Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

a. Alasan
Alasan penelitian dari jurnal yang berjudul “Aspergillus Fumigatus pada Sputum
Penderita Batuk Kronik Menggunakan Metode PCR dan Kultur” adalah dikarenakan Akhir-
akhir ini perhatian terhadap penyakit mikosis paru semakin meningkat dan kejadian infeksi
jamur paru semakin sering dilaporkan. Bertambahnya kecepatan tumbuh jamur sebagai
akibat cara pengobatan yang modern, terutama penggunaan antibiotik berspektrum luas
atau kombinasi berbagai antibiotik, penggunaan kortikosteroid dan obat imunosuppresif
lainnya, serta penggunaan sitostatika dan terdapat faktor predisposisi, yaitu penyakit kronik
yang berat termasuk penyakit kegananasan. Diketahui ada beberapa spesies jamur yang
dapat menginfeksi manusia, namun penyebab infeksi pada paru-paru 90% adalah Aspergilus
fumigatus. 4 Jamur oportunistik yang paling sering menyebabkan infeksi jamur invasif adalah
Candida albicans, Candida spp., dan Aspergillus spp. Aspergillus fumigatus dan kelompok
Mucor paling sering mencapai susunan saraf pusat melewati paru sekitar 50%. Angka
kematian akibat penyakit ini cukup tinggi, yaitu 30–40% serta insidensinya meningkat seiring
dengan pemakaian obat imunosupresif dan penurunan daya tahan tubuh. Manifestasi infeksi
jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa meningitis dan proses desak ruang
(abses atau kista).
Alasan penelitian dari jurnal yang berjudul “Analisis Pertumbuhan Jamur
Aspergillus fumigatus dalam Media Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.)” adalah karena
Penyakit infeksi masih tetap merupakan masalah utama kesehatan di Indonesia. Salah
satunya adalah penyakit paru umumnya berkisar antara TB, asma, kanker paru dan
pneumonia yang sering ditemukan di Rumah Sakit Indonesia. Salah satu penyakit paru yang
kejadiannya tidak terlalu sering tetapi kerap terjadi karena terdapat penyakit paru lain yang
mendasarinya yaitu penyakit infeksi jamur paru atau yang disebut dengan aspergillosis
(Farmacia, 2007). Aspergillosis pertama kali dilaporkan oleh Virchow pada tahun 1956. Sejak
itu banyak kasus yang dilaporkan dari berbagai negara, salah satunya Indonesia (Susilo,
2000).
b. Tujuan
Tujuan penelitian yang pertama dari jurnal yang berjudul “Aspergillus Fumigatus
pada Sputum Penderita Batuk Kronik Menggunakan Metode PCR dan Kultur” adalah
untuk menganalisis Aspergillus fumigatus menggunakan polymerase chain reaction (PCR)
serta kultur pada sputum penderita batuk kronik. Diharapkan dengan hasil penelitian ini
dapat memberikan informasi ilmiah kepada para klinisi umum dan klinisi ilmu penyakit paru
mengenai kemungkinan penderita batuk Isra Thristy: Aspergillus Fumigatus pada Sputum
Penderita Batuk Kronik Menggunakan Metode PCR dan Kultur 80 MKB, Volume 48 No. 2,
Juni 2016 kronik mengalami infeksi jamur paru. Selain itu, dapat diaplikasikan dan menjadi
pilihan metode dalam mendeteksi infeksi jamur dengan cepat dan tepat bila fasilitas
mendukung, dan dapat memberikan motivasi peneliti lain untuk meneliti infeksi jamur di
Indonesia mengingat kawasan Indonesia merupakan daerah tropis.

Tujuan penelitian yang kedua dari jurnal yang berjudul “Analisis Pertumbuhan
Jamur Aspergillus fumigatus dalam Media Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.)” adalah
untuk mengetahui apakah media dengan bahan baku utama kacang hijau dapat menjadi
media alternatif pada pertumbuhan jamur Aspergillus fumigatus. Dengan menggunakan
jamur Aspergillus fumigatus, sebagai salah satu contoh jamur yang kemungkinan dapat
tumbuh berkembang pada media ini.

c. Teori dan hasil penelitian


a. jurnal “Aspergillus Fumigatus pada Sputum Penderita Batuk Kronik Menggunakan
Metode PCR dan Kultur”
Batuk merupakan suatu mekanisme refleks yang sangat penting untuk menjaga
jalan napas agar tetap terbuka dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir yang
menumpuk, gumpalan darah dan benda asing pada jalan napas, selain itu batuk
juga dapat disebabkan oleh iritasi jalan napas.1 Batuk karena iritasi pada mukosa
bronkus disebabkan oleh peradangan, baik oleh bakteri, virus, dan jamur disertai
dengan mukus yang banyak.

Angka kekerapan mikosis paru di dunia dan di Indonesia belum diketahui


secara pasti, hal ini akibat sulitnya mendiagnosis mikosis paru karena
permasalahannya adalah gambaran klinis maupun radiologik penderita mikosis
paru tidak khas. Selain itu, sediaan apus sputum, biakan jamur, pemeriksaan
histologik paru, dan uji serologik pun kadang hasilnya membingungkan sehingga
pengobatan infeksi jamur paru sering terlambat.3Diketahui ada beberapa spesies
jamur yang dapat menginfeksi manusia, namun penyebab infeksi pada paru-paru
90% adalah Aspergilus fumigatus. 4Jamur oportunistik yang paling sering
menyebabkan infeksi jamur invasif adalah Candida albicans,

Penelitian dilaksanakan mempergunakan teknik polymerase chain reaction


(PCR) dan kultur. Metode kultur yang dipergunakan adalah mempelajari koloni
jamur yang diperhatikan pertumbuhannya pada media miring Sabouraud dextrose
agar. Ambil 10 µL sputum menggunakan sengkelit. Arsir pada pemukaaan media
miring Sabouroud dextrose agar. Eramkan pada suhu kamar (26–28°C) selama 10
hari. Interpretasi hasil koloni Aspergillus fumigatus jika pada permukaan media
ditemukan pertumbuhan filamen putih yang setelah itu memproduksi spora seperti
beledru dengan warna putih keabu-abuan.

Hasil dari penelitian dari “Aspergillus Fumigatus pada Sputum Penderita


Batuk Kronik Menggunakan Metode PCR dan Kultur” adalah Hasil penelitian Bexter
dkk.13, dari 108 pasien penderita cystic fibrosis, dianalisis sputumnya dan
didapatkan hasilnya 30% positif Aspergillus dengan metode kultur dan 80% positif
Aspergillus dengan metode PCR. Menurut penelitian Denning dkk.16 dari 42 pasien
chronic pulmonary aspergillosis yang dianalisis sputumnya dengan PCR ditemukan
30 pasien (71%) positif Aspergillus, sedangkan dengan kultur hanya 17% positif.
Dari 19 pasien ABPA, 15 pasien positif jamur Aspergillus, sedangkan dengan kultur
hasilnya tidak ada yang positif. Hasil pemeriksaan sputum yang positif mengandung
jamur Aspergillus fumigatus lebih banyak ditemukan menggunakan metode PCR
dibanding dengan metode kultur. Dengan teknik PCR didapat 35 sampel (69%)
hasilnya positif, sedangkan dengan teknik kultur didapatkan 29 sampel (57%) yang
hasilnya positif.

Pada penelitian ini, semua hasil kultur yang positif Aspergillus fumigatus
maka hasil PCR juga positif terdapat pita di 236 bp. Terdapat 6 sampel yang hasil
kulturnya negatif, namun hasil PCR positif dan tidak ada hasil PCR negatif dengan
hasil kulturnya positif. Perbedaan hasil antara PCR dan kultur dapat disebabkan
oleh sensitivitas PCR yang tinggi. Dengan PCR, satu organisme jamur sudah dapat
terdeteksi. Hasil negatif pada pemeriksaan PCR karena tidak terdeteksinya
satupun organisme jamur pada sputum yang diperiksa. Hasil negatif pada kultur
dapat juga disebabkan oleh jamur yang mati atau tidak berhasil tumbuh dengan
baik pada media. Pada kultur sputum, selain jamur Aspergillus fumigatus pada
beberapa sampel tumbuh juga jenis jamur lain seperti Aspergillus niger. Namun,
dengan PCR semua sampel yang positif Aspergillus niger tidak memberikan hasil
yang positif karena primer yang digunakan spesifik untuk Aspergillus fumigatus.

Dari penelitian yang dilakukan untuk pemeriksaan jamur di Indonesia


ternyata masih memakai sistem kultur yang merupakan gold standard untuk
pemeriksaan jamur. Metode ini membutuhkan waktu yang lama untuk
membiakkan jamur selama (±10 hari), sedangkan dengan PCR hasilnya didapatkan
dalam waktu 1–2 hari. Pada beberapa penyakit diperlukan diagnosis yang cepat
seperti pada penyakit meningitis, HIV/AIDS, dan imunokompromais lainnya
sehingga lebih efektif bila menggunakan PCR walaupun biayanya lebih mahal
daripada kultur. Simpulan, banyak ditemukan kolonisasi jamur Aspergillus
fumigatus pada sputum penderita batuk kronik baik dengan teknik kultur maupun
PCR. Penyakit akibat jamur tidak dapat dianggap remeh dan harus menjadi
perhatian para klinisi dan pasien diharapkan mendapat pengobatan yang cepat
dan tepat untuk penyakitnya.

Teknik PCR mempunyai keunggulan karena mendeteksi lebih cepat dan


tepat dibanding dengan kultur. Apabila biaya dapat ditekan maka dapat
dipertimbangkan penggunaan teknik PCR dalam membantu diagnosis pada kasus
yang membutuhkan hasil skrining yang cepat.

b. Jurnal Analisis Pertumbuhan Jamur Aspergillus fumigatus dalam Media Kacang Hijau
(Phaseolus radiatus L.)
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit
penyakit. Penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain. Penyebab utama
infeksi diantaranya adalah bakteri dan jasad hidup (organism). Kuman-kuman ini
menyebar dengan berbagai cara dan vector. Penyakit infeksi masih tetap
merupakan masalah utama kesehatan di Indonesia. Salah satunya adalah penyakit
paru umumnya berkisar antara TB, asma, kanker paru dan pneumonia yang sering
ditemukan di Rumah Sakit Indonesia
Salah satu penyakit paru yang kejadiannya tidak terlalu sering tetapi kerap terjadi
karena terdapat penyakit paru lain yang mendasarinya yaitu penyakit infeksi jamur
paru atau yang disebut dengan aspergillosis (Farmacia, 2007).
Aspergillus fumigatus adalah jamur dari genus Aspergillus dan merupakan salah
satu spesies Aspergillus yang paling umum menyebabkan penyakit pada orang
dengan penyakit imunodefisiensi. Spora Aspergillus ini terdapat di mana-mana di
atmosfir dan diperkirakan bahwa semua orang menghirup beberapa ratus spora
setiap hari. Kondisi ini biasanya cepat dieliminasi oleh sistem kekebalan tubuh pada
orang sehat. Pada keadaan imunologi rendah seperti penerima transplantasi organ
dan orang-orang dengan AIDS atau leukemia, jamur cenderung menjadi patogen,
disebabkan melemahnya pertahanan tubuh seseorang dan menyebabkan berbagai
penyakit umum yang dinamakan aspergilosis
Dikarenakan perlu adanya alternatif penggunaan media lain yang dapat
menumbuhkan jamur. Ditemukan salah satunya menggunakan bahan baku kacang
hijau sebagai media pertumbuhan jamur. Dijelaskan oleh Mochamad Rachmat, ahli
gizi, kandungan kacang hijau berdasarkan DKBM (Daftar Komposisi Bahan
Makanan), dalam 100 gram kacang hijau mengandung energi 345 kkal, protein 22,2
gr, karbohidrat 62,9 gr, lemak total 1,2 gr, Vitamin A total 157 RE (retinol ekuivalen),
thiamin 0,64 mg, vitamin C 6 mg, Vitamin B1 0,64mg, kalsium 125 mg, zat besi (Fe)
6,7 mg dan posfor 320 mg. Selain itu juga mengandung banyak asam amino esensial
dan asam amino nonesensial. Kandungan nutrisi pada media kacang hijau ini sangat
kompleks dan kaya gizi sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur A.
fumigatus baik itu warna koloni, ukuran sel, kecepatan pertumbuhan, maupun
mikroba bertahan hidup lebih lama Gandjar, et al (2006).
Hasil dari penelitian dari Analisis Pertumbuhan Jamur Aspergillus fumigatus
dalam Media Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Hasil dan pengamatan
memperlihatkan adanya perbedaan diameter koloni pada media-media tersebut,
diamati sampai hari ke-20 dimana diameter koloni menutupi cawan petri hingga
tidak dapat diukur. Pada permukaan koloni tampak seperti tepung atau granula
menandakan spora diproduksi secara berlimpah. Gambaran koloni pada media
kacang hijau berwarna hijau tua. Spora yang dihasilkan pada media kacang hijau
terlihat subur, semakin besar konsentrasi kacang hijau maka semakin subur spora
yang dihasilkan. Dikarenakan media kacang hijau memiliki komposisi lengkap
dengan kandungan gizi yang cukup tinggi. Kandungan kacang hijau berdasarkan
DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan), dalam 100 gram kacang hijau
mengandung energi 345 kkal, protein 22,2 gr, karbohidrat 62,9 gr, lemak total 1,2
gr, Vitamin A total 157 RE (retinol ekuivalen), thiamin 0,64 mg, vitamin C 6 mg,
Vitamin B1 0,64mg, kalsium 125 mg, zat besi (Fe) 6,7 mg dan posfor 320 mg. Selain
itu juga mengandung banyak asam amino esensial dan asam amino nonesensial.
Kandungan nutrisi pada media kacang hijau ini sangat kompleks dan kaya gizi
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur A. fumigatus baik itu warna
koloni, ukuran sel, kecepatan pertumbuhan, maupun mikroba bertahan hidup lebih
lama Gandjar, et al (2006). Ganjar, et al (2006) menyatakan bahwa kandungan yang
kompleks dalam media kacang hijau menyebabkan jamur A. fumigatus
membutuhkan waktu lebih lama untuk menguraikannya menjadi komponen-
komponen sederhana yang dapat diserap sel dan digunakan untuk sintesis sel dan
energi. Kondisi ini dipertegas oleh Moore-Landecker, (1996) yang menyatakan
bahwa pada fase lag dimana sel-sel menyesuaikan dengan lingkungan dan
pembentukan enzim-enzim untuk mengurai subrat lebih lama. Komposisi media SGA
mengandung glukosa 4% dan pepton 1%, kandungan tersebut sangat sederhana
sehingga jamur A. fumigatus lebih mudah mencerna nutrisi sehingga
pertumbuhannya lebih cepat dapat dilihat pada hari ke-3 telah memasuki fase
eksponensial, merupakan fase perbanyakan sel yang sangat banyak dan aktivitas sel
meningkat. Tetapi pada hari ke-21 memasuki fase stasioner dimana jumlah sel yang
bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini
merupakan garis lurus yang horizontal. Sedangkan pada kacang hijau fase
eksponensial dapat dilihat pada hari ke-5 dan terus hingga hari ke-20 fase
eksponensial masih berlangsung. Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan uji
regresi-korelasi adalah hampir semua p value bernilai 0,000 lebih besar dari α (0,05),
berarti hampir semua variasi konsentrasi kacang hijau mampu menumbuhkan jamur
A. fumigatus secara signifikan dibandingkan pertumbuhan pada media SGA. Dilihat
lebih jauh kedekatan korelasi dengan SGA yang paling tinggi adalah konsentrasi
kacang hijau 10% dengan nilai 0,986. Nilai korelasi semakin mendekati angka 1,
berarti semakin kuat keeratan konsentrasi kacang hijau terhadap media SGA. Untuk
tumbuh dan berkembang, jamur membutuhkan nutrien dan faktor-faktor
lingkungan yang sesuai. Nutrien berupa unsur-unsur atau senyawa kimia dari
lingkungan digunakan sel sebagai konstituen kimia penyusun sel. Secara umum
nurien yang diperlukan dalam bentuk karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, kalium,
magnesium, natrium, kalsium, nutrien mikro (besi, mangan, zink, kobalt,
molibdenum) dan vitamin. Karbon menempati posisi yang unik kerena semua
organisme hidup memiliki karbon sebagai salah satu senyawa pembangun tubuh
(Madigan et al., 2002, Dawes & Sutherland., 1992). Salah satunya adalah kacang
hijau yang memiliki kandungan nutrisi bagi kelangsungan hidup jamur, sehingga
jamur A. fumigatus tumbuh subur pada media ini. Menurut Moerniati, et al (2009)
bahwa kacang hijau dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan mikroba lain seperti
jamur Rhizopus-C1 yang dimanfaatkan hasil fermentasi dan dapat juga
menumbuhkan bakteri probiotik (Lactobacillus bulgaricus & Streptococcus
thermophilus). Jamur Aspergillus fumigatus termasuk mikroorganisme heterotrof
karena tidak memiliki kemampuan untuk mengoksidasi senyawa karbon anorganik,
atau senyawa karbon yang memiliki satu karbon. Senyawa karbon organik yang
dapat dimanfaatkan jamur untuk membuat materi sel baru berkisar dari molekul
sederhana seperti gula sederhana, asam organik, polimer rantai pendek dan rantai
panjang mengandung karbon, hingga pada senyawa kompleks seperti karbohidrat,
protein, lipid, dan asam nukleat (Gadd, 1988; Madiga et al., 2002) Setiap sel jamur
mempunyai sedikitnya 1 nukleus dan membran nukleus, retikulum endoplasma,
mitokondria, dan aparatus sekretorik. Jamur ini bersifat obligat atau fakultatif
aerob. Mereka bersifat khemotropik, mensekresi enzim yang mendegradasi banyak
varietas substrat organik menjadi nutrien yang dapat larut, yang kemudian
diabsorbsi secara pasif atau diambil ke dalam sel melalui transfor aktif (Jawetz et al.,
2005). Sebagian besar tubuh jamur adalah hifa berfungsi menyerap nutrien dari
lingkungan. Hifa berisi protoplasma yang dikelilingi oleh dinding yang kuat. Dinding
sel memberi bentuk jamur dan melindungi isi sel dari lingkungan. meskipun kokoh
dinding sel tetap bersifat permeabel untuk nutrien-nutrien yang diperlukan jamur
bagi kehidupannya. Komponen penting dari dinding sel adalah kitin, suatu
polisakarida yaitu polimer linear dari N-asetil-glukosamin. Bagian dalam dinding hifa
mengandung glukan, yaitu polisakarida yang larut dalam air dan glikoprotein
(Alexopoulus et al., 1996; Carlile & Watkinson, 1994). Karbohidrat dan derivatnya
merupakan substrat utama untuk metabolisme karbon pada jamur. Metabolisme
karbohidrat memiliki dua peran penting, yaitu karbohidrat dapat dioksidasi menjadi
energi kimia yang tersedia di dalam sel dalam bentuk ATP dan nukleotida
phosphopyridine tereduksi. Selain itu karbohidrat menyediakan hampir semua
karbon yang diperlukan untuk asimilasi konstituen sel jamur yang mengandung
karbohidrat, lipid, protein, dan asam nukleat (Bilgrami & Verma, 1994).
Metabolisme karbohidrat pada jamur diawali dengan tahap transfor, kecuali untuk
di- atau trisakarda yang harus dihidrolisis terlebih dahulu di luar sel. Transport
monosakarida melalui membran dilakukan oleh suatu protein transfor spesifik, yaitu
permease (Flores et al., 2000). Banyak jamur dapat memanfaatkan di-, oligo- atau
polisakarida, karena tidak memiliki kemampuan untuk menghidrolisis molekul-
molekul besar tersebut. Dalam memperoleh dan menggunakan energi dilakukan
proses kimia di dalam organisme hidup yaitu proses metabolisme, sehingga
organisme dapat melaksanakan berbagai fungsi hidup. Ketika sel melakukan
metabolisme, nutrien akan diubah ke dalam bentuk materi sel, energi, dan produk
buangan (Bilgrami & Verma, 1994). Proses terlebut akan menyebabkan organisme
tumbuh dan berkembang (Madigan et al., 2002) Jalur-jalur reaksi yang menyusun
metabolisme dapat dibagi menjadi dua yaitu katabolisme dan anabolisme. Pada
katabolisme, senyawa-senyawa kompleks diuraikan menjadi produk lebih
sederhana. Energi yang dibebaskan di simpan dalam bentuk Adenosin Difosfat (ADP)
dan fosfat. Dapat juga melalui reduksi koenzim Nikotinamid Adenin Dinukleotida
(NADP+ ) menjadi Nikotinamid Adenin Dinukleotida Fosfat Hidrogen (NADPH). ATP
dan NADPH adalah sumber energi untuk jalur-jalur anabolisme (Voet & Voet, 1995).
Pada anabolisme berlangsung pembentukan senyawa-senyawa kompleks dari
nutrien-nutrien sederhana yang berasal dari lingkungan. Apabila dihasilkan materi
sel baru, maka anabolisme disebut juga sebagai biosintesis. Aktivitas pengurai dan
sintesis, atau dismilasi dan asimilasi, saling terkait satu sama lain (Madigan et al.,
2002).

Anda mungkin juga menyukai