A. DEVINISI
Gagal Ginjal kronis merupakan akibat akhir dari kehilangan fungsi gnjal secara
berlanjut (Dongoes edisi 3 th 2000).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan penurunan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart,
2002).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini
terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 ml/menit (Suyono, et al, 2001)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektroli sehingga terjadi uremia (Smeltzer & Bare, 2001)
Gagal ginjal kronik/ Cronic Kidney Disease (CKD) adalah penurunan fungsi ginjal
yang persisten dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat (Arif Mansjoer, 2000)
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis
adalah adanya kerusakan fungsi ginjal secara progresif sehingga tubuh akan
mengalami gangguan karena ginjal tidak mampu mempertahnkan substansi tubuh
dalam keadaan nomal.
B. KLASIFIKASI
1. Stadium I
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat
dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini,
tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan
mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Stadium II
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal
kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan
meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.
3. Stadium III
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini,
anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja
dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
4. Stadium 1V
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD
dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal.
Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan.
5. Stadium V
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk
menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan
ginjal.
C. ETIOLOGI
1. Infeksi saluran kemih (ISK)
ISK bagi dalam dua subkatagori yaitu ISK bagian bawah (pielonefritis akut).
Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal yang progresip berupa kelainan ginjal
disebabkan, oleh infeksi yang berulang dan menetap pada ginjal, yang
menyebabkan kelainan anatomi pada ginjal dan saluran kemih seperti refluks
vesiko, ureter, obstruksi, kalkuli atau kandung kemih neurogonik. Kerusakan ginjal
pada pielonefritis akut/kronik atau disebut juga nefropati refluks diakibatkan
refluks urin yang terinfeksi ke uretra dan masuk kedalam parenkim ginjal (refluks
internal). Piolonefritis kronik yang disertai refluks vesikoureter merupakan
penyebab utama gagal ginjal pada anak-anak.
2. Nefrosklerosis Hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi
mungkin merupakan penyakit primer atau penyakit ginjal kronik merupakan
pemicu hipertensi melalui mekanisme retensi Na dan air, pengaruh vasopresor dari
sistem renin-angiotensin mungkin juga melalui defisiensi prostaglandin.
Nefrosklerosis (pasang ginjal) menunjukan adanya perubahan patologis pada
pembuluh darah ginjal sebagai akibat hipertensi. Keadaan ini merupakan salah satu
penyebab utama gagal ginjal kronik, terutama pada populasi yang bukan orang
kulit putih.
3. Glomerulonefritis
5. Gout
6. Diabetes mellitus
Nefropati diabetika merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang umum pada
penderita diabetes militus. Lesi ginjal yang sering dijumpai adalah nefrosklerosis
akibat lesi pada arteriola, pielonefritis dan nekrosis papila ginjal dan glomerulus
sklerosis. Lesi tersebut disebabkan oleh peningkatan endapan matriks mesingeal.
Membrane basalis perifer juga lebih menebal. Mula-mula lumen kapilet masih utuh
tapi lambat laun mengalami obliterasi bersamaan dengan berlanjutnya penyakit.
7. Hiperparatirodisme
8. Nefropati toksik
Ginjal rentan terhadap efek toksik, karena ginjal menerima 25 aliran darah dari
curah jantung dan ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan
obat. Sehingga insufiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan
meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Sistem Gastrointestinal
a. Anoreksia, nausea dan muntah karena gangguan metabolisme protein dalam
usus, terbentuknya zat – zat toksik dari metabolisme bakteri usus seperti
(amonia metil guanidin) serta sembabnya mukosa usus.
b. Uremik yaitu ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut
menjadi amonia. Sehingga nafas berbau amonia. Akibat lain timbul stomatitis
dan parotitis.
c. Gastritis erosif seperti ulkus peptikum dan klitis uremik.
2. Sistem Integumen
a. Kulit berwarna pucat akibat anemia
b. Gatal – gatal karena toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori – pori.
c. Ekimosis akibat gangguan hematologis.
d. Bekas garukan karena gatal.
3. Sistem Hematologi
a. Anemia .Penyebabnya yaitu berkurangnya produksi eritropoetin sehingga
terjadi pengurangan eritropoesis pada sumsum tulang belakang, hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremik, defesiensi
asam folat akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan pada saluran cerna
dan fibrosis pada sumsum tulang akibat hipertiroid sekunder.
b. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia. Mengakibatkan perdarahan
akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang.
c. Gangguan fungsi leukosit . Hiperpigmentasi leukosit, pagositosis dan
kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga
menurun.
4. Sistem Syaraf dan otot
a. Pegal pada tungkai bawah dan selalu menggerak – gerakkan kakinya (Restless
leg syndrome).
b. Rasa kesemutan dan sepserti terbakar terutama pada telapak kaki (Burning
feet syndrome).
c. Encefalopati metabolic seperti lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi,
tremor dan kejang – kejang.
5. Sistem Kardiovaskuler
a. Hipertensi, akibat penimbunan cairan dari garam atau peningkatan aktivitas
sistem renin – angiotensin – aldosteron.
b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
c. Gangguan irama jantung, gangguan elektrolit.
d. Edema akibat penimbunan cairan
6. Sistem Endokrin
a. Gangguan seksual yaitu pada laki – laki libido menurun dan pada wanita
gangguan menstruasi (amenore).
b. Gangguan toleransi glukosa.
c. Gangguan metabolisme lemak
d. Gangguan metabolisme Vitamin D.
7. Gangguan sistem lain
a. Tulang : osteodistrofi renal, osteomalasia, klasifikasi metastatik.
b. Asam basa : asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik.
c. Elektrolit : hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia.
E. PENATALAKSANAAN
1. Memperlambat Progresi Gagal Ginjal.
a. Pengobatan hipertensi target penurunan tekanan darah yang dianjurkan lebih
dari 140/90 mmHg.
b. Pembatasan asupan protein bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus.
c. Restriksi fosfor untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder.
d. Mengurangi proteinurea.
e. Mengendalikan hiperlipidemia.
2. Mencegah Kerusakan Ginjal Lebih Lanjut.
a. Pencegahan kekurangan cairan, dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat
menyebabkan gagal ginjal. Kelainan yang dapat ditemukan adalah penurunan
tugor kulit, kulit dan mukosa kering, gangguan sirkulasi ortostatik, penurunan
vena jugularis dan penurunan tekanan vena sentral merupakan tanda-tanda
yang membantu menegakkan diagnosis.
b. Sepsis dan ISK akan memperburuk faal ginjal.
c. Hipertensi yang tidak terkendali. Kenaikan tekanan yang lanjut akan
memperburuk fungsi ginjal. Tetapi penurunan tekanan darah yang berlebihan
juga akan memperburuk fungsi ginjal. Obat-obatan yang dapat diberikan
adalah furosemial, obat penyekat beta, vasodilator, antagonis kalsium dan
penghambat alfa. Dosis obat disesuaikan dengan GFR karena kemungkinan
adanya akumulasi obat.
d. Obat-obat nefrotoksik seperti amino-glikosid, OAINS (obat anti inflamasi
nonsteroid), kontras radiology harus dihindari.
e. Kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjal, memperburuk hipertensi dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya eklamsia. Resiko kehamilan meningkat
apaabila kreatinin serum > 1.5 mg/dl dan apaabila kadar kreatinin serum > 3
mg/dl dianjurkan tidak hamil.
3. Pengelolaan Uremia dan Komplikasinya.
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien dengan gagal ginjal
lanjut mengalami peningkatan jumlah cairan ekstraseluler karena retensi cairan
dan natrium. Peningkatan cairan intravaskuler menyebabkan hipertensi,
sementara ekspansi cairan ke ruang interstisial menyebabkan edema.
Hiponatremi sering juga ditemukan pada kasus GGK lanjut akibat ekskresi air
yang menurun oleh ginjal. Penatalaksanaan meliputi retraksi asupan cairan dan
natrium serta pemberian terapi diuretic. Jenis diuretic yang menjadi pilihan
adlah furosemid karena efek furosemid tergantung pada sekresi aktif ditubulus
proksimal. Asupan cairan dibatasi < 1000ml/hari pada keadaan berat < 500
ml/hari. Natrium diberikan < 2-4 gram/hari.
b. Asidosis metabolic. Manifestasi timbul apabila GFR < 25 ml/menit. Diet
rendah protein 0,6 gram/hari membantu mengurangi kejadian asidosis. Bila
bikarbonat serum turun sampai < 15-17 mEq/L harus diberikan substitusi
alkali (tablet natrium bikarbonat).
c. Hiperkalemia terjadi akibat ekskresi kalium melalui urin berkurang, keadaan
metabolic, makanan (pisang) dapat meningkatkan kadar kalium. Hiperkalemia
dapat menimbulkan kegawatan jantung dan kematian mendadak akibat aritmia
kordis yang fatal. Untuk mengatasi kegawatan akibat hiperkalemi dapat
diberikan obat-obat berikut:
d. Diet rendah protein. Diet rendah protein akan mengurangi akumulasi hasil
akhir metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik. Selain itu diet
tinggi protein akan mempercepat timbulnya glomerulosklerosis akibat
meningkatnya beban kerja glomerulus (hiperfiltrasi glomerulus) dan fibrosis
interstisial. Kalori diberikan 35 kal/kg BB, protein 0,6 gram/kg BB/hari.
e. Anemia, penyebab utama anemia pada GGK adalah defisiensi eritropoetin.
Penyebab lainnya adalah perdarahan gastrointestinal, umur eritrosit yang
pendek dan adanya hambatan eritropoiesis, malnutrisi dan defisiensi besi..
f. Kalsium dan Fosfor. Untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme
sekunder, kadar fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor
(daging dan susu). Apabila GFR < 30 ml/menit,diperlukan pemberian pengikat
fosfor seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat serta pemberian vitamin D
yang bekerja meningkatkan absorbsi kalsium di usus.
g. Hiperuresemia. Penatalaksanaan konservatif dihentikan apabila pasien sudah
memerlukan dialysis tetap atau transplantasi.
HEMODIALISA
A. DEVINISI
Hemodialisa berasal dari bahas Yunani hemo berarti darah dan dialisis berarti
pemisahan atau filtrasi. Secara klinis hemodialisis adalah suatu proses pemisahan zat-
zat tertentu (toksik) dari darah melalui membran semipermeabel buatan (artificial) di
dalam ginjal buatan yang disebut dialiser, dan selanjutnya dibuang melalui cairan
dialisis yang disebut dialisat.
Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat
beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane
yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak
dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa
bentuk keracunan. (Christin Brooker, 2001).
5. Antikoagulan
Akibat adanya sirkit ekstrakorporeal pada hemodialisis memungkinkan terjadinya
Kontak antara darah dengan permukaan saluran sintetik pada hemodialisis mengakibatkan
terjadinya pembekuan darah sehingga perlu digunakan Antikoagulasi dengan heparin agar
memungkinkan hemodialisis berjalan dengan lancer.
Heparin merupakan mukopolisakarida sulat anionic dengan berbagai berat molekul yang
diekstraksi dari paru sapi atau usus babi. Heparin teerikat pada antitrombin- III, yang
kemudian membentuk kompleks dengan protease serine mengaktifasi faktor-faktor koagulasi.
Waktu paru pada pasien normal dan pasien hemodialisis adalah 30-120 menit dan dapat
lebihpanjang lagi dengan disosiasi heparin komplek AT-III.
Menilai koagulasi pada pasien hemodialiss dengan mengamati secara visual dengan
memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut :
a. Warna darah gelap sekali
b. Adanya garis-garis hitam atau gelap pada dialiser
c. Busa dan butir bekuan pada venous trap
d. Adanya bekuan darah
Pemeriksaan yang juga sering dipakai adalah memeriksa clotting time.
2. Secara ultrafiltrasI. pemisahan cairan dialisis dan darah dilakukan dengan prinsip
perbedaan tekanan
Tiga tipe dari tekanan yng dapat terjadi pada membrane adalah :
a. Tekanan positif
Tekanan positif merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam
membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resistensi
vena terhadap darah yang mengalir balik kefistula.Tekana positif “ mendorong “
cairan menyeberangi membrane.
b. Tekanan negative
Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane oleh
pompa pada sisi dialisat dari membrane. Tekanan negative “ menarik “ cairan keluar
dari darah.
c. Tekanan Osmotik
Tekanan Osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang
berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut.Larutan dengan
kadar zat terlarut tinggi akan menarik cairan dari larutan lain yang konsentrasinya
lebih rendah sehingga menyebabkan membrane permiabel terhadap air ( dari
konsentrasi rendah kekonsentrasi tinggi )
b. Persiapan lingkungan
1) Lingkungan disiapkan agar nyaman dan tenang
2) Jaga privacy klien
3) Atur tempat tidur sesuai dengan kenyamanan pasien
c. Persiapan Klien
1) Jelaskan prosedur tindakan hemodialisis
2) Timbang berat badan klien
3) Anjurkan pasien mencuci tangan
4) Atur posisi klien agar memudahkan tindakan dan nyaman untuk klien
5) Observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum
d. Persiapan perawat
1) Perawat membaca order atau catatan medik klien
2) Perawat mencuci tangan
3) Perawat memakai sarung tangan dan masker.
2. Prosedur Tindakan
Penatalaksanaan hemodialisis dibagi dalam tiga tahap yaitu :
a. Perawatan sebelum hemodialisis
1) Menyiapkan mesin hemodialisis
a) sambungkan slang air dari mesin hemodialisis
b) kran air dibuka
c) pastikan slang pembuang air dari mesin hemodialisis sudah masuk
kelubang/saluran pembuangan.
d) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak (sebelumnya
periksa voltage listrik).
e) hidupkan mesin dengan menekan tombol on yang ada dibelakang mesin.
f) jelaskan mesin pada posisi rinse selama + 20 menit (sesuai program
penggunaan mesin).
g) matikan mesin hemodialisis
h) masukkan slang dialisat kedalam jerigen dialisat pekat.
i) sambungkan slang dialisat dengan konector yang ada pada mesin
hemodialisis
j) hidupkan mesin dengan posisi normal (siapka)
3) Mengakhiri Dialisis
Prosedur dengan 1 perawat ;
a. Mengakhiri dialysis :
1. Hentikan pump heparin dan lepaskan spuit heparin dari tempatnya.
2. Kecilkan pompa darah (BP) sampai 100 cc dan matikan.
3. Klem pada AV Fistula dan selang arterial
4. Lepaskan sambungan AV Fistula dan selang arterial dengan kassa steril.
b. Membilas AV Fistula :
Gunakan spuit 5 cc berisi NaCL, bilas AV Fistula sampai bersih, lalu klem kembali dan tutup
ujung AV Fistula.
e. Mengembalikan alat-alat :
1. Alat instrument yang telah digunakan dipisahkan dibawa ke disposal room dan dipisahkan
dengan alat yang terkontaminasi.
2. Perawat melepas sarung tangan, masker dan apron.
3. Perawat mencuci tangan.
1. Hipotensi
Penyebab :
a. terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin
b. ultrafiltrasi berlebihan
c. obat-obatan anti-hipertensi
Gejala :
a. Lemas, berkeringat, pandangan kabur berkunang-kunang
b. Kadang-kadang mual, muntah, sesak
c. Sakit dada.
Penanganan :
a. Posisi tidur, kepala lebih rendah dari kaki
b. Kecepatan aliran darah dan UFR diturunkan
c. Berikan NaCL 0.9% - 100 ml atau sesuaikan dengan tensi pasien
d. Berikan O2 1-2 liter.
e. Kalau perlu dialysis sementara diistirahatkan dengan cara :
- darah pasien dikembalikan ketubuh sambil menunggu K.U pasien membaik, selang darah
diisi dengan NaCL 0.9% dan disirkulasikan.
- Heparin tetap dijalankan agar tidak ada sisa bekuan darah dalam selang
- Jika tensi sudah naik (kembali normal), dialysis dapat dimulai kembali.
- Catat semua tindakan yang telah dilakukan dalam catatan dialysis.
Pencegahan :
- Anjurkan pasien membatasi kenaikan berat badan intradialisis kurang dari 1 kg/hari.
- Anjurkan pasien untuk minum obat anti-hipertensi sesuai aturan dokter.
- Bila perlu gunakan dialysis bicarbonate.
- Observasi tanda-tanda vital selama dialysis berlangsung.
Penanganan :
a. Kecilkan lairan darah sampai 100 RPM
b. kecilkan UFR sampai 0.0
c. berikan kantong plastic muntah
d. Bantu kebutuhan apsien (kalu perlu berikan minyak gosok pada daerah epigastrik).
e. Observasi ketat tanda-tanda vital selama proses dialysis berlangsung.
f. Jika tensi turun, guyur NaCl 0.9% - 100 ml sesuai KU pasien.
g. Jika keadaan sudah membaik, program dialysis diatur secara bertahap sesuai kebutuhan
pasien.
h. Beritahu dokter jika pasien tidak ada perbaikan.
i. Mencari timbulnya muntah : hipotensi, penarikan cairan terlalu cepat, atau kenaikan BB > 1
kg/hari.
Pencegahan :
a. Hindari hipotensi dengan menurunkan kecepatan aliran darah selama jam pertama dialysis,
selanjutnya dinaikkan secara bertahap sesuai kebutuhan pasien.
b. Ganti cairan dialysis dengan cairan bikarbonat, atas persetujuan dokter nefrologi.
c. Anjurkan pasien untuk membatasi jumlah cairan yang masuk dengan cairan yang keluar.
d. Observasi ketat tanda-tanda vital selama dialysis berlangsung.
3. Sakit Kepala
Penyebab :
a. Tekanan darah naik
b. Ketakutan
Penanganan :
a. Kecilkan kecepatan aliran darah sampai 100 RMP
b. Observasi tanda-tanda vital (terutama tensi dan nadi)
c. Jika tensi tinggi, beritahu dokter.
d. Kompres es diatas kepala
e. Jika keluhan sudah berkurang, jalankan program dialysis kembali seperti semula secara
bertahap.
f. Mencai penyebab sakit kepala : cairan dialisat asetat, minum kopi atau ada masalah.
Pencegahan :
a. Mengganti cairan dialisat sesuai dengan persetujuan dokter
b. Anjurkan pasien untuk mengurangi kopi.
c. Memberikan kedekatan pada pasien untuk meningkatkan masalah yang sedang dihadapi.
Penanganan :
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Berikan selimut
c. Beritahu dokter untuk pemberian terapi (panadol bila suhu meningkat)
d. Mencari penyebab demam karena : bahan pirogen dari set dialysis atau infeksi pada pasien.
5. Nyeri Dada
Penyebab :
a. Minum obat jantung tidak teratur
b. Program HD yang terlalu cepat.
Penanganan :
a. Kecilkan kecepatan aliran darah
b. Pasang EKG monitor
c. Beritahu dokter untuk pemberian terapi
Pencegahan :
a. Minum obat jantung secara teratur
b. Anjurkan pasien untuk control ke dokter secara teratur.
6. Gatal-gatal
Penyebab :
a. Jadwal dialysis yang tidak teratur (Toksin Uremia kurang tedialisis).
b. Sedang transfuse / sesudah transfuse
c. Kulit kering
Penanganan :
a. Gosoklah dengan talk/balsam/krim khusus untuk gatal
b. Jika karena transfuse beritahu dokter untuk pemberian avil 1 ml/TV.
Pencegahan :
a. Anjurkan pasien makan sesuai dengan diet.
b. Anjurkan pasien taat dalam menjalani hemodialisis sesuai dengan program.
c. Anjurkan pasien selalu menjaga kebersihan badan.
d. Usahakan pada saat sirkulasi waktunya agak lama.
Penanganan :
1. Tekan darah tusukan dengan tepat.
2. Mencari penyebab perdarahan
3. Observasi tanda-tanda vital dengan ketat
4. Lapor dokter jaga jika perdarahan lama berhenti.
Pencegahan :
a. Sebelum dialysis, kalau perlu periksa laboratorium terhadap MPP, APTT.
b. Bekas tusukan cimino tidak boleh digaruk-garuk atau dipijat.
c. Hindari penusukan pada bekas tusukan dialysis sebelumnya.
8. Kram Otot
Penyebab :
a. Penarikan Cairan dibawah berat badan standar
b. Penarikan cairan terlalu cepat (UFR tinggi)
c. Cairan dialisat dengan kasar Na rendah
d. Berat badan naik > 1 kg/hari.
e. Posisi tidur berubah terlalu cepat.
Penanganan :
a. Kecilkan QB dan UFR
b. Massage (stretching exercise) pada daerah yang kram
c. Kalu perlu berikan obat gosok.
d. Guyur dengan NaCl 0.9% sebanyak 100-200 ml dan sesuaikan dengan keadaan umum
pasien.
e. Kompres air hangat
f. Observasi tanda-tanda vital
g. laporkan pada dokter untuk pemberian terapi.
Pencegahan :
a. Jangan menarik cairan terlalu cepat/UFR tinggi pada awal dialysis.
b. Anjurkan pasien untuk membatasi intake cairn
c. Anjurkan pasien untuk mentaati diet agar kenaikan berat badan interdialisis tidak lebih dari 1
kg/hari.
d. Gunakan cairan dialisat dengan kadar Na tinggi (karbohidrat).
Penatalaksanaan
a) HD tanpa penurunan berat badan / tanpa UF
b) TMP = 0., pilih dialiser dengan Kuff rendah.
c) Membatasi cairan yang keluar (Cairan priming tidak perlu dikeluarkan)
d) Menambah cairan yang masuk melalui IV dan peroral.
e) Observasi berat badan (timbang BB ditengah HD)
Penatalaksanaan :
a) HD tanpa kalium
b) Monitor EKG (gelombang T tinggi)
c) Membatasi intake kalium.
d) Periksa kalium darah pre, on dan post Hemodialisa
e) Penyuluhan kesehatan tentang diit.
f) Tindakkan darurat atau emergency
g) Pemberian infus atau drip 10 Unit Ringer Insulin. ( 1 ampul Bicnat, 205 Dextrose)
(2) Hipokalemia
Tanda dan gejala :
a) Tekanan darah turun mendadak
b) Lemas, berkeringat, pandangan berkunang – kunang (Gelap).
c) Kadang – kadang mual atau muntah, sesak.
Penatalaksanaan :
a) Posisi tidur horizontal atau rata tanpa bantal.
b) QB dan TMP diturunkan
c) Berikan oksigen bila sesak.
d) Hati – hati dalam pemberian cairan secara intravena.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC.
Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik edisi 4 volume 2. Jakarta.
EGC.
Nursalam, M.Nurs, DR (Hons). 2006. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Zusanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta, EGC.