Anda di halaman 1dari 2

Kasus: Rabu, 27 Dec 2017 16:48 WIB

Jakarta: Ketua Dewan Penasehat Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) Agus Purwadianto menegaskan bahwa komersialisasi atau jual beli organ dilarang
oleh Undang-undang.

Tindakan pembedahan untuk mendonorkan organ harus didasari rasa sukarela dari pendonor
kepada resipien. Meskipun setiap rumah sakit akan menetapkan biaya untuk tindakan operasi,
namun donor organ dengan alasan demi uang tidak dibenarkan.

"Tidak ada pagu yang ditetapkan untuk transplantasi tertentu. Tetapi biaya medis untuk operasi baik
di rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta pasti ada," ujar Agus, dalam Newsline, Rabu
27 Desember 2017.

Tindakan donor organ tubuh, kata Agus, tidak bisa sembarangan dilakukan. Antara pendonor dan
resipien harus memenuhi syarat baik medis maupun administrasi.

Syarat medis umumnya mengharuskan pendonor benar-benar sehat sehingga setelah


mendonorkan organnya tidak menularkan penyakit pada resipien.

Sayangnya, ketika syarat medis sudah terpenuhi, terkadang yang menjadi ganjalan adalah syarat
administratif antara pendonor dan resipien yang kadang bukan menjadi tanggung jawab rumah sakit
yang menangani.

Ketika ada perjanjian antara donor dan resipien tentang imbalan atau jumlah uang yang diberikan
setelah donor maka hal tersebut sepenuhnya tanggung jawab kedua belah pihak.

"Contohnya hal-hal yang berkaitan dengan akte notarian, perjanjian, dan sebagainya itu pada
prinsipnya dibuat dalam kondisi yang tidak merugikan keduanya," kata Agus

Lemahnya pengetahuan pasien terutama yang menjadi pendonor kadang merugikan salah satu
pihak. Salah satu kasus adalah yang terjadi antara Ita Diana yang mendonorkan salah satu
ginjalnya kepada orang lain bernama Erwin.

Namun terlepas dari kasus yang tengah terjadi, Agus mengatakan bahwa setiap rumah sakit yang
melakukan tindakan sudah melakukan prosedur secara benar dan dokter bedah sifatnya hanya
membantu bukan terlibat untuk melanggar undang-undang maupun kodek etik kedokteran.

"(Saya sarankan) kalau dalam satu tindakan sebaiknya ada mediasinya, kalau buru-buru dibawa ke
pidana akan makin keruh," jelasnya.
Tranplantasi dipandang dari sudut social Budaya
Budaya setempat yaitu budaya Indonesia sangat mempengaruhi terhadap cara pandang
mengenai transplantasi dan donasi organ di Indonesia. Menurut Gabriel C oniscu,1Md, FRCS, John LR
Forsythe,1MD,FRCS dalam jurnalnya An Overview Of transplantation in Culturally Diverse Regions
mengatakan bahwa budaya memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap tranplantasi sekaitan
dengan kompleksnya permasalahan dalam tranplantasi dibanding bidang lainnya di kedokteran.
Pengaruh budaya ini telah membawa pendekatan praktek yang berbeda di tiap-tiap Negara untuk
disetujui denga menghargai nilai sosial dan moral dari masyarakat setempat.
Hal-hal dalam sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang mempengaruhi ketakutan dan
pengertian yang keliru dalam memandang donasi dan transplatasi organ adalah:
- Ketakutan akan kematian
- Kepercayaan bahwa pengambilan organ akan melangfar kesucian jenazah
- Katakutan akan dipotong setelah mati
- Keinginan untuk dimakamkan secara utuh
- Tidak menyukai ide keberadaan ginjal dalam tubuh orang
- Konsep pengertian yang keliru terhadap mati batang otak
- Ide donasi akan menodai kepercayaan

Pengaruh budaya inilah yang pada akhirnya membalikkan apa yang dibolehkan oleh agama.
Budaya Indonesia yang memberikan pengaruh mendorong donor organ adalah budaya gotong royong
yang kental di Indonesia. Saling tolong menolong ketika orang lain mendapatkan musibah merupakan
hal yang mudah ditemui dalam masyarakat Indonesia. Menolong orang yang memerlukan donasi dan
tranplantasi organ dengan membantuk mendonorkan organ merupakan nilai positif dari budaya
Indonesia.

Dari kasus diatas, sudah pasti bahwa tranplantasi organ itu dilarang oleh hukum jika tidak
berdasarkan syarat-syarat dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Jika menurut pandangan
budaya, khususnya pada budaya Indonesia yang menanamkan jiwa saling tolong-menolong (gotong
royong) membolehkan adanya tranplantasi organ tersebut karna sesama manusia yang
membutuhkan ada baiknya kita saling menolong, akan tetapi tindakan tersebut harus jelas
pengerjaannya seperti kata Ketua Dewan Penasehat Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK)
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Agus Purwadianto “, tidak bisa sembarangan dilakukan. Antara
pendonor dan resipien harus memenuhi syarat baik medis maupun administrasi”

Anda mungkin juga menyukai