Anda di halaman 1dari 7

IUFD

A. Definisi
Menurut WHO kematian janin atau yang sering disebut IUFD adalah keadaan tidak
adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian janin dalam kandungan
(KJDK) atau intra uterine fetal death (IUFD), yaitu janin yang mati dalam rahim dengan berat
badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau
lebih atau pada trimester kedua. Jika terjadi pada trimester pertama disebut keguguran atau
abortus. Kematian janin adalah hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau
infeksi.
Dapat juga diartikan bahwa IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam
keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau
sama dengan 1000 gram) dijumpai baik pada kehamilan dibawah 20 minggu maupun sesudah
kehamilan 20 minggu.

B. Etiologi
Penyebab IUFD antara lain :
1. Faktor plasenta
a) Insufisiensi plasenta c) Solusio plasenta
b) Infark plasenta d) Plasenta previa

2. Faktor ibu (High Risk Mothers)


a) Diabetes mellitus k) Status social ekonomi yang rendah
b) Preeklampsi dan eklampsi l) Tingkat pendidikan ibu yang rendah
c) Nefritis kronis m) Umur ibu yang melebihi 30 tahun atau
d) Polihidramnion dan oligohidramnion kurang dari 20 tahun
e) Shipilis n) Paritas pertama (primigavida)/paritas
f) Penyakit jantung kelima atau lebih (multigarande)
g) Hipertensi o) Tinggi dan BB ibu tidak proporsional
h) Penyakit paru atau TBC p) Kehamilan di luar perkawinan
i) Inkompatability rhesus q) Kehamilan tanpa pengawasan antenatal
j) AIDS
r) Ganggguan gizi dan anemia dalam s) Ibu dengan riwayat kehamilan /
kehamilan persalinan sebelumnya tidak baik seperti
bayi lahir mati
3. Faktor intrapartum (Dalam persalinan)
a) Perdarahan antepartum e) Persalinan presipitatus
b) Partus lama f) Persalinan sungsang
c) Anastesi g) Obat-obatan
d) Partus macet

4. Faktor janin (High Risk Infants)


a) Prematuritas f) bayi dengan diagnosa IUGR (Intra
b) Postmaturitas Uterine Growth Retardation
c) Kelainan bawaan g) bayi dalam keluarga yang mempunyai
d) Perdarahan otak problema social
e) bayi dengan infeksi antepartum dan
kelainan congenital

5. Faktor tali pusat


a) Prolapsus tali pusat c) Vassa praevia
b) Lilitan tali pusat d) Tali pusat pendek
6. Tidak diketahui faktor penyebabnya

C. Patofisiologi
Menurut dr Botefilia SpOG, Spesialis Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Persahabatan,
Jakarta, ada beberapa faktor yang menyebabkan kematian janin dalam kandungan, antara lain:
1. Hipertensi atau tekanan darah tinggi
2. Preeklampsia dan eklampsia
3. Perdarahan
Waspada jika ibu mengalami perdarahan hebat akibat plasenta previa (plasenta yang menutupi
jalan lahir) atau solusio plasenta (terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya di dalam uterus
sebelum bayi dilahirkan). Secara tidak langsung ini akan mempengaruhi jumlah HB janin akan
turun dan dapat memicu kematian janin.
4. Kelainan kongenital (bawaan) bayi
Yang dapat mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan dalam
tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada dapat menyebabkan hambatan
nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung
sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-parunya.
5. Ketidakcocokan golongan darah ibu dan janin
Terutama pada golongan darah A, B, O. Kerap terjadi golongan darah anak A atau B, sedangkan
ibu bergolongan darah O atau sebaliknya. Pasalnya, saat masih dalam kandungan darah ibu dan
janin akan saling mengalir melewati plasenta. Bila darah janin tidak cocok dengan darah ibunya,
maka Ibu akan membentuk zat antibodi.
6. Janin yang hiperaktif
Gerakan janin yang berlebihan, dan hanya pada satu arah saja, dapat mengakibatkan tali pusat
yang menghubungkan ibu dengan janin terpelintir. Akibatnya, pembuluh darah yang
mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui plasenta ke janin akan tersumbat. Tak hanya
itu, tidak menutup kemungkinan tali pusat tersebut dapat membentuk tali simpul yang
mengakibatkan janin menjadi sulit bergerak. Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau
tersimpul belum dapat terdeteksi. Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak
biasa saat hamil.
7. Gawat janin
Bila air ketuban habis secara tidak langsung tali pusat terkompresi antara badan janin dengan
ibunya. Kondisi ini bisa mengakibatkan janin ‘tercekik’ karena suplai oksigen dari Moms ke
janin terhenti. Gejalanya dapat diketahui melalui cardiotopografi (CTG). Mula-mula detak
jantung janin kencang, lama-kelamaan malah menurun hingga di bawah rata-rata.
8. Kehamilan lewat waktu (postterm)
Kehamilan lebih dari 42 minggu. Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami
penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen.
Cairan ketuban dapat berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap
masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color doppler
sehingga dapat dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan
harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Sehingga perlunya taksiran kehamilan pada awal
kehamilan dan akhir kehamilan melalui USG.
9. Infeksi saat hamil
Saat hamil menjaga kondisi tubuh dengan baik guna menghindari berbagai infeksi bakteri atau
virus. Bahkan, demam tinggi pada ibu dapat mengakibatkan janin tidak tahan akan panas tubuh
ibunya.
10. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom termasuk penyakit bawaan. Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya
baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui otopsi bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan
kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain biayanya mahal, juga sangat berisiko.
Karena harus mengambil air ketuban dari plasenta janin sehingga berisiko besar janin terinfeksi,
bahkan lahir prematur.

D. Komplikasi
Kematian janin dalam kandungan 3 – 4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu.
Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipofibrinogenemia) akan
lebih besar. Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak menghasilkan
tromboplastin masuk ke dalam peredaran darah ibu, pembekuan intravaskuler yang dimulai dari
endotel pembuluh darah oleh trombosit terjadilah pembekuan darah yang meluas menjadi
disseminated intravascular coagulation hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%).
Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan fibrinogen
maka dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin
mati. Karena itu pemeriksaan pembekuan darah harus dilakukan setiap minggu setelah diagnosa
ditegakan jika terjadi hipofibrigemia, bahayanya adalah perdarahan postpartum.
Disamping itu juga dapat menyebabkan trauma emosional yang berat terjadi bila waktu
antara kematian janin dan persalinan cukup bulan. Dapat juga terjadi infeksi bila air ketuban
pecah, serta dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.

E. Tanda dan Gejala IUFD


Ibu tidak merasakan gerakan janin dan Tidak terdengar DJJ. Dengan penilaian DJJ. Bila
ibu mendapatkan sedatif, tunggu hilangnya pengaruh obat, kemudian nilai ulang. Bila DJJ tidak
terdengar, pastikan adanya kematian janin dengan stetoskop (Doppler). Bila DJJ baik,berarti bayi
tidur. Rangsang janin dengan rangsangan suara (bel) atau dengan menggoyangkan perut ibu
sehingga ibu merasakan gerakan janin. Bila DJJ meningkat frekuensinya sesuai dengan gerakan
janin, maka janin dapat dikatakan normal. Bila DJJ cenderung turun saat janin bergerak, maka
dapat disimpulkan adanya gawat janin. Kemungkinan gerakan janin berkurang atau hilang selain
itu ibu merasakan nyeri perut yang hilang timbul atau menetap sehingga membuat perdarahan
pervaginam sesudah hamil 22 minggu yang berlanjut menjadi syok. Dengan pemeriksaan USG
untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukan janin tanpa tanda
kehidupan tidak ada gerakan janin dan DJJ negative, selain itu pemeriksaan HCG urin menjadi
negative.

F. Penatalaksanaan
Sedikitnya 70% wanita akan melahirkan secara spontan dalam 2 minggu kematian bayi
dan lainnya akan lahir kurang dari 2 minggu, jika kelahiran spontan tidak terjadi dalam 3-4
minggu resiko DIC meningkat. Ini terjadi karena tromboplastin dilepaskan ke dalam sirkulasi
dari jaringan janin yang mati dan terjadi mekanisme kloding blood. Akibatnya terjadi penurunan
tingkat fibrinogen serum dan jumlah platelet. Untuk mendiagnosis kondisi tersebut gambaran
penggumpalan harus ada pada wanita dengan IUFD dan sekali atau dua kali seminggu selama
wanita itu melahirkan. Ada beberapa manajemen yang digunakan untuk mengatasi masalah
IUFD antara lain:
1. Manajemen untuk pencegahan kematian janin
a) Memberikan nasehat pada waktu ANC mengenai keseimbangan diet makanan, jangan merokok,
tidak meminum-minuman beralkohol, obat-obatan dan hati-hati terhadap infeksi atau bahan-
bahan yang berbahaya
b) Mendeteksi secara dini faktor-faktor predisposisi IUFD dan pemberian pengobatan.
c) Mendeteksi gejala awal IUFD atau tanda fetal distress.
2. Manajemen pada saat IUFD terjadi
a) Pasien di rujuk ke dokter segera setelah diketahui IUFD
b) Bila setelah terdiagnosa pasti bidan dapat melahirkan bayinya di bawah pengawasan dokter
c) Bidan memberikan dukungan emosional kepada pasien maupun keluarga pasien
3. Manajemen setelah persalinan
a) Setelah bayi lahir kemudian diperiksa dan ditimbang, membran dan plasenta diperiksa
b) Bidan memberikan dukungan emosional pada pasien dan keluarganya
c) Dokter melakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab kematian
d) Melakukan kunjungan rumah untuk melihat keadaan umum pada masa postpartum misalnya
laktasi, involusio rahim, dan perencanaan KB
Selain itu penanganan yang dilakukan pada kasus IUFD :

Terapi
a) Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa
bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan
kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.
b) Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan
melalui hasil USG dan rongent foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
c) Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996)
memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis
kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam
sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan terminasi
kehamilan.
1) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan.
Persiapan:
a) Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
b) Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu: pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu
pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin.
Tindakan:
(a) Kuretasi vakum
(b) Kuretase tajam
(c) Dilatasi dan kuretasi tajam
2) Pengakhiran kehamilan, jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu
Tindakan :
(a) Pemberian misoprostol 200 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah
pemberian pertama.
(b) Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.
(c) Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10
IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.
3) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 20 – 28 minggu
Tindakan :
(a) Pemberian misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah
pemberian pertama.
(b) Pemasangan batang laminaria selama 12 jam.
(c) Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal
60 tetes per menit.
(d) Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati.
(e) Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histeroktomi bila upaya melahirkan pervaginam dianggap tidak berhasil
atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.
4) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 28 minggu kehamilan
Tindakan :
(a) Pemberian misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian
pertama.
(b) Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak efektif
bila dilakukan pada KPD).
(c) Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal
60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2 labu.
(d) Kombinasi ketiga cara diatas. Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak
berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.
Periksa Ulangan (follow up)

Anda mungkin juga menyukai