Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE

Disusun Oleh :

Anggita Fauzia

2013730009

Pembimbing :

dr. Wasis, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2018

1
LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Ny. S

Umur : 73 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Marunda Baru

Masuk RS : 20 Oktober 2018

No RM : 26 01 xx

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak sejak 5 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Os datang ke IGD Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura dengan keluhan sesak sejak 5
hari SMRS. Sesak awalnya dirasakan pada saat berjalan kaki disekitar rumah, pada saat
pasien duduk dan berbaring sesak berkurang. Kemudian pada saat beraktivitas pasien
merasakan kembali sesaknya. Sesak tidak disertai nyeri dada dan jantung berdebar. Pasien
mengatakan jika tidur sesak berkurang dengan menggunakan 1 sampai 2 bantal. pasien juga
mengeluh batuk sejak 2 hari SMRS. Pasien merasakan nyeri kepala dibagian depan terasa
seperti terikat, badan terasa lemas dan juga pasien mengeluhkan mual dan nyeri ulu hati,
tetapi pasien tidak muntah. Pasien menyangkal ada keluhan demam. BAB dan BAK tidak ada
keluhan. Pasien mengatakan semenjak 1 bulan SMRS kaki kanan pasien bengkak. Riwayat
penyakit jantung dan tidak rutin kontrol ke dokter penyakit jantung. Pasien juga memiliki
riwayat penyakit darah tinggi yang tidak terkontrol.
o RPD : Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang sama.
Riwayat penyakit jantung (+), Riwayat Hipertensi (+) tidak terkontrol. DM (-)
Asma (-)
o RPK : Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.
Jantung (-), DM (-), TBC (-), asma (-)
o Riw. Alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan,
makanan ataupun cuaca.

2
o Riw. Pengobatan : Os mengatakan tidak rutin minum obat darah tinggi dan
obat-obatan jantung
o Riw. Psikososial : Pola makan pasien teratur 3x/hari, makan- makanan
asin dan berlemak, sering mengkonsumsi kopi (+), merokok dan alkohol disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
 Tekanan darah : 170/100 mmHg
 Frekuensi nadi : 90x/menit, regular
 Frekuensi napas : 24x/menit
 Suhu : 36,50 C

Status Generalis
Kepala : normochepali.
Mata : konjungtiva anemis -/-, edema palpebra -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor
+/+, 3mm
Hidung : deviasi septum (-), sekret -/-, pernafasan cuping hidung (-).
Mulut : mukosa lembab (+), lidah kotor (-), faring hiperemis (-)
Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,
JVP 5±2cmH2O
Thoraks :
Paru
Inspeksi : pergerakan dada simetris
Palpasi : vokal fremitus simetris, bagian dada yang tertinggal (-)
Perkusi : sonor pada kedua hemithoraks
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-,

3
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas atas jantung : ICS II parasternal sinistra
Batas kanan jantung : ICS IV parasternal dextra
Batas kiri jantung : ICS IV, dua jari kearah lateral dari Linea
Midclavicula Sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, mumur (-), gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi : datar, massa (-), bekas luka (-), distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Timpani

Ekstremitas Atas : Akral hangat +/+, edema -/-, CRT <2” +/+
Ekstremitas Bawah : Akral hangat +/+, edema +/+, CRT <2” +/+

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 EKG

4
 Rontgen Thoraks
Pemeriksaan Rontgen Throkas AP:
Cor : CTR 68 %
Aorta tampak kalsifikasi
Sinus dan diafragma kanan normal, kiri tertutup cor
Pulmo : hili tebal, corakan vascular normal
Tampak perselubungan d paracardial kanan
Trachea di tengah
Kesan : cardiomegali, Atherosklerosis aorta, edema paru

 Pemeriksaan laboratorium darah

Test Hasil Satuan Nilai


rujukan

Hematologi
rutin

Hemoglobin 9.6 g/dL 12.5-15.5

Leukosit 6.6 10^3/ul 5.0-10.0

Hematokrit 31 % 37-47

Trombosit 230 10^3/ul 150-400

Elektrolit

Natrium 149 mmol/L 132-145

Kalium 3.29 mmol/L 3.50-5.50

Chloride 102 mmol/L 98-110

5
Chemistry

Glukosa 96 mg/dL 70-200


Random

Urea 16 mg/dL 10-20

kreatinin 0.4 mg/dL 0.51-0.95

RESUME
Sesak sejak 5 hari SMRS, sesak pada saat aktivitas dan membaik saat istirahat ,Sesak
tidak disertai nyeri dada dan jantung berdebar, jika tidur sesak berkurang dengan
menggunakan 1 sampai 2 bantal. Pasien mengeluh cepat lelah saat beraktifitas dan mengeluh
nyeri kepala dibagian depan, badan lemes, serta mengeluh batuk sejak 2 hari SMRS. Mual
dan nyeri ulu hati tetapi pasien tidak muntah. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Semenjak ±1
bulan SMRS kaki kanan bengkak. Riwayat penyakit jantung (+), Hipertensi (+) tidak
terkontrol.
Pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang,
Tekanan darah : 170/100 mmHg
nadi : 90x/menit, regular
napas : 24x/menit
Suhu : 36,50 C

Pada pemeriksaan Auskultasi didapatkan bunyi rhonki pada paru kiri, saat pemeriksaan
Abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium, dan pada ekstremitas bawah, edema +/+.
Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan :
EKG :
Rontgen thoraks : Kardiomegali, susp oedema paru.
Hasil Laboratorium :
Hemoglobin : 9.6 10^3/ul, hematokrit: 31%, natrium : 149mmol/L, Kalium: 3.29 mmol/L,
kreatinin: 0.4 mg/Dl.

6
DAFTAR MASALAH
 Congestive Heart Failure
DD/Edema Paru Bilateral
 Atrial Fibrilasi
 Hipokalemia

ASSESMENT
S : Sesak sejak 5 hari SMRS, sesak pada saat aktivitas dan membaik saat istirahat , jika
tidur sesak berkurang dengan menggunakan 1 sampai 2 bantal. Pasien mengeluh cepat lelah
saat beraktifitas dan mengeluh nyeri kepala dibagian depan, badan lemes, serta mengeluh
batuk sejak 2 hari SMRS. Mual dan nyeri ulu hati tetapi pasien tidak muntah. BAB dan BAK
tidak ada keluhan. Semenjak ±1 bulan SMRS kaki kanan bengkak. Riwayat penyakit jantung
(+), Hipertensi (+) tidak terkontrol.
O : TD : 170/100 mmHg, Nadi:90x/menit, regular, Napas: 24x/menit, Suhu : 36,50 C,
Auskultasi thraks rhonki (-/+), saat Abdomen NTE (+), ekstremitas bawah, edema +/+.
Hemoglobin : 9.6 10^3/ul, hematokrit: 31%, natrium : 149mmol/L, Kalium: 3.29 mmol/L,
kreatinin: 0.4 mg/Dl.
A : Congestive heart failure, Atrial Fibrilasi, Hipokalemia
DD/ edema paru bilateral
P :
Rencana Diagnostik :
Cek Urine output, LED, GDP, Fungsi Hati, Fungsi Ginjal,
Terapi Medikamentosa :
- IVFD Assering
Oksigen 4 liter per menit
Injek lasix 3x1 amp iv
Spironolacton 1x 50 mg
Injek ranitidin 2x1 amp
KSR 2x1 tab
Digoxin 1x 0,25 mg
Simarc 1x2mg

7
Terapi Non Medikamentosa:
-Ketaatan dalam meminum obat
-Asupan cairan 1,5 – 2 L/hari
Latihan Fisik

FOLLOW UP
21- 10 - 2018
S: Sesak, napsu makan baik, nyeri ulu hati berkurang, mual berkurang tidak muntah. BAK
tidak ada keluhan, badan terasa lemas.
O: Nadi: 88x/ menit, Pernafasan : 25x/ menit Suhu : 36,50 Tekanan darah : 140/80 mmHg
Ekstremitas bawah : edema +/+
A: Congestive Heart Failure, atrial fibrilasi
DD/ Edema paru bilateral
P: Planning diagnostik : Cek Urine output
Terapi Medikamentosa :
IVFD Assering
O2 4 lpm
Injek lasix 3x1 amp iv
Spironolacton 1x 50 mg
Injek ranitidin 2x1 amp
KSR 2x1 tab
Digoxin 1x 0,25 mg
Simarc 1x2mg
Terapi Non Medikamentosa:
Pemantauan berat badan mandiri
Asupan cairan 1,5 – 2 L/hari
Latihan Fisik

8
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal.1 Ketika ini terjadi, darah tidak bergerak efisien melalui sistem peredaran darah
dan mulai membuat cadangan, meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah dan memaksa
cairan dari pembuluh darah ke jaringan tubuh.2 Apabila tekanan pengisian ini meningkat
sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di sistem vena, maka keadaan ini
disebut gagal jantung kongestif.3

EPIDEMIOLOGI
Gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada usia lanjut.4 Salah satu penelitian
menunjukkan bahwa gagal jantung terjadi pada 1% dari penduduk usia 50 tahun, sekitar 5% dari
mereka berusia 75 tahun atau lebih, dan 25% dari mereka yang berusia 85 tahun atau lebih. Karena
jumlah orang tua terus meningkat, jumlah orang yang didiagnosis dengan kondisi ini akan terus
meningkat. Di Amerika Serikat, hampir 5 juta orang telah didiagnosis gagal jantung dan ada sekitar
550.000 kasus baru setiap tahunnya. Kondisi ini lebih umum di antara Amerika, Afrika dari kulit
putih. 4
Di Amerika serikat gagal jantung merupakan penyakit yang cepat pertumbuhannya.
Pada tahun 2006, prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat sebesar 2,6 % dimana 3,1%
pada laki-laki dan 2,1% pada perempuan.5 Di Eropa (2005) prevalensi gagal jantung sebesar
2-2,5% pada semua umur, dan pada usia diatas 80 tahun prevalensi gagal jantung >10%. Di
London (1999) sekitar 1,3 per 1.000 penduduk pada semua umur mengalami gagal jantung
dan 7,4 per 1.000 penduduk pada usia 75 ke atas. Di Wales (2008), insidens gagal jantung
pada laki-laki sebesar 10 per 1.000 pada usia 45-54 tahun, 20 per 1.000 pada usia 55-64
tahun, 40 per 1.000 pada usia 65-74 tahun, 90 per 1.000 pada usia > 75 tahun dan pada semua
umur yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 20 per 1.000 orang.6 Insidens gagal jantung
pada perempuan 10 per 1.000 pada usia 55-64 tahun, 20 per 1.000 pada usia 65-74 tahun, 60
per 1.000 pada usia > 75 tahun dan pada semua umur yang berjenis kelamin perempuan
sebesar 10 per 1.000 orang.5 Di Indonesia pada tahun 2007 jumlah kasus baru kunjungan
rawat jalan sebanyak 38.438 orang dengan proporsi 9,88% dan kunjungan rawat inap

9
sebanyak 18.585 orang dengan proporsi 18,23% sedangkan Case Fatality Rate (CFR) 13.420
per 100.000. Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, jumlah penderita gagal jantung yang
dirawat inap pada tahun 2000 sebanyak 75 orang, kemudian meningkat pada tahun 2001
menjadi 114 orang,dan meningkat lagi pada tahun 2002 menjadi 155 orang.7

PATOFISIOLOGI

Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada jantung,
otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal
yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, sistem Renin–Angiotensin–Aldosteron (sistem RAA) serta kadar
vasopresin dan natriuretik peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung
sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.7
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi
perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyebabkan
gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.7
Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II
plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol
eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf
simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron
akanmenyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II
juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.6,7
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng memiliki
efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide
(ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan
vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung,
khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriureticpeptide terbatas
pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap
ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada
tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena

10
peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang
menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan
sebagai terapi pada penderita gagal jantung.2,6
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal
jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian diuretik yang
akan menyebabkan hiponatremia.2 Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah
dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada
pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1
plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga
berhubungan dengan tekanan pulmonary arterycapillary wedge pressure, perlu perawatan
dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang
bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin.2,6
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan
dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada
pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner,
hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain
seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30
– 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada
penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul
bersamaan meski dapat timbul sendiri.

11
Gambar 2. Patofisiologi dan Simptomatologi CHF.

Faktor Resiko Gagal Jantung Kongestif


a. Umur
Umur berpengaruh terhadap kejadian gagal jantung walaupun gagal jantung dapat
dialami orang dari berbagai golongan umur tetapi semakin tua seseorang maka akan
semakin besar kemungkinan menderita gagal jantung karena kekuatan pembuluh darah
tidak seelastis saat muda dan juga timbulnya penyakit jantung yang lain pada usia lanjut
yang merupakan faktor resiko gagal jantung.8 Menurut penelitian Siagian di Rumah Sakit
Haji Adam Malik (2009) proporsi penderita gagal jantung semakin meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia yaitu 9,6% pada usia≤ 15 tahun, 14,8% pada usia 16-40 tahun
dan 75,6% pada usia >40 tahun.

b. Jenis kelamin
Pada umumnya laki-laki lebih beresiko terkena gagal jantung daripada perempuan. Hal
ini disebabkan karena perempuan mempunyai hormon estrogen yang berpengaruh
terhadap bagaimana tubuh menghadapi lemak dan kolesterol.
c. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner dalam Framingham study dikatakan sebagai penyebab gagal
jantung 46% pada laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes
dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari
gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan
kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal
jantung.8
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah yang tinggi
terus-menerus. Ketika tekanan darah terus di atas 140/80, jantung akan semakin kesulitan
memompa darah dengan efektif dan setelah waktu yang lama, risiko berkembangnya
penyakit jantung meningkat. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui
beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko
terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia

12
atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel
kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.8
e. Penyakit katup jantung
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik. Penyebab utama
terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regurgitasi mitral
dan regurgitasi aorta menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload)
sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).8
f. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung
atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan
atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.11
Penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosis sebelum kelahiran atau sesaat setelah lahir,
selama masa anak-anak, atau setelah dewasa. Penyakit jantung bawaan dengan adanya
kelainan otot jantung akan mengarah pada gagal jantung.
g. Penyakit Jantung Rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu
kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan, atau
kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala
sisa dari demam Rematik. Demam rematik akut dapat menyebabkan peradangan pada
semua lapisan jantung. Peradangan endokardium biasanya mengenai endotel katup, dan
erosi pinggir daun katup. Bila miokardium terserang akan timbul nodular yang khas pada
dinding jantung sehingga dapat menyebabkan pembesaran jantung yang berakhir pada
gagal jantung.8
h. Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bila kontraksi atrium hilang
(fibrilasi atrium, AF). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan
dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita
hipertensi.8
i. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh
penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung kongenital, ataupun penyakit
katup jantung. Kardiomiopati ditandai dengan kekakuan otot jantung dan tidak
membesar sehingga terjadi kelainan fungsi diastolik (relaksasi) dan menghambat fungsi
ventrikel.8

13
j. Merokok dan Konsumsi Alkohol
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung. Merokok mempercepat
denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung dalam membawa dan mengirimkan
oksigen, menurunkan level HDL-C (kolesterol baik) di dalam darah, serta menyebabkan
pengaktifan platelet, yaitu sel-sel penggumpalan darah. Pengumpalan cenderung terjadi
pada arteri jantung, terutama jika sudah ada endapan kolesterol di dalam arteri. Alkohol
dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun
gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan
dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol
menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus.8

ETIOLOGI
Penyebab gagal jantung dapat berupa faktor dari dalam jantung itu sendiri maupun
dari luar. Faktor dari dalam lebih sering karena terjadinya kerusakan-kerusakan yang sudah
dibawa, sedangkan faktor dari luar cukup banyak, antara lain: penyakit jantung koroner,
hipertensi, dan diabetes mellitus. Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal
jantung, yaitu:
a. Gangguan mekanik; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan yaitu :
 Beban volume (volume overload), misal: insufisiensi aorta atau mitral, left to
right shunt, dan transfusi berlebihan
 Beban tekanan (pressure overload), misal: hipertensi, stenosis aorta, koartasio
aorta, dan hipertrofi kardiomiopati
 Hambatan pengisian, misal: constrictive pericarditis dan tamponade
 Tamponade jantung atau konstriski perikard (jantung tidak dapat diastole).
 Obstruksi pengisian bilik
 Aneurisma bilik dan disinergi bilik
 Restriksi endokardial atau miokardial
b. Abnormalitas otot jantung
 Kelainan miokardium (otot): kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal
ginjal kronik, anemia), toksin atau sitostatika.

14
 Kelainan disdinamik sekunder: Deprivasi oksigen (penyakit jantung koroner),
kelainan metabolic, peradangan, penyakit sistemik, dan penyakit Paru Obstruksi
Kronis
c. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi: misalnya, irama tenang,
fibrilasi, takikardia atau bradikardia ekstrim, asinkronitas listrik.

Perubahan-perubahan yang terlihat pada gagal jantung:12


1 2 3

Keterangan :
Gambar 1 : Jantung normal.
Gambar 2 : Dinding jantung merentang dan bilik-bilik jantung membesar, dinding jantung
merentang untuk menahan lebih banyak darah.
Gambar 3: Dinding-dinding jantung menebal, dinding otot jantung menebal untuk memompa
lebih kuat.

Mekanisme Kompensasi pada Jantung


Secara keseluruhan, perubahan yang terjadi pada fungsi jantung yang berhubungan
dengan gagal jantung dapat menurunkan daya kontraktilitas.13 Ketika terjadi penurunan daya
kontraktilitas, jantung berkompensasi dengan adanya kontraksi paksaan yang kemudian dapat
meningkatkan cardiac output. Pada gagal jantung kongestif, kompensasi ini gagal terjadi sehingga
kontraksi jantung menjadi kurang efisien. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan stroke volume
yang kemudian menyebabkan peningkatan denyut jantung untuk dapat mempertahankan cardiac
output. Peningkatan denyut jantung ini lama-kelamaan berkompensasi dengan terjadinya hipertrofi
miokardium, yang disebabkan peningkatan diferensiasi serat otot jantung untuk mempertahankan
kontaktilitas jantung. Jika dengan hipertrofi miokardium, jantung masih belum dapat mencapai

15
stroke volume yang cukup bagi tubuh, terjadi suatu kompensasi terminal berupa peningkatan
volume ventrikel.14
Gagal jantung kongestif terkompensasi adalah kondisi dengan fraksi ejeksi rnenurun
tetapi curah jantung dapat dipertahankan oleh mekanisme-mekanisme berikut ini dengan atau
tanpa terapi obat.
a. Mekanisme kompensasi sentral termasuk hubungan Frank-Starling dan hipertrofi
ventrikel akibat peningkatan preload atau after-load. Preload seringkali menunjukkan
adanya suatu tekanan diastolik akhir atau volume pada ventrikel kiri dan secara klinis
dinilai dengan mengukur tekanan atrium kanan. Tolak ukur akhir pada stroke volume
adalah afterload. Afterload adalah volume darah yang dipompa oleh otot jantung, yang
biasanya dapat dilihat dari tekanan arteri rata-rata.15
b. Mekanisme kompensasi perifer mengakibatkan (1) aktivasi sistem renin-angiotensin, (2)
peningkatan kadar hormon-hormon endogen lokal dan sirkulasi yang bersifat kontra-
regulasi terhadap renin-angiotensin, (3) aktivasi dari sistem saraf simpatis dengan
peningkatan kadar nor-epinefrin serum, (4) redistribusi curah jantung untuk
mompertahankah aliran darah ke jantung dan otak, dan (5) peninggian kadar 2,3-difos-
fogliserat (DPG).15

DIAGNOSIS
Tanda serta gejala penyakit gagal jantung dapat dibedakan berdasarkan bagian mana
dari jantung itu yang mengalami gangguan pemompaan darah, lebih jelasnya sebagai
berikut:16
a. Gagal jantung sebelah kiri; menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema
pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak nafas hanya
dirasakan saat seseorang melakukan aktivitas, tetapi sejalan dengan memburuknya
penyakit maka sesak nafas juga akan timbul pada saat penderita tidak melakukan
aktivitas. Sedangkan tanda lainnya adalah cepat letih (fatigue), gelisah/cemas (anxiety),
detak jantung cepat (tachycardia), batuk-batuk serta irama denyut jantung tidak teratur
(aritmia).
b. Gagal jantung sebelah kanan; cenderung mengakibatkan pengumpulan darah yang
mengalir ke bagian kanan jantung. Sehingga hal ini menyebabkan pembengkakan di kaki,
pergelangan kaki, tungkai, perut (ascites) dan hati (hepatomegaly). Tanda lainnya adalah
mual, muntah, keletihan, detak jantung cepat serta sering buang air kecil (urin) dimalam
hari (Nocturia).

16
Tabel 2.1 Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural (ACC/AHA) atau
berdasarkan gejala, berdasarkan kelas fungsionalnya (NYHA)17
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan Beratnya gagal jantung berdasarkan gejala dan
struktural dan kerusakan otot jantung. aktivitas fisik.
Stage Memiliki risiko tinggi Kelas Aktivitas fisik tidak terganggu,
A mengembangkan gagal jantung. I aktivitas yang umum dilakukan tidak
Tidak ditemukan kelainan struktural menyebabkan kelelahan, palpitasi,
atau fungsional, tidak terdapat atau sesak nafas.
tanda/gejala.
Stage Secara struktural terdapat kelainan Kelas Aktivitas fisik sedikit terbatasi. Saat
B jantung yang dihubungkan dengan II istirahat tidak ada keluhan. Tapi
gagal jantung, tapi tanpa aktivitas fisik yang umum dilakukan
tanda/gejala gagal jantung. mengakibatkan kelelahan, palpitasi
atau sesak nafas.
Stage Gagal jantung bergejala dengan Kelas Aktivitas fisik sangat terbatasi. Saat
C kelainan struktural jantung. III istirahat tidak ada keluhan. Tapi
aktivitas ringan menimbulkan rasa
lelah, palpitasi, atau sesak nafas.
Stage Secara struktural jantung telah Kelas Tidak dapat beraktivitas tanpa
D mengalami kelainan berat, gejala IV menimbulkan keluhan. Saat istirahat
gagal jantung terasa saat istirahat bergejala. Jika melakukan aktivitas
walau telah mendapatkan fisik, keluhan bertambah berat.
pengobatan.

Tabel 2.2 Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung17


Kriteria Mayor:
 Dispnea nokturnal paroksismal
 Ortopnea
 Distensi vena leher
 Rales paru
 Kardiomegali pada hasil rontgen
 Edema paru akut
 S3 gallop
 Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
 Hepatojugular reflux
Kriteria Minor:
 Edema pergelangan kaki bilateral
 Batuk pada malam hari
 Dyspnea on ordinary exertion
 Hepatomegali
 Efusi pleura
 Takikardi ≥ 120x/menit

17
Kriteria mayor dan minor: Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai
respon pengobatan gagal jantung. Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat
minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor atau 2 kriteria mayor.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain adalah:
darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum & kreatinine, SGOT/PT, dan BNP.
Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung karena
beberapa alasan berikut: (1) untuk mendeteksi anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan
elektrolit (hipokalemia dan/atau hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati,
dan (4) untuk mengukur brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).18

b. Pemeriksaan Foto thoraks


Fungsi utama pemeriksaan foto thoraks adalah mengetahui ukuran dan bentuk
siluet jantung, serta edema di dasar paru-paru. Pada gagal jantung hampir selalu ada
dilatasi dari satu atau lebih pada ruang-ruang di jantung, menghasilkan pembesaran pada
jantung. Pemeriksaan radiologi memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung
dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi pleura,
begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak
pada gejala pasien.

Tabel 2.3 Temuan pada Foto Toraks, Penyebab, dan Implikasi Klinis17
Kelainan Penyebab Implikasi Klinis
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, Ekhokardiografi, doppler
ventrikel kanan, atria, efusi
perikard
Hipertropi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta, Ekhokardiografi, doppler
kardiomiopati hipertropi
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan Gagal jantung kiri
pengisian ventrikel kiri
Edema interstisial Peningkatan tekanan Gagal jantung kiri
pengisian ventrikel kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan Pikirkan diagnosis non

18
peningkatan pengisian kardiak
tekanan jika ditemukan
bilateral, infeksi paru,
keganasan
Garis Kerley B Peningkatan tekanan Mitral stenosis atau gagal
limfatik jantung kronis

c. Pemeriksaan EKG
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien
(80-90%), antara lain:19
 Gelombang Q yang menunjukkan adanya infark miokard dan kelainan gelombang
ST-T menunjukkan adanya iskemia miokard.
 LBBB (left bundle branch block), kelainan ST-T dan pembesaran atrium kiri
menunjukkan adanya disfungsi bilik kiri
 LVH (left ventricular hypertrophy) dan inverse gelombang T menunjukkan
adannya stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi
 Aritmia jantung

d. Pemeriksaan Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat dalam
membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini merupakan baku
utama (gold standard) untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan
membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung.

Tabel 2.4 Temuan Echocardiography pada Gagal Jantung17


DISFUNGSI
TEMUAN UMUM DISFUNGSI SISTOLIK
DIASTOLIK
 Ukuran dan bentuk Ejeksi fraksi ventrikel  Ejeksi fraksi ventrikel
ventrikel kiri berkurang <45% kiri normal > 45-50%
 Ejeksi fraksi ventikel Ventrikel kiri membesar  Ukuran ventrikel kiri
kiri (LVEF) Dinding ventrikel kiri normal
 Gerakan regional tipis  Dinding ventrikel kiri
dinding jantung, Remodelling eksentrik tebal, atrium kiri
synchronisitas kontraksi ventrikel kiri berdilatasi
ventrikular Regurgitasi ringan-  Remodelling eksentrik
 Remodelling LV sedang katup mitral* ventrikel kiri.
(konsentrik vs Hipertensi pulmonal*  Tidak ada mitral
eksentrik) Pengisian mitral regurgitasi, jika ada
 Hipertrofi ventrikel kiri berkurang* minimal.
atau kanan (Disfunfsi Tanda-tanda  Hipertensi pulmonal*

19
Diastolik : hipertensi, meningkatnya tekanan  Pola pengisian mitral
COPD, kelainan katup) pengisian ventrikel* abnormal.*
 Morfolofi dan beratnya  Terdapat tanda-tanda
kelainan katup tekanan pengisian
 Mitral inflow dan aortic meningkat.
outflow; gradien
tekanan ventrikel kanan
 Status cardiac output
(rendah/tinggi)
Keterangan : * Temuan pada echo-doppler.

e. Tes latihan fisik


Tes latihan fisik sering dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard dan pada
beberapa kasus untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum (VO2 maks), yaitu kadar

dimana konsumsi oksigen lebih lanjut. VO2 maks merupakan kadar dimana konsumsi

oksigen lebuh lanjut tidak akan meningkat meskipun terdapat peningkatan latihan lebih
lanjut. VO2 maks menunjukkan batas toleransi latihan aerobik dan sering menurun pada

gagal jantung.

f. Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung dilakukan pada semua gagal jantung yang penyebabnya belum
diketahui. Dengan kateterisasi jantung maka dapat diketahui besar tekanan ruang-ruang
jantung dan pembuluh darah serta penentuan besarnya curah jantung.

PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS21
- ACE inhibitor atau penyekat enzim konversi angiotensin dianjurkan sebagai obat lini
pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatan
survival, memperbaiki symptom, mengurangi kekerapan rawat inap di Rumah Sakit.
Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemukan retensi cairan. Bila disertai
dengan retensi cairan harus diberikan bersamaan dengan diuretik.

Tabel 2.5. Dosis obat penyekat enzim konversi angiotensin yang dianjurkan
Obat Dosis Inisial Dosis Pemeliharaan
Benazepril 2,5 mg 5 – 10 mg b.i.d
Captopril 6,25 mg t.i.d 25 – 50 mg t.i.d
Enalapril 2,5 mg/hari 10 mg b.i.d
Lisinopril 2,5 mg/hari 5 – 20 mg/hari
Quinapril 2,5 - 5 mg/hari 5 – 10 mg/hari
Perindopril 2 mg/hari 4 mg/hari

20
Ramipril 1,25 - 2,5 mg/hari 2,5 – 5 mg b.i.d
Cilazapril 0,5 mg/hari 1 – 2,5 mg/hari
Fosinopril 10 mg/hari 20 mg/hari
Trandolapril 1 mg/hari 4 mg/hari

- Diuretik: Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan,
kongestif paru dan edema perifer.

Table 2.6. Diuretik.


Dosis Harian
Efek samping utama
Permulaan maksimum (mg)
Loop diuretics
Furosemide 20 - 40 250 - 500 Hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia
Bumetamid 0,5 – 1 5 – 10 Hiperurikemia, intoleransi glukosa
Torasemid 5 - 10 100 - 200 Gangguan asam basa
Tiazid
Hidroklorotiazid 25 50 -70 Hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia
Metolazon 2,5 10 Hiperuricaemia, intoleransi glukosa
Indapamid 2,5 2,5 Gangguan asam basa

kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit diuretic regular
dosis rendah dengan tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan
menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretic atau tiazid. Bila respon
tidak cukup baik, dosis dapat dinaikan, berikan diuretic intravena atau kombinasi loop
diuretic dengan tiazid. Diuretic hemat kalium, spironolakton dengan dosis 25-50 mg/hari
dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas
fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.

- Beta bloker (obat penyekat beta). Direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan,
sedang dan berat yang stabil baik karena iskemik atau kardiomiopati non iskemi dalam
pengobatan standar seperti diuretic atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan
syarat tidak ditemukan adanya kontraindikasi terhadap penyekat beta. Terbukti
menurunkan angka masuk RS, meningkatkan klasifikasi fungsi. Yang direkomendasikan:
bisoprolol, karvedilol, metoprolol suksinat dan nebivolol.

Tabel 2.7. Cara pemakaian penyekat beta berdasarkan uji coba klinis yang besar.
First dose Target Titration
Beta-bloker Increments (mg)
(mg) dose (mg) period
Bisoprolol 1,25 2.5, 3.75, 5, 7.5, 10 10 Minggu-Bulan
Metoprolol 5 10, 15, 30, 50, 75, 100 150 Minggu-Bulan
suksinat CR
Carvedilol 12,5/25 25, 50, 100, 200 200 Minggu-Bulan
Nebivolol 3,125 6.25, 12.5, 25, 50 50 Minggu-Bulan

21
Bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dengan dosis kecil,
kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung.
Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung kelas fungsional II dan
III. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretic.

- Antagonis reseptor aldosterone sebagai obat tambahan terhadap penyekat enzim


konversi angiotensin, penyekat beta, diuretic pada aggal jantung berat (NYHA III-IV)
dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas.

- Angiotensin penyekat reseptor angiotensin II merupakan alternatif jika pasien tidak


toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin. Sangat efektif dengan penyekat
enzim konversi angiotensin pada gagal jantung kronik dalam menurunkan morbiditas dan
mortalitas. Pada infark miokard akut dengan gagal jantungatau disfungsi ventrikel,
penyekat angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin dalam
menurunkan mortalitas.

Tabel 2.8. Cara pemakaian penyekat beta berdasarkan uji coba klinis yang besar.
Obat Dosis (mg)
Terbukti menurunkan mortalitas dan morbiditas
Candesartan 4 – 32
Valsartan 80 - 320
Lain-lain
Eprosartan 400 – 800
Losartan 50 – 100
Irbesartan 150 - 300
Telmisartan 40 – 80

- Kombinasi hidralazin dengan ISDN memberi hasil yang baik pada pasien yang
intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan.

- Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretic,
penghambat ACE, penyekat beta.

- Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli


serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.
Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat emboli,
thrombosis dan transient ischemis attack, thrombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.

- Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia


ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindarkan kecuali pada aritmia

22
yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk
terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah kematian mendadak.

- Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk mengobati


angina atau hipertensi pada gagal jantung.6,8

PROGNOSIS
Secara umum, mortalitas pasien gagal jantung rawat inap sebesar 5-20% dan pada
pasien rawat jalan sebesar 20% pada tahun pertama setelah diagnosis. 22 Prognosis gagal
jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan prognosis pada penderita
gagal jantung yang mendapat terapi yaitu:
1. Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%
2. Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%
3. Kelas NYHA III : mortalitas 5 tahun 50-70%
4. Kelas NYHA IV : mortalitas 5 tahun 70-90%

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Suryadipraja, R.M., 2014, Gagal Jantung dan Penatalaksanaannya, dalam Moehadsjah.,


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1132-1148
2. American Heart Association. 2010. Heart Disease And Stroke Statistics -2010 Update.
Available from: http://www.americanheart.org. [Accessed September 4 2012].
3. Helth Welsh Survey. 2009. Prevalence of Heart Failure, 1995/95 To 1970/70, England and
Wales, 2008, Wales. Available from: http://www.heartstat.htm. [Accessed September 3
2012].
4. Klabunde, Richard E. Pathophysiology of Heart Failure. 2007. Available from URL:
http://www.cvphysiology.com/Heart%20Failure/HF003.htm. Diakses tanggal 4 September
2012.
5. Heart Failure Pathophysiology. The Medical News: 2010. Available from
URL:http://www.news-medical.net/health/Heart-Failure Pathophysiology.aspx. Diakses
pada tanggal 4 September 2012.
6. Congestive Heart Failure. MVS Pathophysiology. Available from URL:
http://sprojects.mmi.mcgill.ca/mvs/PATHOS/CHF.HTM. Diakses pada tanggal 4
September 2012.
7. Mann DL. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL,
editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York: Mc graw hill; 2008.
p. 1443.
8. Gray, H, dkk., 2007. Lecture Notes Kardiologi. Penerbit Erlangga, Jakarta.
9. Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2008. European Society Cardiology. European Heart
Journal (2008) 29. 2388-2442.
10. McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical Diagnosis & Treatment 47th
Edition. Mc Graw Hill. h. 464-8.
11. Dumitru I. Heart Failure. April 2011, (http://emedicine.medscape.com/article/163062-
overview#aw2aab6b2b5aa

24

Anda mungkin juga menyukai