Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH STRUKTUR MIKRO DAN KANDUNGAN KARBON

PADA KEKERASAN CORAN KUNINGAN


UNTUNG NUGROHO.
Fakultas Industri, Jurusan Teknik Mesin. blend.2010@yahoo.com

ABSTRAKSI

Dalam peleburan kuningan ditambahkan bahan karbon berupa arang sebagai


pencegah oksidasi dan kehilangan seng. Pada penelitian ini kuningan yang digunakan
sebagai sampel adalah kuningan yang digunakan sebagai bahan baku impeller pompa
sanyo yaitu pada PT. Pascal Component Intaranusa. Sampel diambil dengan selang
waktu penuangan 5 menit untuk tiap sampelnya dengan suhu penuangan 1100oC,
kemudian sampel dibagi empat dan tiap bagiannya dikenakan pengujian metalografi
dan kekerasan. Dari hasil pengujian metalografi didapatlah setruktur fasa kuningan
yaitu fasa proeutektik α dan fasa β. Fasa proeutektik α mempunyai struktur fcc
sedangkan fasa β mempunyai struktur bcc.Terdapat juga titik-titik hitam yang
merupakan karbonnya dengan persentase yang berbeda untuk tiap sampelnya. Karbon
cenderung berada pada bagian samping berbentuk partikel. Kekerasan cenderung
meningkat pada bagian samping dikarenakan kandungan karbonnya lebih banyak.
Terjadi perubahan fasa proeutektik α dari bentuk memanjang menjadi cenderung
berbentuk bulat. Fasa proeutektik α lebih dominan pada setiap sampel. Fasa
proeutektik α meningkat dan fasa β menurun dengan meningkatnya waktu pengambilan.
Selain meningkatnya jumlah karbon, meningkatnya fasa proeutektik α dan menurunnya
fasa β juga mempengaruhi meningkatnya nilai kekerasan coran kuningan.

Kata Kunci : Mikrostruktur, Kekerasan, Coran Kuningan

1. Pendahuluan

Dalam rangka menghadapi pasar Sifat coran kuningan sangat


bebas, industri komponen seperti pipa dipengaruhi oleh unsur paduannya.
kondensor, inti radoator, impller Mangan, Silikon, Nikel, Alumanium,
pompa, baling-baling kapal, keran, Timah Putih merupakan unsur pemadu
katup, roda gigi dan lain-lain, perlu utama dan memiliki sifat-sifat yang
meningkatkan kualitas produknya. baik.
Seiring dengan hal tersebut maka perlu Dalam peleburan kuningan rentan
dilakukan penelitian-penelitian agar terhadap oksidasi dan kehilangan seng,
kualitasnya dapat dioptimalkan dan untuk mencegah hal tersebut digunakan
disesuaikan dengan kebutuhan. Salah karbon dari bahan arang. karbon
satu bahan yang paling banyak dipakai tersebut berfungsi untuk mencegah
dalam pembuatan komponen- oksidasi dan kehilangan seng.
komponen seperti diatas adalah coran
kuningan, maka dari itu hingga saat ini
masih terus dikembangkan dan
dilakukan penelitian oleh para ahli.
2. Dasar Teori memperbaiki sifat mekanisnya. Pada
logam kuningan biasanya dipadukan
2.1 Kuningan dengan unsur-unsur lain untuk
Kuningan adalah paduan antara membentuk kuningan kekuatan tinggi.
tembaga dan seng. Biasanya kandungan
seng sampai kira-kira 40%. Paduan • NIKEL (Ni)
yang merah kekuning-kuningan adalah Nikel dengan jumlah yang
paduan dengan seng 40% sedangkan cukup akan menyebabkan peningkatan
yang kuning kemerah-merahan adalah sifat mekanis dan karakteristik
paduan dengan seng 30%. Dalam fabrikasi. Nikel sangat efektif didalam
ketahanan terhadap korosi dan aus, mempromosikan pasivasi, khususnya
kurang baik dibanding dengan dialam lingkungan yang merugikan.
perunggu. Tetapi kuningan lebih murah Unsur ini biasanya digunakan dalam
dari pada perunggu dan mampu cornya lingkungan yang banyak menganung
lebih baik dari perunggu. mineral asam.
Coran kuningan dipakai untuk
bagian-bagian pompa, bantalan, • SILIKON (Si)
bumbung, roda gigi dan sebagainya, Penambahan sedikit kadar
dimana tidak dibutuhkan sifat-sifat silikon akan meningkatkan kekuatan
yang begitu baik. Kuningan dengan kuningan dan ketahanan korosi, tetapi
kadar tin 1,0-1,5% disebut kuningan kadar silikon yang tinggi akan
kapal mempunyai ketahanan tinggi mengakibatkan kegetasan dan
terhadap korosi air garam [1]. menyebabkan reaksi dengan oksigen
[8]
.

• MANGAN (Mn)
Mangan dengan jumlah yang
cukup dan tergabung dengan
penambahan nikel akan berperan dalam
memainkan fungsi unsur nikel. Akan
tetapi penggantian keseluruhan nikel
oleh mangan akan menimbulkan ke
tidak praktisan. Mangan dapat
meningkatkan kekuatan, machinability,
dan surface finish yang cukup baik.
Mangan juga berfungsi sebagai
deoksidator menghilangkan atau
mengusir oksigen yang larut. [8].
Mangan mempunyai titik cair 1260oC
[6]
.
Gambar 2.1 Diagram fasa Tembaga-
Seng [2]. • ALUMANIUM (Al)
Al adalah efektif untuk
2.1.1 Pengaruh Unsur Paduan memperhalus butir kristal dan
Pada Kuningan memperbaiki ketahanan korosi
terhadap air laut, jadi paduan ditambah
Adanya unsur selain dengan 1,5 sampai 2,5%Al dapat dipergunakan
proses-proses perlakuan panas, untuk untuk pipa kondensor dsb [8].
Namun unsur ini dapat menurunkan
• TIMAH PUTIH (Sn) keuletan dan ketahanan korosi. Seng
Timah putih (Sn) memperbaiki (Zn) adalah logam yang berwarna putih
ketahanan korosi dan sifat-sifat kebiruan memiliki titik cair yang
mekaniknya kalau ditambah dalam rendah yaitu 419oC [6].
daerah larut padat[8]. Selain itu Sn juga
memperbaiki fluiditas. Sn adalah 3. METODOLOGI PENELITIAN
logam berwarna putih mengkilap,
sangat lembek dengan titik cair yang 3.1 Diagram Alir Penelitian
rendah yakni 232oC [6].

• TIMAH HITAM (Pb)


Timah hitam (Pb) larut dalam
kuningan hanya sampai 0,4% dan
kelebihanya mengendap dalam batas
butir dan didalam butir terdispersikan
secara halus yang hal ini memperbaiki
machinability dan surface finish dan
ketahanan terhaap korosi [8].

• BESI (Fe)
Unsur paduan besi (Fe) dapat
meningkatkan machinability, surface
finish, menghaluskan butir,
meningkatkan kekerasan dan kuat tarik.
Namun unsur ini menurunkan
ketahanan korosi pada kuningan.

• TEMBAGA (Cu)
Tembaga (Cu) membentuk
larutan padat dengan unsur-unsur
logam lain dalam daerah yang luas dan
dipergunakan untuk berbagai
keperluan. Dalam logam kuningan Gambar 3.1 Diagram alir
unsur tembaga merupakan unsur utama penelitian
yang harus ada. Semakin banyak
kandungan tembaga dalam kuningan 3.2 Persiapan Bahan Pengujian
semakin ulet kuningan dan semakin
tinggi ketahanan korosinya. Tembaga Bahan yang dipakai yaitu
rentan terhadap oksidasi namun dapat kuningan dengan komposisi seperti pada
lebur, tidak membasahi permukaan, tabel 3. 1. Bahan tersebut diambil dari
mempunyai tegangan permukaan yang proses pengecoran yang dilakukan pada
kuat. Dan tembaga tidak larut dalam air PT. PASCAL COMPONENT
[6]
. INTRANUSA yaitu untuk membuat
• SENG (Zn) komponen Impeller Pompa Sanyo.
Unsur paduan seng (Zn) dapat
meningkatkan kekuatan, kekerasan,
machinability, dan surface finish.
Tabel 3.1 Komposisi kimia kuningan
Impeller pompa Sanyo PT. Pascal
Component Intranusa [7].

 Proses Peleburan Kuningan a : Sampel bagian samping kanan


Sampel b : Sampel bagian tengah kanan
Dalam peleburan kuningan c : Sampel bagian tengah kiri
yang digunakan untuk sampel d : Sampel bagian samping kiri
menggunakan tanur krus. Adapun Gambar 3.2 Sampel penelitian
proses peleburanya adalah masukan
skrap balik, garam dan besi pada tanur Tiap sampel berukuran panjang
krus tunggu sampai mencair, kemudian 50 mm, lebar 10 mm dan tinggi 20 mm.
masukan arang tunggu sampai mencair Sampel dipotong menjadi empat
setelah mencair pada suhu 1080oC sehingga didapat potongan sampel
buang abu dan kotoran. Kemudian bagian samping kanan, tengah kanan,
masukan alumanium dan seng aduk- tengah kiri dan samping kiri dengan
aduk cairan dan tunggu cairan sampai panjang 12,5 mm, lebar 10 mm dan
tua dan siap tuang yaitu pada suhu tinggi 20 mm.
1100oC. Berikut ini komposisi bahan
baku coran kuningan 3.3 Diagram Alir Proses Metalografi

Tabel 3.2 Komposisi bahan


baku coran kuningan pada PT. Pascal
Component Intranusa [7].

 Proses Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan
dengan selang waktu 5 menit untuk tiap
sampelnya yaitu pada saat kuningan
cair pada tunggku dengan suhu cair
1080 oC kemudian dituang pada
cetakan pasir dengan suhu penuangan
1100oC. Jumlah sampel 5 buah dan tiap
1 buah dipotong menjadi empat untuk
mendapatkan bagian samping kanan,
tengah kanan, tengah kiri dan samping
kiri. Gambar 3.3 Diagram alir
proses Metalografi
3.4 Pengamatan
Pengujian Metalografi
Pengamatan struktur mikro dilaku- 4. Pemolesan
kan di Laboratorium Material Teknik Ada dua tahap pemolesan yaitu
dan Pengecoran Logam Universitas poles kasar dan halus. Poles kasar
Gunadarma. Tujuan pengamatan adalah dilakukan dengan menggunakan kain
untuk mengetahui fasa-fasa dan Ada poles berukuran 0,9µ dengan penamba-
tidaknya kandungan arang pada coran han cairan alumina. Sedangkan poles
kuningan. halus dilakukan dengan cairan alumina
Tahap proses untuk mendapatkan 0,3µ yang dipoleskan ke permukaan
foto mikrostruktur sebagai berikut : kain poles berukuran 0,3µ kemudian
1. Pemotongan dikerjakan seperti paa pemolesan kasar.
Untuk pengamatan struktur 5. Proses etsa
mikro, dilakukan pemotongan terhadap Sampel dietsa dengan
sampel hasil dari proses pengecoran, menggunakan zat etsa Nital yang
karena pengujian struktur mikro tidak diperoleh dengan mereaksikan HN03 +
membutuhkan dimensi sampel besar. Alkohol dengan perbandingan 5%
Dalam pemotongan harus dipilih lokasi HN03 + 95% Alkohol. Proses etsa
yang bersih dan tidak terkena proses dilakukan dengan tahap-tahap sebagai
deformasi akibat pemotongan sebelum berikut :
nya. Pemotongan dilakukan dengan  Pencelupan sampel pada
menggunakan gergaji pemotong wadah yang berisi zat etsa
dengan pendingin air. yang dilakukan secara
2. Mounting kontinyu selama 20 menit.
Sampel hasil pemotongan dibuat  Pncelupan sampel kedalam
kan mounting dari bubuk bakelit yang cairan Alkohol 95%.
dilakukan dengan proses penekanan  Pembilasan sampel dengan
kondisi vakum. Tujuan mounting air mengalir.
adalah untuk memuahkan pengamp  Pengeringan sampel dengan
lasan. steem kompresor.
3. Pengamplasan  Prosedur yang sama
Pengamplasan dilakukan secara dilakukan untuk semua
kasar dan halus. Preparasi awal dengan sampel uji metalografi.
mengamplas sampel yang dimulai 6. Pengambilan Foto Struktur mikro
dengan amplas yang paling kasar elanjutnya dilakukan pemotretan
sampai paling halus, yaitu imulai dari dengan mikroscop optic dengan
amplas bernomor 400, 600, 800, 100, pembesaran 150X menggunakan
1200, 1500, 2000. Untuk setiap kamera digital. Gambar 3.3
perubahan nomor amplas dilakukan menunjukan gambar mikroskop
perubahan arah pengamplasan hingga metalurgi yang digunakan.
arah sebelumnya hilang. Pada
pengamplasan dialirkan air untuk
menghindari panas akibat gesekan
permukaan sampel dengan amplas dan
untuk menghilangkan gram agar tidak
tergores sampel.
3.5 Diagram Alir Proses Pengujian suatu logam yang diuji kekerasannya.
Rockwell Setelah gaya tekan dikembalikan ke
gaya minor maka yang dijadikan dasar
perhitungan untuk nilai kekerasan
Rockwell bukanlah hasil pengukuran
diameter ataupun diagonal bekas
lekukan tetapi justru dalamnya bekas
lekukan yang terjadi itu. Inilah kelainan
cara Rockwell dibandingkan dengan
cara pengujian kekerasan lainnya.
Pengujian Rockwell yang
umumnya biasa dipakai ada tiga jenis
yaitu HRA, HRB, dan HRC. HR itu
sendiri merupakan suatu singkatan dari
kekerasan Rockwell atau Rockwell
Hardness Number dan kadang-kadang
disingkat dengan huruf R saja.
• Rockwell A dan C adalah jenis alat
uji kekerasan yang digunakan untuk
pengujian kekerasan logam ferrous
seperti besi, baja, dengan indentor
kerucut diamond 1200 dengan
pembebanan 60 Kp untuk Rockwell
A dan 150 Kp untuk Rockwell C.
• Rockwell B digunakan untuk
pengujian kekerasan logam non
Gambar 3.5 Diagram alir proses ferrous seperti aluminium, tembaga
pengujian Rockwell dan lain-lain.
Bahan-bahan atau perlengkanpan yang
3.6 Pengujian Kekerasan Rockwell dipakai untuk pengujian kekerasan
Pada pengujian kekerasan Rockwell Rockwell adalah sebagai berikut :
didasarkan kepada cara penekanan 1. Mesin pengujian kekerasan.
(Indentation) suatu benda yang tidak 2. Indentor (penetrator) berupa
terdeformasi kedalam permukaan bola baja berukuran Ø 1/16 dan
logam yang diuji (Specimen) 3. kerucut diamond 120º.
kekerasan, sehingga akan terjadi suatu 4. Mesin gerinda .
bekas penekanan (lekukan) yang 5. Ampelas kasar dan halus
kemudian dijadikan dasar untuk 6. benda uji (test specimen)
penilaian kekerasanya. Penekanan
dilakukan sampai lekukan yang bersifat
tetap. Logam yang diuji akan lebih 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
keras bila bekas lekukan yang terjadi
lebih kecil. 4.1 Struktur Mikro
• Cara Uji Kekerasan Rockwell 4.1.1 Struktur Mikro Kuningan
Cara Rockwell ini juga didasarkan Sampel Pertama
kepada penekanan sebuah indentor Pengamatan struktur mikro dilaku
dengan suatu gaya tekan tertentu kan pada sampel pertama yaitu sampel
kepermukaan yang rata dan bersih dari diambil (dicetak) setelah kuningan
mencair yaitu pada suhu 1080oC dalam
tanur dan suhu penuangan 1100oC.
Untuk sampel berikutnya diambil
dengan selang waktu 5 menit untuk tiap
sampelnya.

Gambar 4.4 Struktur mikro kuningan


sampel pertama untuk bagian samping
kiri dengan pembesaran 150X

Pada pengamatan struktur mikro


Gambar 4.1, Gambar 4.2, Gambar 4.3
Gambar 4.1 Struktur mikro kuningan dan Gambar 4.4 didapatlah struktur
sampel pertama untuk bagian samping fasa proetektik α (bagian putih) dan
kanan dengan pembesaran 150X fasa β (bagian gelap). Fasa α preotektik
mempunyai striktur fcc sedangkan fasa
β mempunyai struktur bcc. Fasa β
mempengaruhi nilai keuletan dari
kuningan, jika fasa β menurun
jumlahnya maka keuletan kuningan
akan meningkat. Pada foto Struktur
mikro tersebut terlihat dengan jelas
fasa proeutektik α berbentuk
memanjang. Titik-titik hitam
Gambar 4.2 Struktur mikro kuningan
merupakan karbon yaitu sebesar 5,9%
sampel pertama untuk bagian tengah
untuk gambar 4.1, 2,3% untuk gambar
kanan dengan pembesaran 150X
4.2, 6,8% untuk gambar 4.3 dan 5,0%
untuk gambar 4.4.

4.1.2 Struktur Mikro Kuningan


Sampel Kedua
Sampel kedua diambil (dicetak)
selang waktu 5 menit dari sampel
pertama.

Gambar 4.3 Struktur mikro kuningan


sampel pertama untuk bagian tengah
kiri dengan pembesaran 150X

Gambar 4.5 Struktur mikro kuningan


sampel kedua untuk bagian samping
kanan dengan pembesaran 150X
4.1.3 Struktur Mikro Kuningan
Sampel Ketiga
Pengambilan sampel ketiga
dilakukan selang waktu 10 menit dari
sampel pertama.

Gambar 4.6 Struktur mikro kuningan


sampel kedua untuk bagian tengah
kanan dengan pembesaran 150X

Gambar 4.9 Struktur mikro kuningan


sampel ketiga untuk bagian samping
kanan dengan pembesaran 150X

Gambar 4.7 Struktur mikro kuningan


sampel kedua untuk bagian tengah kiri
dengan pembesaran 150X

Gambar 4.10 Struktur mikro kuningan


sampel ketiga untuk bagian tengah
kanan dengan pembesaran 150X

Gambar 4.8 Struktur mikro kuningan


sampel kedua untuk bagian samping
kiri dengan pembesaran 150X

Pada pengamatan struktur


mikro pada sampel kedua terdapat
perubahan fasa proeutektik α menjadi Gambar 4.11 Struktur mikro kuningan
semakin kecil dan membulat tidak sampel ketiga untuk bagian tengah kiri
begitu memanjang namun jumlahnya dengan pembesaran 150X
cenderung meningkat dan fasa β
cenderung menurun, dengan kadar
karbon sebesar 4,43% untuk gambar
4.5, 3,91% untuk gambar 4.6, 5,40%
untuk gambar 4.7 dan 5,16% untuk
gambar 4.8.
Gambar 4.12 Struktur mikro kuningan Gambar 4.14 Struktur mikro kuningan
sampel ketiga untuk bagian samping sampel keempat untuk bagian tengah
kiri dengan pembesaran 150X kanan dengan pembesaran 150X

Pada foto struktur mikro untuk


sampel ketiga terlihat dengan jelas
perubahan fasa proeutektik α menjadi
lebih membulat dan semakin
meningkat sedangkan fasa β cenderung
menurun dengan kandungan karbon
sebesar 8,90% untuk gambar 4.9,
4,48% untuk gambar 4.10, 4,32%
untuk gambar 4.11 dan 6,19% untuk
gambar 4.12. Gambar 4.15 Struktur mikro kuningan
. sampel keempat untuk bagian tengah
4.1.4 Struktur Mikro Kuningan kiri dengan pembesaran 150X
Sampel Keempat
Sampel keempat diambil
(dicetak) selang waktu 15 menit dari
sampel pertama.

Gambar 4.16 Struktur mikro kuningan


sampel keempat untuk bagian samping
kiri dengan pembesaran 150X
Gambar 4.13 Struktur mikro kuningan
sampel keempat untuk bagian samping Pada pengamatan struktur
kanan dengan pembesaran 150X mikro sampel keempat didapat fasa
proeutektik α yang lebih terlihat
membulat dari pada yang terlihat pada
sampel ketiga. Dengan kandungan
karbon sebesar 5,47% untuk gambar
4.13, 1,25% untuk gambar 4.14, 6,35%
untuk gambar 4.15 dan 6,56% untuk
gambar 4.16.
.
4.1.5 Struktur Mikro Kuningan
Sampel Kelima
Sampel kelima diambil
(dicetak) selang waktu 20 menit dari
pengambilan sampel pertama.

Gambar 4.20 Struktur mikro kuningan


sampel kelima untuk bagian samping
kiri dengan pembesaran 150X

Dari foto struktur mikro sampel


Gambar 4.17 Struktur mikro kuningan ke lima didapatlah perubahan fasa
sampel kelima untuk bagian samping preotektik α yang terlihat cenderung
kanan dengan pembesaran 150X bulat dengan dikelilingi fasa β yang
makin menurun jumlahnya
dibandingkan pada sampel keempat,
terlihat juga titik-titik hitam yang
merupakan karbon dengan
presentasenya sebesar 5,42% untuk
gambar 4.17, 4,22% untuk gambar
4.18, 5,05% untuk gambar 4.19 dan
5,73% untuk gambar 4.20.

Gambar 4.18 Struktur mikro kuningan Tabel 4.1 Distribusi karbon pada
sampel kelima untuk bagian tengah sampel
kanan dengan pembesaran 150X

Dari tabel 4.1 distribusi karbon


diketahui bahwa karbon cenderung
berada pada bagian samping dan
kekerasan akan meningkat pada bagian
samping dikarenakan karbon lebih
Gambar 4.19 Struktur mikro kuningan banyak.
sampel kelima untuk bagian tengah kiri Peningkatan waktu pengambilan
dengan pembesaran 150X fasa β menurun dan fasa α proeutektik
cenderung bulat.
4.2 Kekerasan Begitu juga pada sampel bagian
4.2.1 Kekerasan Kuningan Sampel tengah kanan nilai kekerasanya rendah
Pertama dibandingkan bagian tengah kiri ini
Tabel 4.2 Hasil uji kekerasan dikarenakan pada sampel bagian tengah
sampel pertama kanan kandungan karbonya lebih
sedikit dari pada sampel tengah kiri,
pada sampel bagian tengah kanan
kandungan karbonnya 2,3% sedangkan
sampel bagian tengah kiri 6,8%. Pada
sampel bagian samping kiri lebih
rendah nilai kekerasanya dibanding
sampel bagian tengah kiri ini juga
dikarenakan pada sampel samping kiri
kandungan karbonnya lebih rendah dari
pada sampel bagian tengah kiri yaitu
5,0% untuk sampel samping kiri dan
6,8% untuk sampel bagian tengah kiri.
Semakin besar kandungan karbon maka
semakin tinggi nilai kekerasanya.

4.2.2 Kekerasan Kuningan Sampel


Kedua
Tabel 4.3 Hasil uji kekerasan
Gambar 4.21 Grafik kekerasan sampel sampel kedua
pertama

Dari tabel 4.2 hasil pengujian


kekerasan diatas yaitu pada sampel
pertama didapat nilai kekerasan rata-
rata 58,87 HRB untuk sampel bagian
samping kanan, 57,43 HRB untuk
sampel bagian tengah kanan, 59,98
HRB untuk sampel bagian tengah kiri
dan 57,56 HRB untuk sampel bagian
samping kiri .
Dari gambar 4.21 pada grafik
kekerasan terlihat dengan jelas bahwa
untuk
sampel bagian samping kanan nilai
kekerasannya lebih tinggi
dibandingkan sampel bagian tengah
kanan ini dikarenakan pada sampel
bagian samping kanan kandungan Gambar 4.22 Grafik kekerasan sampel
karbonya lebih sedikit dari pada sampel kedua
bagian tengah kanan, pada sampel Dari tabel 4.3 hasil pengujian
bagian samping kanan kandungan pada sampel kedua diapat nilai rata-rata
karbonnya 5,90% sedangkan sampel kekerasannya adalah 55,58 HRB untuk
bagian tengah kanan 2,30%. sampel bagian samping kanan , 55,14
HRB untuk sampel bagian tengah 4.2.2 Kekerasan Kuningan Sampel
kanan, 56,22 HRB untuk sampel bagian Ketiga
tengah kiri dan 59,0 HRB untuk sampel Tabel 4.4 Hasil uji kekerasan
bagian samping kiri. sampel ketiga
Dari gambar 4.22 pada grafik
kekerasan terlihat dengan jelas bahwa
untuk
sampel bagian samping kanan nilai
kekerasannya lebih tinggi
dibandingkan sampel bagian tengah
kanan ini dikarenakan pada sampel
bagian samping kanan kandungan
karbonnya lebih sedikit dari pada
sampel bagian tengah kanan, pada
sampel bagian samping kanan
kandungan karbonnya 4,43%
sedangkan sampel bagian tengah kanan
3,91%.
Begitu juga pada sampel bagian
tengah kanan nilai kekerasanya rendah
dibandingkan bagian tengah kiri ini
dikarenakan pada sampel bagian tengah
kanan kandungan karbonnya lebih Gambar 4.23 Grafik kekerasan sampel
sedikit dari pada sampel tengah kiri, ketiga
pada sampel bagian tengah kanan
kandungan karbonnya 3,91% Dari tabel 4.4 uji kekerasan
sedangkan sampel bagian tengah kiri pada sampel ketiga dapat diketahui
5,40%. nilai rata-rata kekerasanya sebesar
Nilai kekerasan pada sampel 57,42HRB untuk sampel bagian
bagian samping kiri lebih tinggi dari samping kanan, 57,10 HRB untuk
pada sampel bagian tengah kiri ini sampel bagian tengah kanan, 56,58
disebabkan karena fasa α proeutektik HRB untuk sampel bagian tengah kiri
pada sampel bagian samping kiri lebih dan 58,60 HRB untuk sampel bagian
banyak dari pada pada sampel bagian samping kiri.
tengah kiri. Selain kandungan karbon Dari gambar 4.23 pada grafik
menurunya jumlah fasa β dan kekerasan terlihat dengan jelas bahwa
meningkatnya jumlah fasa α untuk
proeutektik juga menaikan nilai sampel bagian samping kanan nilai
kekerasanya. kekerasannya lebih tinggi
dibandingkan sampel bagian tengah
kanan ini dikarenakan pada sampel
bagian samping kanan kandungan
karbonnya lebih sedikit dari pada
sampel bagian tengah kanan, pada
sampel bagian samping kanan
kandungan karbonnya 8,90%
sedangkan sampel bagian tengah kanan
4,48%.
Begitu juga puda sampel bagian rata-rata kekerasanya sebesar 58,20
tengah kanan nilai kekerasanya tinggi HRB untuk sampel bagian samping
dibandingkan bagian tengah kiri ini kanan, 57,62 HRB untuk sampel bagian
dikarenakan pada sampel bagian tengah tengah kanan, 57,7 HRB untuk sampel
kanan kandungan karbonnya lebih bagian tengah kiri dan 57,90 HRB
sedikit dari pada sampel bagian tengah untuk sampel bagian samping kiri.
kiri, pada sampel bagian tengah kanan Dari gambar 4.24 pada grafik
kandungan karbonnnya 4,48% kekerasan terlihat dengan jelas bahwa
sedangkan sampel bagian tengah kiri untuk
4,32%. Pada sampel bagian samping sampel bagian samping kanan nilai
kiri lebih tinggi nilai kekerasanya kekerasannya lebih tinggi
dibanding sampel bagian tengah kiri ini dibandingkan sampel bagian tengah
juga dikarenakan pada sampel samping kanan ini dikarenakan pada sampel
kiri kandungan karbonnya lebih tinggi bagian samping kanan kandungan
dari pada sampel bagian tengah kiri karbonnya lebih sedikit dari pada
yaitu 6,19% untuk sampel bagian sampel bagian tengah kanan, pada
samping kiri dan 4,32% untuk sampel sampel bagian samping kanan
bagian tengah kiri. Semakin besar kandungan karbonnya 5,47%
kandungan karbon maka semakin sedangkan sampel bagian tengah kanan
tinggi nilai kekerasanya. 1,25%.
Begitu juga pada sampel bagian
4.2.3 Kekerasan Kuningan Sampel tengah kanan nilai kekerasanya rendah
Keempat dibandingkan bagian tengah kiri ini
Tabel 4.5 Hasil uji kekerasan dikarenakan pada sampel bagian tengah
sampel keempat kanan kandungan karbonnya lebih
sedikit dari pada sampel tengah kiri,
pada sampel bagian tengah kanan
kandungan karbonnya 1,25%
sedangkan sampel bagian tengah kiri
6,35%. Pada sampel bagian samping
kiri lebih tinggi nilai kekerasanya
dibanding sampel bagian tengah kiri ini
juga dikarenakan pada sampel samping
kiri kandungan karbonnya lebih tinggi
dari pada sampel bagian tengah kiri
yaitu 6,35% untuk sampel samping kiri
dan 6,56% untuk sampel bagian tengah
kiri. Semakin besar kandungan karbon
maka semakin tinggi nilai kekerasanya.

Gambar 4.24 Grafik kekerasan sampel


keempat

Dari tabel 4.5 hasil uji kekersan


untuk sampel keempat didapatlah nilai
4.2.3 Kekerasan Kuningan Sampel Begitu juga pada sampel bagian
Kelima tengah kanan nilai kekerasanya rendah
Tabel 4.6 Hasil uji kekerasan dibandingkan bagian tengah kiri ini
sampel kelima dikarenakan pada sampel bagian tengah
kanan kandungan karbonnya lebih
sedikit dari pada sampel tengah kiri,
pada sampel bagian tengah kanan
kandungan karbonnya 4,22%
sedangkan sampel bagian tengah kiri
5,05%. Pada sampel bagian samping
kiri lebih tinggi nilai kekerasanya
dibanding sampel bagian tengah kiri ini
juga dikarenakan pada sampel samping
kiri kandungan karbonnya lebih tinggi
dari pada sampel bagian tengah kiri
yaitu 5,73% untuk sampel samping kiri
dan 5,05% untuk sampel bagian tengah
kiri. Semakin besar kandungan karbon
maka semakin tinggi nilai kekerasanya.

5. PENUTUP

Gambar 4.25 Grafik kekerasan sampel 5.1 Kesimpulan


kelima Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan sebagai berikut :
Dari tabel 4.6 hasil uji kekersan 1. Struktur mikro coran kuningan
untuk sampel kelima didapat nilai rata- terdiri dari fasa proeutektik α,
rata kekerasan sebesar 58,24 HRB fasa β dan karbon. Fasa
untuk sampel bagian samping kanan, proeutektik α mempunyai struktur
57,40 HRB untuk sampel bagian tengah fcc dan fasa β mempunyai
kanan, 57,70 HRB untuk sampel bagian struktur bcc. Fasa proeutektik α
tengah kiri dan 58,20 HRB untuk ditunjukan dengan warna putih
sampel bagian samping kiri. dan fasa β ditunjukan dengan
Dari gambar 4.24 pada grafik warna gelap, sedangkan
kekerasan terlihat dengan jelas bahwa karbonnya ditunjukan dengan
untuk titik-titik warna hitam kelam.
sampel bagian samping kanan nilai Fasa proeutektik α lebih dominan
kekerasannya lebih tinggi pada setiap sampelnya diikuti
dibandingkan sampel bagian tengah fasa β dan karbon dalam bentuk
kanan ini dikarenakan pada sampel partikel.
bagian samping kanan kandungan 2. Dengan selang waktu penuangan 5
karbonnya lebih sedikit dari pada menit sebanyak 5 kali penuangan
sampel bagian tengah kanan, pada (pengambilan sampel) didapatlah
sampel bagian samping kanan kuningan dengan struktur mikro
kandungan karbonnya 5,42% yang berbeda untuk tiap
sedangkan sampel bagian tengah kanan sampelnya. Dari struktur fasa
4,22%. proeutektik α yang besar dan
memanjang hingga halus dan
membentuk bulat walaupun belum  Kekerasan pada sampel ketiga
sempurna. bagian samping kanan 57,42
3. Fasa proeutektik α meningkat HRB dengan presentase
dengan meningkatnya waktu karbon sebesar 8,90%, untuk
pengambilan (penuangan sampel) tengah kanan 57,10 HRB
diikuti fasa β yang menurun. dengan presentase karbon
Meningkatnya waktu pengambilan sebesar 4,48%, untuk tengah
(penuangan sampel) tidak kiri 56,58 HRB dengan
berpengaruh terhadap kandungan presentase karbon sebesar
karbon. 4,32% dan untuk bagian
4. Kandungan karbon pada kuningan samping kiri 58,60 HRB
tidak merata untuk tiap bagiannya, dengan presentase karbon
karbon cenderung berada pada sebesar 6,19%.
bagian samping ini membuktikan  Kekerasan pada sampel
bahwa karbon tidak dapat larut keempat bagian samping
padat ke dalam fasa proeutektik α kanan 58,20 HRB dengan
dan β pada coran kuningan. presentase karbon sebesar
5. Nilai kekerasan pada bagian 5,47%, untuk tengah kanan
samping jauh lebih tinggi dari 57,62 HRB dengan presentase
bagian tengah. ini dikarenakan karbon sebesar 1,25%, untuk
karena bagian samping kandungan tengah kiri 57,7HRB dengan
karbonnya jauh lebih tinggi dari presentase karbon sebesar
bagian tengah. 6,35% dan untuk bagian
 Kekerasan pada sampel pertama samping kiri 57,90 HRB
bagian samping kanan 58,87 dengan presentase karbon
HRB dengan presentase karbon sebesar 6,56%.
sebesar 5,90%, untuk tengah  Kekerasan pada sampel
kanan 57,43 HRB dengan kelima bagian samping kanan
presentase karbon sebesar 58,24 HRB dengan presentase
2,30%, untuk tengah kiri 59,98 karbon sebesar 5,42%, untuk
HRB dengan presentase karbon tengah kanan 57,40 HRB
sebesar 6,80% dan untuk bagian dengan presentase karbon
samping kiri 57,56 HRB dengan sebesar 4,22%, untuk tengah
presentase karbon sebesar kiri 57,70 HRB dengan
5,0%. presentase karbon sebesar
 Kekerasan pada sampel kedua 5,05% dan untuk bagian
bagian samping kanan 55,58 samping kiri 58,20 HRB
HRB dengan presentase karbon dengan presentase karbon
sebesar 4,43%, untuk tengah sebesar 5,73%.
kanan 55,14 HRB dengan 6. Selain meningkatnya kandungan
presentase karbon sebesar karbon, meningkatnya jumlah
3,91%, untuk tengah kiri 56,22 fasa proeutektik α dan
HRB dengan presentase karbon menurunya fasa β juga
sebesar 5,40% dan untuk bagian mempengaruhi meningkatnya
samping kiri 59,0 HRB dengan nilai kekerasan pada coran
presentase karbon sebesar kuningan.
5,16%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Surdia Tata dan Kenji Chijiiwa,


Teknik Pengecoran Logam,
Pradnya Paramita, Jakarta, 2006.
2. Surdia Tata dan Shinroku Saito,
Pengetahuan Bahan Teknik,
Pradnya Paramita, Jakarta, 1999.
3. …., ASM Handbook, Materials
Slection And Design, Volume 20,
ASM International, 1997.
4. Harris and Marsall, The Control
Of Corrosion In Industrial
Cooling water System, 1980.
5. Metal Handbook, Corrosion
Handbook, Vol9thed, ASM
International.
6. Sudjana Hadi, Teknik Pengecoran
Logam, Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan,
Jakarta 2008.
7. ……, Composisi Casting, PT.
Pascal Component Intaranusa,
Bekasi 2009.
8. http://diglib.petra.ac.id/viewer.php
=7submit.x=167submit.y=23&sub
Mit=next&qual=higt&submitval=
Next&fname=%Fjiunkpe%2Fsl%
2Fmesn%2F2005%2Fjiunkpe-sn
sl2005-24400030-6919-pompa
sirkulasi-chapter4.pdf, 2009
9. http://hening27.wordpress.com/te
ori-fractal,2009.

Anda mungkin juga menyukai