Lapsus Geriatrik LBP Danti
Lapsus Geriatrik LBP Danti
PENDAHULUAN
Low Back Pain (LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan sekumpulan
gejala yang menandakan bahwa terdapat sesuatu yang salah. Nyeri punggung
bawah adalah kondisi yang tidak mengenakan disertai adanya keterbatasan
aktivitas dan nyeri apabila melakukan pergerakan atau mobilisasi. Kebanyakan
nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu dari berbagai masalah
musculoskeletal.
Non specific low back pain merupakan nyeri di sekitar punggung bawah
yang disebabkan karena gangguan atau kelainan pada unsur otot dan tendon tanpa
disertai gangguan neurologis. Non specific low back pain dapat mengakibatkan
nyeri, spasme otot dan imbalance muscle, sehingga stabilitas otot perut dan
punggung bawah mengalami penurunan, mobilitas lumbal terbatas,
mengakibatkan penurunan aktivitas fungsional.
Non specific low back pain adalah nyeri yang disebabkan oleh ketegangan
otot, spasme otot, defisiensi otot dan hipersensitif. Non specific low back pain
bisa dicetuskan oleh jaringan yang berbeda pada daerah punggung bawah seperti
otot, jaringan ikat, ligamen, kartilago sendi, dan pembuluh darah. Jaringan ini
dapat cidera akibat adanya tarikan, ketegangan, dan penguluran. Pada non specific
low back pain tidak diketahui secara jelas struktur yang mengalami nyeri, tetapi
saat dipalpasi terdapat spasme otot dan nyeri tekan pada daerah tersebut. Spasme
otot yang berkepanjangan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah
yang mengakibatkan iskemia sehingga penderita akan membatasi adanya gerakan
yang dapat menimbulkan nyeri. Non specific low back pain juga dapat
menimbulkan atrofi otot dalam waktu yang lama. Otot yang mengalami atrofi
dalam jangka waktu lama maka akan terjadi penurunan kekuatan otot. Penurunan
kekuatan otot ini nantinya akan dapat menyebabkan penurunan stabilitas di daerah
lumbal yang selanjutnya menyebabkan perubahan postur tubuh dan meningkatkan
beban kerja otot sehingga menimbulkan nyeri.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Vertebra
Anatomi pada daerah punggung bawah yang terlibat dalam kondisi non
specific low back pain yaitu:
1. Tulang Vertebra, unit fungsi dari tulang punggung adalah tulang vertebra
yang secara anatomis dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Anterior, bagian ini terdiri dari korpus vertebra yang dihubungkan
satu dengan yang lain oleh diskus invertebra dan ditahan satu sama
lain oleh ligamen longitudinal ventral dan dorsal.
b. Posterior, bagian ini terdiri dari pedikel, prossesus spinosus, prossesus
transversus, dan lamina yang diikat satu sama lain oleh berbagai ligamen di
antaranya ligamen interspinal, ligament intertransversa dan ligamen flavum. Pada
prossesus spinosus dan transversus melekat otot-otot yang turut menunjang dan
melindungi kolumna vertebra. Bagian ini penting sekali untuk menghubungkan
tulang belakang dari ruas ke ruas oleh karena bagian belakang ini dilengkapi juga
oleh 2 pasang facies artikularis superior dan inferior.
2. Sendi
2
vertebra dengan adanya translasi dan torsi saat melakukan fleksi dan
ekstensi karena bidang geraknya yang sagital. Sendi ini membatasi
pergerakan fleksi lateral dan rotasi
3. Ligamen
4. Otot
Adapun otot-otot yang berorigo pada vertebra lumbalis dibagi
menjadi otot posterior dan otot anterior, yaitu :
a. Otot-otot posterior, terdiri dari otot latissimus dorsi dan otot
paraspinalis (terdiri dari otot erector spine (otot iliocostalis, otot
longissimus, dan otot spinalis), berfungsi sebagai ekstensor utama
tulang belakang.
b. Otot lapisan dalam, yang terdiri dari otot rotator dan otot multifidi
yang merupakan otot stabilisator segmental kecil yang berfungsi
3
untuk mengontrol fleksi lumbal karena otot ini tidak menghasilkan
kekuatan yang cukup untuk mengekstensikan tulang belakang.
c. Otot-otot anterior, yang terdiri dari otot psoas (karena perlekatan
langsung otot psoas pada vertebra lumbalis, peregangan otot ini akan
menonjolkan lordosis lumbalis normal) dan otot kuadratus
lumborum (berperan dalam sisi fleksibilitas dan membantu
melakukan gerakan fleksi lumbal).
B. Patologi Low Back Pain Non Spesific
1. Definisi
Low Back Pain atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu
gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang
kurang baik.
Non Spesific Low Back Pain merupakan nyeri di sekitar punggung
bawah yang disebabkan karena gangguan atau kelainan pada unsur otot
dan tendon tanpa disertai gangguan neuologis. Non Spesific Low Back
Pain dapat mengakibatkan nyeri, spasme otot dan imbalance muscle,
sehingga stabilitas otot perut dan punggung bawah mengalami
penurunan, mobilitas lumbal terbatas mengakibatkan penurunan aktivitas
fungsional.
2. Etiologi
a. Faktor statik
Faktor mekanik statik adalah deviasi sikap atau postur tubuh
yang menyebabkan peningkatan sudut lumbosakral (sudut antara
segmen Vertebra L5 dan Vertebra S1) yang normalnya 300-340, atau
peningkatan lengkung lordotik 12 lumbal dalam waktu yang cukup
lama, serta menyebabkan pergeseran titik pusat berat badan (centre
4
of gravity/CoG), yang normalnya berada di garis tengah sekitar 2,5
cm di depan segmen Vertebra S2.
5
range motion), spasme otot punggung bawah. Adanya spasme otot daerah
lumbosakral, ketidakseimbangan otot stabilisator dan fiksator trunk,
mobilitas lumbosakral terbatas, sehingga mengalami penurunan aktivitas
fungsional. keluhan akan hilang apabila kelompok otot lumbosakral
diregangkan.
4. Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi
Berbagai struktur yang peka terhadap nyeri terdapat di punggung
bawah. Struktur tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus
fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan otot. Semua struktur
tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap berbagai stimulus
(mekanikal, termal, kimiawi). Bila reseptor dirangsang oleh berbagai
stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluaran berbagai mediator
inflamasi dan substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi
nyeri, hiperalgesia maupun alodinia yang bertujuan mencegah
pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan proses penyembuhan.
Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi yang lebih
berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini
menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu
(trigger points) yang merupakan salah satu kondisi nyeri.
6
Spasme otot yang terjadi disini adalah merupakan suatu mekanisme
proteksi, karena adanya spasme otot akan membatasi gerakan sehingga
dapat mencegah kerusakan lebih berat, namun dengan adanya spasme
otot, juga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah yang menyebabkan
iskemia dan sekaligus menjadi titik picu terjadinya nyeri.
C. Pendekatan Intervensi Fisioterapi
Intervensi Fisioterapi yang digunakan Infra Red, Massage, terapi latihan
dengan metode William Flexion Exercise.
1. Sinar Infra Merah
Sinar Infra Merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang 7.700 Ao – 4.000.000 Ao yang digunakan
untuk tujuan pengobatan berkisar antara 7.700 Ao – 120.000 Ao atau
150.000 Ao (Amstrong) di mana panjang gelombang ini digolongkan
menjadi 2 golongan yaitu Gelombang Panjang (Non Penetrating) dan
Gelombang Pendek (Penetrating). IR menimbulkan efek Fisiologis
(peningkatan metabolism, vasodilatasi, pembuluh darah, pigmentasi,
pengaruh terhadap syaraf sensoris dengan pemanasan jaringan
membentuk efek sedatif, pengaruh terhadap jaringan otot adalah untuk
relaksasi serta mengaktifkan kelenjar keringat) dan efek Terapeutik
(mengurangi atau menghilangkan rasa sakit, meningkatkan suplay darah,
relaksasi otot dan menghilangkan sisa hasil metabolism.
2. Massage
Massage adalah gerakan-gerakan tangan yang mekanis terhadap
tubuh manusia dengan mempergunakan bermacam-macam bentuk
pegangan atau manipulasi. Efek yang dihasilkan berupa efek Mekanis
(membantu sirkulasi darah balik, membantu sirkulasi cairan limfe,
straching jaringan, mencerai beraikan perlengketan jaringan) dan efek
Fisiologis (menaikkan metabolism dan mencegah vonestatik.
3. Terapi Latihan dengan William Flexion Exercise
Latihan ini terdiri dari 6 bentuk gerakan yang dirancang untuk
mengurangi nyeri punggung dengan memperkuat otot-otot yang
7
memfleksikan lumbosacral spine terutama otot abdominal dan otot
gluteus maximus dan meregangkan kelompok otot ekstensor. Latihan
Willian Flexion Exercise ini disamping efektif untuk nyeri punggung
bawah, juga memperbaiki fleksibilitas otot-otot punggung dan sirkulasi
darah yang membawah nutrisi ke discus intervertebralis.
8
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
D. Anamnesis Khusus
Keluhan utama : Badan lemas, nyeri perut dan punggung
Lokasi nyeri : Perut dan punggung bawah
Jenis nyeri : Terlokasilir
Riwayat perjelanan penyakit : Pada tanggal 14 Maret 2019 pasien datang ke
rumah sakit dengan keluhan badan lemas,
nyeri perut dan punggung yang dialami sejak
1 minggu yang lalu. Dan setelah dilakukan
pemeriksaan, pasien telah menjalani post
operasi pengangkatan batu empedu dan
mengeluh adanya nyeri pada ulu hati dan
pasien tampak bedrest.
9
E. Pemeriksaan Vital Sign
Tekanan darah : 110 / 80 mmHg
Denyut Nadi : 80x / menit
Pernafasan : 20x / menit
Suhu : 36,8oC
F. Inspeksi/Observasi
1. Statis :
a. Mimik wajah pasien terlihat kurang semangat dan cemas
b. Pasien dalam posisi tidur miring
c. Adanya spasme pada M. Erector spine
2. Dinamis :
a. Pasien mengalami kesulitan merubah posisi dari tidur miring ke
posisi tidur telentang.
b. Pasien merasakan nyeri perut dan badan terasa lemas ketika
digerakkan karena adanya bekas operasi.
10
c. Regio knee : Fleksi, ekstensi, endorotasi, dan eksortasi.
3. TIMT
Gerak isometric melawan tahanan merupakan gerak aktif akan
tetapi mendapatkan tahanan dari terapis. Adapun gerakannya yaitu :
a. Regio lumbal : Fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi.
b. Regio hip : Fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi.
c. Regio knee : Fleksi, ekstensi, endorotasi, dan eksortasi.
11
Posisi pasien tidur terlentang dalam posisi comfortable.
Terapis secara pasif menggerakkan tungkai pasien yang dites kearah
fleksi knee dengan menempatkan ankle di atas knee pada tungkai
pasien yang satunya. Kemudian terapis memfiksasi SIAS pasien
pada tungkai yang tidak dites dengan menggunakan satu tangan dan
tangan satunya pada sisi medial knee pasien yang dites, memberikan
tekanan tungkai pasien kearah abduksi. Mengulangi prosedur tes
yang sama pada tungkai pasien yang satunya. Positif tes jika lokasi
nyeri berkorespondensi terhadap disfungsi pada area hip, lumbar,
dan atau SI.
2. Intensits Nyeri
Pada pemeriksaan nyeri menggunakan skala nyeri Visual Analouge
Scale (VAS). Skala ini digambarkan dengan garis lurus, biasanya
panjangnya mencapai 10 cm. Salah satu ujungnya ditandai “tidak ada
nyeri”, dan ujung lainnya ditandai “nyeri hebat”. Skala ini digunakan
secara vertikal atau horizontal, sambil meminta pasien untuk menandai
garis dengan titik yang menggambarkan derajat nyeri yang dirasakan.
Keterangan :
Skala 0-2 : tidak nyeri (tidak ada rasa sakit, merasa normal)
Skala 2-5 : nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktifitas tak terganggu)
Skala 6-8 : nyeri sedang (mengganggu aktifitas fisik)
Skala 9-10 : nyeri berat (tidak dapat melakukan aktifitas secara mandiri)
3. Pemeriksaan LGS
a. Schoober Test
Tes ini dilakukan untuk mengetahui LGS dari tulang belakang
khusunya pada region lumbal, untuk melakukan tes ini posisi awal
pasien berdiri tegak dengan lebar kaki selebar bahu, kemudian
diberikan tanda setinggi spina iliaka posterior superior (SIPS) atau
processus spinosus S2 10 cm ke atas, tetapi Macrae and Wright
memodifikasi dengan memberikan 3 tanda yaitu SIPS, 5 cm dibawah
SIPS dan 10 cm di atas SIPS, kemudian pasien diminta untuk
12
membungkuk sampai adanya keterbatasan dan ukur jarak antara dua
tanda atas dan bawah, kemudian hasil dari pengukuran ini selisih
dari hasil pengukuran akhir dan awal. Hasil dari tes ini pada dewasa
muda selisih jarak kurang dari 4 cm menunjukkan adanya gangguan
fleksi pada lumbal. Tes juga dilakukan pada gerakan lateral fleksi,
posisi awal pasien berdiri tegak dan jarak kaki selebar bahu, pasien
diminta untuk menggerakkan ke lateral fleksi sampai gerakan
terbatas. Midline diletakkan di ujung jari tangan ketiga dan lantai
sampai adanya keterbatasan gerak.
4. Pemeriksaan Panjang Otot
a. M. Erector Spine Lumbal
1) Orientasi Test
Posisi pasien duduk lalu memfleksikan leher dan torakal
secara pasif. Terapis memerhatikan ketegangan pada
torakolumbal, jika ragu dapat dipalpasi.
2) Tes Penguluran
Posisi pasien tidur terlentang dengan fleksi hip dan fleksi
knee. Posisi tangan terapis yang 1 berada pada sacrum dan yang
lain berada pada knee. Terapis memfleksikan badan pasien lalu
menekan knee kearah bawah sampai maksimal terjadi gerakan
pada hip dan lumbal. Jika terjadi kontraktur maka tidak dapat
kiposis lumbal.
5. Pemeriksaan Kemampuan Fungsional
Pemeriksaan kemampuan fungsional dasar dapat menggunakan
Oswestry Diasability Index, adalah skala fungsional yang baik karena
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari yang didasarkan pada respon dan
apa yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Skala ini umum
digunakan untuk menilai fungsional dari punggung.
13
I. Algorhitma Assesment Fisioterapi
History Taking :
Inspeksi :
1. Statis :
a. Mimik wajah pasien terlihat kurang semangat
dan cemas
b. Pasien dalam posisi tidur miring
c. Adanya spasme pada M. Erector spine
2. Dinamis :
a. Pasien mengalami kesulitan merubah posisi
dari tidur miring ke posisi tidur telentang.
b. Pasien merasakan nyeri perut dikarenakan
adanya bekas operasi
Pemeriksaan Fisik
Tes Spesifik
Intensitas nyeri
Lasegue’s test
Bragard’s test VAS
Patrick test
Diagnosa ICF :
Gangguan Aktivitas Fungsional pada Kondisi LBP Et Causa
Chronic Kidney Disease
14
J. Diagnosa Fisioterapi
“ Gangguan Aktivitas Fungsional pada Kondisi LBP Et Causa Chronic
Kidney Disease.”
1. Nyeri gerak
2. Spasme pada otot Adanya hambatan
erector spine. Kesulitan bangun, melakukan
3. ROM terbatas duduk, berdiri dan aktivitas sosial,
Gangguan ADL berjalan. masyarakat dan
duduk, berdiri dan lingkungan.
berjalan.
15
a. Persiapan Alat
Terapis mempersiapkan IR, pengecekan alat. Terapis
mengecek kabel tidak boleh bersilangan juga mengecek apakah alat
dapat dipakai atau tidak dengan menggunakan lampu detector.
b. Persiapan Pasien
Sebelum dilakukan terapi dengan IR pasien diberi penjelasan
tujuan terapi dan kontraindikasinya. Dijelaskan juga bahwa panas
yang dirasakan walaupun hanya sedikit namun tetap menimbulkan
reaksi di dalam jaringan. Lakukan tes panas dingin pada daerah yang
akan diterapi untuk memastikan ada tidaknya gangguan sensibilitas.
Pakaian didaerah yang akan diterapi (punggung) harus dilepaskan.
Posisi pasien tengkurap.
c. Pelaksanaan terapi
Setelah persiapan alat dan pasien selesai, daerah yang akan
diterapi bebas dari kain dan lampu IR sejajar pada lumbal, alat di ON
kan dengan waktu 15 menit, jarak lampu dengan daerah yang
diterapi 35 cm, kemudian dicek dengan menanyakan langsung
kepada pasien apakah sudah mulai hangat, kabel tidak boleh
bersilangan dan bersentuhan dengan pasien. Selama terapi harus
dikontrol rasa panas dari pasien, apabila terlalu panas jaraknya bisa
ditambah, dan ditanyakan apakah rasa nyeri meningkat / bertambah.
Setelah selesai terapi matikan alat dan mengontrol keadaan pasien.
2. Massage
Massage adalah gerakan-gerakan tangan yang mekanis terhadap
tubuh manusia dengan mempergunakan bermacam-macam bentuk
pegangan atau manipulasi.
a. Persiapan Alat
Persiapan alat dalam hal ini adalah minyak (pelican), tempat
tidur (bed), selimu atau handuk kecil, bantal.
b. Persiapan Pasien
16
Pasien diperintahkan untuk tidur posisi tengkurap. Tanyakan
kepada pasien untuk penggunaan media Massage tersebut hingga
merata keseluruh permukaan punggung pasien.
c. Penatalaksanaan Massage
Pemberian media Massage yang dioleskan pada punggung
pasien dapat berupa minyak atau lotion. Kedua tagan terapis
bersentuhan langsung dengan punggung pasien lalu ratakan media
Massage tersebut hingga merata keseluruh permukaan punggung
pasien. Gerakan Massage dengan metode stroking, friction, effurage,
vibratrion pada punggung dilakukan dengan usapan kedua tangan
dengan tekanan yang toleransi dengan pasien. Gerakan dari arah
distal ke proksimal dengan tekanan yang kuat, lalu kembali lagi
kearah distal dengan tekanan yang minimal.
3. Terapi Latihan dengan William Flexion Exercise
Latihan ini terdiri dari 6 bentuk gerakan yang dirancang untuk
mengurangi nyeri punggung dengan memperkuat otot-otot yang
memfleksikan lumbosacral spine terutama otot abdominal dan otot
gluteus maksimus dan meregangkan kelompok otot ekstensor.
a. Persiapan Alat
Dalam hal ini adalah matras atau alas dengan bahan yang
lunak/sedikit keras namun nyaman untuk pasien.
b. Persiapan Pasien
Pasien diperiksa vital sign, perlu ditanyakan pada pasien
apakah ada keluhan pusing mata berkunang-kunang, mual, dan lain-
lain. Sarankan pada pasien untuk tidak menggunakan pakaian terlalu
ketat yang dapat mengganggu atau membatasi gerakan latihan,
sebaiknya gunakan pakaian yang nyaman dan pas.
c. Pelaksanaan William Flexion Exercise
Sebelum William Flexion Exercise dilakukan, pasien diberi
contoh terlebih dahulu gerakan latihannya. Bentuk-bentuk latihannya
sebagai berikut :
17
1) William Flexion Exercise
a) Tujuan : penguluran otot-otot ekstensor trunk, mobilisasi
sendi pinggul, penguatan otot-otot perut.
b) Posisi awal : terlentang, kedua lutut menekuk dan kedua
kaki rata pada permukaan matras.
c) Gerakan : pasien diminta meratakan pinggang dengan
menekan pinggang ke bawah melawan matras dengan
mengkontraksikan otot perut dan otot pantat. Setiap
kontraksi ditahan 5 detik kemudian lemas, ulangi 10 kali.
Usahakan pada waktu lemas pinggang tetap rata.
2) William Flexion Exercise nomor 2
a) Tujuan : penguluran otot-otot trunk, penguatan otot-otot
perut, dan otot sternocleidomastoideus.
b) Posisi awal : sama dengan nomor 1.
c) Gerakan : pasien diminta mengontraksikan otot perut dan
memfleksikan kepala, sehingga dagu menyentuh dada dan
bahu terangkat dari matras. Setiap kontraksi ditahan 5 detik,
kemudian lemas, ulangi sebanyak 10 kali.
3) William Flexion Exercise nomor 3
a) Tujuan : merapatkan lengkungan pada lumbal, penguluran
otot-otot ekstensor trunk, sendi panggul, sendi sakroiliaka,
otot-otot hamstring.
b) Posisi awal : sama dengan nomor 1.
c) Gerakan : pasien diminta untuk memfleksikan satu lutut
kearah dada sejauh mungkin, kemudian kedua tangan
mencapai paha belakang dan menarik lututnya ke dada.
Pada waktu bersamaan angkat kepala hingga dagu
menyentuh dada dan bahu lepas dari matras, tahan 5 detik.
Latihan diulangi pada tungkai yang lain, ulangi latihan
sebanyak 10 kali. Kedua tungkai lurus naik harus dihindari,
karena akan memperberat problem pinggangnya.
18
4) William Flexion Exercise nomor 4
a) Tujuan : merapatkan lengkungan pada lumbal, penguluran
otot-otot ekstrensor trunk, sendi panggul, sendi sakroiliaka,
dan otot-otot hamstring.
b) Posisi awal : sama dengan nomor 1.
c) Gerakan : pasien diminta untuk melakukan latihan yang
sama dengan nomor 3, tetapi kedua lutut dalam posisi
menekuk, dinaikkan ke atas dan ditarik dengan kedua
tangan kerah dada, naikkan kepala dan bahu dari matras,
ulangi 10 kali. Pada waktu menaikkan kedua tungkai ke atas
sejauh mungkin ia rapat, baru ditarik dengan kedua tangan
mendekati dada.
5) William Flexion Exercise nomor 5
a) Tujuan : mengulur / stretching otot-otot fleksor hip dan
facia latae.
b) Posisi awal : exaggregated starter’s position
c) Gerakan : gerakan berupa latihan dimulai dengan posisi
awal seperti seorang pelari cepat pada titik startnya yaitu
satu tungkai dalam fleksi maksimal pada seni lutut dan
paha, sedang tungkai yang lain dalam keadaan lurus di
belakang. Kemudian pada posisi tersebut tekan badan ke
depan dan ke bawah, tahan 5 hitunga dari rileks. Frekuensi
10 kali / sesi.
6) William Flexion Exercise nomor 6
a) Tujuan : penguatan otot quadriceps, otot perut, ekstensor
trunk.
b) Posisi awal : berdiri menempel dan membelakangi dinding
dengan tumit 10-15 cm di depan dinding, lumbal rata
dengan dinding.
c) Gerakan : satu tungkai melangkah ke depan tanpa merubah
posisi lumbal pada dinding, tahan 10 hitungan dan rileks.
19
Frekuensi 10 kali / sesi. Bila latihan terlalu berat, lamanya
penahanan dapat dikurangi.
N. Evaluasi Sesaat
Setelah dilakukan beberapa kali terapi latihan hasil yang didapatkan
dapat diukur kembali dengan
a. Skala VAS untuk mengetahui intensitas nyeri.
b. Schoober test untuk mengetahui peningkatan LGS.
c. Oswestry Diasability Index untuk mengetahui peningkatan kemampuan
fungsional.
20
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Low Back Pain adalah suatu kondisi dimana timbul rasa nyeri pada
pinggang bawah yang sangat komplek, jika dilihat dari faktor penyebabnya.
Kondisi ini menimbulkan permasalahan kapasitas fisik (nyeri tekan dan nyeri
gerak pada pinggang bawah, adanya spasme pada otot, otot paravertebral, adanya
keterbatasan ROM trunk) dan kemampuan fungsional (gangguan saat
membungkuk dan saat jalan).
21
DAFTAR PUSTAKA
https://eprintis.ums.ac.id/1777/2/J100050040.pdf
https://www.google.co.id/amp/s/fisiohealth.wordpress.com/2009/10/30/pemeriksa
an-low-back-pain-oleh-yulianto-wahyono-dipl-pt-m-kes-amp/
http://eprints.ums.ac.id/6519010/1/Naskah%20Publikasi.pdf
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/f8214859a25495605af221a845b736
02.pdf
22
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
BAB II................................................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 2
A. Anatomi Vertebra.................................................................................................... 2
B. Patologi Low Back Pain Non Spesific .................................................................... 4
C. Pendekatan Intervensi Fisioterapi ........................................................................... 7
BAB III ............................................................................................................................... 9
PROSES FISIOTERAPI ..................................................................................................... 9
A. Laporan Status Klinik ............................................................................................. 9
B. Data – Data Medis .................................................................................................. 9
C. Identitas Umum Pasien ........................................................................................... 9
D. Anamnesis Khusus .................................................................................................. 9
E. Pemeriksaan Vital Sign ......................................................................................... 10
F. Inspeksi/Observasi ................................................................................................ 10
G. Pemeriksaan Fungsi Dasar .................................................................................. 100
H. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi .............................................. 111
I. Algorhitma Assesment Fisioterapi ...................................................................... 144
J. Diagnosa Fisioterapi ............................................................................................. 15
K. Problematika Fisioterapi dan Bagan ICF............................................................... 15
L. Tujuan Intervensi Fisioterapi ................................................................................ 15
M. Program Intervensi Fisioterapi .............................................................................. 15
N. Evaluasi ................................................................................................................. 20
BAB IV ............................................................................................................................. 21
PENUTUP ...................................................................................................................... 211
KESIMPULAN ........................................................................................................... 211
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 222
23