Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Produksi dan Pendapatan Petani


Pembangunan irigasi tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil produksi pertanian.
Dengan meningkatkan produksi pertanian itu diharapkan sekaligus peningkatan keuntungan
anggota masyarakatnya. Pendapatan petani dari hasil usaha taninya dapat diperhitungkan dari
total penerimaan yang berasal dari hasil penjualan produksi ditambah nilai yang dikonsumsi
sendiri dikurangi dengan total nilai pengeluaran yang terdiri dari:
1. Pengeluaran untuk input (bibit, pupuk, pestisida).
2. Pengeluaran upah tenaga kerja.
3. Pengeluaran untuk pajak, iuran air dan lain-lain.
Sedangkan sumber daya yang merupakan faktor produksi penting dalam usaha tani, yaitu:
1. Tanah, meliputi kwitansi/luas dan kualitas.
2. Tenaga kerja meliputi kualitas dan kuantitas.
3. Modal, meliputi modal tetap (tanah, mesin-mesin, bangunan, inventaris dan modal kerja
untuk pembelian input variabel).
4. Keterampilan manajemen dari para petani.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa dengan beroperasinya sistem irigasi Namusira-sira
telah memberikan hasil produksi pertanian, yaitu padi, jagung, kacang kedelai dan semangka.
Oleh sebab itu, dengan kerangka teori ini dikaitkan dengan hasil penelitian akan diperoleh hasil
sejauh mana peranan proyek irigasi Namusira-sira terhadap peningkatan pendapatan petani di
wilayah sekitarnya. Sebagai landasan teoritis dalam menganalisa peningkatan produksi dan
pendapatan petani adalah analisis fungsi produksi. Fungsi produksi yaitu fungsi yang
menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi/input.
(Mubyarto, 1989)
Analisis ini akan dijadikan sebagai dasar untuk mengetahui sampai sejauh mana dari
masing-masing faktor produksi pendapatan petani dari usaha tani padinya, yang secara
matematis fungsi produksinya dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = f (x₁, x₂, ............., xₙ)
Dimana y = hasil fungsi
x₁, x₂ = faktor faktor produksi (input)
Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin banyak dimanfaatkan faktor-faktor
produksi, diharapkan produksi dapat meningkat. Tapi kenaikan tersebut adalah memiliki suatu
batasan yang harus tunduk pada hukum yang disebut penggunaannya, sedangkan input-input lain
tetap makan tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang
ditambahkan tadi mula-mula menaik, tetapi kemudian seterusnya menurun bila input tersebut
terus bertambah. (Boediono, 1982)
Tahapan-tahapan produksi yang dimaksudkan secara grafik dapat digambarkan seperti
berikut ini. (Gambar 1)

Gambar 1. Tahap-tahap produksi (Hadikoesworo, 1986)

Keterangan TTP = Produksi fisik total (Physical total product)


APP = Kurva produk fisik rata-rata (Average physical product)
MPP = Produk fisik marginal (Marginal physical product)

Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa tahapan produksi dapat dikelompokkan atas
tahap I, II, dan III. Pada tahap I elastisitas produksi lebih besar dari satu (Ep > 1), tahapan II
elastisitas produksi antara nol dan satu (1 > Ep > 0) dan dalam tahapan III elastisitas produksinya
adalah negatif (Ep < 0).
Dengan demikian, sebagaimana tujuan kegiatan usaha yang rasional yaitu tercapainya
kenaikan produksi, maka sebagai model di dalam penelitian ini yang memenuhi kriteria adalah
tahapan II.
Faktor produksi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah luas lahan sawah yang
dipanen dalam hektar/tahun, jumlah biaya produksi cash/tunai yang dikorbankan dan faktor
irigasi sebagai variabel dummy.
Variabel dummy adalah sebagai variabel yang sifatnya kualitatif yang menunjukkan ada
tidaknya (presence or absence) suatu qulity atau suatu attribute. (Supranto, 1983) Faktor irigasi
sebagai variabel dummy dalam penelitian ini tidak dapat diukur dalam bentuk angka, tetapi
sangat berpengaruh terhadap produksi pertanian akan dirubah sehingga berbentuk angka. Cara
untuk membuat kualifikasi dari data kualitatif (tidak berbentuk angka) adalah dengan jalan
memberikan nilai 1 (satu) kalau attribute yang dimaksud ada (yang mempunyai air irigasi) atau 0
(nol) kalau attribute yang dimaksud tidak ada (yang tidak mendapatkan irigasi).
Pengertian dari batasan variabel-variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Petani adalah anggota masyarakat yang pekerjaan pokoknya menggarap lahan usaha tani
yang memanfaatkan fasilitas irigasi maupun yang non irigasi.
2. Produksi adalah hasil panen yang diperoleh dalam satu tahun dengan dua kali musim tanam
dan non irigasi satu kali musim tanam dalam setahun.
Produksi disini adalah produksi sebelum dikurangi dengan sewa ataupun bagi hasil yang
satuan pengukurannya adalah kilogram (kg).
3. Tenaga kerja keluarga adalah sumber curahan tenaga kerja manusia dalam seluruh kegiatan
proses produksi, dihitung dalam satuan hari kerja orang.
4. Luas lahan sawah adalah luas penggunaan sawah yang diperguankan selama satu tahun atau
dua kali musim tanam, baik merupakan milik sendiri atau sewa serta bagi hasil. Satuan
pengukurannya adalah hektar atau are dan rantai.
5. Jumlah biaya produksi adalah jumlah biaya produksi yang dikorbankan yang dihitung dalam
satuan rupiah.
6. Total pendapatan petani adalah jumllah pendapatan petani yang diterimanya dari hasil
produksi dikalikan dengan harga pasar yang berlaku ditambah dengan pendapatan lainnya.
Satuan pengukuran yang diperoleh adalah rupiah.
7. Pendapatan bersih adalah total pendapatan petani dikurangi dengan pengeluaran-
pengeluaran yang dipergunakan untuk faktor-faktor produksi dan kewajiban-kewajiban
pembayaran iurn irigasi selama setahun. Satuan pengukuran yang dipergunakan adalah
rupiah.
8. Tingkat pendapatan perkapita rumah tangga adalah pendapatan total rumah tangga dalam
setahun dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga.

B. Analisis Distribusi Pendapatan


Pada prinsipnya analisis distribusi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:
1. Analisis distribusi pendapatan personal
2. Analisis distribusi pendapatan fungsional
Pendekatan pertama mengukur distribusi pendapatan diantara individu-individu dalam
suatu masyarakat. Pendekatan kedua mengukur distribusi pendapatan diantara faktor-faktor
dalam suatu proses produksi. (Soejono, 1977 dalam Kalo, 1987)
Hubungan distribusi pendapatan fungsional dan personal secara verbal dapat
diilustrasikan seperti gambar berikut ini:
Distribusi Pendapatan

Fungsional Personal

Diantara Faktor Diantara Pemilik Faktor–


Produksi (Factors) Faktor Produksi
(Earners)

Tanah Keluarga

manajemen
Tenaga Kerja Upahan

Tenaga Kerja

Gambar 2. Hubungan distribusi pendapatan fungsional dan personal


Sumber: Kalo, 1987 (disederhanakan)

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa pendapatan yang diterima petani dapat berasal dari
tanah, manajemen (operator’s residual) dan dari tenaga kerja dalam keluarga. Berarti naiknya
produktivitas tanah dapat menaikkan pendapatan dari petani. Naiknya produktivitas tenaga kerja
dapta menaikkan pendapatan tenaga kerja upahan.
Analisis pendapatan fungsional (distribusi pendapatan diantara faktor-faktor produksi)
dapat didekati dengan “pendekatan fungsi produksi” dan dengan apa yang dinamakan “factor
share analysis” dari output (pendapatan) yang diterima oleh masing-masing input yang
digunakan, dimana semua output (pendapatan) akan dialokasikan (dibayarkan) pada semua input
tersebut. Karena prinsip ini serupa dengan prinsip dalam perhitungan “akuntansi”, maka analisis
ini disebut “pendekatan akuntansi”. Dengan pendekatan accounting nilai pengeluaran petani
untuk faktor produksi (tanah, tenaga kerja, manajemen atau operator’s residual dan currents
inputs) diartikan sebagai pendapata dari faktor produksi yang bersangkutan.
Dengan memperhatikan siapa pemilik dari masing-masing input, maka factor share
analysis berarti earner’s share analysis berarti analisis distribusi pendapatan personal dilakukan
secara tidak langsung.
Dalam penelitian ini, metode analisis yang digunakan adalah factor share dan earner’s
share analysis, atau lebih dikenal dengan “pendekatan akuntansi”. Dengan pendekatan akuntansi
nilai pengeluaran petani untuk faktor produksi yaitu tanah, tenaga kerja, manajemen (operator’s
residual dan currents inputs diartikan sebagai pendapatan dari faktor yang bersangkutan.
Semua nilai pembayaran untuk masing-masing input dan pemilik input dikonversikan
kedalam nilai riil ekuivalen kilogram gabah.
Distribusi pendapatan usaha tani dapat dilihat dari dua aspek, yaitu:
1. Distribusi pendapatan absulut (absolute share)
2. Distribusi pendapatan relatif (relatif share)
Pada aspek pertama, bagian pendapatan input (factor share) atau pemilik input (earner
share) diukur dalam nilai absolutnya. Sedangkan pada aspek kedua bagian pendapatan untuk
input (factor share) dan pemilik input (earner share) diukur dalam nilai relatifnya.
Pendekatan dengan aspek pertama dimaksud untuk untuk menelaah bagaimana perubahan
absolut didistribusikan diantara input dan pemilik input yang mana lebih diuntungkan perubahan
diatas.
Penerimaan atau pendapat absolut (absolute share) dari faktor produksi secara langsung
dapat dihitung sebagai berikut:
Sxi = Pxi . xi
Dimana :
Sxi = Pendapatan absolut yang diterima input xi
Pxi = Harga persatuan input xi
Xi = jumlah input xi yang digunakan
Pendapatan relatif (relatife share) input xi adalah ratio antara pendapatan absolut (Sxi)
terhadap nilai total output, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pxi . xi
Py . y
Dimana :
RSxi = Pendapatan relatif yang diterima
Py = Harga persatuan output y
y = Output

C. Wilayah
Menurut pakar Walter Isard berpendapat bahwa pendekatan wilayah merupakan kajian
terhadap kajian terhadap hubungan sebab akibat dari faktor-fakrot utama pembentukan wilayah
yang meliputi fisik, sosial budaya dan ekonomi. Pengembangan model-model analisis wilayah
dengan mengkombinasikan dan mengintegrasikan model-model yang ada di dalam aliran fisik,
geografi, sosial dan ekonomi. Lebih lanjut pendekatan tersebut banyak diikuti oleh para ahli
mengembangkan wilayah dari berbagai negara dimana masing-masing mencoba
mengembangkan yang tentunya sangat diwarnai oleh interest, latar belakang dan potensi masing-
masing. Dalam proses pengembangannya teori Isard dangat dipengaruhi oleh sistem
perekonomian, politik, administrasi pembangunan yang berlaku di setiap negara, demikian juga
di Indonesia.
Dalam konteks perkembangan ilmu wilayah di Indonesia Prof. Dr. Ir. Sutami
memberikan andil cukup besar. Beliau merupakan pelopor utama dalam mengembangkan ilmu
wilayah berdasarkan pengalamannya sebagai Menteri Pekerjaan Umum yang banyak terlibat
dengan pembangunan fisik infrastruktur. Dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar
Universitas Indonesia pada tahun 1977 beliau mengemukakan bahwa ada tiga tahapan
perkembangan ilmu wilayah, yaitu tahap klasial regional science (1950-1960), tahap Operation
Research Regional Science dan tahap New Regional Science (sejak 1970-an) yang memuat teori
regional planning dan regional economic and solution policy.
Sepanjang pelita I-III pembangunan infrastruktur merupakan tujuan utama dalam
pengembangan wilayah sehingga konsep pengembangan wilayah, pada saat itu lebih warnai
pembangunan infrastruktur yang sangat sensitif. Sutami mengemukakan bahwa analisis wilayah
mencakup aspek sosial, budaya, ekonomi, sumber daya alam sebgai dasar pembangunan
wilayah.

Anda mungkin juga menyukai