin
hemodialisis
j) hidupkan mesin dengan posisi normal (siapka)

1) Menyiapkan sirkulasi darah :


1) bukalah alat-alat dialysis dari setnya.
2) tempatkan dializer pada holder (tempatnya) dengan posisi “inlet” (tanda merah) diatas dan
posisi “outlet” (tanda biru) dibawah.
3) hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inlet” dari dializer.
4) hubungkan ujung biru dari VBL dengan ujung “outlet: dari dializer dan tempatkan bubble
trap diholder dengan posisi tegak.
5) set infuse ke botol aCL 0,.9% - 500 CC
6) hubungkan set infuse keselang arteri.
7) bukalah klem NaCl 0.9%, isi selang arteri sampai keujung selang lalu klem.
8) tempatkan ujung biru VBL pada maatkan dan hindakan kontaminasi.
9) memutar letak dializer dengan posisi “inlet” dibawah dan “outlet” diatas, tujuannya gar
dializer bebas dari udara.
10) tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
11) buka klem dari infuse set, ABL, VBL
12) jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara
bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
13) isi bubble trap dengan NaCl 0.9% sampai ¾ bagian
14) memberikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengeluarkan udara dari dalam
dializer, dilakukan sampai dializer bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200 mmHg).
15) melakukan pembilasan dan pengisian dengan menggunakan NaCL 0.9% sebanyak 500 CC
yang terdapat pada botol (Kolf), sisanya tampung dalam gelas ukur.
16) ganti kolf NaCL 0.9% yang kosong dengan kolf NaCL 0.9% baru.
17) sambung ujung biru VBL dan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
18) menghidupkan pompa darah selama 10 menit untuk dializer baru, 15-20 menit untuk dializer
reuse dengan aliran 200-250 ml/menit, berikan UFR 0.8 – 1.0
19) mengembalikan posisi dializer ke posisi semula, dimana “inlet” dialisat selama 5-10 menit
siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking0.

c. Punksi Cimino / Graft


a) Persiapan alat-alat
1. 1 buah set steril dialysis terdiri dari :
- kain alas dan set steril kain 1 buah
- kassa 5 buah, tuffer 1 buah
- 1 buah mangkok kecil berisi NaCL 0.9%
- 1 pasang sarung tangan
- 1 buah 5 CC berisi NaCL 0.9%
- 1 buah spuit insulin isi lidocain 0.5 CC
- 1 buah arteri klem
- 2 buah AV fistula
b) 2 buah mangkok steril berisi btadin dan alcohol
c) masker dan apron
d) plester / micropore
e) 1 buah gelas ukur
f) plastic untuk alat kootor
g) trolly

2) Memulai desinfektan caranya :


a) Jepitlah tuffer betrdine dengan arteri klem, oleskan daerah cimino dan vena lain dengan cara
memutar dari dalam ke luar.
b) Masukkan tuffer kedalam kantong plastic.
c) Jepitlah kassa alcohol dengan arteri kelm, bersihkan daerah cimino dan vena lain caranya
sama seperti diatas.
d) Lakukan sampai bersih
e) Letakkan kassa kotor pada plastic, sedangkan klem arteri letakkan pada gelas ukur.
f) Letakkan kain alas steril dibawah tangan
g) Letakkan kain belah steril diatas tangan.
3) Memulai fungsi cimino/graft
a) Memberikan anestesi lokal pada cimino (tempat keluarnya darah dari tubuh ke mesin),
dengan spuit insulin 1 cc.
b) Tusuklah tempat cimino dengan jarak 8-10 cm dari anastomose.
c) Tusuklah secara intrakutan dengan diameter 0.5 cm.
d) Memberikan anestesi lokal pada tusukan vena lain (tempat masuknya darah dari mesin ke
tubuh, dengan cara yang sama seperti pada no. a).
e) Bekas tusukan dipijat sebentar dengan kassa steril.
4) Memasukkan jarum AV Fistula :
a) Masukkan jarum AV Fistula pada tusukan yang telah dibuat pada saat pemberian anestesi
lokal (cimino)
b) Setelah darah keluar isaplah dengan spuit 5 ml dan bilas kembali dengan NaCL 0.9%
secukupnya.
c) AV Fistula diklem, spuit 5 ml dilepaskan, ujung AV Fistula ditutup, tempat tusukan difikasi
dengan micropore/plester.
d) Masukkan jarum AV Fistula pada vena lain, sesuai pada tempat pemberian anestesi lokal
caranya sama seperti diatas pada no. a
e) Tinggalkan kain alas steril dibawah tangan pasien, sebagai alas dan penutup selama proses
dialysis berlangsung.
f) Alat kotor masukkan ke dalam plastic, sedangkan alat-alat yang dapat dipakai kembali
dibawa ke ruang disposal.
g) Bedakan dengan alat-alat yang terkontaminasi.
h) Bersihkan dari darah, masukkan ke kantong plastik.

2) Memulai Pelaksanaan Hemodialisis


a. Lakukan tindakan a dan anti-septik dengan membersihkan tempat yang akan dilakukan
penusukkan dengan betadine 10%, kemudian dibersihkan dengan alcohol 70%.
b. Depper dan kassa yang telah dipakai, dibuang ketempat sampah yang telah disediakan.
c. Cari daerah yang lebih mudah dilakukan penusukkan.
d. Jarak penusukkan pertama kali pada daerah vena (outlet) disertai pemberian loading heparin
1000 IU/sesuai dosis.
e. Lakukan penusukan pertama kali pada daerah vena (outlet0 disertai pemberian loading
heparin 1000 IU/sesuai dosis.
f. Kemudian dilakukan penusukkan pada daerah “inlet” dengan ABL (arteri blood line) dan
dijalankan blood pump dengan kecepatan mulai dari 100 ml/menit sampai seluruh blood line
(baik ABL maupun VBL) terisi penuh, baru disambungkan dengan bagian jarum fistula
“outlet”.
g. Jalankan lagi blood pump perlahan-lahan sampai 200 ml/menit, setelah itu mulailah
pemasangan sensor dan batasan minimal dan maksimal baik pada blood monitoring maupun
dialisat monitoring.
h. Kemudian set mesin hemodialisis sesuai program HD masing-masing pasien.
i. matikan (tutup) klem infuse NaCL.
j. sambungkan jarum AV Fistula dengan selang arteri, bersihkan kedua sambungan dengan kassa
betadine.
k. bukalah masing-masing klem pada AV Fistula dengan aterial
Mulai dialysis berjalan :
1. hidupkan pump, mulailah putar dari 100 ml/menit, dinaikkans ecara bertahap sampai batas
maksimal.
2. mengalirkan darah untuk mengisi selang arterial dan dialiser.
3. perhatikan aliran darah pada cimino/graft apakah lancar.
4. Jika aliran darah tersendat-sendat,cobalah memutar posisi jarum AV Fistula secara perlahan-
lahan sampai aliran darah lancar.
5. darah pada bubble trap tidak boleh penuh/kosong, sebaiknya ¾ bagian.
6. tekan tombol start heparin
7. mengatur kecepatan pemberian, heparin selama dialysis berlangsung
8. bukalah klem pada selang urea, sebagai venous pressure.
9. tekan tombol start sambil melihat jam, tanda proses dializer dimulai.
10. putar tombol UF, tertekan UF yangdihitung.
11. fiksasi pada sambungan antara AV Fistula dengan selang darah.

Pengawasan selama hemodialisis berlangsung


1. Observasi tanda-tanda vital tiap jam, tensi dan nadi,kemungkinan komplikasi selama HD :
mual, kram otot dan keluhan lain. kecuali keadaan pasien jelek, obersvasi sesuai dengan
kebutuhan :
a. Jika pasien sesak, hitung pernafasan.
b. Jika pasien demam, ukur suhu badan
2. Menjaga ketepatan pencatatan dalam lembaran dialysis
3. Pengawasan Mesin :
Pengawasan sirkulasi darah diluar ekstrakorporeal blood monitoring :
- pengawasan kecepatan aliran darah
- pengawasan terhadap tekanan :
arteri : bila alarm berbunyi pada aterial druk berarti tekanan darah rendah, lihat aliran darah pada
“inlet”.
Venous pressure: dilihat dari indikator (hati-hati bila tinggi), bila tinggi periksa “outlet”, bila rendah
periksa sensor vena.
4. Pengawasan heparin pump.
5. Pengawasan terhadap sirkulasi dialisat monitoring
a) kebocoran dializer (blood leak)
b) low temperature atau high temperature
c) low conductivity atau high conductivity
d) transmembrane pressure
e) positive pressure
6. Perhatikan kelancaran aliran darah pada cimino/graft.
7. Perhatikan sambungan yang terdapat pada :
a. AV Fistula dengan selang arteri
b. Selang arteri dengan dializer dan sebaliknya, kalau perlu dikembangkan.
8. Berikan pasien posisi tidur yang nyaman.
9. perhatikan edema pada : muka, punggung tangan, asites, mata kaki dan daerah dorsum pedis
:
a. Jika edema (+) tidak disertai sesak nafas maka lakukan dialysis sesuai dengan program tarik
air (UFG = ultrafiltrasi goal). Cara perhitungan tarik air : selisih berat badan, dating berat
badan standar + jumlah intake yang masuk (minum, infuse, transfuse dan sonde).
b. Jika edema ++ atau lebih, dengan disertai sesak nafas maka lakukan tarik air (sequential
ultrafiltrasi0 pada awal dialysis.
10. Perhatikan pemakaian oksigen :
a. Apakah oksigen masih ada (lihat pada jarum petunjuk)
b. Perhatikan bila pada angka petunjuk oksigen, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan pasien.
11. Perhatikan gambaran EKG monitor, jika ada kelainan direkam dan beritahu pada dokter yang
merawat pasien / dokter jaga.
12. perhatikan rembusan luka fungsi cimino/graft, bersihkan rembesand arah dengan kassa
alcohol.
13. Jika rembesan masih ada, beri bubuk anti-biotik hebacitin tepat pada tusukan fungsi, fiksasi
yang kencang pada daerah tusukan.
14. Bantu segala kebutuhan pasien termasuk : makanan, minuman, buang air dan urinaria.
15. Kaji keluhan pasien, kalau perlu terapi beritahu dokter.
16. Evaluasi hasi tindakan dialysis.
17. Tindakan atau obat-obatan yang telah diberikan, catalah dalam catatan keperawatan.

3) Mengakhiri Dialisis
Prosedur dengan 1 perawat ;
a. Mengakhiri dialysis :
1. Hentikan pump heparin dan lepaskan spuit heparin dari tempatnya.
2. Kecilkan pompa darah (BP) sampai 100 cc dan matikan.
3. Klem pada AV Fistula dan selang arterial
4. Lepaskan sambungan AV Fistula dan selang arterial dengan kassa steril.

b. Membilas AV Fistula :
Gunakan spuit 5 cc berisi NaCL, bilas AV Fistula sampai bersih, lalu klem kembali dan tutup
ujung AV Fistula.

c. Membilas selang darah dan dialiser :


1. Bilas selang darah dan dialiser dengan na CL sampai darah tidak ada lagi.
2. Jika ada obat-obatan injeksi yang akan diberikan, berikan melalui selang vena.
3. Selama pembilasan, gunakan pump dengan kecepatan 100 ml/menit.
4. Menyelesaikan dialysis
5. Selang pada vena diklem, lepaskan dari mesin.
6. Lepaskan semua selang darah dan dialiser dari mesin, masukkan ke dalam plastik.
d. Melepaskan jarum AV Fistula
1. Cabut AV Fistula pada cimino dan AV Fistula pada vena lainnya, masukkan AV Fistula ke
dalam plastik.
2. Tekan bekas tusukan dengan kassa betadine sampai darah tidak keluar lagi.
3. Berikan masing-masing bekas tusukan dengan band aid dan balutlah sesuai dengan
kebutuhan, lalu difiksasi dengan micropore.

e. Mengembalikan alat-alat :
1. Alat instrument yang telah digunakan dipisahkan dibawa ke disposal room dan dipisahkan
dengan alat yang terkontaminasi.
2. Perawat melepas sarung tangan, masker dan apron.
3. Perawat mencuci tangan.

Prosedur dengan 2 perawat :


1. Perawat yang satu membantu menekan bekas tusukan cimino dan vena lainnya dengan kassa
betadine.
2. Memberikan band aid dan membalut
3. Sedangkan perawat yang lain membilas selang darah dan dialiser sampai bersih sama-sama
memakai sarung tangan untuk mencegah terkontaminasi dengan darah pasien.

3. Observasi sesudah dialysis meliputi :


a. Observasi kesadaran dan KU pasien dan Observsi tanda-tanda vital
b. Kaji keluhan pasien
c. Berikan tindakan perawatan sesuai kebutuhan dan beritahu dokter sehubungan dengan
pemberian terapi.
d. Semua tindakan yang telah diberikan kepasien, catat dalam catatan dialysis.
e. Anjurkan pasien timbang berat badan jika memungkinkan
f. Untuk pasienrutin dialysis, jiika akan pulang ingatkan jadwal kembali dialysis berikutnya.
g. Jika ada perubahan jadwal, agar segera memberitahukan suster ruang dialysis.
h. Untuk pasien rawat (in patient), agar segera memberitahukan jadwal dialysis berikutnya
kepada suster ruangan atau pasiennya.
i. Pesanan dicatat dalam catatan dialysis

DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan diparu ( overload)
Ditandai dengan :
DS : klien mengatakan sesak
DO : - pernapasan cuping hidung
- sianosis
- RR > 30 X menit
- Udem pada kaki dan palpebra
- Ascites
2. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang HD
Ditandai dengan :
DS :- klien mengatakan kurang informasi tentang HD dan biaya
DO : - Klien tampak cemas dan bingung
3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik oleh karena punksi selama HD
Ditandai dengan :
DS :- Klien mengeluh nyeri pada daerah punksi
DO : - ekspresi wajah meringis dan gelisah.
4. Resiko syock hipovolemik berhubungan dengan efek ultrafiltrasi selama HD
Ditandai dengan :
DS: - Klien mengatakan mata kabur dan berkunang-kunang
- klien mengatakan badan lemas
DO : - KLien berkeringat dingin, akral dingin,
- Nadi tidak teraba,TD turun sampai 60/ PP
5. PK : Hemoragic
Ditandai dengan :
DS : - klien mengeluh pusing
DO : - Darah merembes dari daerah punksi
- klien tampak pucat, akral dingin
- nadi tidak teraba,
- TD sampai dengan 60/PP

6. resiko cidera berhubungan dengan gelisah akibat prosedur HD


Ditandai dengan :
DO : klien tampak gelisah selama proseddur HD
7. Syndrome kurang perawatan diri makan dan toileting berhubungan dengan pemasangan alat
dyalisis
Ditandai dengan :
DS : klien mengatakan pergerakannya terbatas karena terpasang set dyalisis
DO : klien terpasang set dyalisis
8. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
Ditandai dengan :
DO : Terdapat luka bekas punksi pada akses vascular klien

H. KOMPLIKASI YANG DAPAT TERJADI SELAMA DIALISIS

1. Hipotensi
Penyebab :
a. terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin
b. ultrafiltrasi berlebihan
c. obat-obatan anti-hipertensi
Gejala :
a. Lemas, berkeringat, pandangan kabur berkunang-kunang
b. Kadang-kadang mual, muntah, sesak
c. Sakit dada.

Penanganan :
a. Posisi tidur, kepala lebih rendah dari kaki
b. Kecepatan aliran darah dan UFR diturunkan
c. Berikan NaCL 0.9% - 100 ml atau sesuaikan dengan tensi pasien
d. Berikan O2 1-2 liter.
e. Kalau perlu dialysis sementara diistirahatkan dengan cara :
- darah pasien dikembalikan ketubuh sambil menunggu K.U pasien membaik, selang darah
diisi dengan NaCL 0.9% dan disirkulasikan.
- Heparin tetap dijalankan agar tidak ada sisa bekuan darah dalam selang
- Jika tensi sudah naik (kembali normal), dialysis dapat dimulai kembali.
- Catat semua tindakan yang telah dilakukan dalam catatan dialysis.

Pencegahan :
- Anjurkan pasien membatasi kenaikan berat badan intradialisis kurang dari 1 kg/hari.
- Anjurkan pasien untuk minum obat anti-hipertensi sesuai aturan dokter.
- Bila perlu gunakan dialysis bicarbonate.
- Observasi tanda-tanda vital selama dialysis berlangsung.

2. Mual dan Muntah


Penyebab :
a. Gangguan G.I Trac Gastritis
b. Ketakutan
c. Reaksi obat
d. Hipotensi

Penanganan :
a. Kecilkan lairan darah sampai 100 RPM
b. kecilkan UFR sampai 0.0
c. berikan kantong plastic muntah
d. Bantu kebutuhan apsien (kalu perlu berikan minyak gosok pada daerah epigastrik).
e. Observasi ketat tanda-tanda vital selama proses dialysis berlangsung.
f. Jika tensi turun, guyur NaCl 0.9% - 100 ml sesuai KU pasien.
g. Jika keadaan sudah membaik, program dialysis diatur secara bertahap sesuai kebutuhan
pasien.
h. Beritahu dokter jika pasien tidak ada perbaikan.
i. Mencari timbulnya muntah : hipotensi, penarikan cairan terlalu cepat, atau kenaikan BB > 1
kg/hari.

Pencegahan :
a. Hindari hipotensi dengan menurunkan kecepatan aliran darah selama jam pertama dialysis,
selanjutnya dinaikkan secara bertahap sesuai kebutuhan pasien.
b. Ganti cairan dialysis dengan cairan bikarbonat, atas persetujuan dokter nefrologi.
c. Anjurkan pasien untuk membatasi jumlah cairan yang masuk dengan cairan yang keluar.
d. Observasi ketat tanda-tanda vital selama dialysis berlangsung.

3. Sakit Kepala
Penyebab :
a. Tekanan darah naik
b. Ketakutan

Penanganan :
a. Kecilkan kecepatan aliran darah sampai 100 RMP
b. Observasi tanda-tanda vital (terutama tensi dan nadi)
c. Jika tensi tinggi, beritahu dokter.
d. Kompres es diatas kepala
e. Jika keluhan sudah berkurang, jalankan program dialysis kembali seperti semula secara
bertahap.
f. Mencai penyebab sakit kepala : cairan dialisat asetat, minum kopi atau ada masalah.

Pencegahan :
a. Mengganti cairan dialisat sesuai dengan persetujuan dokter
b. Anjurkan pasien untuk mengurangi kopi.
c. Memberikan kedekatan pada pasien untuk meningkatkan masalah yang sedang dihadapi.

4. Demam disertai menggigil


Penyebab :
a. Reaksi pirogen
b. Reaksi transfuse
c. Kontaminasi bakteri pada sirkulasi darah.

Penanganan :
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Berikan selimut
c. Beritahu dokter untuk pemberian terapi (panadol bila suhu meningkat)
d. Mencari penyebab demam karena : bahan pirogen dari set dialysis atau infeksi pada pasien.

5. Nyeri Dada
Penyebab :
a. Minum obat jantung tidak teratur
b. Program HD yang terlalu cepat.

Penanganan :
a. Kecilkan kecepatan aliran darah
b. Pasang EKG monitor
c. Beritahu dokter untuk pemberian terapi

Pencegahan :
a. Minum obat jantung secara teratur
b. Anjurkan pasien untuk control ke dokter secara teratur.

6. Gatal-gatal
Penyebab :
a. Jadwal dialysis yang tidak teratur (Toksin Uremia kurang tedialisis).
b. Sedang transfuse / sesudah transfuse
c. Kulit kering

Penanganan :
a. Gosoklah dengan talk/balsam/krim khusus untuk gatal
b. Jika karena transfuse beritahu dokter untuk pemberian avil 1 ml/TV.

Pencegahan :
a. Anjurkan pasien makan sesuai dengan diet.
b. Anjurkan pasien taat dalam menjalani hemodialisis sesuai dengan program.
c. Anjurkan pasien selalu menjaga kebersihan badan.
d. Usahakan pada saat sirkulasi waktunya agak lama.

7. Perdarahan cimino setelah dialysis :


Penyebab :
a. Tempat tusukan membesar
b. Masa pembekuan darah lama
c. Dosis heparin yang berlebihan.
d. Tekanan darah tinggi
e. Penekanan tusukan tidak tepat

Penanganan :
1. Tekan darah tusukan dengan tepat.
2. Mencari penyebab perdarahan
3. Observasi tanda-tanda vital dengan ketat
4. Lapor dokter jaga jika perdarahan lama berhenti.
Pencegahan :
a. Sebelum dialysis, kalau perlu periksa laboratorium terhadap MPP, APTT.
b. Bekas tusukan cimino tidak boleh digaruk-garuk atau dipijat.
c. Hindari penusukan pada bekas tusukan dialysis sebelumnya.

8. Kram Otot
Penyebab :
a. Penarikan Cairan dibawah berat badan standar
b. Penarikan cairan terlalu cepat (UFR tinggi)
c. Cairan dialisat dengan kasar Na rendah
d. Berat badan naik > 1 kg/hari.
e. Posisi tidur berubah terlalu cepat.

Penanganan :
a. Kecilkan QB dan UFR
b. Massage (stretching exercise) pada daerah yang kram
c. Kalu perlu berikan obat gosok.
d. Guyur dengan NaCl 0.9% sebanyak 100-200 ml dan sesuaikan dengan keadaan umum
pasien.
e. Kompres air hangat
f. Observasi tanda-tanda vital
g. laporkan pada dokter untuk pemberian terapi.

Pencegahan :
a. Jangan menarik cairan terlalu cepat/UFR tinggi pada awal dialysis.
b. Anjurkan pasien untuk membatasi intake cairn
c. Anjurkan pasien untuk mentaati diet agar kenaikan berat badan interdialisis tidak lebih dari 1
kg/hari.
d. Gunakan cairan dialisat dengan kadar Na tinggi (karbohidrat).

9. Gangguan keseimbangan cairan.


(1) Hypervolemia (Fluid over load)
Tanda dan Gejala :
a) Berat badan naik secara berlebihan
b) Sesak napas atau napas pendek, kadang – kadang batuk berdarah.
c) Oedema.
d) Hipertensi
e) Vena leher membesar / melebar (melembung)
f) Ronchi paru – paru.
Penatalaksanaan :
1) Ultrafiltrasi Sequential (SU)
a) Berat badan diturunkan dengan menggunakan UF tinggi (TMP tinggi, pilih dialiser
dengan kuff tinggi)
b) Sesak berikan Oksigen.
c) Membatasi cairan yang masuk (Intake) melalui IV maupun oral (cairan priming jangan
dimasukan wash out jangan dimasukan, dorong pakai udara.)
d) Observasi penurunan berat badan supaya mencapai DW ( Kalau perlu timbang berat
badan di tengah HD)
(2) Hypovolemia (Fluid Depresention)
Tanda dan Gejala :
a) Berat badan menurun secara berlebihan.
b) Oedema, kadang – kadang mata cekung.
c) Hipotensi
d) Turgor (Elastisitas) menurun
e) Lemas kadang kadang gemetar.
f) Vena leher rata
g) Mulut dan lidah kering , kadang – kadang suara serak atau parau.

Penatalaksanaan
a) HD tanpa penurunan berat badan / tanpa UF
b) TMP = 0., pilih dialiser dengan Kuff rendah.
c) Membatasi cairan yang keluar (Cairan priming tidak perlu dikeluarkan)
d) Menambah cairan yang masuk melalui IV dan peroral.
e) Observasi berat badan (timbang BB ditengah HD)

10. Gangguan Keseimbangan Elektrolit


(1) Hiperkalemia
Tanda dan gejala :
a) Kadar Kalium darah tinggi
b) Perubahan Gambaran EKG
c) Gelisah
d) Lemas
e) Kadang – kadang sesak
f) Denyut jantung cepat

Penatalaksanaan :
a) HD tanpa kalium
b) Monitor EKG (gelombang T tinggi)
c) Membatasi intake kalium.
d) Periksa kalium darah pre, on dan post Hemodialisa
e) Penyuluhan kesehatan tentang diit.
f) Tindakkan darurat atau emergency
g) Pemberian infus atau drip 10 Unit Ringer Insulin. ( 1 ampul Bicnat, 205 Dextrose)

(2) Hipokalemia
Tanda dan gejala :
a) Tekanan darah turun mendadak
b) Lemas, berkeringat, pandangan berkunang – kunang (Gelap).
c) Kadang – kadang mual atau muntah, sesak.

Penatalaksanaan :
a) Posisi tidur horizontal atau rata tanpa bantal.
b) QB dan TMP diturunkan
c) Berikan oksigen bila sesak.
d) Hati – hati dalam pemberian cairan secara intravena.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC.

Guyton & Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC.

Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik edisi 4 volume 2. Jakarta.
EGC.

Nursalam, M.Nurs, DR (Hons). 2006. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, Zusanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Gastritis
    LP Gastritis
    Dokumen12 halaman
    LP Gastritis
    Artani Othe
    Belum ada peringkat
  • LP Retensi Urine
    LP Retensi Urine
    Dokumen6 halaman
    LP Retensi Urine
    Artani Othe
    Belum ada peringkat
  • LP Asma
    LP Asma
    Dokumen13 halaman
    LP Asma
    Artani Othe
    Belum ada peringkat
  • Analisa Data Seminar
    Analisa Data Seminar
    Dokumen11 halaman
    Analisa Data Seminar
    Artani Othe
    Belum ada peringkat
  • LP Asma
    LP Asma
    Dokumen13 halaman
    LP Asma
    Artani Othe
    Belum ada peringkat
  • Analisa Data Seminar
    Analisa Data Seminar
    Dokumen14 halaman
    Analisa Data Seminar
    Artani Othe
    Belum ada peringkat
  • Bab I - 2
    Bab I - 2
    Dokumen8 halaman
    Bab I - 2
    Mirdaa YM
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Artani Othe
    Belum ada peringkat
  • Kuliah Ke Dua
    Kuliah Ke Dua
    Dokumen6 halaman
    Kuliah Ke Dua
    Artani Othe
    Belum ada peringkat