Anda di halaman 1dari 3

A.

Definisi
Sindrom Guillain-Barre (poliradikuloneuropati demielinasi inflamatorik akut)
merupakan paralisis asendens yang dapat membawa kematian dan disertai dengan
kelemahan yang dimulai pada ekstremitas distal tapi kemudian dengan cepat menjalar ke
otot-otor proksimal. Terjadi demielinasi segmental dan sel-sel inflamasi kronik yang
mengenai radiks saraf serta saraf perifer. Kelainan ini dimediasi oleh imun dan sering
terjadi sesudah infeksi virus (sitomegalovirus, Virus Epstein Barr) atau campylobacter
jejuni.5

B. Epidemiologi
Guillain-Barré Syndrome merupakan penyakit neurologi yang cukup jarang, angka
insidensi GBS dari 2 penelitian epidemiologi terdahulu dapat dilihat pada penelitian yang
dilakukan Ress, dkk (1998) dengan metode dan subyek yaitu prospektif 1 tahun, 97
pasien didiagnosa GBS dimana angka insiden per 100.000 penduduk adalah 1,2 dan
peneltian yang dilakukan Casmiro dkk (1998) dengan metode dan subyek yaitu
prospektif studi 2 tahun, 87 pasien didiagnosa GBS, dimana angka insiden per 100.000
penduduk adalah 1,1.4

C. Etiologi
Kejadian SGB sering didahului oleh hal-hal berikut: (1) infeksi tractus respiratorius
atau tractus gastrointestinal (pada2/3 kasus), (2) vaksinasi, (3) malignancy, (4) obat-
obatan, dan (5) kehamilan. Mekanisme yang mendasari munculnya SGB adalah respon
abnormal sel T akibat infeksi. Sel T CD4 helper berperan banyak, bersama dengan
3
antigen GM1 gangliosida.
Temuan histopatologik dominan adalah infiltrasi saraf perifer oleh makrofag dan
limfosit reaktif, dan demielinisasi segmental. CSS biasanya memperlihatkan peningkatan
kandungan protein, tetapi reaksi selnya minimal.6

D. Tanda dan Gejala


Gejala timbul secara progresif dan meliputi:2

1. Kelemahan otot yang simetris (tanda neurologi utama) dan muncul pertama- tama
pada tungkai (tipe asenden) yang kemudian meluas ke lengan serta mengenai nervus
fasialis dalam 24 hingga 72 jam akibat terganggunya transmisi impuls melalui radiks
saraf anterior
2. Kelemahan otot yang pertama-tama terasa pada lengan (tipe descenden) atau terjadi
sekaligus pada lengan dan tungkai akibat terganggunya transmisi impuls melalui
radiks syaraf anterior.
3. Tidak terdapat kelemahan otot atau hanya mengenai nervus fasialis (pada bentuk
yang ringan).
4. Parestesia yang kadang-kadang mendahului kelemahan otot, tetapi akan menghilang
dengan cepat; keluhan ini terjadi karena terganggunya transmisi impuls melalui
radiks syaraf dorsalis.
5. Diplegia yang mungkin disertai oftalmoplegia (paralisis okuler) akibat terganggunya
transmisi impuls melalui radiks saraf motorik dan terkenanya nervus kranialis III,IV,
serta VI.
6. Disfagia atau Disartria dan yang lebih jarang terjadi, kelemahan otot yang dipersarafi
nervus kranialis XI (nervus aksesorius spinalis)
7. Hipotonia dan arefleksia akibat terganggunya lengkung refleks.
Penegakan diagnosa SGB, yaitu secara klinis, berbagai pemeriksaan penunjang lain
(LP, seroimunologi, dan neurofisiologi) yang dapat membantu dalam penegakan
diagnosa.

E. Diagnosis
Kriteria diagnosis

1. Kriteria yang harus ada


a. Kelemahan progresif lebih dari 1 anggota gerak
b. Hiporefleksia atau arefleksia
2. Menunjang diagnose
a. Progresivitas sampai 4 minggu
b. Relatif simetris
c. Gangguan sensoris ringan
d. Keterlibatan saraf kranial (paling sering N VII)
e. Perbaikan dalam 4 minggu
f. Disfungsi autonom ringan
g. Tanpa demam
h. Protein LCS meningkat setelah 1 minggu
i. Leukosit LCS <10/mm
j. Pelambatan hantar saraf
3. Meragukan diagnosa
a. Asimetris
b. Disfungsi BAB dan BAK
c. Leukosit LCS >50/mm2
d. Gangguan sensoris berbatas nyata
4. Mengeksklusikan diagnosa
a. Gangguan sensoris saja
b. Terdiagnosa sebagai polineuropati lain

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran Laboratorium yang paling menonjol adalah peninggian kadar protein
dalam cairan otak > 0,5 mg % Tanpa diikuti peningkatan jumlah sel, Hal ini disebut
disosiasi sitoalbuminik. Peninggian kadar protein dalam cairan otak dimulai pada
minggu 1-2 dari onset penyakit, dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu. Jumlah
sel mononuklear kurang dari 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian kecil
penderita tidak ditemukan peningkatan jumlah protein dalam sel. Imunoglobulin bisa
meningkat, bisa timbul hiponatremi pada beberapa penderita yang disebabkan oleh
SIADH.
2. Pemeriksaan Elektromiografi
Gambaran penderita GBS antara lain 1) Kecepatan hantaran saraf motorik dan
sensorik melambat, 2) Distal motor latensi memanjang, 3) Kecepatan hantaran
gelombang F melambat, menunjukkan perlambatan pada segmen proksimal dan
radiks saraf.
G. Penatalaksanaan
Penanganan yang pertama bersifat supportif meliputi intubasi endotrakea atau
trakeotomi jika gangguan pada otot-otot pernapasan membuat pasien sulit
mengeluarkan dahak.2
Kaji dan atasi disfungsi pernafasan. Jika otot pernapasan melemah, lakukan
perekaman kapasitas vitas secara serial. Gunakan respirometer dengan mouthpiece atau
masker untuk bedside testing.2
Lakukan pemeriksaan gas darah arteri. Karena penyakit neuromuskular
menimbulkan hipoventilasi disertai hipoksemia dan hiperkapnia, awasi tekanan parsial
oksigen arterial (PaO2) yang bila berada dibawah 70 mmHg menandakan gagal napas.2
Pilihan terapi farmakologi yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:3
Pertukaran plasma (plasma exchange) bermanfaat bila dikerjakan dalam waktu 3
minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange
adalah 40-50 ml/Kg. Dalam waktu 7-14 hari, dilakukan 3-5 kali plasma exchange.9
Pengobatan dengan menggunakan imunoglubulin dapat bermanfaat untuk GBS.
Dosis imunoglobulin 0,4 gr/kg selama lima hari.9
Pemakaian kortikosteroid pada GBS masih diragukan manfaatnya, namun ada
yang berpendapat bahwa pemakaian kortikosteroid pada fase dini mungkin
bermanfaat.9
Penggunaan terapi imunoglobulin (Ig) relatif lebih sederhana dan lebih mudah
dibandingkan dengan plasma exchange. Kajian yang dilakukan oleh Bril, dkk (1999)
menunjukkan bahwa penggunaan terapi Ig pada pasien SGB sama efektifnya dengan
plasmaparesis, apabila terapi diberikan dalam 2 minggu pasca onset penyakit. Persatuan
dokter spesialis saraf di Inggris.3

H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari GBS adalah poliomielitis, Botulisme, Hysterical
Paralysis, Neuropati toksik, Diphtheritic paralisi, porfiria intermitten akut, Neuropati
karena timbal, Mielitis akut.9
I. Prognosis
Kematian penderita GBS berkisar antara 2%-10% dengan penyebab kematian
karena kegagalan pernafasan, gangguan fungsi otonom, infeksi paru, dan emboli paru.
Sebagian besar penderita (60 – 80%) sembuh secara sempurna dalam waktu 6 bula,
sebagian kecil (7-22 %) sembuh dalam waktu 12 bulan dengan kelainan motorik ringan
dan atrofi otot-otot kecil di tangan dan kaki. Sekitar 3 – 5 % penderita mengalami
relaps.9

Anda mungkin juga menyukai