Anda di halaman 1dari 27

TUTORIAL

TUBERKULOSIS PARU

Pembimbing:
dr. Cut Yulia, Sp.P

Di susun oleh:
Anggita Fauzia H 2013730009
Dyoza Ashara C 2013730139
Ferdi Ragil Hidayat 2013730039
Muhammad Indra Jodi 2013730154
Nia Fitriyani 2013730161
Novita Dewi 2013730078
Ray Praditya 2013730090
Amalia Grahani Prasetyo 2014730006
Dwinur Syafitri C 2014730022
Muhammad Harly 2014730061
Nadya Ayu P H 2014730070

Ilmu Penyakit Dalam


Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Kepaniteraan Klinik
Fakultas Kedokteran & Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
2018

1
TUTORIAL

Status Pasien
I. Identitas
Nama : Ny. A F
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Cakung
Status : Menikah
Pekerjaan : Pegawai Garmen
No. Kamar : Marwah Atas (103)
Agama : Islam
Masuk RS : 8 November 2018
No. RM : 01-00-83-xx

II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Sesak napas sejak 4 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan
Batuk, Nyeri Dada, BB turun, Demam, Keringat malam, Mual, Muntah dan
Nyeri Perut

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan sesak napas
sejak 4 hari SMRS, sesak napas semakin memberat di malam hari, sesak terus
menerus, keluhan disertai dengan nyeri dada saat sesak, nyeri dada terasa
seperti tertekan beban. Pasien juga mengeluh batuk sejak + 1 bulan. Batuk
berdahak, tetapi sulit dikeluarkan. Pasien mengaku akhir akhir ini mengalami
penurunan Berat Badan sebanyak 9 kg dari 55 – 46 kg sejak 2 bulan terakhir.
Pasien terdapat demam dengan suhu 38oC, disertai keringat malam. Pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah 3 kali setelah makan dan minum, mulut terasa
pahit dan nyeri ulu hati. Pasien mempunyai riwayat kontak TB dengan saudara

2
yang serumah dengannya. Pasien juga memiliki riwayat Hipertensi yang
terkontrol.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat DM (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- TB Paru (-)
- Asma (-)

e. Riwayat Pengobatan
Pasien rutin mengkonsumsi obat Hipertensi yaitu Amlodipin 5 mg

f. Riwayat Alergi
Alergi obat-obatan lain, makanan, cuaca dan debu disangkal

g. Riwayat Penyakit Keluarga


Di keluarga pasien yang serumah ada yang memiliki keluhan yang sama dan
dalam pengobatan TB, Riwayat Penyakit jantung (-), DM (-), asma (-), HT (-).

h. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


- Pasien tidak merokok dan tidak konsumsi alkohol
- Pasien bekerja di pabrik garmen
- Lingkungan tempat tinggal pasien merupakan daerah padat penduduk
- Pasien tinggal di dalam rumah dengan ventilasi yang minimal dan
jarang terpapar cahaya matahari

III. Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran
- Kualitatif : Komposmentis
- Kuantitatif : GCS E4M6V5

3
3. Tanda vital
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 101 kali/menit, reguler, kuat angkat
- Frekuensi nafas: 27 kali/menit
- Temperatur : 37,3 O C
4. Status Gizi
- BB sebelum sakit : 55 Kg
- BB saat sakit : 46 Kg
- TB : 155 Cm
- IMT : 19,16 (Normal)

b. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Bentuk : Bulat, simetris, normocephal.
Rambut : Panjang, warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek
cahaya +/+.
Hidung : Tidak ada sekret, tidak berbau, tidak ada perdarahan, tidak ada
septum deviasi
Telinga : Tidak ada sekret, tidak bau, pendengaran dalam batas normal.
Mulut/bibir : Tidak sianosis, tidak ada sariawan, perdarahan gusi (-).
Lidah : Tidak ada lidah kotor, tidak hiperemi.

2. Leher
Inspeksi : Simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher
Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB leher serta tidak terjadi
pembesaran kelenjar tiroid.

3. Thorax
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

4
Perkusi : Batas atas : redup pada ICS II PSL dextra
Batas kanan : redup pada ICS IV PSL dextra
Batas kiri : redup pada ICS V MCL sinistra
Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, Gallop (-), Murmur (-)

Paru:
Inspeksi : Normochest, simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : Vocal fremitus teraba sama pada kedua lapang paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronchi (+/+) minimal

4. Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak terlihat adanya massa.
Auskultasi : Bising usus (+) 14 kali/menit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan epigastrium (+),
supel, turgor kulit normal, undulasi (-).
Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen.

5. Ekstremitas
Superior : Akral hangat +/+, edema -/-, petekie (-), RCT < 2 detik
Inferior : Akral hangat +/+, edema -/-, petekie (-), RCT < 2 detik

5
IV. Pemeriksaan Penunjang
8 November 2018

Pemeriksaan Radiologi

6
V. Resume
Ny. AF,35 tahun, datang ke RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan sesak
napas sejak 4 hari SMRS. Sesak terus menerus dan memberat pada malam
hari. Keluhan diawali oleh batuk yang muncul sejak 1 bulan yang lalu. Batuk
produktif dengan sputum purulen tetapi sulit untuk dikeluarkan. Terdapat
febris, keringat malam, anorexia, malaise, penurunan berat badan, nausea dan
vomitus. Pasien memiliki riwayat kontak TB dengan anggota keluarga di
rumah dan riwayat Hipertensi terkontrol
Keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran komposmentis. Tanda vital
dalam batas normal. Status gizi: Normal. Status generalis: pada auskultasi
paru terdengar adanya ronki bilateral minimal. Serta terdapat nyeri tekan
epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan Hb dan Hematokrit
menurun . Telah dilakukan pemeriksaan radiologi yaitu foto thoraks .

VI. Daftar masalah


Dyspneu e.c. TB milier
Dyspepsia
Hipertensi

VII. ASSESSMENT
Tuberkulosis Paru
S : BAB cair sejak sejak ± 1 hari smrs sebanyak ± 15 kali, mual disertai dengan
muntah 10 kali, nyeri perut, lemas, pusing. Sesak napas sejak 4 hari smrs, keluhan
batuk sejak 1 bulan yang lalu. Batuk produktif dengan sputum purulen tetapi sulit
untuk dikeluarkan. Terdapat febris, keringat malam, anorexia, malaise, dan
penurunan berat badan. Pasien memiliki riwayat kontak TB dengan anggota
keluarga di rumah
O : Auskultasi paru terdengar adanya ronki bilateral lemah, Foto Rontgen Thorax
: TB milier
A : Dyspneu e.c. TB milier
P : Planing diagnostik : Cek sputum SPS, Cek hematologi lengkap
Planing teurapetik :
Non Farmakologi =

7
- Etika batuk, dan teratur meminum obat anti tuberculosis.
- Diet Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP 1)
Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai berat badan
normal.
Protein tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan kadar albumin
serum yang rendah (75-100 gr).
Lemak cukup 15-25 % dari kebutuhan energi total.
Karbohidrat cukup dari kebutuhan energi total.
Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan total.
Farmakologi =
O2 Nasal Kanul 4 lpm
IVFD RL 500 cc, 20 tpm /8 jam
Inj Ceftriaxone 1x2gr
Inj Metylprednisolon 2x0.3 mg
Ambroxol oral 3 x 1 tab
Rifampisin 450 mg oral 1x1 tab (pagi)
Isoniazid 300 mg oral 1x1 tab (pagi)
Etambutol 500 mg oral 1x2 tab (siang)
Pirazinamid 500 mg oral 1x2 tab (malam)

Dyspepsia
S : Pasien merasa mual dan muntah
O : Nyeri tekan epigastrium (+)
A : Dyspepsia
P : Planing teurapetik:
- Ranitidin oral 2x1 tab

Hipertensi
S : Pasien memiliki riwayat Hipertensi yang terkontrol
O : Tekanan darah 110/80
A : Hipertensi
P : Planing Terapetik :
- Amlodipin 1 x 5mg

8
Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

9
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERCULOSIS

DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberculosis.

MIKROBIOLOGI

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit


melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 –
0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri
dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.
tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan
dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 –
C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri
M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan
terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam–alkohol.

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu


komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis
dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah
dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38

10
kDa, 65 kDa yang memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang berfariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam
kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen
yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000
a, protein MTP 40 dan lain lain.

EPIDEMIOLOGI
Dalam laporanan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8.6 juta kasus
TB pada tahun 2012 dimana 1.1 juta orang (13%) diantranya psaien dengan HIV
positif. Sekitar 75 % dari pasien berada pada wilayah Afrika, dan tahun 2012
diperkirakan terdapat kasus 450.000 orang dengan TBMDR dan 170.000

diantranya meninggal dunia. Pada tahun 2012 kasus TB anak secara global
mencapai 6% atau 530.000 kasus pertahun atau sekitar 8% dari total kematian
yang disebabkan oleh TB.
Indonesia berpeluang mencapai penurunan angka kesakitan dan kematian
kasus TB menjadi setengah di tahun 2015 dibandingkan tahun 1990. Angka
prevalensi tahun1990 mencapai 443 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015
ditargetkan 280 per 100.000 penduduk. Hasil prevalensi TB tahun 2013, kasus
>15 tahun mencapai 257 per 100.000 penduduk.

PATOGENESIS

11
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam
makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus
primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang
waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat
terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.
Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

12
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama
masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,
imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB
dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman
TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis
fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal
saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus
dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat
menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis
perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-
konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan

13
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ
di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai
Fokus SIMON. Bertahuntahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun,
focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ
terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu
2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu
(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal
dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet

14
seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,
yang secara histologi merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan
menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan
masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe
ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini
dapat terjadi secara berulang.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB
paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru
kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier
atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.
Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran
kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).
Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya
infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam
lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada
anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang
terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan
paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB
ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.

Cara Penularan TB.


 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak
yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil
pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal
tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam
contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui
pemeriksaan mikroskopis langsung.

15
 Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah
65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%
sedangkan\pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif
adalah 17%.
 Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
percik renik dahak yang infeksius tersebut.
 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

GAMBARAN KLINIS

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala


lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam
proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang
pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.
 Batuk > 2 minggu
 Batuk darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
2. Gejala sistemik
 Demam
Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan
berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu

16
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis

tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan.

KLASIFIKASI

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,


tidak termasuk pleura (selaput paru)
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif

17
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta
tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas.
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

2. Berdasarkan Tipe Penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis
harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya
menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
• Infeksi sekunder
• Infeksi jamur
• TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)

18
Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.

d. Kasus lalai berobat


Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya
penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif.
e. Kasus Gagal
Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan)
Penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau
gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan
yang baik.
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif,
terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih
mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata
tidak ada perubahan gambaran radiologik.

19
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau
dengan cara:
 Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
 Dahak Pagi ( keesokan harinya )
 Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat
dilakukan dengan cara
 Mikroskopik
 Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen pewarnaan Kinyoun
Gabbett.

20
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah
bila :
 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif
 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian
 bila 1 kali positif, 2 kali negatif → Mikroskopik positif
 bila 3 kali negatf → Mikroskopik negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau
IUATLD
 Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
 Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
 Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
 Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
 Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah.
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular.
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
 Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
 Kalsifikasi atau fibrotik
 Kompleks ranke
 Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

21
Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes
mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D (Purified Protein
Derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U (intermediate strength).

Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3


bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.

Jenis, sifat dan dosis OAT

Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)


Harian 3xseminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)

Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)

Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)

Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)

Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

22
PANDUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:


 TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau 2RHZE/6HE atau
2RHZE/4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh
paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil
uji resistensi

 TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/


4R3H3·
 TB paru kasus kambuh

23
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi
dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
 TB Paru kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh
paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18
bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan
pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan
hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat
RHE selama 5 bulan.
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
 TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif.
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka
pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif,
lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB
dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain.
Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang
lebih lama.

2) BTA saat ini positif


Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
b. Berobat < 4 bulan

24
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama.
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif
pengobatan diteruskan. Jika memungkinkan seharusnya diperiksa
uji resistensi terhadap OAT.
 TB Paru kasus kronik
a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan
hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif)
ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll.
Pengobatan minimal 18 bulan.
b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
c. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan.
d. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru

Pemantauan kemajuan pengobatan TB


Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan
dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis

25
dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak
digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh
uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya
positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Hasil dari
pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai pengobatan harus
dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif merupakan suatu cara
terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan. Setelah pengobatan tahap
awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap
BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai pengobatan
tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi).
Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya
dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan
hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak
kembali pada akhir pengobatan.

26
Daftar Pustaka

1. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2014.)


2. TUBERKULOSIS PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI
INDONESIA. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006.
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html#4
3. Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh. InfoDATIN, PUSAT DATA
DAN INFORMASI KEMENTRIAN KESEHATAN RI.
4. Cahyadi A. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Melitus. J Indon Med
Assoc. 61(4) ; 173-178

27

Anda mungkin juga menyukai