Anda di halaman 1dari 28

KONSEP LANSIA

A. Pengertian Lanjut Usia


Lanjut usia merupakan proses dari tumbuh kembang yang akan dialami
setiap individu, yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh dalam
beradaptasi dengan lingkungan ( Azizah, 2011). Menurut WHO (2014) lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok
umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging
Process atau proses penuaan.
Lanjut usia adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade (Notoatmodjo,
2012). Menurut Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19
ayat 1 bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik kejiwaan dan social. Perubahan ini akan memberikan
pengaruh pada seluruh askep kehidupan (Khoiriyah, 2011)
Penggolongan lansia menurut WHO dikutip dari Ratna Suhartini dari UNAIR
(2010) dikelompok menjadi empat yakni:
a. Usia pertengahan (Middle age) 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (Old) 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (Ivery old) diatas 90 tahun
Merujuk kembali pada hasil ASEAN teaching seminar on Psychogeriatric yang
dikutip dari Yaumil Agoes Achir dari falkutas psikologi UI, persoalan dan keluhan
para usia lanjut meliputi:
1. Organo-bilogik, misalnya: dementia, gangguan fungsi afektif, sulit tidur,
diabetes melitus, hipertensi, dan lain-lain
2. Psiko-edukatif seperti perasaan kesepian, kehilangan, ditolak dan tidak
(disenangi, hubungan yang tegang dengan sanak keluarga, apatis, dan lain-
lain).
3. Sosio-ekonomik dari budaya misalnya: kesulitan keuangan, kesulitan
mendapatkan pekerjaan, tidak punya rumah tempat menetap, dan lain
sebagainya
Para lanjut usia yang mempunyai psikologi yang baik, biasanya individu
tersebut akan mencari-cari apa yang terbaik dan pantas untuk dirinya dan seusianya,
hal tersebut biasanya disertai dengan timbulnya kesadaran bahwa menjadi tua
merupakan bagian yang wajar dalam hidup.
Pada lanjut usia kurang menerima keadaannya biasanya terjadi krisis identitas.
Akan tetapi berbahagialah bagi mereka yang mengerti dan mau menerima keadaan
dirinya oleh sebab itu dibutuhkan reaksi yang lebih sesuai untuk dirinya dan
seusianya.

B. Perubahan Fisik dan Kebutuhan Pada Lansia


Setelah seseorang memasuki masa lansia, umunya mulai dihinggapi adanya
kondisi patologis (tidak sehat) berganda, misalnya: tenaga berkurang, energi
menurun, kulit keriput, gigi dan tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum,
kondisi fisik yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara
berlipat ganda. Hal ini menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologis,
maupun sosial, sehingga dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada
orang lain.
Menurut Zarit (1980) yang dikutip oleh Fatimah penuaan biologik
merupakan perubahan struktur dan fungsi tubuh yang terjadi sepanjang kehidupan.
“Concerned with answering basic questions regarding physiologic processes that
occur in all living organisms over time” (Hayflick, 1996). Teori ini secara general
melihat bahwa penuaan terjadi pada molekul, sel, dan bahkan pada level sistemik.
Teori biologi berfokus pada tiga hal, antara lain :
 Menurunkan fungsi organisme
 Berhubungan dengan perubahan usia yang berlangsung terus menerus
 Perubahan intrinsik yang akan memberikan efek pada semua spesies
dikarenakan kronologi usia
Selain itu, semua organ dalam setiap organisme tidak akan menua dalam
waktu yang sama, dan setiap organ tidak akan menua dalam waktu yang sama pula
pada organisme satu dengan organisme yang lain.
Berikut perubahan status fungsional sistem tubuh lansia dengan rekomendasi
keperawatan.
Promosi
Temuan subyektif &
No Perubahan kesehatan/rekomendasi
obyektif
keperawatan
1 Sistem Keluhan keletihan dengan Kesehatan kardiovaskular
kardiovaskular peningkatan aktivitas, pada lansia dapat ditingkatkan
waktu pemulihan frekuensi dengan menasihatkan
jantung meningkat, olahraga yang teratur,
tekanan darah meningkat aktivitas berirama, hindari
diakibatkan oleh merokok, makan makanan
meningkatnya resistensi rendah lemak, diet rendah
dari pembuluh darah garam, berpartisipasi dalam
perifer, sistolik normal ±, aktivitas penurunan stress,
diastolik normal ± 90 ukur tekanan darah secara
mmHg. teratur, kepatuhan pengobatan
dan kontrol berat badan.
2 Sistem Keletihan dan sesak napas Olahraga secara teratur,
pernapasan setelah beraktivitas, hindari merokok, minum
gangguan penyembuhan banyak cairan untuk
jaringan akibat penurunan mengencerkan secret,
oksigen, kesulitan untuk imunisasi influenza setiap
batuk. tahun, hindari pajanan
terhadap infeksi saluran
pernapasanbagian atas.
3 Sistem Kulit tipis dan keriput, kulit Hindari pajanan matahari
integumen kering, keluhan cedera, dengan pakaian, tabir surya
memar, keluhan tidak dan tetap dalam ruangan;
tahan panas, berkurangnya berpakaian sesuai iklim;
elastisitas akibat menjaga suhu ruangan yang
menurunnya cairan dan amabb; berendam 1-2 kali
vaskularisasi, kuku jari seminggu, gunakan lotion.
menjadi lebih rapuh,
permukaan kulit kasar dan
bersisik ( karena
kehilangan proses
keratinasi serta perubahan
ukuran dan bentuk sel
epidermi)
4 Sistem Wanita : nyeri saat Mungkin memerlukan krim
reproduksi berhubungan kelamin, esterogen/antibiotik, gunakan
perdarahan pervagina pelumas saat berhubungan
setelah berhubungan kelamin, carilah bimbingan
seksual, gatal dan iritasi kesehatan/seksual bila perlu.
vagina, orgasme melambat.
Pria : ereksi dan
pencapaian orgasme
melambat.
5 Sistem Penurunan tinggi badan, Olahraga secara teratur,
muskuloskelet rentan terhadap fraktur, makan makanan tinggi
al kifosis, keluhan nyeri kalsium, batasi asupan fosfor,
punggung, kehilangan mungkin perlu peresapan
kekuatan fleksibilitas dan hormon dan kalsium.
ketahanan otot, keluhan
nyeri sendi.
6 Sistem Retensi urin, kesulitan Kontrol dokter secara berkala;
genitourinarius berkemih, kejadian jangan jauh dari toilet; pakai
inkontinensia urine, pakaian yang mudah dibuka;
urgensi dan frekuensi, minum banyak air; hindari
BUN meningkat, minum berkafein, alkohol atau
pembesaran prostat pada pemanis buatan; lakukan
pria, atrofi vulva, latihan otot dasar panggul;
pelihara kebersihan perineal;
jaga agar kulit tetap kering
dan bersih; pakai pakaian
dalam yang bersih, gunakan
bantalan penyerap cairan,
krim kulit anti air.
7 Sistem Keluhan mulut kering, Gunakan es batu dan obat
gastrointestinal nyeri ulu hati, gangguan kumur, sikat gigi dan pijat
pencernaan, konstipasi, gusi setiap hari, kontrol dokter
kembung dan gigi setap 6 bulan sekali,
ketidaknyamanan. makan sedikit namun sering,
duduk tegak dan hindari
aktivitas berat setelah makan,
batasi penggunaan antasida,
makan makanan berserat
tinggi, diet rendah lemak,
buang air kecil secara teratur,
minum banyak air.
8 Sistem saraf Respon dan reaksi Atur pengajaran, saat
melambat, bingung saat hospitalisasi usahakan banyak
dimasukan kedalam rumah pengunjun, tingkatkan
sakit, keluhan pingsan, ransangan sensori jika terjadi
sering jatuh. kebingungan mendadak
segera cari penyebabnya,
usahakan bangun perlahan,
usahakan memakai tongkat.
9 Sistem indera Memegang benda jauh dari Gunakan kacamata gelap saat
khusus : wajah, keluhan silau, diluar, gunakan kacamata
penglihatan penglihatan buruk saat untuk membaca, hindari
malam hari, kesulitan perubahan mendadak dari
melihat tulisan jarak dekat, gelap ke terang, gunakan buku
bingung dengan warna. dengan huruf besar-besar,
hindari mengendarai mobil
dimalam hari, gunakan warna
yang kontras untuk
membedakan warna, hindari
cahaya matahari langsung.
10 Sistem Memberi respon yang tidak Anjurkan periksa
pendengaran sesuai, meminta untuk pendengaran, kurangi
mengulang kata-kata kebisingan latar belakang,
tatap wajah orang yang
berbicara, ucapkan setiap kata
dengan jelas dengan nada
rendah, gunakan bahasa
nonverbal, ulangi kata jika
tidak jelas.
11 Penghidungan Menggunakan gula dan Usahakan menggunkan
dan garam berlebihan. rempah-rempah yang lain dan
pengecapan bumbu.

C. Perubahan Psikososial pada Lansia


Dilihat dari segi kejiwaan, individu yang mengijak lanjut usia biasanya labil
apabila mendapat penolakan, penghinaan atau rasa kasihan yang tidak sesuai dengan
keadaanya, oleh karena itu biasanya para lansia menginginkan untuk tidak
tergantung dengan orang lain. Hal tersebut dilakukan karena dia ingin dihargai,
dicintai, diinginkan kehadirannya dan ingin hidup lebih bermakna dan bermanfaat
bagi orang lain di masa tuanya. Lansia yang sehat psikologis dapat dilihat dari
kemampuan beradaptasi terhadap kehilangan fisik, sosial dan emosinal serta
mencapai kebahagiaan, kedamaian dan kepuasan hidup.
Dengan adanya penurunan fungsi kognitif yang meliputi proses belajar,
persepsi, pemahaman, pengalaman, dan lain-lain. Pada umumnya, setelah orang
memasuki masa lansia, ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor
sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia yang menjadi makin tidak
seoptimal pada saat muda dan fungsi psikomotorik (konatif) yang meliputi hal-hal
yang berhubungan dengan dorongan, seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang
berakibat bahwa lansia menjadi kurang aktif dari waktu muda, lansia juga mengalami
perubahan psikososial yang berkaitan dengan kepribadian lansia tersebut.
Kepribadian lansia sebagai berikut. :
1. Tipe kepribadian konstruktif. Biasanya tipe ini tidak mengalami gejolak, tenang,
dan mantap sampai sangat tua.
2. Tipe kepribadian mandiri. Pada tipe ini ada yang mengalami postpower syndrome,
apalagi jika masa lansia tidak ada kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada
dirinya.
3. Tipe kepribadian tergantung. Tipe ini sangat dipengaruhi keluarga, apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika
pasangan hidup meninggal makan yang ditinggalkan akan menjadi merana,
apalagi jika tidak segera bangkit dan maju.
4. Tipe kepribadian bermusuhan. Pada tipe ini seorang lansia tetap merasa tidak puas
dengan kehidupannya, banyak keinginannya yang kadang diperhitungkan secara
saksama sehingga menyebabkan keadaan menjadi morat-marit
5. Tipe kepribadian kritik diri. Lansia tipe ini terlalu terlihat sengsara, karena
perlakunya sendiri sulit dibantu orang lain sehingga susah dirinya.

Ketakutan menjadi tua dan tidak produktif lagi memunculkan gambaran yang
negatif tentang proses menua. Seseorang yang telah menginjak lansia biasanya
muncul sikap yang tidak disadari oleh dirinya sendiri seperti cerewet, pelupa, sering
mengeluh, bersikap egois, berkurangnya kelenturan dalam menghadapi perubahan
dll. Banyak kultur dan budaya yang ikut menumbuhkan anggapan negatif ini, dimana
lansia dipandang sebagai individu yang tidak mempunyai sumbangan apapun
terhadap masyarakat dan memboroskan sumber daya ekonomi. Perawat dapat
memberikan dorongan serta dalam membuat keputusan, kemandirian, aktivitas
sosial lansia. Selain itu juga adap poin-poin yang terjadi dalam psikososial :
1. Pensiun : nilai seseorang sering diukur berdasarkan produktivitasnya dan
identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun
(purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain :
 Kehilangan finansial ( income berkurang).
 Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi,
lengkap dengan segara fasilitasnya).
 Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
 Kehilangan pekerjaan/jabatan.
2. Merasakan atau sadar akan kematian.
3. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.
4. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Meningkatnya biaya hidup pada
penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya pengobatan.
5. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
6. Perubahan dalam Peran Sosial, akibat berkurangnya fungsi indra pendengaran,
penglihatan, gerak fisik maka muncul gangguan fungsional atau bahkan
kecatatan pada lansia. Misalnya badan bungkuk, pendengaran sangat
berkurang, penglihtan kabur, dan sebagainya dicegah dengan selalu mengajak
mereka pada aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak
merasa terasing. Oleh karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak
untuk berkomunikasi dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti
mudah menagis, marah-marah, mengumpulkan barang-barang tak berguna
serta merengek-rengek dan menahan orang lain sehingga perilakunya seperti
anak kecil

D. Kebutuhan Psikologis pada Lansia


1. Edukasi Untuk Lansia
a. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan perlu
benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan
hanya dengan masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dengan berencana, terorganisasi, dan terarah bagi masing-
masing yang akan pensiun, perlu dilakukan kajian untuk menentukan arah
minatnya agar tetap memilki kegiatan dan positif. Untuk merencanakan
kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa pensiunan, dilakukan pelatihan
yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing dengan berwisata,
cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan ragam pelatihan
hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga keyakinan
pada lansia bahwa di samping pekerjaan yang selama ini ditekuni, ada
alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga
tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna,
menggangur, dan sebagainya.
b. Klien menerima usia lanjut dengan lapang dada.
Menerima perubahan dirinya dengan hati pasrah, kenyataan bahwa dirinya
menjadi tua diterima secara positif dan dengan senang hati memasuki tingkatan
hidup yang baru
c. Berlatih melepaskan diri dan bijaksana
Sikap lepas bebas dari kehidupan duniawi dalam arti mengambil jarak dari
segala miliknya. Kemudian ia memperoleh perspektif baru yaitu: hidup dengan
arif, bijaksana, penuh cinta kasih dan pengertian kepada generasi muda. Hal
ini bisa tercapai bila Lansia memiliki kematangan jiwa dan kaya dengan
pengalaman hidup.
d. Berupaya menghadapi kesepian, upaya yang dilakukan dalam menghadapi
kesepian adalah:
 Berusaha membuat dirinya bermanfaat bagi orang lain
 Mengunjungi teman Lansia yang hidup sendiri
 Memperhatikan dan menghibur orang yang kesusahan
 Bagi Lansia yang sudah tidak dapat pergi kemana-mana, upaya ini dapat
dilakukan melalui surat menyurat dengan tulisan pendek atau melalui
telepon. Upaya-upaya ini akan menyebabkan dirinya ikut terhibur.
e. Menemukan minat dan mengeluarkan potensi yang ada
Saat kekuatan jasmani mulai menyusut, ada potensi dan kekuatan dalam diri
yang baru berkembang. Seseorang akhirnya menemukan dan
mengembangkan minatnya sehingga potensinya diberbagai bidang dapat
terwujud. Misalanya seni, music, sastra, agama, perkebunan, pertanian, dan
lain sebagainya.
2. Edukasi Untuk Keluarga
a. Keluarga perlu menyediakan waktu untuk mengajak berbicara dari hati ke
hati serta membantu agar Lansia dapat mengungkapkan keluhannya serta
mau terbuka terhadap keluarganya
b. Keluarga berupaya untuk memahami apa yang dirasakan Lansia, mencari
penyebab masalah dan berbagai pengalaman dengan lansia.
c. Keluarga berusaha memahami kebutuhan Lansia dengan memberikan
perhatian, kasih saying yang tulus dan rasa aman
d. Keluarga merujuk kepada tenaga ahli, apabila menghadapi Lansia yang
mengalami gangguan mental yang cukup mengganggu.
3. Edukasi Untuk Perawat atau Tenaga Sosial Lain
a. Memberikan keluwesan, humor dan rasa keingintahuan kepada lansia dapat
meningkatkan adaptasi sosial dan psikologis serta citra diri yang positif.
Perawat juga harus memiliki pemahaman yang holistik tentang proses
penuaan dan memperlakukan lansia dengan hormat agar lansia mampu
membuat keputusan dan mempertahankan otonomi sehingga kualitas hidup
mereka akan meningkat.
b. Mendampingi para lansia memerlukan teknik dan pendekatan tersendiri,
karena kondisinya yang cendrung berubah-ubah serta emosional, sehingga
memerlukan kesabaran lebih besar serta memahami permasalahan yang
terjadi pada diri dan lingkungannya
c. Pada umunya lansia yang tinggal bagi orang-orang kita (budaya ketimuran)
masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit,
sanak saudara-saudara bahkan kerabat karena hidup membujang, atau punya
pasangan hidup namun tidak ada karena sudah meninggal, apalagi hidup
dalam perantauan sendiri, seperti terlantar. Di sinilah pentingnya keberadaan
panti werda sebagai tempat untuk perawat bagi lansia di samping sebagai
rehabilitasi jangka panjang yang tanpa kehidupan bermasyarakat. Di sisi lain
dalam lingkungan sosial panti werda adalah lebik baik daripada dalam
masyarakat sebagai seorang lansia.

E. Perubahan Spiritual pada Lansia


1. Agama semakin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970).
2. Lansia makin matur dalam kehidupan beragamanya, hal ini terlihat dari berrfikir
dan bertindak dalam sehari-hari. perkembangan spiritual.
3. Menurut Folwer (1978). Universalizing, perkembangan yang dicapai pada
tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara
mencintai dan keadlian.
4. Lanjut usia sangat mendambakan kasih sayang dan penerimaan sosial akan tetapi
dialin pihak dia juga membutuhkan ketenagannya untuk beribadah, beramal dan
berbuat baik dengan cara mendekatkan diri kepada agama dan Tuhan kebutuhan
lanjut usia bergeser dari kebutuhan biologik dan self survival digantikan oleh
kebutuhan lain yaitu kebutuhan religius.
5. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan usia yang
bertambah lanjut

F. Kebutuhan Spiritual pada Lansia


1. Penting bagi perawat untuk mengetahui dimensi spiritual seseorang dan
mendukung ekspresi spiritual dan pertumbuhan (Hogstel, 1995).
2. Spiritual (dikutip dalam jurnal pembinaan keagamaan lanjut usia dipanti Sosial
tresna Werda khusnul Khotimah pekanbaru Riau )
Pembinaan agama yang bisa dilakukan adalah:
a. Ceramah Agama
b. Bimbingan kerohanian, Kegiatan pembinaan yang dilakukan pihak
pengelola di antaranya memberikan pembinaan keagamaan sesuai dengan
agama yang dianut para lansia. Kesulitan-kesulitan yang perlu diperhatikan
ialah mengingat para lansia sudah memiliki keterbatasan secara fisik. Maka
dalam hal berkomunikasi akan sedikit mengalami hambatan saat
berinteraksi.
c. Richards dan Bergin (2007) dalam Yusuf (2007:31) memberikan intervensi
konseling spiritual dengan doa, mengajarkan konsep-konsep spiritual,
referensi kitab suci, pengalaman spiritual, konfrontasi spiritual, do’a
bersama antara klien dan konselor, dorongan memaafkan, penggunaan
komunitas atau kelompok beragama, do’a klien, biblioterapi keagamaan.
d. Bimbingan etika dan moral dalam keagamaan
e. Pengajian
f. Pembinaan Ibadah Puasa
g. Materi akhlak dalam keagamaan
h. Materi sejarah Nabi dan tokoh-tokoh agama lainnya
Metode yang dapat di gunakan seperti:
a. Metode Ceramah
b. Metode cerita
c. Metode Tanya Jawab
d. Metode Demonstrasi
e. Metode keteladanan
f. Metode menghafal
Media pembinaan yang bisa dipakai seperti:
a. Ruangan atau aula dengan kursi
b. Mushola
c. Balai desa
d. Pos windhu, dan lain-lain.
3. Kultural
a. Mengembangkan potensi seni dan budaya yang di miliki klien yang
berhubungan dengan keagamaan.
b. Anjurkan lansia untuk Mengajarkan kepada cucunya atau disekitarnya
o contoh: mengajarkan cara bermain wayang golek yang baik dan benar
c. pembinaan pengambilan nilai dan norma baik yang bisa di ambil dari
kebudayaan tertentu.
d. Anjurkan kepada klien untuk terus memberikan Nasihat ilmu kepada
generasi muda.
KONSEP PENYAKIT
DIABETES MELITUS
A. Definisi
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin
atau kedua-duanya (Henderina,2010).
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin
itu sendiri (WHO,2011).
Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolism yang ditandai dengan
meningkatnya glukosa darah. Hal tersebut disebabkan oleh adanya gangguaan pada
sekresi insulin atau gangguan kerja insulin maupun keduanya. Penderita DM tidak dapat
memproduksi atau tidak dapat merespon hormone insulin yang dihasilkan oleh organ
pankreas, sehingga kadar gula darah meningkat (Tentero dkk,2016)

B. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta
dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya
mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi
ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau
akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan
diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan
preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari
30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.

C. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti
2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung
insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa
kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

D. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-
tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah
yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin
yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan
ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe
II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan
sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).

E. Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

F. Data Penunjang
1 Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam
setelah pemberian glukosa.
2 Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3 Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4 Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5 Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan
semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6 Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7 Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8 Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9 Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe
II)
10 Urine: gula dan aseton positif
11 Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.

G. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan
sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah
a. Hipoglikemia/ Koma Hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang
normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk
dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau
koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu
hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih. Diagnosa
dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar gula darah
dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
b. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (Hhnc/ Honk).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya
ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak
terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak
terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN
banding kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150
mEq per liter kalium bervariasi.
c. Ketoasidosis Diabetic (Kad)
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
2. Komplikasi kronik
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

H. Penatalaksanaan
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
2) Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster,
TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi
insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya
diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai
pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek
lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu
e. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT USIA DENGAN DM


A. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat penyakit sekarang
` Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya
yang telah dilakukan untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Ada riwayat penyakit diabetes mellitus atau penyakit lain yang ada kaitannya
dengan definisi insulin (penyakit pancreas) ada riwayat penyakit jantung, obesitas,
arterosklerosis.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita diabetes mellitus
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.

b. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan, dan tanda-tanda vital
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, gusi mudah berdarah dan
bengkak, adakah penglihatan kabur atau ganda, lensa mata keruh.
3) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembapan, dan suhu kulit di area sekitar ulkus atau gangren, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
4) Sistem pernafasaan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada, pada luka diabetes mellitus
mudah terjadi infeksi.
5) Sistem kardiovaskular
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardia atau
bradikardia, hipertensi atau hipotensi, aritmia
6) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi,
perubahan berat badan, peningkatan berat abdomen obesitas.
7) Sistem urinaria
Poliuri, retensio urin, inkontinensia urin
8) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran massa otot, perubahan tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, ada gangguan di ekstremitas
9) Sistem neurologi
Terjadi penurunan sensori, parathesia, anesthesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, disorientasi

B. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual, muntah, penurunan
penggunaan dan ambilan glukosa akibat kekurangan insulin.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan


c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah, luka sukar
sembuh.
d. Resiko kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan dehidrasi ekstrasel.
e. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

C. Intervensi

a. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual, muntah, penurunan


penggunaan dan ambilan glukosa akibat kekurangan insulin.
Tujuan :
1) Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
2) Menunjukkan tingkat energi biasanya
3) Mengurangi atau menghilangkan rasa mual dan muntah
4) Berat badan stabil atau bertambah
Intervensi Rasional
1. Tentukan program diet dan pola Mengidentifikasi kekurangan dan
makan pasien dan bandingkan penyimpangan dari kebutuhan
dengan makanan yang dapat terapeutik.
dihabiskan oleh pasien

2. Timbang berat badan setiap hari atau Mengkaji pemasukan makanan yang
sesuai indikasi adekuat (termasuk absorbsi dan
utilisasinya).
3. Identifikasi makanan yang Jika makanan yang disukai pasien dapat
disukai/dikehendaki termasuk dimasukkan dalam perencanaan makan,
kebutuhan etnik/kultural. kerjasama ini dapat diupayakan setelah
pulang
4. Libatkan keluarga pasien pada Meningkatkan keterlibatannya dalam
perencanaan makan sesuai indikasi. memberikan informasi pada keluarga
untuk memahami nutrisi pasien
5. Berikan oral hiegene kepada klien Memberikan sensasi rasa segar dan
nyaman sebelum makan
6. Berikan pengobatan insulin secara Insulin reguler memiliki awitan cepat
teratur sesuai indikasi dan karenanya dengan cepat pula dapat
membantu memindahkan glukosa ke
dalam sel

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sesak nafas.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 x 24 jam, pola nafas


pasien menjadi efektif.
Kriteria hasil : Menunjukkan pola nafas yang efektif tanpa adanya sesak nafas
Intervensi Rasional
1. Monitor rata-rata irama, kedalaman Mengetahui keefektifan pernafasan
dan usaha untuk bernafas
2. Catat gerakan dada, lihat Untuk mengetahui penggunaan otot
kesimetrisan, penggunaan otot bantu pernafasan
Bantu dan retraksi dinding dada.

Monitor suara nafas, monitor


kelemahan otot diafragma

3. Catat omset, karakteristik dan durasi Mengetahui penyebab nafas tidak efektif
batuk
4. Catat hasil foto rontgen Mengetahui gambaran paru-paru klien

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.


Tujuan :
1) Menghindari terjadinya luka

2) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi


3) Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya
infeksi.
Kriteria hasil : Tidak terjadinya luka
Intervensi Rasional

1. Observasi tanda-tanda infeksi dan Pasien mungkin masuk dengan infeksi


peradangan yang biasanya telah mencetuskan
keadaan ketoasidosis atau dapat
mengalami infeksi nosokomial

2. Pasien mungkin masuk dengan Mencegah timbulnya infeksi silang


infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis
atau dapat mengalami infeksi
nosocomial
3. Pertahankan teknik aseptik pada Kadar glukosa yang tinggi dalam darah
prosedur invasif akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman
4. Berikan perawatan kulit dengan Sirkulasi perifer bisa terganggu yang
teratur dan sungguh-sungguh menempatkan pasien pada peningkatan
resiko terjadinya kerusakan pada
kulit/iritasi kulit dan infeksi

5. Berikan posisi miring kanan dan Mencegah terjadinya luka dekubitus


kiri setiap 2 jam sekali

d. Resiko kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan dehidrasi ekstrasel.


Tujuan : Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine
tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital Hypovolemia dapat di manifestasikan
oleh hipotensi dan takikardia

2. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, Merupakan indikator dari tingkat


turgor kulit, dan membran mukosa dehidrasi, atau volume sirkulasi yang
adekuat
3. Pantau masukan dan keluaran, Memberikan perkiraan kebutuhan akan
catat berat jenis urine cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang diberikan

4. Timbang berat badan setiap hari Memberikan hasil pengkajian yang


terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti

5. Berikan terapi cairan sesuai Tipe dan jumlah dari cairan tergantung
indikasi pada derajat kekurangan cairan dan
respons pasien secara individual.
e. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan: Kontrol kecemasan dan koping, setelah dilakukan perawatan selama 2 x
24 jam cemas pasien hilang atau berkurang dengan indikator :
1. Mengungkapkan cara mengatasi cemas
2. Mampu menggunakan coping
3. Dapat tidur atau istirahat
4. Mengungkapkan tidak ada penyebab fisik yang dapat menyebabkan cemas
Intervensi Rasional

1. Bina hubungan saling percaya, Mempermudah intervensi, mengurangi


libatkan keluarga kecemasan

2. Jelaskan semua prosedur Membantu pasien dalam meningkatkan


pengetahuan tentang status kesehatan
dan meningkatkan kontrol kecemasan

3. Hargai pengetahuan pasien Merasa dihargai


tentang penyakitnya
4. Berikan reinfocement untuk Penggunaan strategi adaptasi secara
menggunakan sumber coping bertahap ( dari mekanisme pertahan,
yang efektif coping, sampai strategi penguasaan)
membantu pasien cepat mengadaptasi
kecemasan

5. Bantu pasien untuk Dukungan akan memberikan keyakinan


mengefektifkan sumber support terhadap pernyataan harapan untuk
sembuh/masa depan.

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
a. Berhasil: Perilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
b. Tercapai sebagian : pasien menunjukan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

Anda mungkin juga menyukai