Anda di halaman 1dari 15

REFLEKSI KASUS Februari 2017

“PAROTITIS EPIDEMIKA”

Nama : ANI BANDASO


No. Stambuk : N 111 16 008
Pembimbing : dr. KARTIN AKUNE, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017

1
PENDAHULUAN

Parotitis epidemika merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan


oleh virus dengan predileksi pada jaringan kelenjar dan saraf. Pada abad kelima
sebelum masehi, Hipocrates menggambarkan parotitis epidemika sebagai penyakit
yang ditandai oleh pembengkakan telinga, nyeri dan pembesaran pada satu atau
kedua testis.1 Parotitis merupakan penyakit sistemik pada anak yang sampai saat
ini masih sering dijumpai, penyakit ini ditandai dengan perbesaran kelenjar
parotis. 2
Parotitis epidemika dapat ditemukan di seluruh dunia dan menyerang
kedua jenis kelamin secara seimbang terutama menyerang anak berumur 5-10
tahun. Delapan puluh lima persen pada anak-anak yang berumur di bawah 15
tahun.1
Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika
merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur
<15 tahun 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun. Setelah
ditemukan vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat jarang. Di
negara barat seperti Amerika dan Inggris, rata-rata didapat kurang dari 1.000
kasus per tahun.3
Mumps merupakan salah satu virus penyebab parotitis yang tersering.2
Mumps golongan paramyxovirus yang terdiri dan satu rangkaian tunggal RNA
yang memiliki kapsul lipoprotein. Komplikasi yang berat meliputi orkitis,
pankreatitis, meningoensefalitis, dan berbagai keterlibatan organ kelenjar
lainnya.4

Infeksi parotitis epidemika ditandai dengan gejala prodromal berupa


demam, nyeri kepala, nafsu makan menurun selama 3-4 hari, yang diikuti
peradangan kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu 48 jam dan dapat berlangsung
selama 7-10 hari. Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3 hari setelah
terlihatnya pembengkakan kelenjar parotis. Satu minggu setelah terjadi
pembengkakan kelenjar parotis pasien dianggap sudah tidak menular. 5

2
KASUS
Identitas Pasien :
Nama : An. C
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tondo
Tanggal Masuk : 4 Januari 2017

I. Anamnesis
Keluhan utama : Bengkak di leher kanan dan kiri

Riwayat penyakit sekarang : Pasien masuk RS dengan keluhan bengkak pada


leher kanan dan kiri yang di alami sejak 2 hari
yang lalu sebelum masuk rumah sakit, bengkak di
leher membesar dari hari ke hari, bengkak ini di
awali dari bawah telinga kemudian membesar di
sepanjang rahang bawah, terasa nyeri pada sekitar
area yang bengkak, pembengkakan awalnya pada
bagian kanan kemudian diikuti bagian kiri 1 hari
kemudian. Sakit makin terasa saat anak
mengunyah makanan dan berbicara. Panas (+)
juga di alami anak sejak 3 hari sebelum masuk
Rumah sakit, panas terus menerus. Panas tidak
di sertai menggigil dan berkeringat. Panas disertai
penurunan nafsu makan dan nyeri pada bagian
leher. Batuk (-), flu (-), saat di rumah anak
muntah (+) 3 kali berisi makanan yang di makan,
mual (+). Buang air besar dan buang air kecil
lancar.

Riwayat penyakit terdahulu : Tidak pernah mengalami keluhan yang sama


sebelumnya dan tidak pernah dirawat di RS
sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada

Riwayat sosio-ekonomi : Menengah.

3
Riwayat kebiasaan dan lingkungan: Merupakan anak yang aktif berinteraksi
dengan orang yang ada di sekitarnya baik
di lingkungan rumah, sekolah maupun di
lingkungan masyarakat.

Riwayat kehamilan dan persalinan: Persalinan normal di Rumah Sakit


ditolong bidan, lahir langsung menangis.
Berat lahir 2,8 kg, panjang lahir 50 cm.

Riwayat kemampuan dan kepandaian bayi: Menegakkan Kepala (usia 3


bulan), Membalikkan badan (usia 5
bulan), duduk (usia 7 bulan), berdiri
(usia 7 bulan), berjalan (usia 14
bulan), berbicara (usia 1 tahun 2
bulan)

Anamnesis makanan : ASI (usia 0-7 bulan), susu formula (usia 8 bulan-3
tahun), (usia 9 bulan), nasi (usia 1 tahun-sekarang)

Riwayat Imunisasi : Lengkap

II. Pemeriksaan Fisik:


Keadaan umum : sakit sedang
Berat badan : 18 kg
Panjang badan : 103 cm
Status gizi : Gizi baik
Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital :
Denyut nadi : 180 kali/menit
Pernapasan : 28 kali/menit
Suhu : 40,20c
Tekanan darah : 120/80 mmH
Kulit : sianosis (-), pucat (-), ikterus (-), turgor baik,

4
Kepala : bentuk normal, simetris, tidak ada deformitas, rambut lebat,
berwarna hitam, mata cekung (-), konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-, sianosis (-), rhinorrhea (-), otorrhea (-)

Leher : pembesaran getah bening (-), nyeri tekan kelenjar getah bening (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), T2/T2 hiperemis

Pembesaran kelenjar parotis dextra et sinistra, warna tidak


kemerahan, tidak panas saat diraba, padat kenyal, nyeri tekan (+),
batas tidak terfiksasi.

Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor kanan dan kiri
Auskultasi : Bronkovesikuler kanan dan kiri, Ronki (-), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V midclavicula sinistra
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, reguler, murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : abdomen datar
Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar, renal dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani

Genitalia : normal
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

5
Pemeriksaan Laboratorium: WBC 9,2 x 103/µl
RBC 4,35 x 106/µl
Hb 12,7 gr/dl
HCT 42,3%
PLT 333 x 103/µl
Resume:
Pasien anak perempuan masuk keluhan pembesaran pada leher kanan dan
kiri yang di alami sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk Rumah sakit, bengkak di
leher membesar dari hari ke hari, bengkak ini di awali dari bawah telinga
kemudian membesar di sepanjang rahang bawah, terasa nyeri pada sekitar area
yang bengkak, pembesaran awalnya pada bagian kanan kemudian diikuti bagian
kiri 1 hari kemudian. Sakit makin terasa saat anak mengunyah makanan dan
berbicara. Panas (+) juga di alami anak sejak 3 hari sebelum masuk Rumah sakit,
panas terus menerus. Panas tidak di sertai menggigil dan berkeringat. Panas
disertai penurunan nafsu makan dan nyeri pada bagian leher. Batuk (-), flu (-),
Saat di rumah anak muntah (+) 3 kali berisi makanan yang di makan, mual (+).
Buang air besar dan buang air kecil lancar.

Dari pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum pasien sakit sedang,


kesadaran composmentis dengan status gizi baik, Tanda-tana vital: nadi:
180x/menit, Pernapasan : 20 x/menit, Suhu Badan : 40oC dan tekanan darah
120/80 . Pada pemeriksaan Leher : Pembesaran kelenjar parotis dextra et sinistra,
warna tidak kemerahan, tidak panas saat diraba, pada kenyal, nyeri tekan (+),
batas tidak terfiksasi.

Diagnosis kerja : Parotitis Epidermika


Terapi : - IVFD RL 15 tetes per menit
- Inj. Dexametason 3 mg/8 jam/iv
- Syr Paracetamol 4 x Cth II
Follow Up (5 Januari 2017)

6
- S : Demam hari ke-4 (-), bebas demam hari pertama, batuk (-), flu (-),
bengkak dan nyeri pada leher kiri dan kanan (+), mual (+), muntah
(-), sakit perut (-), BAB dan BAK lancar.
- O : Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
BB/TB : 18 kg/103 cm
Status Gizi : Gizi Baik
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 kali per menit
Pernapasan : 34 kali per menit
Suhu : 36,80C
Leher : Pembengkakan parotis dextra et sinistra turun,
panas (-), nyeri tekan (+) berkurang, tidak
terfiksasi
- A : Parotitis Epidemika
- P : - IVFD RL 15 tetes per menit
- Inj. Dexametason 3 mg/8 jam/iv
- Syr. Paracetamol 4 x Cth II

Follow Up (6 Januari 2017)

- S : Demam hari ke-5 (-), bebas demam hari ke-2, batuk (-), flu (-),
bengkak dan nyeri pada leher kiri dan kanan (+), mual (-), muntah
(-), sakit perut (-), BAB dan BAK lancar.
- O : Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 64 kali per menit
Pernapasan : 22 kali per menit
Suhu : 36,7 0C

7
Leher : Pembengkakan parotis dextra et sinistra turun,
panas (-), nyeri tekan (+) berkurang, tidak
terfiksasi
- A : Parotitis epidemika
- P : - aff infus
- Pasien Boleh Pulang

DISKUSI
Kelenjar air liur adalah glandula parotidea, glandula submandibularis,
dan glandula sublingualis. Glandula parotidea merupakan glandula terbesar antara
ketiga pasang kelenjar air liur. Kelenjar ini terbungkus dalam selubung parotis
7
(parotis sheath). Dari semua kelenjar air liur, glandula parotid merupakan yang
paling sering mengalami proses inflamasi.8

Gambar 1. Kelenjar-kelenjar air liur

Gambar 1.

Glandula parotidea dapat terinfeksi melalui aliran darah, seperti pada


kasus mumps atau gondong. Infeksi glandula parotidea menyebabkan peradangan

8
atau parotitis dan pembengkakan glandula parotidea. Terjadi rasa sakit yang hebat
karena selubung parotis membatasi pembengkakan.7

Parotitis epidemika merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan


oleh virus RNA untai tunggal yang termasuk dalam genus Rubulavirus, subfamili
dari paramyxovirinae dan famili paramyxooviridae. Virus parotitis dapat
ditemukan pada saliva, cairan serebrospinal, urin, darah, jaringan yang terinfeksi
dari penderita parotitis epidemika serta dapat dikultur pada jaringan manusia atau
kera. 7

Infeksi parotitis epidemika ditandai dengan gejala prodromal berupa


demam, nyeri kepala, nafsu makan menurun selama 3-4 hari, yang diikuti
peradangan kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu 48 jam dan dapat berlangsung
selama 7-10 hari. Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3 hari setelah
terlihatnya pembengkakan kelenjar parotis.6

Pada anak manifestasi prodormal jarang terjadi tetapi mungkin tampak


bersama dengan demam, nyeri otot (terutama pada leher), nyeri kepala, dan
malaise. Awalnya ditandai dengan nyeri dan pembengkakan parotis yang khas,
mula-mula mengisi rongga antara tepi posterior mandibula dan mastoid kemudian
meluas dalam deretan yang melengkung ke bawah dan ke depan, di atas dibatasi
oleh zigomatikum.6

Pembengkakan terjadi dengan cepat dalam waktu beberapa jam dengan


puncak pada 1-3 hari. Pembengkakan jaringan mendorong lobus telinga ke atas
dan ke luar, dan sudut mandibula tidak lagi dapat dilihat. Pembengkakan
perlahan-lahan menghilang dalam 3-7 hari. Pembengkakan parotis biasanya
disertai dengan demam sedang hingga 40°C.6,9

Pada kasus muncul gejala awal yang muncul yaitu demam, penurunan
nafsu makan, dan nyeri pada bagian leher. Pembesaran leher awalnya pada bagian
kanan kemudian diikuti bagian kiri 1 hari kemudian, bengkak di leher membesar
dari hari ke hari, bengkak ini di awali dari bawah telinga kemudian membesar di

9
sepanjang rahang bawah, terasa nyeri pada sekitar area yang bengkak. Sakit makin
terasa saat anak mengunyah makanan dan berbicara. Hal ini sesuai dengan teori.

Patofisiologi

Masa inkubasi 15 sampai 21 hari kemudian virus bereplikasi di dalam


traktus respiratorius atas. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh
sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi
viremia (ikutnya virus ke dalam alir an darah) dan selanjutnya virus berdiam di
jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula parotis.
Keadaan ini disebut parotitis.6,10,11

Penegakkan Diagnosis
11
Penegakkan diagnosis dari parotitis epidemika yaitu :
1. Anamnesis11
a. Gejala yang pertama terlihat adalah nyeri ketika mengunyah atau
menelan, terutama jika menelan cairan asam misalnya jeruk
b. Demam
c. Pembengkakan kelenjar terjadi setelah demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Menggigil

10
f. Sakit kepala

Gambar 2

2. Pemeriksaan Fisik11
a. Suhu tubuh meningkat
b. Pembengkakan di daerah temporomandibuler (antara telinga dan
rahang)
c. Nyeri tekan pada kelenjar yang membengkak
d. Tanda meningeal seperti pemeriksaan kaku kuduk, kernig’s sign,
brudzinski’s sign perlu juga diperiksa karena meningitis terjadi pada
15% dari pasien yang terinfeksi mumps
e. Pada laki-laki yang sudah mengalami pubertas biasanya mengalami
komplikasi seperti orkitis. Orkitis ditandai dengan nyeri testis dan
pembengkakan pada testis dan skrotum. Pada wanita yang telah
mengalami pubertas dapat menjadi ooforitis atau pembengkakan pada
ovarium.
f. Tuli bisa menjadi komplikasi parotitis, jadi dapat diperiksa dengan
menggunakan garpu tala.

11
3. Pemeriksaan Penunjang11
Dalam prakteknya pemeriksaan penunjang tidak banyak dilakukan,
sebab dari anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah terdiagnosis. Namun
jika gejala tidak jelas, maka diagnosis didasarkan pada.1,9
a. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan ini tidak spesifik karena gambarannya seperti infeksi
virus lain. Biasanya menunjukan leukopenia dengan limfositosis
relative.
b. Isolasi virus
Mengisolasi virus dengan membuat biakan virus yang terdapat
dalam saliva, urin, LCS atau darah. Biakan dinyatakan positif bila
terdapat hemadsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan
tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.

Tatalaksana
Parotitis epidemika adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Terapi
konserfatif diberikan berupa hidrasi yang adekuat dan nutrisi yng cukup untuk
membantu menyembuhkan. Parasetamol dapat digunakan untuk mengurangi nyeri
karena pembengkakan kelenjar. Kompres air hangat dapat membantu
penyembuhan. Tidak ada anti virus yang dapat digunakan untuk parotitis
epidemika. 10

Preparat nonsteroid anti-inflammatory drugs (NSAID) atau preparat steroid


berguna dalam menghilangkan nyeri dan bengkak pada testis, tetapi tidak
mengubah manifestasi klinis ataupun mencegah komplikasi lebih lanjut. Perlu
dipertimbangkan bahwa merupakan penyakit virus yang self-limiting dalam tata
laksana, efek terapetik, serta efek samping pemberian steroid. Kortikosteroid
dapat mengurangi nyeri dan edema testis, namun dapat menyebabkan penurunan
kadar testosteron serta meningkatkan leutinizing hormone (LH) dan leuteinizing
hormone releasing hormone(LHRH). Penggunaan kortikosteroid juga dilaporkan
memberikan parameter semen analisis yang lebih baik walaupun tidak terlalu
bermakna.

12
Komplikasi yang dapat terjadi :7
1. Adanya komplikasi neurologis berupa mielitis dan neuritis saraf dan
komplikasi pasca ensefalitis seperti kejang gangguan motorik, retardasi
mental, emosi tidak stabil, sulit tidur.
2. Komplikasi diabetes melitus sebagai komplikasi parotitis epidemika akan
tetapi patogenesisnya belum jelas dimana secara in vitro virus parotitis
dapat merusak sel beta pankreas dengan proses yang tidak diketahui.
3. Tuli
4. Orkitis merupakan salah satu komplikasi parotitis epidemika yang ditakuti.
Orkitis adalah reaksi inflamasi testis akibat infeksi virus mumps yang
ditandai dengan pembengkakan testis yang disertai rasa nyeri. Insidens
terjadinya orkitis pada laki-laki yang belum pubertas 14%, dan pada laki-
laki yang sudah pubertas lebih tinggi 30%-38%. Insidens tertinggi
terjadinya orkitis pada parotitis epidemika adalah pada usia 15-29 tahun.
Orkitis biasanya terjadi satu sampai dua minggu setelah pembengkakan
kelenjar parotis. Muncul tibatiba, dapat disertai kenaikan suhu, nyeri
kepala, mual, dan nyeri pada abdomen bagian bawah. Testis yang terkena
terasa nyeri, bengkak, dan kulit disekitarnya menjadi merah dan
edematous. Bila orkitis mengenai testis kanan, tanda-tanda yang muncul
dapat menyerupai apendisitis. Orkitis umumnya terjadi selama 4 hari.
Testis dapat terinfeksi dengan atau tanpa adanya epididimitis. Orkitis juga
dapat terjadi tanpa tanda-tanda parotitis. Orkitis parotitis epidemika
unilateral jarang sampai menyebabkan infertilitas, namun dapat
menyebabkan terjadinya subfertilitas yaitu oligospermia, azoospermia, dan
asthenospermia, namun pada umumnya bersifat sementara. Infertilitas
pada orkitis parotitis epidemika unilateral terjadi pada sekitar 13% kasus
dan bilateral 30%-87%. Walaupun jarang, orkitis dapat disertai hidrokel.

13
Gambar 3. Orkitis pasca infeksi parotitis epidemika pada skrotum dekstra

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif yang


monovalen atau kombinasi dengan vaksin MMR. Antibodi netralisasi yang
terbentuk setelah vaksinasi lebih rendah dibandingkan dengan setelah infeksi
parotitis epidemika alamiah, namun penelitian mendapatkan anak dengan vaksin
tidak menderita parotitis epidemika selama 12 tahun follow up dibanding anak
yang tidak tervaksinasi. Di Indonesia, vaksin MMR diberikan pada anak usia 12-
18 bulan. Vaksin ini diberikan secara subkutan dalam atau intramuskular dan
harus digunakan 1 jam setelah terampur dengan pelarutnya.

Prognosis secara umum pada parotitis epidemika adalah baik, kecuali pada
keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi
testis dan sekuele karena meningoensefalitis.7

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi &
pediatrik tropis. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2008. h. 195-202.

2. Satari HI, Kuniati N, Matondang CS, Munazir Z, Batubara JRl, Mulyadi.


Studi Sero Epidemiologi pada Antibodi Mumps Anak Sekolah Dasar di
Jakarta. Sari Pediatri. 2004;6(3)

3. Pudjiadi MTS, Sri RS, Hadinegoro. Orkitis pada Infeksi Parotitis Epidemika :
Laporan Kasus. Sari Pediatri. 2009;11(1)

4. Ray G. Gondongan. dalam: Harrison: Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.


Edisi 13. Jakarta: EGC; 2000. h. 935-8.

5. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, Melnick & Adelberg: Mikrobiologi
kedokteran. Edisi-23. Jakarta: EGC; 2007; 571-2.

6. Templer J. et al. Parotitis. Medscape. 2014 : 1-20

7. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku kuliah: Ilmu kesehatan anak
2. Jakarta: FK UI; April 2007. h. 629-32.

8. Brook L. Diagnosis and Management of Parotitis. Arch Otolaryngol Head


Neck Surg. 1992; 118(5)

9. Brooks G F, Butel J S, Morse S A. Jawetz, Melnick & Adelberg:


Mikrobiologi kedokteran. Edisi-23. Jakarta: EGC; 2007; 571-2.

10. Hay W. Current diagnosis and treatment pediatrics. 20thed. Newyork:


McGraw-Hill Medical; 2011. h. 817-18.

11. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h.
2-6, 8-9, 23.

15

Anda mungkin juga menyukai