Anda di halaman 1dari 3

EVALUASI IMBAS KECELAKAAN JT-610,

TARIF BATAS BAWAH TIKET PESAWAT AKAN DINAIKKAN

Wacana kenaikan batas bawah tiket pesawat sudah sejak Agustus 2018 lalu beredar di
tengah masyarakat. Terlebih setelah mencuat berita kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada 29
Oktober 2018 menguatkan rencana perealisasian kenaikan tarif batas bawah tiket tersebut.
Kenaikannya akan dibuat menjadi 35% dari kebijakan semula yaitu, 30% dari tarif batas atas
tiket. Kenaikan tarif batas bawah sebanyak 5% tersebut diklaim perlu untuk menjaga tingkat
keselamatan penerbangan, seperti yang diungkap oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa
biaya tiket yang murah identik dengan mengesampingkan aspek-aspek keselamatan
penerbangan. Namun, jika dikaji lebih dalam, rencana kebijakan tersebut sangat tidak efisien dan
tidak memperhatikan setiap aspek yang akan dipengaruhinya.

Banyak yang berpendapat bahwa aspek kebijakan tarif dasar bawah menjadi salah satu
faktor maskapai rela mengurangi aspek keselamatan akibat dari beban biaya yang ditanggung
tidak sebanding dengan pemasukan. Namun, menyerahkan mekanisme pengawasan keselamatan
penumpang pada tarif batas bawah tiket pesawat itu gegabah dan kurang pertimbangan yang
matang. Dengan kebijakan tersebut yang dijadikan tumbal ialah konsumen dan bahkan maskapai
itu sendiri.

Tarif bukanlah indikator tingkat keselamatan dan keamanan di industri penerbangan.


Setiap maskapai harus menaati standar operasional dan keselamatan yang sama. Pada kasus
jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 jurusan Jakarta-Pangkal Pinang, pihak maskapai bahkan tidak
membanting harga sejak awal. Harga yang ditetapkan stabil dan normal. Jika misalnya tarif yang
ditentuakn oleh suatu maskapai dinaikkan hingga 10 kali lipat, apakah ada jaminan bahwa
pesawat tersebut tidak akan mengalami kecelakaan (crash)? Dengan begitu, tingkat keselamatan
penumpang dan harga yang dipatok tentu tidak ada sangkut-pautnya.

Bahkan, berdasarkan regulasi tarif tersebut, ruang gerak tarif maskapai akan selalu
terpatok pada batas yang ditentukan. Penerapan batas bawah ini merugikan baik konsumen
maupun maskapai. Menurut UU No. 1 tahun 2009, maskapai komersial berjadwal di Indonesia
dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan standar layanan kepada penumpang: full-service
(pelayanan maksimum), medium(pelayanan standar menengah), dan no-frills/low-cost
(pelayanan standar minimum). Dengan kebijakan tarif batas tersebut, maskapai yang
menawarkan no-frills/low-cost tentu akan berpotensi mengurangi konsumen yang biasa
berpergian dengan biaya rendah dengan pelayanan minimum.

Selain itu, dengan adanya regulasi tarif batas bawah tersebut berakibat akan terganggunya
fleksibilitas tarif. Regulasi tarif tersebut tidak menjamin baik atau tidak tingkat keselamatan dan
keamanan penumpang. Namun lebih kepada strategi maskapai untuk menyesuaikan kapasitas
dan permintaan konsumen.

Tarif tinggi ditawarkan ketika permintaan mendekati kapasitas penuh, sedangkan tarif
rendah ditawarkan ketika permintaan sedikit. Maskapai memiliki kecenderungan untuk menjual
tiket lebih murah daripada membiarkan kursi kosong atau tidak terisi. Jadi, jika regulasi tarif ini
terus dipertahankan atau bahkan mengalami kenaikan pada tarif batas bawah tentu fleksibilitas
tersebut terganggu. Hal tersebut tentu akan mengurangi efisiensi penggunaaan pesawat.

Dengan demikian, kebijakan Kementrian Perhubungan menaikkan tarif batas bawah tiket
dinilai tidak mempertimbangkan efisiensi perekonomian nasional. Dengan kenaikan tarif dasar
bawah bahkan dengan menerapakan regulasi tarif batas bawah tersebut, pemerintah telah
mengorbankan konsumen yang memiliki keterbatasan terhadap akses penerbangan udara.
Seharusnya pemerintah mempertimbangkan lebih baik dampak-dampak yang akan ditimbulkan
dengan penerapan kebijakan tersebut. Apalagi dengan kenaikan tarif batas bawah tersebut jelas
sekali tidak ada hubungannya dengan keselamatan dan keamanan penumpang, malah lebih
cenderung merugikan konsumen itu sendiri.

Dalam hal ini, tanggung jawab keselamatan dan keamanan penumpang dalam
penerbangan adalah pengawasan yang harus dilakukan oleh Kemenhub. Tanggung jawab
kelembagaan Kemenhub tidak dapat dipindahkan ke mekanisme harga. Intinya, hanya
pengawasan yang baik, intensif, sistematis, dan efektif yang bisa menjamin keamanan pesawat,
bukan terletak pada regulasi tarif batas bawah yang telah diterapakan. Jadi, sebaiknya pemerintah
meninjau ulang kembali kebijakan-kebijakan tersebut sehingga dapat diterima dengan baik oleh
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai