A. Pendahuluan
I. Latar Belakang
Sampai saat ini pestisida kimia masih merupakan satu-satunya senjata pamungkas petani
untuk pengendalian OPT di lahan pertanian, karena mudah didapat, tidak repot, dan hasilnya
segera dapat dilihat. Penggunaan pestisida oleh petani cenderung sangat berlebihan, sehingga
berdampak negatif terhadap konsumen maupun ekosistem pertanian. Dampak negatif dari
penggunaan pestisida kimia antara lain hama menjadi kebal (resisten), peledakan hama baru
(resurjensi), penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen, terbunuhnya musuh alami,
pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia.
Bagi para pengguna salah satu cara alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan
adalah dengan penggunaan pestisida nabati. Prinsip penggunaan pestisida nabati tersebut hanya
untuk mengurangi, dan bukan untuk meninggalkan pemakaian pestisida kimia, karena
efektivitasnya juga masih di bawah pestisida kimia. Pestisida Organik ini dikenal juga dengan
pestisida nabati. Pestisida nabati ini bisa berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas
(pemandul), pembunuh, dan bentuk lainnya.
Menurut Kardinan ( 2009 ), strategi dan arah kearifan lokal penggunaan pestisida nabati
dalam pengendalian hama tanaman antara lain 1). Pengembangan pestisida nabati secara in-situ
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pestisida bagi petani secara berkelanjutan (pesticide self
suffciency ), 2). Pengurangan penggunaan pestisida sintetis sampai pada tingkat terendah,
sehingga tidak menimbulkan eksternalitas negatif terhadap lingkungan, 3). Peningkatan produksi
pertanian, khususnya pangan yang bebas residu pestisida, sehingga aman dan sehat bagi
konsumen.
Daun kenikir (Tagetes erecta L.) menurut Syamsuhidayat (1991) dalam buku Inventaris
Tanaman Obat Indonesia dapat digunakan sebagai penangkal serangga dengan cara daun kenikir
dijemur terlebih dahulu sampai kering yang kemudian selanjutnya dibakar. Bunga Kenikir
(Tagetes erecta) merupakan salah satu jenis tanaman insektisida hidup pengusir nyamuk.
Tanaman ini memiliki bau yang menyengat dan daun kenikir mengandung saponin, flavonoid
tagetiin, terthienyl, helenial, dan flavoxanthin.
Menurut Soenandar dan Tjachjono (2012), Kenikir dikenal sebagai sayur lalapan di Jawa
Barat. Daunnya yang beraroma harum dapat meningkatkan selera makan. Selain itu, daun kenikir
bermanfaat juga untuk mengendalikan hama yang menyerang tanaman sayuran, terutama untuk
mengendalikan serangga pengganggu. Ekstrak daun kenikir dapat berfungsi sebagai reppelan
(menolak kehadiran serangga). Fungsi lain kenikir sebagai berikut :
1. Antifidan, yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang telah
disemprot.
2. Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa serangga
3. Menghambat reproduksi serangga betina
4. Mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga dan sebagai racun
syaraf.
III. Tujuan
Untuk mengetahui pada konsentrasi berapakah yang paling banyak menimbulkan
kematian pada hewan uji
Untuk mengetahui apakah pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan kematian 50%
hewan uji
BAB II LANDASAN TEORI
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliophyta
Ordo : Fabales
Famili : Asteraceae
Genus : Cosmos
Spesies : Cosmos caudatus
Kenikir adalah tumbuhan tropis tahunan yang berbatang pipa dengan garis-garis yang membujur.
Tingginya dapat mencapai 1 m dan daunnya bertangkai panjang dan duduk daunnya berhadapan,
sehingga terbagi menyirip menjadi 2-3 tangkai. Baunya seperti damar apabila diremas.
Bunganya tersusun pada bongkol yang banyak terdapat di ujung batang dan pada ketiak daun-
daun teratas, berwarma oranye berbintik-bintik kuning di tengah-tengahnya, dan bijinya
berbentuk paruh. Tersebar di Amerika Tengah yang suhunya panas. Ia menyukai iklim panas
yang tak begitu lembab, tanah yang berpasir dan subur, tanah terbuka dan penyinaran matahari
yang penuh. Di Indonesia, kenikir banyak ditanam di Jawa dan dataran rendah hingga
pegunungan sampai ketinggian 1200 mdpl. Biasanya ditanam di sekitar rumah sebagai tanaman
hias (Anonim, 2013c).
Tanaman kenikir mengandung Saponin, Flavonoid Polifenol, dan minyak atsiri. Akarnya
mengandung Hidroxieugenol dan Toniferil Alkohol.
.
D. Pengujian LC50 dari Daun Mimba
Konsentrasi untuk uji pendahuluan larutab daun mimba dibuat konsentrasi 0,03% ; 0,04% ;
0,05% ; 0,06 dari larutan stock daun mimba 10% dan control. Sebagai pengencer/pelarut
digunakan 500 ml air keran.
Konsentrasi untuk uji eksperimen ditentukan berdasarkan hasil uji pendahuluan yang mapu
membunuh lebih kurang 50% dari jumlah hewan coba, pada percobaan ini menggunakan 30 ekor
larva nyamuk.
Bab III Prosedur Kerja
1. Alat-alat
• Paper Cup
• Botol Spray
• Kapas
• Sangkar Nyamuk
B. Langkah Kerja
3. Hitung kebutuhan larutan daun mimba untuk konsentrasi 0.03%, 0.04%, 0.05%, 0.06%
dari larutan daun mimba 10% dengan menggunakan rumus: V1 X N1 = V2 X N2
8. Amatilah larva yang mati pada interval 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, dan 24 jam
Uji Pendahuluan
N1.V1 = N2.V2
V1 = 1,5 ml
N1.V1 = N2.V2
V1 = 2 ml
N1.V1 = N2.V2
V1 = 2,5 ml
N1.V1 = N2.V2
V1 = 3 ml
Uji Eksperimen
N1.V1 = N2.V2
V1 = 6 ml
V1 = 7 ml
N1.V1 = N2.V2
V1 = 8 ml
N1.V1 = N2.V2
V1 = 9 ml
HASIL PENGAMATAN
Baker Suhu
Konsentrasi Ph Awal Akhir
Glass (⁰C) 5 10 15 20 24
menit menit menit menit jam
I 0.03 6 28 0 0 0 0 1 30 29
II 0.04 6 28 0 0 0 0 3 30 27
III 0.04 6 28 0 0 0 0 5 30 25
IV 0.05 6 28 0 0 0 0 7 30 23
KONTROL 6 28 0 0 0 0 0 30 30
8
7
6
Baker glass 1
5
Baker glass 2
4
Baker glass 3
3
Baker glass 4
2
Baker glass kontrol
1
0
5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 24 jam
I 0.12 6 28 0 0 0 0 3 30 27
II 0.14 6 28 0 0 0 2 3 30 25
III 0.16 6 28 0 0 1 0 4 30 25
IV 0.18 6 28 0 0 2 1 6 30 21
KONTROL 6 28 0 0 0 0 0 30 30
7
6 Baker glass 1
5
4 Baker glass 2
3
2 Baker glass 3
1
0 Baker glass 4
5 menit 10 15 20 24 jam
menit menit menit
PEMBAHASAN
A. UJI PENDAHULUAN
Dapat dilihat dari tebel pengamatan bahwa pada uji pendahuluan Lc 50 larutan daun mimba
terhadap hewan uji larva setelah 24 jam pemaparan terdapat perbedaan jumlah kematian. Pada
konsentrasi 0,03; 0,04; 0,05; 0,06 secara berurutan jumlah kematiannya sebanyak 1 ekor, 3 ekor
5 ekor 7 ekor. Hal ini dapat terjadi karena dalam larutan daun mimba mengandung Azadirachtin,
meliatriol, salanin, dan daun mimba mengendalikan 127 jenis hama, dan mampu berperan
sebagai Fungisida, Bakterisida, Anti Virus, Nematisida, serta Moluksida.
B. UJI EKSPERIMEN
Dapat dilihat dari tabel pengamatan bahwa pada uji eksperimen LC50 larutan daun mimba
terhadap hewan uji larva setelah 24 jam pemaparan terdapat perbedaan jumlah kematian dalisih
kematiannnya berbeda ini disebabkan oleh perbedaan ukuran, jenis, dan usia hewan uji larva. .
Hal ini dapat terjadi karena dalam larutan daun mimba mengandung Azadirachtin, meliatriol,
salanin, dan daun mimba mengendalikan 127 jenis hama, dan mampu berperan sebagai
Fungisida, Bakterisida, Anti Virus, Nematisida, serta Moluksida.
KESIMPULAN
A. UJI PENDAHULUAN
Dapat disimpulkan bahwa jumlah kematian larva yang paling banyak terjadi pada baker glass
ke IV konsentrasi 0,06% sebanyak 7 ekor. Karena belum memenuhi kematian 50% hewan uji
maka dilakukan uji eksperimen.
B. UJI EKSPERIMEN
Dapat disimpulkan bahwa jumlah kematian larva yang paling banyak terjadi pada baker glass
ke IV konsentrasi 0,18 sebnyak 9 ekor dan mengalami peningkatan dari nilai uji pendahuluan.