PENDAHULUAN
2.1 Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Abortus pada kehamilan muda terjadi kurang dari 20 minggu atau
pada berat janin kurang dari 500 gram. Abortus menurut Sarwono 2002 terjadi pada
sekitar 10-15% dari kehamilan.1
Salah satu gejala dari abortus adalah perdarahan pervaginam dari bercak
darah hingga perdarahan yanga banyak, nyeri perut dan kaku, pengeluaran sebagian
produk konsepsi, serviks dapat tertutup atau terbuka, dan ukuran uterus lebih kecil
dari yang seharusnya.5
Faktor predisposisi dari abortus mencakup beberapa faktor, antara lain : (1)
Faktor janin (fetal), yang terdiri dari kelainan genetik. (2) Faktor dari ibu
(maternal), yang terdiri dari infeksi, kelainan hormonal seperti hipotiroid, diabetes
mellitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok, alkoholik, faktor
imunologis, inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks sebelum
inpartu yang terjadi umumnya pada trimester 2. (3) Faktor dari ayah (paternal),
kelainan sperma.5
Terdapat berbagai macam abortus yang diklasifikasi sesuai dengan gejala,
tanda dan proses patologi yang terjadi, seperti : 5
a. Abortus iminens
Abortus tingkat permulaan yang ditandai dengan perdarahan
pervaginam, ostium uteri yang masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan. Gejala yang timbul biasanya hanya
perdarahan pervaginam. Pemeriksaan USG dilakukan untuk
mengetahui pertumbuhan janin dan keadaan plasenta telah terjadi
pelepasan atau belum.
b. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi
masih dalam cavum uteri dan dalam proses pengeluaran. Pada
pemeriksaan USG akan dijumpai pembesaran uterus sesuai dengan
umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masi jelas
walaupun mungkin sudah tidak tampak normal.
c. Abortus Kompletus
Keseluruhan dari hasil konsepsi telah keluar dari cavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin yang kurang dari
500 gram. Gejala yang tampak berupa semua hasil konsepsi telah
dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus telah mengecil yang
menyebabkan perdarahan yang terjadi hanya sedikit, dan besar uterus
tidak sesuai dengan umur kehamilan.
d. Abortus Inkompletus
Sebagian dari hasil konsepsis sudah keluar dari kavum uteri dan
sebagian lainnya masih tertinggal. Pada pemeriksaan vagina
ditemukan kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam
kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Banyaknya
perdarahan yang terjadi bergantung pada sisa hasil konsepsi yang
belum keluar. Dari pemeriksaan USG biasanya ditemukan pada
kavum uteri tampak massa hiperekoik dengan bentuk tidak beraturan.
e. Missed Abortion
Ditandai dengan embrio atau fetus yang telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 munggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan. Pada pemeriksaan USG
akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil
dsn bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada
tanda-tanda kehidupan.
f. Abortus Habitualis
Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih secara berturut-turut.
g. Abortus Infeksius
Abortus yang disertai adanya infeksi pada genitalia.
h. Abortus Anembrionik (Blighted Ovum)
Kehamilan patologi dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal
kehamilan walaupun kantung gestasi tetap terbentuk. Kelainan ini
hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan USG. Bila tidak dilakukan
tindakan, kehamilan ini kan berkembang terus walaupun tanpa ada
janin didalamnya. Biasanya kejadian abortus spontan yang
berlangsung sekitar 14-16 minggu setelah terjadinya kehamilan.
Dalam sebuah analisis terhadap 1000 kasus abortus spontan, ditemukan
bahwa separuh kasus abortus adalah blighted ovum, yang mana embrionya
mengalami degenerasi atau tidak ada pada saat dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan ultrasonografi.1
2.3 Etiologi
Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam proses
pembuahan sel telur dan sperma. Penyebab pasti dari blighted ovum belum
diketahui, namun beberapa faktor dapat mengakibatkan terjadi blighted ovum.3,6
1) Blighted ovum terjadi karena kelainan pada sel telur dan sel sperma.
2) Kelainan kromosom dapat mengakibatkan pertumbuhan embrio pada
masa awal kehamilan berhenti.
3) Blighted ovum terjadi karena kebiasaan merokok atau minum alkohol
4) Faktor usia dan paritas pasangan suami istri. Usia semakin tua pada
pasangan suami istri meningkatkan risiko penurunan kualitas sperma dan
ovum dan semakin banyak seorang istri pernah hamil memperbesar
kemungkinan dari terjadinya blighted ovum.
5) Blighted ovum terjadi karena infeksi TORCH, rubella, streptokokus,
kelainan imunologis (seperti adanya antibodi terhadap janin), rendahnya
kadar beta hCG serta penyakit diabetes mellitus yang tidak terkontrol.
2.4 Patofisiologi
Proses awal kehamilan blighted ovum terjadi sama pada kehamilan umumnya.
Sel telur dibuahi oleh sel sperma, kemudian terjadi penggabungan pronukleus. Hari
ke-4 setelah fertilisasi terbentuk menjadi blastosit yang dilapisi trofoblas. Trofoblas
akan memicu produksi hormon-hormon kehamilan termasuk hormon hCG.
Pemeriksaan tes kehamilan positif dan kehamilan klinis akan terjadi. Kehamilan
blighted ovum terjadi penuruna hormon kehamilan (progesteron, estrogen, dan
hCG). Penurunan tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor penyebab. Kasus
blighted ovum dilakukan pemeriksaan menggunakan USG ditemukan gestational
sac, yolk sac dan tidak ditemukan embrio di dalam gestational sac. Hal ini
disebabkan kegagalan perkembangan embrio pada 6-7 minggu pasca fertilisasi.2,4
2.6 Diagnosis
Selain melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, blighted ovum dapat
didiagnosis secara pasti dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi pada kasus blighted ovum ditemukan
kantung kehamilan dan tidak ditemukan embrio di dalam rahim. USG bisa
dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6-7 minggu. Sebab saat itu diameter
kantung kehamilan sudah lebih besar dari 16 milimeter sehingga bisa terlihat lebih
jelas. Diagnosis kehamilan anembriogenik dapat ditegakkan bila pada kantong
gestasi yang berdiameter sedikitnya 30 mm, tidak dijumpai adanya struktur
mudigah dan yolk sac. Untuk itu, bila pada USG pertama didapatkan gambaran
seperti ini, perlu dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak
dijumpai struktur mudigah dan diameter kantung gestasi sudah mencapai 25
milimeter maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik. Bila hasil USG
tidak disertai keluhan perdarahan dari vagina, untuk menghindarkan keraguan saat
menegakkan diagnosis blighted ovum dilakukan USG ulang 10 hari kemudian.1,7
2.7 Penatalaksanaan
2.8 Pencegahan
Dalam banyak kasus blighted ovum tidak bisa dicegah. Beberapa pasangan
seharusnya melakukan tes genetika dan konseling jika terjadi keguguran berulang
di awal kehamilan. Blighted ovum sering merupakan kejadian satu kali, dan jarang
terjadi lebih dari satu kali pada wanita.3
Untuk mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan beberapa
tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella pada wanita
yang hendak hamil, bila menderita penyakit maka ditangani terlebih dulu penyakit
tersebut, melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia di atas 35 tahun,
menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas sperma/ovum baik, memeriksakan
kehamilan yang rutin dan membiasakan pola hidup sehat.2,3
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 6 hari yang
lalu. Pasien mengaku hamil 3 bulan dengan HPHT: 25 Februari 2017, hamil
11-12 minggu. Menurut keterangan pasien, awalnya darah keluar sebanyak
3 kain. Saat ini yang keluar dari jalan lahir hanya berupa flek-flek berwarna
hitam. Selain itu, pasien juga mengeluhkan nyeri di perut bagian bawah.
Pasien melakukan ANC teratur di bidan sebanyak 5 kali. Kemudian,
dilakukan USG oleh Sp.OG pada tanggal 6 Juni 2017, dikatakan bahwa
kantung kehamilan kosong. Pasien menyangkal adanya keluhan keluar
lendir dari jalan lahir, keputihan dan demam. Pasien tidak memiliki riwayat
trauma pada perut sebelumnya. BAK tidak ada keluhan, namun BAB
dirasakan tidak lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung, diabetes melitus, asma,
alergi dan penyakit lainnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lain yang memiliki keluhan sama seperti pasien.
Keterangan
Menstruasi :
Tidak menstruasi :
03 04 05
Pemeriksaan Fisik
1. Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
2. Leher: pembesaran KGB (-/-)
3. Paru: simetris, stem fremitus kanan = stem fremitus kiri, sonor pada kedua
lapangan paru, vesikuler (+/+), ronki (-/-) dan wheezing (-/-).
4. Jantung: bunyi jantung I > bunyi jantung II, regular (+), murmur (-).
5. Abdomen: soepel, distensi (-), peristaltic (+) kesan normal.
6. Ekstremitas: akral hangat, crt < 3 detik edema (-/-), pucat (-/-).
7. Genetalia dan anus:
I : V/U tenang, Perdarahan(+)
Io : Portio livid, OUE tertutup, perdarahan (+)
Vt : Uterus sebesar telur bebek, Ø tidak ada, tidak teraba massa di
adnexa kanan dan kiri, parametrium dalam batas normal, nyeri goyang
portio tidak ada, cavum douglas tidak menonjol.
Darah Rutin
Ht 38 % 37-47 %
MCV 77 fL 80-100 fL
MCH 27 pg 27-31 pg
MCHC 35 % 32-36 %
Hitung Jenis
Eosinofil 4% 0-6 %
Basofil 0% 0-2 %
Limfosit 40 % 20-40 %
Monosit 6% 2-8 %
Faal Hemostasis
Hepatitis
Diabetes
Ginjal-Hipertensi
Ureum 17 mg/dl 13-43 mg/dl
3.5 Diagnosis
Diagnosis Banding:
1. G1 hamil 14-15 minggu + Blighted ovum
2. G1 hamil 14-15 minggu + Abortus Imminens
Diagnosis Kerja:
G1 hamil 14-15 minggu + Blighted ovum
b) Farmakologi:
1. Cefadroxil 2 x 500 mg
2. Methylergometrin 3 x 0,2 mg
3. Asam Mefenamat 3 x 500 mg
4. Sohobion 1 x 1 tab
b. Diagnostik:
1. Ultrasonografi
2. Pemeriksaan patologi anatomi jaringan hasil kuretase
c. Monitoring:
1. Keadaan umum
2. Tanda-tanda vital
3. Kontraksi uterus
4. Tanda-tanda perdarahan dan infeksi
e. Edukasi:
1. Istirahat total
2. Diet tinggi kalori tinggi protein
3. Mobilisasi
4. Menjaga hygiene alat reproduksi
5. Pasca kuretase sebaiknya menunda kehamilan sampai 6 bulan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien mengaku hamil 3 bulan datang ke IGD dengan keluhan
keluar darah sejak 6 hari lalu tanpa disertai lendir melalui jalan lahir dan nyeri di
perut bagian bawah. Berdasarkan dari anamnesis dan gejala yang dikeluhkan
tersebut dimungkinkan bahwa pasien mengalami abortus. Diamna abortus
merupakan pengeluaran hasil konsepsi yang dikeluarkan pada saat kehamilan
kurang dari 20 minggu. Akan tetapi perlu dipastikan melalui pemeriksaan
penunjang USG mengenai kondisi dalam rahim ibu sehingga dapat disimpulkan
diagnosis pasti yang ada. Adapun abortus yang terjadi pada pasien tergolong
sebagai Blighted ovum yang mana kehamilan yang bisa ditegakkan pada usia
kehamilan 7-8 minggu dengan dilakukan pemeriksaan USG.2
Hasil pemeriksaan USG pasien ini menunjukkan bahwa terlihat kantung
kehamilan tanpa massa intrauterin didalamnya. Disimpulkan diagnosis dari kasus
ini adalah blighted ovum atau kehamilan kosong dimana terbentuk kantung
kehamilan dan plasenta tetapi tidak ada pembentukan embrio. Blighted ovum pada
awalnya tidak dapat dibedakan gejalanya dari kehamilan biasa hingga terjadi
abortus spontan dan telah dilakukan pemeriksaan USG. Untuk memastikan kembali
kehamilan yang terjadi pada pasien maka dapat dilakukan evaluasi USG ulang pada
2 minggu setelahnya. Bila kantong gestasi masih tidak berkembang hingga 25
milimeter, maka bisa dipastikan bahwa kehamilan yang terjadi pada pasien
merupakan kehamilan anembrionik atau Blighted ovum.1,7
Setelah pasien didiagnosis dengan blighted ovum, tindakan selanjutnya yang
dilakukan terminasi kehamilan dengan cara kuretase jaringan untuk menghentikan
perdarahan, membersihkan sisa-sisa jaringan, mencegah infeksi, sehingga rahim
siap untuk kehamilan berikutnya. Sesuai teori, hal yang dapat dilakukan pada
pasien dengan diagnosa blighted ovum adalah terminasi kehamilan segera setelah
ditegakkan diagnosa pasti dan dilakukan pemeriksaaan penunjang berupa USG.
Tindakan terminasi yang dapat dilakukan berupa kuretase yang merupakan
serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding kavum uteri
dengan melakukan invasi ke dalam kavum uteri. Dimana hasil konsepsi di
bersihkan dan dikeluarkan secara keseluruhan dari kavum uteri. Selain itu, sisa
jaringan yang diambil dapat juga digunakan sebagai sampel laboratorium untuk
mengetahui penyebab terjadinya blighted ovum.2,7
Terapi pasca tindakan kuretase pada pasien ini diberikan analgetik yaitu asam
mefenamat untuk mengurangi nyeri jika diperlukan, pemberian antibiotic untuk
mencegah terjadinya infeksi pasca tindakan, metilergometrin untuk menimbulkan
kontraksi dan mencegah perdarahan post partum atau keguguran, menganjurkan
untuk mobilisasi bertujuan untuk mengurangi nyeri, serta melakukan observasi
meliputi jumlah perdarahan pervaginam untuk mengetahui terjadinya perdarahan
dan tanda-tanda infeksi.3,7
BAB V
KESIMPULAN
2. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. First trimester abortion. In: Williams Gynecology 22nd ed.
New York: McGraw- Hill, 2008.
3. Porter FT, Branch DW, Scott JR. Early pregnancy loss. In: Danforth’s
Obstetric and Gynecology 10th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins,
2009.
5. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas KEsehatan Dasar dan
Rujukan. Edisi 1. Jakarta, Indonesia. 2013
8. Saimin J, Moeljono ER, Farid RB. Pemakaian tablet misoprostol 100 mikrogram
per vaginam untuk dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase. Makassar:
Subbagian Fetomaternal Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, 2008.