Pulmo
VENTRAL DORSAL
P Hipersonor Hipersonor
A RO (+/-) WH (+/+) RO (-) WH (+/+)
Ekspirasi memanjang Ekspirasi memanjang
Kesan: ditemukan kelainan pada pemeriksaan pulmo yang sesuai dengan gejala
klinis pasien PPOK
2
Abdomen
Inspeksi: cembung
Auskultasi: Bising usus normal
Palpasi: soepel, nyeri tekan (–)
Perkusi: timphani (+), pekak beralih (-)
Kesan : tidak terdapat kelainan pada abdomen
Ektremitas
Akral hangat, CRT <2 detik
Oedema (-)
Kesan: tidak terdapat kelainan pada ekstremitas
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Darah rutin
Hemoglobin 16,3 13,2 - 17,2
LED 19 0-15
Leukosit 15 4,5-11
SGOT 30 10-35
SGPT 40 9-43
3
Kreatinin serum 1,0 0,6-1,3
BUN 18 6-20
Urea 35 26-43
Foto Ro Thorax
Deskripsi :
Tampak hiperlusen dihillus pulmo dextra
Sudut costrofrenicus dextra et sinistra lancip
Trakhea tampak di tengah
Corakan bronkovaskuler meningkat
ICS melebar
Bentuk dan ukuran jantung dalam batas normal, CTR 48%
Diafragma mendatar
Kesan : PPOK
4
Daftar Pustaka
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit paru Obstruktif Kronik),
pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia; 2011.
2. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global strategy for diagnosis,
management and prevention of chronic obstructive lung disease updated 2012.
3. Duerden Martin. The management of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Merec
Bulletin 2006; 16:17-20.
4. Wiyono WH, Riyadi J, Yunus F, Ratnawati A, Prasetyo S. The benefit of pulmonary
rehabilitation againts quality of life alteration and functional capacity of chronic
obstructive pulmonary disease (COPD) patient assessed using St George’s respiratory
questionnaire (SGRQ) and 6 minute walking distance test (6 MWD). Med J Indones 2005;
15: 165-72.
5. Ikalius, Yunus F, Suradi, Rachma Noer. Perubahan kualitas hidup dan kapasitas fungsional
penderita penyakit paru obstruktif kronik setelah rehabilitasi paru. Majalah Kedokt.
Indonesia 2007 : 57.
6. Seymour JM, Moore L, Jolley JC. Outpatient pulmonary rehabilitation following acute
exacerbations of COPD. Bmj 2010; 65: 423-428.
7. Yunus F. Gambaran penderita PPOK yang dirawat di bagian Pulmonologi FKUI/SMF paru
RSUP Persahabatan Jakarta. J Respir Indo 2000;20:64-8.
8. Wibisono MJ, Winariani, Hariadi s. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Paru. Surabaya, 2010: 37-51.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis PPOK melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
2. Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK
3. Edukasi dan pencegahan eksaserbasi PPOK
5
Objektif:
Dari hasil pemeriksaaan fisik didapatkan pasien datang dengan kondisi tampak sesak
napas. Frekuensi napas meningkat yaitu 28 x/menit (takipneu), nadi normal yaitu 88x/menit,
suhu tubuh normal (36,5 ˚C). Selain takipneu terdapat usaha pernapasan yang meningkat yaitu
purse lips breathing, retraksi intercostal. Pada thoraks selain retraksi intercostal, didapatkan juga
sela iga yang melebar, saat palpasi fremitus kedua lapang paru melemah, saat perkusi terdengar
hipersonor, pada saat pasien ekspirasi tampak memanjang dan didapatkan suara wheezing saat
dilakukan auskultasi. Dari pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan leukosit yang
meningkat (15000/ul) dan dari foto Ro Thorax didapatkan kesan PPOK
Assessment:
PPOK Eksaserbasi Akut
Planning :
IVFD NaCl 0,9% 14 tpm (makrodrip)
Nebulizer combivent (3xsehari)
Inj. Metyl Prednisolon 3x1amp
Inj.Ceftriaxone 2x1gr
Ambroxol 3x1 tablet
Observasi keadaan umum, kesadaran dan vital sign
Prognosis :
Dubia
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau
reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik adalah Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun,
6
sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema
merupakan suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak
penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda- tanda emfisema, termasuk penderita
asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan
memenuhi kriteria PPOK.
Faktor Risiko
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
7
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan
sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan
hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
Manifestasi Klinis
1. Riwayat Penyakit
Dua keluhan utama yang tersering adalah batuk dan sesak nafas. Batuk dan
ekspektorasi cenderung meningkat dan maksimal pada pagi hari dan menandakan
8
adanya pengumpulan sekresi semalam sebelumnya. Batuk produktif, pada awalnya
intermitten, dan kemudian terjadi hampir tiap hari seiring waktu. Sputum berwarna
bening dan mukoid, namun dapat pula menjadi tebal, kuning, bahkan kadang
ditemukan darah selama terjadinya infeksi bakteri respiratorik.. Sesak nafas terutama
pada saat melakukan aktifitas yang mengerahkan tenaga dimana terjadi peningkatan
kebutuhan oksigen sehingga Respiration Rate meningkat. Selain itu sering didapatkan
mengi pada pasien PPOK pada saat serangan sesak terjadi. Keluhan-keluhan itu
berlangsung kronis ataupun berulang dan cenderung progresif. Karakteristik PPOK
adalah adanya eksaserbasi dimana pada saat eksaserbasi keluhan-keluhan diatas
menjadi semakin parah. Pada keadaan yang berat, sesak napas bahkan terjadi dengan
aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya
abnormalitas pertukaran udara.
2. Pemeriksaan fisik
Klasifikasi PPOK
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2015,
dibagi atas 4 derajat:
9
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara
ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 <
80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien
biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
(VEP1 / KVP < 70%; 30% < VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30%
prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu
diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP.
Lama Baru
Derajat Derajat Klinis Faal paru
Derajat 0 : beresiko Derajat 0 : beresiko Gejala klinik Normal
(batuk,produksi
sputum).
Derajat I : PPOK Derajat I : PPOK Dengan atau tanpa VEP1/KVP <70%
Ringan Ringan gejala klinis (batuk
VEP1 > 80%
produksi sputum).
prediksi
Derajat IIA : PPOK Derajat II : PPOK Dengan atau tanpa VEP1/KVP <70%
Sedang Sedang gejala klinis
10
( batuk,produksi 50%<VEP1<80%
sputum) gejala prediksi
bertambah sehingga
menjadi sesak.
Derajat IIB : PPOK Derajat III : PPOK Dengan atau tanpa VEP1/KVP <70%
Sedang Berat gejala klinis
30% < VEP1<50%
( batuk,produksi
prediksi
sputum) gejala
bertambah sehingga
menjadi sesak.
Derajat III : PPOK Derajat IV : PPOK Gejala di atas VEP1/KVP < 70%
Berat Sangat Berat ditambah tanda-tanda
VEP1<30% prediksi
gagal nafas atau gagal
jantung kanan
Diagnosis
11
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan
edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Keterangan :
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed – lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
terjadi pada gagal napas kronik.
12
- Pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest
- Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada
- Perkusi dada hipersonor, batas paru hati lebih rendah
- Suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan (ronkhi atau
wheezing)
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) merupakan Gold
Standard.
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE (Arus
Puncak Ekspirasi) meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
13
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan
garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang
bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan gambaran
diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan
corakan ke distal.
Normal Hyperinflation
14
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
f. Radiologi
- CT-Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
h. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderita PPOK di Indonesia.
j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. riwayat
penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.
PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak
atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri).
15
Faktor resiko Sesak nafas
Batuk kronik disertai dahak
Usia Keterbatasan aktifiti
Riwayat pajanan : asap rokok, polusi
udara, polusi tempat kerja
Pemeriksaan fisik *
* Pemeriksaan fisik :
a. Normal
b. Kelainan
Bentuk dada : Barrel chest
Penggunaan otot bantu pernapasan
Pelebaran sela iga
Hipertrofi otot bantu nafas
Fremitus melemah, sela iga melebar
Hipersonor
Suara nafas vesikuler melemah atau normal
Ekspirasi memanjang
Mengi
16
a. Normal
b. Kelainan
Hiperinflasi
Hiperlusen
Diafragma mendatar
Corakan bronkovaskuler meningkat
Jantung pendulum
Diagnosis Banding
Asma
Asma terjadi pada usia dini, gejala pada malam hari lebih menonjol, dan dapat
ditemukan alergi, rhinitis, dan eksim. Terdapat riwayat asma dalam keluarga.
Hambatan aliran udara reversible.
SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis) adalah penyakit obstruksi saluran
napas yang ditemukan pada penderita pasca tuberculosis dengan lesi paru yang
minimal.
Sakit Mendadak ++ - -
Riwayat Atopi ++ + -
Revesibilitas Bronkus ++ - -
Variabilitas Harian ++ + -
Eosinofil Sputum + - ?
Neutrofil Sputum - + ?
Makrofag Sputum + - ?
17
Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan PPOK stabil
A. Edukasi
Menigkatkan kemampuan menanggulangi penyakit dan status kesehatan secara
umum. Edukasi terhadap faktor resiko penting untuk memperlambat progresifitas.
D. Ventilator Mekanik
E. Rehabilitasi Medik
F. Operasi
18
Tatalaksana PPOK stabil
Dipertimbangkan
mukolitik
Keterangan :
Kortikosteroid hanya diberikan kepada penderita dengan uji steroid positif. Uji steroid
positif adalah bila dengan pemberian steroid oral selama 10-14 hari atau inhalasi selama 6
minggu – 3 bulan menujukkan perbaikan gejala klinisatau fungsi paru.
SABA : short acting 2 Agonis
LABA : long actng 2 Agonis
Secara umum eksaserbasi adalah perburukan kondisi pasien yang menetap dari
keadaan stabil dan di luar variasi normal sehari-hari yang mengharuskan perubahan dari obat
reguler. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara,
kelelahan atau timbulnya komplikasi.
19
Gejala eksaserbasi adalah :
7. Kesadaran menurun
1. Oksigenasi adekuat, cukup menggunakan O2 nasal 1-4 lpm. Sasaran PaO2 60-65
mmHg atau SaO2> 90%
2. Bronkodilator.
3. Kortikosteroid oral atau intravena dianjurkan sebagai tambahan terhadap
bronkodilator dan oksigenasi.
4. Antibiotika, diindikasikan untuk eksaserbasi yang disebabkan karena infeksi bakterial.
Umumnya infeksi paling sering disebabkan oleh kuman S. Pneumonia, H. Influenzae,
dan M. Catarhalis.
5. Cairan dan Elektrolit perlu dimonitor.
6. Nutrisi yang adekuat, untuk mencegah proses katabolik tubuh.
7. Ventilator mekanik, dapat diberikan pada pasien eksaserbasi dengan stadium IV.
DERAJAT PENGOBATAN
20
- Vaksinasi influenza
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
21
prediksi atau gagal napas sebagai terapi pemeliharaan
atau gagal jantung kanan
b. LABA
c. Simptomatik
5. Sering eksaserbasi
6. Didapatkan aritmia
8. Usia lanjut
22
Indikasi Rawat ICU :
1. Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang gawat
3. Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 < 50
mmHg atau PaCO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanis (invasive atau non
invasive)
5. Ketidakstabilan hemodinamik
Komplikasi
23
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni
kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi
lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung
kanan.
Prognosis
24