Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang yang menguasai banyak kosa kata dapat menyampaikan gagasannya
dengan baik. Namun, akan lebih baik lagi jika dengan mengungkapkan gagasnnya, ia
dapat memilih atau menempatkan kata secara tepat, seksama, dan lazim. Pilihan kata
atau diksi secara tepat dimaksudkan sebagai pemilihan atau penempatan kata sesuai
dengan kelompoknya dalam kaidah sitaksis. Seksama dimaksudkan sebagai pemilihan
kata sesuai dengan makna dan apa yang disampaikan. Sedangkan lazim, dimaksud
bahwa kata yang digunakan dalam konteks kalimat atau wacana, telah lazim dalam
kaidah bahasa indonesia.
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa sehingga juga memiliki beragam
bahasa. Bahasa indonesia merupakan bahasa persatuan sebagai sarana komonikasi
bagi seluruh masyarakat indonesia. sebagai bahasa persatuan pemilihan kata atau diksi
sangat penting guna menghindari terjadinya kesalapahaman dalam berkomonikasi.
Meskipun tidak dapat dipungkiri saat ini banyak orang yang tidak memperhatikan
pemilihan kata, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan diksi
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan makna denotatif dan konotatif
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan makna umum dan khusus
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan kata kongret dan kata abstrak
1.2.5 Apa itu sinonim
1.2.6 Bagaimana proses pembentukan kata
1.2.7 Apa saja kesalahan dalam pembentukan dan pemilihan kata
1.2.8 Apa yang dimaksud ungkapan ideomatik

1.3 Tujuan
1.3.1 Memahami pengertian diksi
1.3.2 Memahami makna denotatif dan konotatif
1.3.3 Memahami makna umum dan khusus
1.3.4 Mengetahui kata kongret dan kata abstrak
1.3.5 Mengetahui apa itu sinonim
1.3.6 Memahami bagaimana proses pembentukan kata
1.3.7 Mengetahui apa saja kesalahan dalam pembentukan dan pemilihan kata
2

1.3.8 Mengatahui apa yang dimaksud ungkapan ideomatik

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Diksi


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diksi adalah pilihan kata yang tepat dan
selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh
efek tertentu (seperti apa yang diharapkan).

2.2 Makna Denotatif dan Konotatif


Denotatif dapat diartikan sebagai hubungan antara kata atau ungkapan dengan
proses, tempat, barang, sifat, orang dan kegiatan di luar sistem bahasa. Misalnya
agung, besar, dan raya.
Konotatif merupakan makna tambahan dari denotatif yang mampu
membangkitkan nilai rasa, mungkin berupa sikap pribadi atau sosial. Misalnya simak,
emak, simbong, ibu, mami atau mamah secara denotatif memiliki konsep makna yang
sama yaitu: “jenis kelamin wanita, yang melahirkan kita, dan bersuami”. Akan tetapi,
3

pemakaian kata mami atau mamah digunakan orang dengan mengonotasikannya


kepada “modern, kaya, dan tidak kampungan”.

2.3 Makna Umun dan Khusus


Makna umum merujuk pada gagasan yang umum, luas lingkupnya,dan dapat
mencakup banyak hal. Misalnya pakaian, makanan, dan sastra.
Sedangkan makna khusus adalah sebaliknya dari makna umum, yakni hanya
mengacu pada hal sifatnya atau bagiannya. Kata ini memiliki ruang lingkup yang
terbatas. Misalnya kemeja, nasi, puisi.

2.4 Kata Kongkret dan Kata Abstrak


Kata kongkret merupakan kata yang merujuk pada objek yang spesifik di dalam
pengalaman keseharian. Kata kongkret mudah diserap oleh pancaindra. Misalnya ayah,
ibu, meja, kursi, air dan lain-lain.
Sedangkan kata abstrak merupakan kata yang merujuk pada sifat, nisbah, dan
gagasan. Kata ini biasanya digunakan untuk mengungkapkan gagasan yang rumit dan
sedikit sulit untuk diserap oleh pancaindra. Kata abstrak mampu membedakan secara
halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu
diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapay menjadi
samar dan tidak cermat.
Contoh kata abstrak ialah malaikat, ide, keinginan, perdamaian, demokrasi,
kejujuran, angan-angan dan lain-lain.

2.5 Sinonim
Sinonim merupakan kata yang memiliki makna yang sama atau mirip. Tetapi,
perkataan ‘sama’ dalam hal ini tidak bersifat mutlak, sebab dalam pemakaian sehari-
hari tidak ada dua kata yang benar-benar sama maknanya. Bahkan yang dikatakan
sinonim itu kalau diselidiki dengan seksama mungkin mempunyai makna yang sama
sekali berlainan.
Misalnya, kata pukul bersinonim dengan jam. Ia berangkat pukul tujuh tepat.
Dapat digantikan dengan Ia berangkat jam tujuh tepat. Akan tetapi kelompok kalimat
‘jam bicara dokter’ tidak dapat digantikan dengan ‘pukul bicara dokter’atau pada
4

kalimat ‘kami pergi ke kebun binatang selama dua jam’ tidak dapat digantikan dengan
‘kami pergi ke kebun binatang selama dua pukul’.
Contoh beberapa kata yang dapat dikatakan bersinonim ialah, kitab bersinonim
dengan buku, mati bersinonim dengan meninggal, mayat bersinonim dengan jenazah,
cantik bersinonim dengan elok, besar bersinonim dengan agung, kuat bersinonim
dengan perkasa, dara bersinonim dengan gadis, pandai bersinonim dengan pintar,
remaja bersinonim dengan muda, ekonomis bersinonim dengan hemat dan lain
sebagainya.

2.6 Proses Pembentukan Kata


Proses pembentukan kata terbagi dua, yaitu melalui proses morfologi dan di luar
proses morfologi.
2.6.1 Proses Morfologi
Proses morfologi merupakan proses pembentukan kata dengan
menggabungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Terdapat tiga
cara pembentukan kata melalui proses morfologi, yaitu:
(a) Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan cara membubuhkan
afiks (imbuhan) pada kata atau bentuk dasar. Afiksasi terbagi atas:
(1) Prefiks
Prefiks merupakan imbuhan yang terletak di awal kata. Bentuk-
bentuk prefiks antara lain ber-, di-, ke-, me-, pe-, per-, se- dan ter-.
contoh:
prefiks ber- + main = bermain
prefiks ter- + pandai = terpandai

(2) Sufiks
Sufiks merupakan imbuhan yang terletak di akhir kata. Bentuk-
bentuk sufiks antara lain –an, -at, -si, -i, -ika, -in, -ir, -ur, -ris, -us, -is,
-isida, -ita, -or dan -tas.
contoh:
lapang + sufiks –an = lapangan
turut + sufiks –i = turuti

(3) Infiks
Infiks atau sisipan merupakan imbuhan yang terletak di tengah-
tengah kata. Bentuk-bentuk infiks antara lain –el-, -em- dan -er-.
contoh:
getar + infiks –em- = gemetar
5

gigi + infiks –er- = gerigi

(4) Konfiks
Konfiks merupakan gabungan dari sufiks dan prefiks, dimana
imbuhan terletak di awal dan di akhir kata. Konfiks terdiri atas me-kan,
me-i, memper-kan, menye-kan, di-kan, di-i, ber-an, se-nya dan pe-an.
contoh:
konfiks pe-an + gunung = pegunungan
konfiks me-i + kirim = mengirimi

(b) Reduplikasi
Reduplikasi merupakan proses pengulangan bentuk dasar. Jenis
pengulangan ini didasarkan pada bagaimana bentuk kata dasar itu diulang.
Dalam Bahasa Indonesia ada empat macam pegulangan, yaitu:
(1) Pengulangan Seluruh
Pengulangan seluruh ialah pengulangan bentuk dasar secara
keseluruhan. Misalnya:

Bentuk Dasar Hasil Pengulangan Seluruh


batu batu-batu
rumah rumah-rumah
ayam ayam-ayam
satuan satuan-satuan

(2) Pengulangan Sebagian


Pengulangan sebagian ialah pengulangan bentuk dasar secra
sebagian tanpa adanya perubahan bunyi. Misanya:

Bentuk Dasar Hasil Pengulangan Sebagian


Menulis menulis-nulis
berlari berlari-lari
seakan seakan-akan
perlahan perlahan-lahan

(3) Pengulangan yang Berkombinasi dengan Pembubuhan Afiks


Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks ialah
pengulangan bentuk dasar disertai dengan penambahan afiks secara
bersama-sama dan bersama-sama pula mendukung satu arti. Misalnya:

Pengulangan dan
Bentuk Dasar + = Hasil Pengulangan
Pembubuhan Afiks
6

rumah + (pengulangan)-an = rumah-rumahan


hijau + ke-(pengulangan)-an = kehijau-hijauan
baik + se-(pengulangan)-nya = sebaik-baiknya
lincah + se-(pengulangan)-nya = selincah-lincahnya

(4) Pengulangan dengan Perubahan Bunyi


Pengulangan dengan perubahan bunyi ialah pengulangan bentuk
dasar disertai perubahan bunyi. Misalnya:

Bentuk Dasar Hasil Pengulangan Keterangan


gerak gerak-gerik Perubahan bunyi vokal
serba serba-serbi Perubahan bunyi vokal
lauk lauk-pauk Perubahan bunyi konsonan
ramah ramah-tamah Perubahan bunyi konsonan

(c) Komposisi
Proses komposisi atau pemajemukan ialah peristiwa penggabungan
dua morfem dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relatif
baru. Makna yang timbul akibat penggabungan tersebut ada yang dapat
ditelurusuri dari unsur yang membentuknya, ada yang maknya tidak
berkaitan dengan unsur pembentuknya, dan ada yang mempunyai makna
unik. Contohnya kamar tidur, meja makan, kaki tangan dan mata air.

2.6.2 Proses di Luar Morfologi


(a) Akronim
Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan suku kata dari deret
kata yang diperlakukan sebagai kata. Contohnya bimas, menpora, pusdiklat,
kultum, sembako dan lain-lain.

(b) Abreviasi
Abreviasi atau dalam bahasa sehari-hari disebut singkatan, adalah
gabungan huruf awal dari derat kata yang diperlakukan sebagai kata.
Contohnya ABRI, SIM, FKIP, PPP dan lain-lain. Dalam pengucapan abreviasi
ada yang dibaca sebagai abjad seperti FKIP (ef-ka-i-pe), dan ada pula yang
tidak, seperti PPP (pe- tiga).

(c) Abreviakronim
7

Abreviakronim ialah gabungan antara akronim dengan abreviasi. Yaitu


gabungan huruf dengan suatu kata dari deret kata yang diperlakukan
sebagai kata. Contohnya polri, pemilu, dan lain-lain.

(d) Kontraksi
Kontraksi ialah pemendekan kata dengan pengerutan bentuk. Contoh
tak (tidak), begini (bagai ini), begitu (bagai itu) dan lain-lain.

(e) Kliping
Kliping ialah pengambilan suku kata dari suatu kata yang selanjutnya
dianggap kata baru. Contohnya, influenza menjadi flu, purnawirawan
menjadi pur, professor menjadi prof dan lain-lain.

(f) Afiksasi Pungutan


Afiksasi pungutan ialah pembubuhan afiks-afiks yang sebenanya merupakan
afiks yang berasal dari bahasa asing. Contohnya, antikomunis (anti-),
nonformal (non-), swasembada (swa-), binaragawan (-wan), biarawati (-
wati), patriotisme (-isme) dan sosialisasi (-isasi).

2.7 Kesalahan dalam Pembentukan dan Pemilihan Kata


Pada bagian berikut akan diperhatikan kesalahan kasalahan penbentukan kata,
baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis.
(a) Penanggalan awalan Me-
Penanggalan pada judul cerita dalam surat kabar diperbolehkan. Namun
dalam teks beritanya awalan me- harus eksplisit. Dibawah ini diperlihatkan
bentuk yang salah dan bentuk yang benar. Contoh:
Amerika serikat luncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (salah)
Amerika serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (benar)

(b) Penggalan awalan Ber-


Kata-kata yang berawalan ber- sering mengandalkan awalan ber. Padahal
awalan ber harus dieksplisitkan secara jelas. Berikut ini contoh salah dan benar
dalam pemakaian awalan ber. Contoh:
Sampai jumpa lagi. (salah)
Sampai berjumpa lagi. (benar)

(c) Peluluhan bunyi /c/


Kata dasar yang diawali bunyi c sering menjadi luluh apabila mendapat
awalan me. Padahal tidak seperti itu. Contoh:
Ali sedang menyuci mobil. (salah)
8

Ali sedang mencuci mobil. (benar)

(d) Penyengauan kata dasar


Ada gejala penyengauan bunyi awal kata dasar, penggunaan kata dasar ini
sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya
percampuran antara ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk kata
yang salah dalam pemakaian.
Contohnya nyopet, mandang, nulis, dan nabrak. Dalam bahasa Indonesia
kita harus menggunakan kata-kata mencopet, memandang, menulis dan
menabrak.
(e) Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang tidak luluh
Kata dasar yang awalnya s, k, p, atau t sering tidak luluh jika mendapat
awalan me atau pe. Padahal menurut kaidah buku bunyi-bunyi itu harus lebur
menjadi bunyi sengau. Contoh:
Semua warga negara harus mentaat peraturan yang berlaku. (salah)
Semua warga negara harus menaat peraturan yang berlaku. (benar)

(f) Awalan Ke- yang Kelirugunaan


Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter sering
diberi awalan ke. Hal itu disebabkan oleh kekurang cermatan dalam memilih
awalan yang tepat. Contoh:
Pengendara motor itu meninggal karena ketabrak oleh kereta api. (salah)
Pengendara motor itu meninggal karena tertabrak oleh kereta api. (benar)
Perlu diketahui bahwa awalan ke hanya dapat menempel pada kata
bilangan. Selain didepan kata bilangan, awalan ke tidak dapat dipakai kecuali
pada kata kekasih, kehendak, dan ketua.

(g) Pemakaian kata akhiran –ir


Pemakaian kata akhiran –ir sangat produktif dalam penggunaan bahasa
Indonesia sehari-hari. Padahal dalam bahasa Indonesia baku untuk akhiran –ir
adalah asi atau isasi. Contoh:
Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu. (salah)
Saya sanggup mengkoordinasi kegiatan itu. (benar)

(h) Pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap
Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian kata di, ke, dari, bagi, pada,
daripada, dan terhadap sering dipertukarkan. Contoh:
Putusan dari pada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah)
Putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (benar)
9

(i) Padanan yang tidak serasi


Terjadi ketika pemakaian bahasa yang kurang cermat memilih padanan yang
kurang serasi, yang muncul dalam kehidupan sehari-hari adalah padanan yang
tidak sepadan atau yang tidak serasi. Hal itu terjadi karena dua kaidah yang
berselang, atau yang bergabung dalam sebuah kalimat. Contoh:
Karena modal di bank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memperoleh
kredit. (salah)
Modal di bank terbatas sehingga, tidak semua pengusaha lemah memperoleh
kredit. (benar)

(j) Pemakaian akronim (singkatan)


Yang dimaksud kata singkatan adalah PLO, UI, dan lain-lain. Sedangkan yang
dimaksud bentuk singkat ialah lab (laboratorium), memo (memorandum) dan
lain-lain. Pemakaian akronim dan singkatan dalam bahasa Indonesia kadang-
kadang tidak teratur.

(k) Penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan pemungkinan


Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan; kata
keputusan bersaing pemakaiannya dengan kata putusan; kata pemukiman
bersaing pemakaiannya dengan kata permukiman; kata penalaran bersaing
dengan pernalaran.
Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti pola
yang rapi dan konsisten. Kalau kita perhatikan dengan seksama, bentukan kata itu
memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lain. Contoh:
Tani, bertani, pertanian
Mukim, bermukim, pemukim, permukiman

(l) Penggunaan dimana, yang mana, hal mana


Kata dimana tidak dapat dipakai dalam kalimat pernyataan. Kata dimana
tersebut harus diganti dengan yang, bahwa, tempat, dan sebagainya.

(m) Penggunaan kata yang hemat


Salah satu ciri pemakaian bahasa yang efektif adalah pemakaian bahasa
yang hemat kata, tetapi padat isi. Namun dalam komunikasi sehari-hari sering
kita jumpai pemakaian kata yang tidak hemat (boros). Contoh:
Sejak dari sejak atau dari
10

Agar supaya agar atau supaya


Mempunyai pendirian berpendirian
Mari kita lihat perbandingan pemakaian kata yang hemat dan boros berikut.
(1) Apabila suatu reservoir masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlukan
tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (boros, salah)
Apabila suatu reservoir masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlukan
tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (hemat,
benar)
(2) Untuk mengekplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi dimana
sebagai sumber devisa negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang
geologi dan perminyakan. (salah)
Untuk mengekplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi
yangmerupakan sumber devisa negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di
bidang geologi dan perminyakan. (benar)

(n) Analogi
Didalam dunia olahraga terdapat istilah petinju. Kata petinju berkolerasi
dengan kata bertinju. Kata bertinju berarti orang yang (biasa) bertinju bukan
orang yang (biasa) meninju.
Dewasa ini banyak dijumpai banyak kata yang sekelompok dengan petinju,
seperti pesilat, petenis, pesenam, dan lain-lain. Jika dilakukan demikian, akan
tercipta bentukan seperti berikut ini:
Petinju ‘orang yang bertinju’
Pesilat ‘orang yang bersilat’
Pesenam ‘orang yang bersenam’
(o) Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia
Dalam pemakaian sehari-hari kadang-kadang orang salah menggunakan bentuk
jamak bahasa Indonesia sehingga terjadi bentuk yang rancu atau kacau. Bentuk
jamak dalam bahasa indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut .
(1) Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan
seperti:
Kuda-kuda
Meja-meja
Buku-buku
(2) Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan seperti:
Beberapa meja
Sekalian tamu
Semua buku
(3) Bentuk jamak dengan menambahkan kata bantu jamak seperti:
Para tamu
11

(4) Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang seperti:


Mereka, kita
Kami, kalian

2.8 Ungkapan Ideomatik


Ungkapan ideomatik merupakan gabungan kata (frasa) yang maknanya tidak
secara langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsur pembentukannya. Misalnya:
muka masam = rasa kecewa
naik daun = tekenal, banyak diperbincangkan
semata wayang = anak satu-satunya
bumi hangus = musnah
Ideomatik dapat dianggap sebagai kata. Oleh sebab itu, kita sering menjumpai
bentuk kata seperti dibumuhanguskan, sebagai turuan dari bentuk bimi hangus
(musnah).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan:
(a) Diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk
mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti apa yang
diharapkan).
(b) Makna denotatif dapat diartikan sebagai hubungan antara kata atau ungkapan
dengan proses, tempat, barang, sifat, orang dan kegiatan di luar sistem bahasa.
Misalnya agung, besar, dan raya. Sedangkan makna konotatif merupakan makna
tambahan dari denotatif yang mampu membangkitkan nilai rasa, mungkin berupa
sikap pribadi atau sosial. Misalnya simak, emak, simbong, ibu, mami atau mamah.
(c) Makna umum merujuk pada gagasan yang umum, luas lingkupnya,dan dapat
mencakup banyak hal. Misalnya pakaian, makanan, dan sastra. Sedangkan makna
khusus adalah sebaliknya dari makna umum, yakni hanya mengacu pada hal
sifatnya atau bagiannya. Kata ini memiliki ruang lingkup yang terbatas. Misalnya
kemeja, nasi, puisi.
12

(d) Kata kongkret merupakan kata yang merujuk pada objek yang spesifik di dalam
pengalaman keseharian. Misalnya ayah, ibu, meja dan kursi. Sedangkan kata
abstrak merupakan kata yang merujuk pada sifat, nisbah, dan gagasan. Kata ini
biasanya digunakan untuk mengungkapkan gagasan yang rumit. Misalnya ide,
keinginan dan angan-angan.
(e) Sinonim merupakan kata yang memiliki makna yang sama atau mirip. Tetapi,
perkataan ‘sama’ dalam hal ini tidak bersifat mutlak, , sebab dalam pemakaian
sehari-hari tidak ada dua kata yang benar-benar sama maknanya. Contohnya
pandai bersinonim dengan pintar, remaja bersinonim dengan muda, ekonomis
bersinonim dengan hemat dan lain sebagainya.
(f) Proses pembentukan kata terbagi dua, yaitu proses morfologi (afiksasi, reduksi dan
komposisi) dan di luar proses morfoligi (akronim, abreviasi, abreviakronim,
kontraksi, kliping dan afiksasi pungutan).
(g) Kesalahan dalam pembentukan dan pemilihan Kata biasanya disebabkan oleh:
(1) penanggalan awalan me-,
(2) penanggalan awalan ber-,
(3) peluluhan bunyi /c/,
(4) penyengauan kata dasar,
(5) bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang tidak luluh,
(6) awalan ke- yang kelirugunaan,
(7) pemakaian kata akhiran –ir,
(8) pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap,
(9) padanan yang tidak serasi
(10) pemakaian akronim (singkatan)
(11) penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan pemungkinan
(12) penggunaan dimana, yang mana, hal mana
(13) penggunaan kata yang hemat
(14) analogi
(15) bentuk jamak dalam bahasa Indonesia
(h) Ungkapan ideomatik merupakan gabungan kata (frasa) yang maknanya tidak secara
langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsur pembentukannya. Misalnya muka
masam dapat diartikan rasa kecewa, dan naik daun dapat diartikan tekenal.
13

DAFTAR PUSTAKA

Surana. 1984. Semantik Bahasa Indonesia. Solo: Tiga Serangkai

Muslich, Masnur. 2008. Tata Bentuk Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara

Yamilah, M & Samsoerizal Slamet. 1994. Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Tenaga
Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai