(ASKEP) / Laporan
Pendahuluan (LP) Asma
Januari 01, 2016
Definisi
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam
pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luar saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah
derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan (Buku Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
FKUI).
Asthma Bronchiale adalah penyakit yang mempunyai karakteristik dengan peningkatan respon trakhea dan bronkus
dengan berbagai macam stimulasi: psikologis, otonom, infeksi, endokrin, kekebalan imun dan biokimia. (Nancy
Anatomi Fisiologi
Sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang mengantarkan udara luas agar bersentuhan dengan
membran-membran kapiler alveoli paru. Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung,
pharing, laring, bronkus dan bronkioulus yang dilapisi oleh membran mukosa bersilia.
a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel-partikel yang
kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat di dalam hidung, sedangkan partikel halus akan dijerat dalam
lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di
b. Pharing
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang leher.
Hubungan pharing dengan rongga-rongga lain: ke atas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan
lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut. Tempat hubungan ini bernama istmus
Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening. Perkumpulan
getah bening dinamakan adenoid. Di sebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak. Di sebelah
belakang terdapat epiglotis (empang tengkorak) yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.
· Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.
· Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring.
c. Laring
Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot pita suara. Laring dianggap
berhubungan dengan fibrasi tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan laring
Alat ini berperan untuk membimbing makanan dan cairan masuk ke dalam esophagus sehingga kalau ada benda
asing masuk sampai di luar glotis maka laring mempunyai fungsi batuk yang membantu benda dan sekret dari
d. Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang yang fungsinya untuk mempertahankan oagar trakea tatap terbuka. Trakea
dilapisi oleh lendir yang terdiri atas epitelium bersilia, jurusan silia ini bergerak jalan ke atas ke arah laring, maka
dengan gerakan ini debu dan butir halus yang turut masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan.
e. Bronkus
Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu bronkus utama kiri dan kanan yang
dikenal sebagai karina. Karina memiliki syaraf yang menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika
dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar yang arahnya
hampir vertikal, sebalinya bronkus ini lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utama bronkus bercabang lagi
menjadi bronkus lobaris dan kemudian segmentalis. Percabangan ini berjalan terus dan menjadi bronkiolus
f. Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis merupakan saluran penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru yaitu tempat
pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris, sakus alveolaris terminalis, alveolus
Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan yang dapat mengurangi tegangan pertukaran dalam
mengurangi resistensi pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps alveolus pada ekspirasi.
Paru-paru mendapat dua sumber suplai darah yaitu dari arteri bronkialis (berasal dari aorta thorakhalis dan berjalan
sepanjang dinding posterior bronkus) dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi
Vena bronkialis besar bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena
bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena pulmonalis. Arteri pulmonalis yang berasal dari
ventrikel kanan jantung mengalirkan darah vena campuran ke paru-paru. Di paru-paru terjadi pertukaran gas antara
alveoli dan darah, darah yang teroksigenasi dikembalikan ke ventrikel kiri jantung melalui vena pulmonalis, yang
Difusi : pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.
Etiologi
· Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa dan disebabkan oleh alergen yang diketahui karena kepekaan
individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus binatang, kain pembalut atau yang lebih
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non spefisik seperti flu biasa,
latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan
dan juga sering timbul sesudah usia 40 tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada
percabangan trakeobronchial.
Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor berikut ini.
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti:
histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan broncho spasme,
Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf pagal melalui sistem para
simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti:
infeksi, latihan, udara dingin, merokok, emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang pembentukan mediator
kimiawi.
Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan hiperventilasi untuk mencukupi
kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan pengeluaran CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan
tekanan CO2 darah arteri (pa CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila
serangan asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam
pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan
bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai ventilasi alveolar yang menurun menyebabkan retensi
CO2 dalam darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita kenal dengan gagal
nafas.
Hipotermi yang berlangsung lama akan menyebabkan asidosis metabolik dan konstruksi jaringan pembuluh darah
paru dan selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah ke pembuluh darah yang lebih besar tanpa melalui unit-
unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan.
Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak dan mengie (wheezing) dan sebagian penderita disertai nyeri dada).
Gejala-gejala tersebut tidak selalu terdapat bersama-sama, sehingga ada beberapa tingkat penderita asma sebagai
berikut:
· Tingkat I penderita asma secara klinis normal. Gejala asma timbul bila ada faktor pencetus.
· Tingkat II penderita asma tanpa keluhan dan tanpa kelainan pada pemeriksaan fisik tetapi fungsi paru
· Tingkat III penderita asma tanpa golongan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun fungsi paru menunjukan
· Tingkat IV penderita asma yang paling sering dijumpai mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas berbunyi.
Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan ditemukan obstruksi jalan nafas. Pada serangan asma yang berat
b. Cyanosis
c. Silent chest
d. Gangguan kesadaran
f. Thacycardi
· Tingkat V status asmatikus yaitu serangan asma akut yang berat bersifat refrater sementara terhadap
Test Diagnostik
1. Tes kulit (tuberculin dan alergen)
Tes kulit (+) reaksi lebih hebat, mengidentifikasi alergi yang spesifik.
Penatalaksanaan Medik
1. Abenis (Beta)
Medikasi awal untuk mendilatasi otot-otot polos bronchial, meningkatkan gerakan siliarism, menurunkan mediator
2. Methil Santik
Mempunyai efek bronkodilator, merileksasikan otot-otot polos bronkus, meningkatkan gerakan mukus, dan
3. Anti Cholinergik
Diberikan melalui inhalasi bermanfaat terhadap asmatik yang bukan kandidat untuk antibodi b dan methil santin
Contoh: Atrofin
4. Kortikosteroid
Diberikan secara IV, oral dan inhalasi. Mekanisme kerjanya untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor.
Komplikasi
1. Pneumothorax
3. Atelektasis
5. Alergi
6. Gagal nafas
7. Bronchitus
8. Fraktur iga.
Pengkajian
- Klien kemungkinan dapat mengungkapkan strategi mengatasi serangan, tetapi tidak mampu mengatasi jika
serangan datang.
- Menurunnya libido
- Mengingkari
- Marah
- Putus asa
Diagosa Keperawatan
c. Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik.
d. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d pemasukan yang tidak adekuat: mual, muntah
f. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan akut.
g. Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahan utama (penurunan kerja silia dan menetapnya sekret).
Rencana Tindakan
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronchi.
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya
bunyi nafas adventisius misalnya: penyebaran, krekels basah (bronkitis), bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi
R/ Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya
proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3. Catat adanya derajat dyspnea misalnya keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernafasan, penggunaan
otot bantu.
R/ Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat
tidur.
R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. Sokongan
tangan/kaki dengan meja, bantal, dll membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya: debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan
kondisi individu.
R/ Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat, mentriger episode akut.
udara.
7. Observasi karakteristik batuk misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki
R/ Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut atau kelemahan. Batuk paling
efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret. Mempermudah pengeluaran. Penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada
diafragma.
HYD: - Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan dalam rentang normal dan
Intervensi:
R/ Kemungkinan cyanosis perifer terlihat pada kuku, bibir dan daun telinga.
R/ Hipoxemia biasanya terjadi pada saat akut keadaan lanjut pCO2 akan meningkat.
c. Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik.
Intervensi:
1. Kaji keluhan sesak, pusing dan kemampuan merawat diri klien.
d. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tidur b.d pemasukan yang tidak adekuat akibat dari
Intervensi:
R/ Klien dengan distress pernafasan sering anoreksia dikarenakan dyspnea, produksi sputum dan obat-obatan.
R/ Penurunan bising usus menunjukan penurunan motilitas gaster dan konstipasi yang berhubungan dengan
penurunan aktivitas.
R/ Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan
Intervensi:
R/ Untuk menentukan intervensi selanjutnya dan membantu pasien meningkatkan beberapa perasaan kontrol emosi.
2. Kaji kebiasaan ketrampilan koping.
R/ Memberikan pasien tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan otot.
3. Beri dukungan emosional, tetap berada di dekat pasien selama serangan akut, antisipasi kebutuhan pasien,
R/ Memberikan pasien untuk tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan otot.
6. Pertahankan periode istirahat yang telah direncanakan dan kegiatan sehari-hari yang ringan dan sederhana,
jangan anjurkan berbicara bila sedang dyspnea berat, batasi pengunjung bila perlu dan berikan dorongan untuk
f. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan akut.
- Gas-gas darah arteri dalam batasan yang dapat diterima oleh pasien.
Intervensi:
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada serta catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot
R/ Kecepatan biasanya meningkatkan dyspnea dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan bervariasi
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius seperti krekels, mengi, gesekan pleural.
R/ Mempercepat penyembuhan.
g. Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret.
HYD: Tidak terjadi infeksi ditandai dengan tidak ditemukannya kemerahan, panas dan pembengkakan.
Intervensi:
1. Observasi TTV.
R/ Menurunkan konsumsi atasu kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap
R/ Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
HYD: Pasien mendemonstrasikan pengetahuan tentang penatalaksanaan perawatan kesehatan seperti yang
dijelaskan tentang prinsip perawatan diri yang berhubungan dengan proses penyakit.
Intervensi:
4. Jelaskan tentang proses penyakit dan perawatan diri selama serangan hebat.
5. Jelaskan pentingnya diit dan cairan: makan seimbang dan bergizi, hindari penambah berat badan yang
6. Diskusikan mengenai obat, nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping serta pentingnya minum
R/ Meningkatkan pengetahuan pasien dan pasien dapat kooperatif dalam proses penyembuhannya.
Discharge Planning
1. Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan, mendeteksi substansi yang mencetuskan
terjadinya serangan.
2. Menghindari agen penyebab serangan antara lain bantal, kasur (kapas), pakaian jenis tertentu, hewan
3. Menganjurkan pasien untuk segera melaporkan tanda-tanda dan gejala yang menyulitkan seperti bangun saat
4. Hidrasi adekuat harus dipertahankan untuk menjaga sekresi agar tidak mengental.
5. Pasien harus diingatkan bahan infeksi harus dihindari karena infeksi dapat mencetuskan serangan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth’s. Text Book Medical Surgical Nursing. Buku I. Philadelphia: JB Lippincott Company, 2000.
Doengoes Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Nancy M. Holloway. Medical Surgical Nursing Care Plans. Pensylvania: Springhouse Corporation, 1988).
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Bagian 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1988.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi IV. Jakarta: EGC, 1994