Anda di halaman 1dari 171

Digital

Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PENGARUH TERAPI TAWA TERHADAP KUALITAS TIDUR


LANSIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PELAYANAN
SOSIAL LANJUT USIA (UPT PSLU)
KABUPATEN JEMBER

SKRIPSI

Oleh

Ananta Erfrandau
NIM 122310101015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

i
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PENGARUH TERAPI TAWA TERHADAP KUALITAS TIDUR


LANSIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PELAYANAN
SOSIAL LANJUT USIA (UPT PSLU)
KABUPATEN JEMBER

SKRIPSI

diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Keperawaan

Oleh

Ananta Erfrandau
NIM 122310101015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

ii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PENGARUH TERAPI TAWA TERHADAP KUALITAS TIDUR


LANSIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PELAYANAN
SOSIAL LANJUT USIA (UPT PSLU)
KABUPATEN JEMBER

SKRIPSI

Oleh

Ananta Erfrandau
NIM 122310101015

Pembimbing:

Dosen Pembimbing Utama : Murtaqib, S.Kp., M.Kep

Dosen Pembimbing Anggota : Ns. Nur Widayati, MN.

iii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, skripsi ini penulis persembahkan

untuk:

1. Kedua orang tuaku, ayahanda Agus Suyitno dan ibunda Sri Ernawati yang

menjadi motivasi terbesar saya dalam pencapaian gelar sarjana. Terima kasih

untuk segala doa yang selalu dipanjatkan setiap harinya, perhatian dan kasih

sayang serta dukungan moril dan materi yang tidak pernah putus.

2. Kakak dan adik terhebatku Arzaqi Erfrandau dan Alacsid Erfrandau, terima

kasih untuk segala bentuk perhatian, semangat dan motivasinya

3. Keluarga besarku, nde Lilik, pakde Agus, nde Mentrik, nde Nik, mbak Rini,

dan semua yang tidak disebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala

bentuk nasehat, dukungan, dan doa dalam pencapaian gelar sarjana ini.

4. M. Fery Amrulloh yang telah memberikan semangat, dukungan dan motivasi

dalam pencapaian gelar sarjana ini

5. Keluarga besar Ananti Destiari P. yang telah mengizinkan saya tinggal

dirumahnya selama saya melakukan penelitian. Dina Amalia, Aprilita

Restuningtyas, Desi Rahmawati yang telah memberikan semangat dan motivasi

6. Almamater Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember dan seluruh

dosen yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis

selama penulis menempuh studi disini.

7. Sahabat Florence Nightingale 2012 yang menjadi keluarga kedua saya selama

menempuh pendidikan di PSIK Unej.

iv
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

MOTTO

Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan

(QS Al-Insyirah 94:5)1

atau

Orang- orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang

harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka

menyukainya atau tidak

(Aldus Huxley)2

1)
Departemen Agama Republik Indonesia. 2006. Al-Qur’an Maghfirah. Jakarta:
Maghfirah Pustaka.
2)
Aldus Huxley

v
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PERNYATAAN

vi
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PENGESAHAN

vii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

Pengaruh terapi tawa terhadap kualitas tidur pada lansia di Unit Pelayanan Teknis
Panti Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Kabupaten Jember (The effect of laughter
therapy on sleep quality of elderly in Long-Term Care Jember).

Ananta Erfrandau

School of Nursing, University of Jember

ABSTRACT
Age is a factor that can influence sleep quality. Sleep quality decreases with aging
and the complaints of sleep become common among elderly. This study aimed to
analyze the effect of laughter therapy on sleep quality of elderly in Long-Term
Care Jember. The design of study was randomized control group pretest-posttest
design. The sample was 30 respondents, 15 respondents is intervention group and
15 respondents is control group. Sleep quality was measured by using Pittsburgh
Sleep Quality Index (PSQI). The data were analyzed by t test, Wilcoxon test, and
Mann-Whitney test with significance level of 0.05. The result revealed a
significant difference of sleep quality before and after laughter therapy in the
treatment group (p: 0.001), and there was no significant difference between
pretest and posttest in the control group (p: 0.082). Mann-Whitney test showed a
significant difference of sleep quality between the treatment group and the control
group after laughter therapy (p: 0.000). The percentage of elderly sleep quality
before laughter therapy in the treatment group that is bad 100%, while after
laughter therapy that is either equal to 100% which means there pengingkatan
sleep quality rating of 100%. Percentage of quality sleep before therapy in the
control group of poor by 100%, while after a bad sleep therapy kulaitas
percentage is 100%, which means no increase in the quality of sleep in the control
group It can be concluded that there was a significant effect of laughter therapy
on sleep quality of elderly in Long-Term Care Jember. Laughter therapy can be
applied to improve sleep quality in elderly people.

Keywords: sleep quality, elderly, laughter therapy

viii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

RINGKASAN

Pengaruh Terapi Tawa Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Unit Pelaksana


Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Kabupaten Jember,
Ananta Erfrandau, 122310101015; xix+150 halaman; Program Studi Ilmu
Keperawtan Universitas Jember

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur,


sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah
terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata
bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala
dan sering menguap atau mengantuk. Usia merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap kualitas tidur. Seiring dengan bertambahnya usia keluhan kualitas tidur
semakin meningkat. Wawancara terhadap 15 orang lansia di UPT PSLU Jember
didapatkan 11 lansia mengatakan sulit tidur di malam hari, bangun terlalu awal,
dan sering tidur pada siang hari. Lansia tersebut mengatakan mengalami sulit
tidur karena memikirkan keluarga yang jarang atau kadang tidak pernah
mengunjungi mereka.
Penatalaksanaan terhadap kualitas tidur yang buruk dapat dilakukan secara
non farmakologis. Penatalaksanaan non farmakologis sangat dianjurkan karena
tidak menimbulkan efek samping dan dapat memandirikan lansia untuk dapat
menjaga kesehatan mereka sendiri. Salah satu penatalaksanaan non-farmakologis
terhadap kualitas tidur lansia adalah terapi tawa. Terapi tawa (laughter therapy)
dapat mengaktivasi hipotalamus yang akan menghambat pengeluaran
Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang akan menurunkan sekresi ACTH
dan kadar kortisol dalam darah. Sekresi ACTH yang menurun akan merangsang
peningkatan produksi serotonin dan endorfin otak yang mengakibatkan perasaan
yang nyaman rileks, dan akan membuat seseorang mudah untuk memulai tidur.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh terapi tawa
terhadap kualitas tidur lansia di UPT PSLU Jember. Penelitian ini menggunakan
metode quasy experimental dengan rancangan randomized control group pretest-

ix
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

posttest design. Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling yang
melibatkan 30 responden yang dibagi menjadi 15 responden sebagai kelompok
perlakuan dan 15 responden sebagai kelompok kontrol. Terapi tawa dilakukan
sehari sekali selama tujuh hari berturut-turut selama 15-20 menit. Data dianalisis
menggunakan uji t dependent, wilcoxon, t independent dan mann-whitney dengan
α: 0,05. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dari kualitas tidur
lansia sebelum dan setelah terapi tawa pada kelompok perlakuan (p value: 0,001).
Pada kelompok kontrol hasil menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
dari kualitas tidur pada lansia sebelum dan setelah terapi tawa (p value: 0,082).
Selanjutnya, ada perbedaan yang signifikan kualitas tidur lansia antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol setelah dilakukan terapi tawa (p value: 0,000).
Kesimpulan penelitian ini adalah ada pengaruh terapi tawa terhadap
kualitas tidur lansia di UPT PSLU Jember. Hal ini dibuktikan dengan adanya
peningkatan kualitas tidur lansia pada kelompok perlakuan setelah dilakukan
terapi tawa. Berdasarkan hasil penelitian ini terapi tawa dapat diterapkan sebagai
salah satu intervensi non farmakologis untuk meningkatkan kualitas tidur lansia.

x
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga

peneliti meyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Pengaruh Terapi Tawa

Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut

Usia Kabupaten Jember” dengan baik. Peneliti menyampaikan terima kasih

kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proposal penyelesaian skripsi

ini, terutama kepada:

1. Ns. Lantin Sulistyorini, M. Kes., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Uniersitas Jember;

2. Murtaqib, S.Kp., M.Kep selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah

memberikan bimbingan, masukan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan

proposal skripsi ini;

3. Ns. Nur Widayati, MN., selaku Dosen Pembimbing Anggota, yang telah

memberikan bimbingan, masukan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan

proposal skripsi ini

4. Ns. Emi Wuri Wuryaningsih, M.Kep., Sp.Kep.J selaku Dosen Pembimbing

Akademik dan dosen penguji utama yang telah memberikan bimbingan

selama melaksanakan studi di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas

Jember;

5. Ns. Kushariyadi, M.Kep selaku dosen penguji anggota memberikan

bimbingan selama melaksanakan studi di Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Jember;

xi
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

6. Seluruh staf karyawan UPT PSLU Jember yang telah membantu memberikan

data sekunder untuk studi pendahuluan penelitian;

7. Kedua orang tuaku Agus Suyitno dan Sri Ernawati serta kakak dan adikku

Arzaqi Erfrandau dan Alacsid Erfrandau yang telah memberikan semangat,

motivasi dan mendoakan demi terselesaikannya proposal skripsi ini;

8. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, semangat,

motivasi, dan juga mendoakan demi terselesaikannya proposal skripsi ini;

9. Muhammad Fery Amrulloh yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan

mendoakan demi terselesaikannya proposal skripsi ini;

10. Teman-teman angkatan 2012 yang telah memberikan semangat, dukungan

dan saran selama penyusunan proposal skripsi ini;

11. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan proposal skripsi ini

yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuannya.

Peneliti juga menerima segala kritik dan saran yang dapat membangun

dari semua pihak demi kesempurnaan proposal skripsi ini. Peneliti berharap

semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat.

Jember, Oktober 2016

Penulis

xii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PEMBIMBING .............................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ........................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. vi
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ vii
HALAMAN ABSTRAK .................................................................................... viii
HALAMAN RINGKASAN ................................................................................. ix
PRAKATA ............................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xix
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 7
1.5 Keaslian Penelitian ................................................................................ 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 11
2.1 Konsep Lanjut Usia (Lansia) .............................................................. 11
2.1.1 Definisi Lansia ............................................................................... 11
2.1.2 Tugas Perkembangan Lansia ......................................................... 11
2.1.3 Proses Menua ................................................................................. 12
2.1.4 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada lansia ............................ 13
2.1.5 Masalah Fisik Sehari-hari yang Ditemukan pada Lansia .............. 21
2.2 Konsep Tidur ...................................................................................... 23
2.2.1 Definisi Tidur ................................................................................. 23
2.2.2 Fisiologi Tidur ............................................................................... 23
2.2.3 Tahapan Tidur ................................................................................ 27

xiii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

2.2.4 Siklus Tidur.................................................................................... 28


2.2.5 Fungsi Tidur ................................................................................... 29
2.2.6 Kualitas Tidur ................................................................................ 30
2.2.7 Pengukuran Kualitas Tidur ............................................................ 32
2.2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur ..................................... 34
2.2.9 Kebutuhan Tidur pada Lansia ........................................................ 38
2.2.10 Penatalaksanaan Gangguan Tidur ................................................ 39
2.3 Konsep Terapi Tawa ........................................................................... 41
2.3.1 Definisi Terapi Tawa ..................................................................... 41
2.3.2 Kontraindikasi Terapi Tawa .......................................................... 42
2.3.3 Tahapan Terapi Tawa .................................................................... 43
2.4 Pengaruh Terapi Tawa Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia ..... 49
2.5 Kerangka Teori ................................................................................... 51
BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL ............................................................. 52
3.1 Kerangka Konseptual ......................................................................... 52
3.2 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 53
BAB 4 METODE PENELITIAN ....................................................................... 54
4.1 Desain Penelitian ................................................................................. 54
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 55
4.2.1 Populasi Penelitian ......................................................................... 55
4.2.2 Sampel Penelitian........................................................................... 55
4.2.3 Teknik Sampling ............................................................................ 56
4.2.4 Kriteria Subjek Penelitian .............................................................. 56
4.3 Lokasi Penelitian ................................................................................. 57
4.4 Waktu Penelitian ................................................................................. 57
4.5 Definisi Operasional ............................................................................ 58
4.6 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 59
4.6.1 Sumber Data................................................................................... 59
4.6.2 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 59
4.6.3 Alat Pengumpulan Data ................................................................. 62
4.6.4 Uji Validitas dan Reliabilitas ......................................................... 63
4.6.5 Kerangka Operasional .................................................................... 65

xiv
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

4.7 Pengolahan Data .................................................................................. 66


4.7.1 Editing ............................................................................................ 66
4.7.2 Coding ............................................................................................ 66
4.7.3 Processing/Entry Data .................................................................... 67
4.7.4 Cleaning ......................................................................................... 67
4.8 Analisis Data ........................................................................................ 67
4.8.1 Analisis Univariat .......................................................................... 68
4.9 Etika Penelitian .................................................................................... 69
4.9.1 Lembar Persetujuan Penelitian (Informed Consent) ..................... 69
4.9.2 Kerahasiaan (confidentialy) ........................................................... 70
4.9.3 Keadilan (Justice) .......................................................................... 71
4.9.4 Kemanfaatan (Beneficiency) .......................................................... 71
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 72
5.1 Hasil Penelitian ............................................................................................... 84
5.2 Pembahasan ......................................................................................... 84
5.3 Keterbatasan Peneliti ........................................................................ 100
5.4 Implikasi Keperawatan ..................................................................... 101
BAB 6. PENUTUP............................................................................................. 102
6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 102
6.2 Saran ................................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 104
LAMPIRAN ....................................................................................................... 115

xv
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Tahap-tahap siklus tidur orang dewasa ............................................ 29

Gambar 2. 2 Kerangka Teori ................................................................................. 51

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep ............................................................................. 51

Gambar 4. 1 Rancagan pre-test and post-test with control group. ................ ….. 54

Gambar 4. 2 Kerangka Operasional ...................................................................... 65

xvi
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Keaslian Penelitian.............................................................................. 10

Tabel 2. 1 Tabel Kontraindikasi Terapi Tawa ..................................................... 43

Tabel 4. 1 Definisi Operasional ........................................................................... 58

Tabel 4. 2 Alokasi Waktu dan Intensitas Terapi Tawa pada Lansia .................... 62

Tabel 4. 3 Blue Print Kuisioner PSQI.................................................................. 63

Tabel 4. 4 Tabel Analisis Bivariat........................................................................ 69

Tabel 5. 1 Karakteristik Lansia Berdasarkan Usia di UPT PSLU (n:30) ............ 74

Tabel 5. 2 Karakteristik Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin di UPT PSLU


Jember (n:30)...................................................................................... 75

Tabel 5. 3 Nilai PSQI Lansia Sebelum Terapi Tawa pada Kelompok Terapi ..... 75

Tabel 5. 4 Nilai PSQI Lansia Setelah Terapi Tawa pada Kelompok Terapi ....... 75

Tabel 5. 5 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada
Kelompok Terapi di UPT PSLU Jember (n:30) ................................. 75

Tabel 5. 6 Selisih Kualitas Tidur Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada
Kelompok Terapi di UPT PSLU (n:15) ............................................. 77

Tabel 5. 7 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada
Kelompok Kontroldi UPT PSLU Jember (n:30) ................................ 78

Tabel 5. 8 Nilai PSQI Lansia Sebelum Terapi Tawa pada Kelompok Kontrol ... 75

Tabel 5. 9 Nilai PSQI Lansia Setelah Terapi Tawa pada Kelompok Kontrol ..... 75

Tabel 5.10 Selisih Kualitas Tidur Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada
Kelompok Kontrol di UPT PSLU Jember (n:15) ............................... 79

Tabel 5.11 Analisis Uji Normalitas Kualitas Tidur Lansia Sebelum Dan Setelah
Terapi Tawa pada Kelompok Terapi dan Kelompok Kontrol di UPT
PSLU Jember...................................................................................... 80

Tabel 5.12 Hasil Uji Homogenitas dengan Levene’s Test ................................... 80

xvii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

Tabel 5.13 Hasil Uji Wilcoxon Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi
Tawa pada Kelompok Terapi di UPT PSLU Jember (n=15) ............. 81

Tabel 5.14 Hasil Uji T Dependen Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah
Terapi Tawa pada Kelompok Kontrol di UPT PSLU (n=15) ............ 82

Tabel 5.15 Hasil Uji T Independen Kualitas Tidur Lansia Sebelum Terapi Tawa
pada Kelompok Terapi dan Kelompok Kontrol di UPT PSLU Jember
(n=30) ................................................................................................. 82

Tabel 5.16 Hasil Uji Mann- Whitney Kualitas Tidur Lansia Setelah Terapi Tawa
pada Kelompok Terapi dan Kelompok Kontrol di UPT PSLU Jember
(n=30) ................................................................................................. 83

xviii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Standart Operasional Prosedur (SOP) Terapi Tawa ................. 116

Lampiran B. Kuesioner Penelitian PSQI ....................................................... 120

Lampiran C. Lembar Ketengan Lulus Uji SOP ............................................. 123

Lampiran D. Lembar Observasional Responden ........................................... 124

Lampiran E. Lembar Inform Concent. .......................................................... 125

Lampiran F. Lembar Concent ....................................................................... 126

Lampiran G. Surat Permohonan Izin ............................................................. 127

Lampiran H. Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi ................................... 132

Lampiran I. Lembar Hasil Penelitian ............................................................ 137

Lampiran J. Dokumentasi Penelitian .......................................................... 149

xix
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan usia harapan hidup akan terjadi di negara maju maupun di

negara berkembang, termasuk Indonesia (Prayitno, 2002). Jumlah lanjut usia

(lansia) diseluruh dunia diperkirakan berjumlah 500 juta dengan usia rata-rata 60

tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Negara maju

seperti Amerika serikat pertambahan lansia diperkirakan 1.000 orang per hari

pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun

sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti menjadi “Ledakan Penduduk

Lanjut Usia” (Padila, 2013).

Indonesia merupakan negara yang menduduki peringkat keempat jumlah

lansia terbanyak setelah China, India, dan Amerika. Sensus penduduk tahun 2010

didapatkan data jumlah lansia yang meningkat secara signifikan. Jika pada tahun

1970-an, jumlah lansia hanya sekitar empat persen dari keseluruhan penduduk,

saat ini sudah mencapai hampir 10 persen dari jumlah keseluruhan penduduk

(Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dalam Silvanasari,

2011).

Jember merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur dengan jumlah

penduduk 2.407.115 jiwa (Badan Lingkungan Hidup [BLH] Provinsi Jawa Timur,

2015). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia

(PSLU) Puger Kabupaten Jember, lansia di PSLU Jember berjumlah 140 orang
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
2

dengan rentang usia 60-90 tahun. Karakteristik lansia di UPT PSLU Jember

dibagi menjadi tiga yaitu perawatan mandiri, perawatan partial, dan perawatan

total. Lansia dengan perawatan mandiri merupakan lansia yang dapat memenuhi

Activity Daily Living (ADL) dengan baik dan tanpa dibantu oleh petugas maupun

teman sekamar, lansia dengan perawatan partial merupakan lansia dengan

pemenuhan ADL terkadang membutuhkan bantuan dari petugas, sedangkan lansia

dengan perawatan total merupakan lansia dengan pemenuhan ADL seluruhnya

membutuhkan bantuan dari petugas. Peneliti memilih responden lansia dengan

perawatan mandiri karena indikasi dalam melakukan terapi tawa adalah lansia

yang stres/ depresi, hipertensi, gangguan tidur, dan lansia dengan gangguan

psikosomatis, sedangkan kontraindikasi terapi tawa adalah lansia yang memiliki

penyakit wasir, hernia, jantung, sesak nafas, prolaps uteri, TBC, komplikasi mata,

dan batu selesai operasi. terapi tawa dilakukan pada lansia dengan stres dan

depresi, hipertensi perawatan mandiri tidak akan kesulitan untuk melakukan terapi

yang akan diberikan. Jumlah lansia dengan perawatan mandiri adalah sejumlah 70

lansia.

Berdasarkan wawancara dengan petugas kesehatan di UPT PSLU Jember,

masalah kesehatan yang terjadi pada lansia tidak hanya masalah fisik tetapi juga

masalah psikologis. Masalah fisik yang dialami seperti hipertensi, rematoid

artritis, gatal-gatal, dan stroke. Masalah psikologis yang terjadi antara lain stres,

kesepian, dan gangguan tidur. Gangguan tidur yang dialami yaitu sulit tidur di

malam hari, bangun lebih awal yaitu lansia yang biasa terbangun pukul 03.00

WIB , dan terlalu banyak tidur pada siang hari yang biasa lansia lakukan yaitu
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
3

tidur selama 3-4 jam pada siang hari dan 4-5 jam pada malam hari. Wawancara

terhadap 15 orang lansia didapatkan 11 lansia mengatakan sulit tidur di malam

hari, bangun terlalu awal, dan sering tidur pada siang hari. Lansia tersebut

mengatakan mengalami sulit tidur karena memikirkan keluarga yang jarang atau

kadang tidak pernah mengunjungi mereka. Lansia tersebut juga mengatakan

terkadang ada masalah dengan teman satu kamar sehingga menjadi kepikiran dan

sulit tidur.

Jumlah lansia yang banyak di Indonesia haruslah ditangani secara

keseluruhan dengan memperhatikan kebutuhan lansia (Kementerian Koordinator

Bidang Kesejahteraan Rakyat dalam Silvanasari, 2011). Kebutuhan fisiologis

dasar manusia yang harus dipenuhi yaitu higiene, nutrisi, kenyamanan,

oksigenasi, cairan elektrolit, eliminasi urin, eliminasi fekal, dan tidur (Potter &

Perry, 2005b). Kebutuhan dasar yang sering kali tidak disadari peranannya adalah

kebutuhan istirahat dan tidur (Kaplan & Sadock dalam Erliana, Haroen, dan

Susati 2009).

Tidur adalah keadaan saat terjadinya proses pemulihan bagi tubuh dan otak

serta sangat penting terhadap pencapaian kesehatan yang optimal (Maas, 2011).

Kebutuhan tidur merupakan kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar bagi

kelangsungan hidup manusia (Asmadi, 2008). Waktu tidur akan menurun sesuai

dengan bertambahnya usia. Lansia memerlukan waku tidur selama 6 jam dan juga

akan mengalami penurunan (Miller dalam Azizah, 2011). Pada kelompok usia 60

tahun didapatkan 7% mengeluhkan masalah tidur yaitu hanya dapat tidur tidak

lebih dari lima jam sehari. Kelompok lansia 70 tahun ditemukan 22% mengeluh
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
4

terbangun lebih awal dan 30% mengeluh banyak yang terbangun di malam hari

(Nugroho, 2008).

Proses penuaan mengakibatkan perubahan normal pada pola tidur dan

istirahat lansia dan membuat lansia lebih mudah mengalami gangguan tidur.

Secara individu, pengaruh proses menua juga menimbulkan berbagai masalah

baik secara fisik, biologis, mental maupun sosial ekonomi (Maas, 2011). Hal ini

menyebabkan lansia mudah sekali mengalami stres dan depresi, yang akan

berdampak pada tidur lansia. Perubahan siklus sirkadian dan perubahan keadaan

hormonal juga menyebabkan jam biologik lansia lebih pendek, fase tidur lebih

maju, sehingga lansia memulai tidur lebih awal dan bangun lebih awal pula

(Aswin dalam Sitralita, 2010).

Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%.

Gangguan tidur adalah penyebab morbiditas yang signifikan. Beberapa dampak

serius dari gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk berlebihan pada siang

hari, mood depresi, gangguan atensi dan memori, sering terjatuh, penurunan

hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup (Amir, 2007).

Gangguan tidur pada lansia sering terjadi karena semakin bertambahnya usia

seseorang maka akan terjadi penurunan fungsi organ yang berpengaruh pada

kondisi mental dan psikososial seperti kurang percaya diri, stres, cemas, dan

depresi (Rafknowledge, 2004).

Penelitian Erliana dkk (2009) menunjukkan sebanyak 16 lansia (55,17%)

mengalami insomnia ringan, 10 lansia (34,48%) insomnia berat, dan 3 lansia

(10,34%) insomnia sangat berat. Penelitian Mading (2015) terhadap l43 orang
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
5

lansia yang mengalami insomnia menunjukan salah satu perubahan yang paling

sering dijumpai adalah kesulitan memulai tidur, kesulitan menahan tidur, sering

terjaga dipertengahan malam dan sering terbangun diawal pagi. Penelitian

terhadap 66 orang lansia menunjukkan 28 orang (42,4%) orang lansia mengalami

gangguan tidur (Kusuma, Kristiyawati, dan Purnomo, 2013)

Terapi farmakologi yang biasa digunakan dan dianggap paling efektif untuk

mengatasi gangguan tidur adalah obat tidur, dimana jika digunakan secara terus-

menerus akan mengalami ketergantungan (Soemardini dkk, dalam Novianty,

Safitri, dan Aryani, 2014 ). Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan adalah

terapi modalitas CAM (Complementary Alternative Medicine) mind-body

medicine yang salah satunya adalah terapi tertawa (National Center for

Comlementary and Integrative Health [NCCIH], 2001). Terapi tawa adalah terapi

dengan menggunakan humor dan tawa yang berguna untuk membantu individu

menyelesaikan masalah, baik dalam bentuk gangguan fisik maupun gangguan

mental. Penggunaan tawa dalam terapi dapat menghasilkan perasan lega pada

individu karena secara alami tawa menghasilkan pereda stres dan rasa sakit

(Kurniawan dalam Saputra, 2014). Terapi tawa (laughter therapy) dapat

menurunkan sekresi ACTH dan kadar kortisol dalam darah. Sekresi ACTH yang

menurun akan merangsang peningkatan produksi serotonin dan endorfin otak

yang mengakibatkan perasaan yang nyaman, rileks, dan senang (Simanungkalit

dan Pasaribu, 2007; Kataria, 2004).

Menurut penelitian Joseph dan Riaz (2015) dengan terapi tawa sebanyak

81% lansia dengan depresi menjadi tidak mudah marah, dapat mengatasi
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
6

kecemasan, ketegangan dan gangguan tidur dengan baik. Penelitian Iting dan

Kasra (2012) menjelaskan bahwa rata-rata skor gejala depresi menurun setelah

diberikan terapi tawa yaitu dari 28.27 menjadi 24.50. Penelitian Sari (2014)

menunjukkan mayoritas lansia di PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur yang

memiliki insomnia yaitu masuk dalam kategori insomnia sedang sebanyak 6 orang

(42,9%) dan pada kategori insomnia berat sebanyak 8 orang (57,1%). Setelah

dilakukan terapi tawa didapatkan kejadian insomnia menurun yaitu lansia dalam

kategori tidak insomnia terdapat sebanyak 4 orang (28,6%), pada kategori

insomnia ringan sebanyak 8 orang (57,2%), dan pada insomnia sedang terdapat 2

orang (14,3%).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah pengaruh terapi tawa terhadap kualitas tidur pada lansia di

UPT PSLU Jember?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini yaitu menganalisis pengaruh terapi tawa

terhadap kualitas tidur pada lansia di Unit Pelayanan Terpadu Pelayanan Sosial

Lanjut Usia Jember.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
7

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini meliputi mengidentifikasi karakteristik

lansia di UPT PSLU Jember.

a. Mengidentifikasi perbedaan kualitas tidur lansia sebelum dan setelah dilakukan

terapi tawa pada kelompok perlakuan;

b. Mengidentifikasi perbedaan kualitas tidur lansia sebelum dan setelah dilakukan

terapi tawa pada kelompok kontrol;

c. Mengidentifikasi perbedaan kualitas tidur sebelum pemberian terapi tawa pada

kelompok kontrol dan perlakuan;

d. Mengidentifikasi perbedaan kualitas tidur setelah pemberian terapi tawa pada

kelompok kontrol dan perlakuan;

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat yang bisa diperoleh bagi instansi pendidikan adalah sebagai

tambahan referensi dan pengembangan penelitian, serta sebagai pedoman untuk

melakukan intervensi pada keperawatan gerontik.

1.4.2 Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Manfaat yang bisa diperoleh bagi instansi kesehatan adalah data dan hasil

yang diperoleh dapat dijadikan sumber informasi dan masukan untuk optimalisasi

program pencegahan dan penanganan gangguan tidur pada lansia.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
8

1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan

Manfaat penelitian ini bagi keperawatan yaitu hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan peningkatan terhadap kualitas asuhan keperawatan khususnya

pada keperawatan gerontik. Peran perawat gerontik dalam penatalaksanaan

kualitas tidur pada lansia dapat lebih optimal dengan mengetahui pengaruh terapi

tawa terhadap kualitas tidur. Hal ini menjadi penting bagi lansia, karena kualitas

tidur yang baik dapat menunjang dalam peningkatan kualitas hidup lansia.

1.4.4 Bagi Peneliti

Memberikan tambahan pengetahuan mengenai kualitas tidur lansia dan dan

cara untuk mengatasi permasalahan tersebut.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
9

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian terdahulu yang mendasari penelitian yang peneliti lakukan adalah

penelitian yang dilakukan oleh Ika Novita Sari (2014) dengan judul “Pengaruh

Pemberian Terapi Tertawa Terhadap Kejadian Insomnia pada Usia Lanjut Di

PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur”. Penelitian ini merupakan penelitian pre

eksperiment yang tidak menggunakan kelompok kontrol. Metode pengambilan

sampel dengan menggunakan metode purposive sampling. Usia lanjut

diberikan terapi tertawa pada siang hari selama 7 hari berturut-turut. Metode

pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner Insomnia Rating Scale.

Hasil peneitian berdasarkan uji statistik paired t-test didapatkan hasil nilai p =

0,000 (p <0,05) dengan taraf signifikansi sebesar 0,05 sehingga disimpulkan

terdapat pengaruh pemberian terapi tertawa terhadap kejadian insomnia pada

usia lanjut di PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur. Kejadian insomnia sebelum

dilakukan terapi tertawa pada 14 responden mengalami terbagi menjadi dua

kategori yaitu sedang sebanyak 6 responden (42,9%) dan berat sebanyak 8

responden (57,1%). Kejadian insomnia setelah dilakukan terapi tertawa pada 14

responden terdapat penurunan insomnia secara menyeluruh meskipun belum

seluruhnya hilang, terbagi menjadi 3 kategori yaitu tidak insomnia sebanyak 4

responden (28,6%), ringan sebanyak 8 responden (57,1%) dan sedang sebanyak

2 responden (14,3%).

Perbedaan dengan penelitian saat ini terletak pada variabel dependen yaitu

kualitas tidur, sedangkan pada penelitian terdahulu adalah insomnia. Penelitian

sebelumnya menggunakan pre eksperimental design dengan one group pretet


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
10

postest design, sedangkan penelitian sekarang menggunakan quasy experimental

design dengan rancangan pretest posttest with control group. Metode

pengambilan sampel penelitian sebelumnya menggunakan purposive sampling,

sedangkan penelitian sekarang menggunakan simple random sampling.

Tabel 1. 1 Keaslian Penelitian

No. Perbedaan Penelitian sebelumnya Penelitian sekarang


1. Judul Penelitian “Pengaruh Pemberian Terapi Pengaruh Terapi tawa
Tertawa Terhadap Kejadian Terhadap Kualitas Tidur
Insomnia pada Usia Lanjut Di Lansia di UPT PSLU
PSTW Yogyakarta Unit Budi Puger Kabupaten Jember
Luhur”
2. Peneliti Ika Novita Sari Ananta Erfrandau
3. Tahun Penelitian 2014 2016
4. Variabel Insomnia Kualitas Tidur
dependen
5. Metode Pre eksperiment design dengan Quasy experimental
Penelitan one group pretet postest design design dengan pretest
posttest with control
group
6. Alat Ukur Insomnia Rating Scale Pittsburgh Sleep Quality
Index (PSQI)
7. Teknik Sampling Purposive sampling Simple random sampling
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lanjut Usia (Lansia)

2.1.1 Definisi Lansia

Lansia merupakan seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun

(Dewi, 2014; Kementrian Kesehatan RI, 2014). Menurut Effen dan Makhfudli

(2009) lansia adalah seoseorang yang telah berusia 65 tahun keatas. Menurut

Potter & Perry (2005a) usia antara 65 sampai 75 tahun disebut dengan masa

dewasa tua (lansia). Masa lanjut usia (geriatric age) adalah > 65 tahun atau 70

tahun yang dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old

(75-80 tahun), dan very old (>80 tahun) (Efendi dan Makhfudli 2009). Menurut

WHO, lansia dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu lansia usia pertengahan

(middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90

tahun, dan lansia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Kushariyadi, 2011)

2.1.2 Tugas Perkembangan Lansia

Menurut Potter dan Perry (2005a) menyatakan bahwa lansia memiliki tugas

perkembangan khusus yang terdiri dari tujuh kategori, yaitu:

a. Menyesuaikan terhadap kekuatan fisik dan kesehatan yang menurun;

b. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan pendapatan yang menurun;

c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan;

d. Mempertahankan kepuasaan terhadap pengaturan hidup


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
12

e. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia;

f. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa;

g. Menentukan cara mempertahankan kualitas hidup.

Dengan mengetahui tugas perkembangannya, lansia diharapkan dapat

menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan kesehatan secara bertahap

(Azizah, 2011:3).

2.1.3 Proses Menua

Menua (aging) merupakan proses alamiah yang disertai perubahan

kemunduran fungsi dan kemampuan sistem yang ada di dalam tubuh sehingga

terjadi penyakit degeneratif. Proses menua adalah proses menghilangnya secara

perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya. Kondisi tersebut secara perlahan menyebabkan

kemunduran struktur dan fungsi organ dan hal itu dapat mempengaruhi

kemandirian dan kesehatan lansia (Nugroho, 2008). Memasuki masa tua berarti

mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit

yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,

penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak

proporsional (Kushariyadi, 2011).

Proses penuaan merupakan perubahan fisiologi dari akumulasi secara

progresif berbagai organ tubuh yang berlangsung seiring dengan berjalannya

waktu. Menua bukanlah suatu keadaan patologis melainkan proses menurunnya

daya tahan tubuh dalam mengatasi stresor dari dalam maupun dari dalam tubuh
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
13

Proses penuaan akan meningkatkan kemungkinan terserang penyakit bahkan

kematian (Azizah, 2011).

2.1.4 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada lansia

Proses penuaan pada setiap individu akan berdampak pada kondisi individu

tersebut. Lansia mengalami perubahan-perubahan meliputi perubahan fisik,

psikososial, dan psikologis (Maryam, 2008).

a. Perubahan Fisik

1) Sel

Perubahan keadaan sel yang terjadi pada lansia akan berdampak pada

fungsi sistem tubuh pada lansia. Perubahan yang terjadi terkait keadaan sel

pada lansia yaitu, jumlah sel berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh

menurun, dan cairan intraseluler menurun (Maryam, 2008). Kondisi sel pada

lansia juga mengalami penurunan pada jumlah sel otak, mekanisme perbaikan

sel terganggu, otak menjadi atrofi (berkurang 5-10%) dan lekukan otak akan

menjadi lebih dangkal dan melebar (Nugroho, 2008).

2) Sistem Kardiovaskuler

Lansia mengalami penurunan elastisitas dinding aorta, penebalan katub

jantung dan juga curah jantung akan menurun (Nugroho, 2008). Menurut

Azizah (2011) selain penurunan curah jantung dapat pula terjadi

bertambahnya massa jantung, berkuranganya kemampuan peregangan jantung

karena perubahan pada jaringan ikat.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
14

3) Sistem Respirasi

Menurut Nugroho (2008) perubahan yang terjadi pada lansia adalah

kelemahan otot pernafasan akibat trofi, penurunan aktivitas silia, hilangnya

elastisitas paru, meningkatnya kapasitas residu, lebih berat dalam menarik

nafas, menurunnya kapasitas pernafasan maksimum, dan berkurangnya

elastisitas bronkus. Perubahan juga akan terjadi pada otot, kartilago, dan

sendi toraks yang menyebabkan gerakan pernapasan menjadi terganggu dan

mengurangi kemampuan peregangan toraks (Azizah, 2011).

4) Sistem Neurologis

Akibat penuaan, jumlah neuron pada nervus mulai berkurang. Neuron

tersebut tidak beregenerasi. Penurunan jumlah neuron menyebabkan

perubahan fungsi. Perubahan dapat mempengaruhi indra yang berakibat tidak

terkoordinasinya sistem motorik. Perubahan jumlah neuron dalam sistem

saraf pusat (SSP) mampengaruhi pengaturan tidur sehingga dapat

mengakibatkan perubahan pola tidur lansia. Kerusakan sensorik akibat

penuaan dapat mempengaruhi sensitivitas terhadap waktu yang

mempertahankan irama sirkardian (Potter & Perry, 2005a).

Penurunan jumlah nervus akan mengakibatkan neuron Suprachiasmatic

Nucleus (SCN) fotoreseptor tidak teraktivasi. Pineal gland dirangsang oleh

SCN untuk mensekresikan melatonin (Galimi, 2010). Melatonin berfungsi

mengontrol sirkadian tidur dan disekresi terutama pada malam hari. Sekresi

melatonin akan berkurang jika terpajan dengan cahaya terang (Guyton &

Hall, 2007).
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
15

5) Sistem Muskuloskeletal

Menurut Nugroho (2008) tulang akan mengalami penurunan jumlah cairan

sehingga mudah rapuh, persendian membesar dan menjadi kaku, atrofi

serabut otot, daan berkurangnya aliran darah ke otot seiring dengan terjadinya

proses menua (Maryam, 2008). Laju demineralisasi tulang terjadi lebih besar

pada wanita yang menopause daripada pria lansia (Potter & Perry, 2005a).

6) Sistem Pencernaan

Menurut Nugroho (2008) lansia mengalami perubahan, yaitu kehilangan

gigi, penurunan indera pengecap (80%), terjadinya iritasi selaput lendir,

menurunnya sensitivitas saraf pengecap lidah, melebarnya esophagus,

menurunnya rasa lapar, menurunnya asam lambung, melemahnya peristaltik

sehingga tejadi konstipasi, melemahnya fungsi absorbs dan organ hati

semakin mengecil.

7) Sistem Urinaria

Kondisi sistem urinaria yang terjadi pada lansia yaitu ginjal mengalami

pengecilan ukuran, aliran darah ke ginjal menurun hingga 50 %, otot-otot

vesika melemah, kapasitas menurun hingga 200 ml, dan terjadi pembesaran

prostat pada laki-laki yang terjadi kurang lebih 75% dengan usia diatas 65

tahun (Nugroho, 2008)

8) Sistem Reproduksi

Menurut Potter dan Perry (2005a) lansia wanita akan mengalami

menopouse yang terjadi akibat menurunnya respon ovarium terhadap

hipofisis yang membuat kadar esterogen dan progesteron menurun. Lansia


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
16

pria mengalami penurunan spermatogenesis, libido tidak dipengaruhi oleh

fungsi reproduktif dan perubahan struktur. Penyakit, kematian pasangan dan

hilangnya minat seksual dapat mempengaruhi kurangnya frekuensi aktivitas

seksual.

9) Sistem Indera

Perubahan yang terjadi meliputi: sistem penglihatan, sistem pendengaran

dan sistem integumen. Perubahan sistem penglihatan pada lansia yaitu

hilangnya elastisitas lensa, lemahnya otot penyangga lensa, dan berkurangnya

ketajaman penglihatan. Sistem pendengaran terjadi presbiskusis akibat

kehilangan kemampuan pendengaran pada telinga dalam. Lansia mengalami

penurunan fungsi terutama pada penglihatan dan pendengaran. Lansia

mengalami perubahan sistem integumen yaitu terjadi atrofi, kendur, tidak

elastis kering, dan berkerut yang terjadi pada kulit (Azizah, 2011).

10) Sistem Pengaturan Suhu Tubuh

Menurut Bandiyah (2009) hipotalamus berfungsi sebagai termostat yaitu

dengan menetapkan suhu tubuh. Menurunnya metabolisme secara fisologis

akan mengakibatkan suhu tubuh menurun (hipotermia). Rendahnya aktivitas

otot juga mengakibatkan ketebatasan refleks menggigil dan panas tidak akan

dapat diproduksi dengan banyak.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
17

b. Perubahan Kognitif

Perubahan kognitif yang terjadi pada lansia menurut Azizah (2008) yaitu:

1) Terjadi penurunan memory atau daya ingat. Ingatan jangka panjang (long

term memory) kurang mengalami perubahan namun ingatan jangka pendek

(short term memory) menurun.

2) Tidak terjadi perubahan pada IQ (Intellegent Quicient), menurunnya persepsi

dan daya membayangkan.

3) Kemampuan belajar (learning) pada lansia yang tidak mengalami demensia

memiliki kemampuan belajar yang baik

4) Kemampuan pemahaman (comprehension) pada lansia dipengaruhi oleh

menurunnya fungsi pendengraan dan konsentrasi sehingga terjadi penurunan

kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian.

5) Pemecahan masalah (problem solving) pada lansia mengalami hambatan yang

disebabkan oleh menurunnya fungsi indera, menurunnya daya ingat dan

pemahaman sehingga pemecahan masalah akan lebih lama.

6) Pengambilan keputusan (decission making) merupakan proses dari

pemecahan masalah. Pengambilan keputusan pada lansia dibutuhkan

pendampingan dari petugas atau pendamping untuk mengingatkan secara

bertahap ingatan pada lansia.

7) Kebijaksanaan (wisdom) merupakan gambaran dari sifat dan sikap individu

dalam mempertimbangkan antara baik dan buruk secara adil dan bijaksana.

Lansia dinilai bijaksana dalam menghadapi masalah karena tingkat

kematangan kepribadian dan pengalam hidup yang telah dijalani.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
18

8) Kinerja (performance) pada lansia mengalami penurunan secara kuantitatif

maupun kualitatif. Hal tersebut terjadi karena perubahan yang bersifat

patologis atau perubahan organ biologis.

9) Motivasi merupakan fenomena kejiwaan untuk mendorong seseorang untuk

mencapai apa yang diinginkan. Sumber dari motivasi adalah fungsi kognitif

dan afektif.

c. Perubahan Psikososial

Pensiun menyebabkan stres psikososial pada lansia. Usia wajib pensiun

bervariasi. Pegawai negeri sipil mungkin pensiun pada usia 65 tahun, industri

swasta biasanya antara usia 62- 70 tahun, dan untuk pegaawai federal tidak

dipensiunkan sampai usia 70 tahun (Potter & Perry, 2005a). Menurut Nugroho

(2008) bila seorang pensiun akan mengalami kehilangan finansial (pendapatan

berkurang), kehilangan status, kehilangan teman atau kenalan, dan kehilangan

pekerjaan atau kegiatan.

Isolasi sosial pada lansia akan meningkat seiring dengan bertambahnya

usia. Isolasi sosial dibagi menjadi 4 tipe yaitu: sikap, penampilan, perilaku, dan

geografi (Potter & Perry, 2005a). Isolasi perilaku terjadi akibat tidak

diterimanya lansia oleh semua orang terutama sesama lansia. Hal ini

menyebabkan lansia menarik diri dari aktivitas sosial (Potter & Perry, 2005a).

Aspek kepribadian akan terjadi penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.

Proses belajar, pesepsi, pemahaman dan pengertian merupakan penyebab

lambatnya reaksi dan perilaku lansia. Kurang cekatan pada lansia terjadi karena

fungsi psikomotorik yaitu tidakan dan koordinasi (Azizah, 2011). Perubahan


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
19

peran sosial di masyarakat terjadi akibat menurunnya fungsi pendengaran,

penglihatan, dan gerak fisik lansia yang dapat menyebabkan timbulnya

gangguan fungsional bahkan kecacatan. Hal tersebut dapat menimbulkan rasa

terasing atau diasingkan (Azizah, 2011). Perubahan spiritual pada lansia yaitu

kecenderungan tidak terlalu takut menghadapi kematian karena lansia telah

mencapai tahap perkembangan merasakan atau sadar akan kematian (sense of

awarenenss of mortality) (Nugroho, 2008).

d. Perubahan Psikologis

Perubahan- perubahan psikologis yang terjadi pada lansia berhubungan dengan

mental dan keadaan fungsional efektif (Maryam, 2008).

1) Stres

Salah satu masalah psikologis yang dapat dialami oleh lansia adalah stres.

Stres adalah reaksi tubuh terhadap sesuatu yang menimbulkan tekanan,

perubahan dan ketegangan emosi (Sunaryo dalam Subakti, 2008). Lansia yang

mengalami stres atau cemas kadar hormon katekolaminnya akan meningkat

dalam darah yang akan mengaktivasi sistem saraf simpatis sehingga seseorang

akan terus terjaga. Aktifnya saraf simpatis membuat lansia tidak dapat santai

atau rileks sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk. Aktivasi sistem

saraf simpatis merangsang pengeluaran Corticotropin Releasing Hormone

(CRH) yang akan meningkatkan sekresi Adrenocorticotropic Hormone

(ACTH) dan kortisol dalam darah dan menyebabkan penurunan produksi

serotonin dan endorfin otak (Kadir, 2012 ;Simanungkalit & Pasaribu, 2007).

Sekresi hormon kortisol dan ACTH mengikuti irama sirkadian, dengan


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
20

puncaknya pada pagi hari (6-8 jam tidur sampai 1 jam setelah bangun) dengan

titik terendah pada larut malam.

2) Ketakutan

Memasuki usia tua, sebagian besar lansia akan kurang siap menghadapi

hal tersebut, sehingga lansia akan kurang dapat menyesuaikan diri dan

menyelesaikan masalah yang dihadapi. Hal tersebut akan membuat lansia

merasa tersisih dan tidak dibutuhkan. Ketakutan dan keraguan juga merupakan

faktor yang dapat membuat lansia sulit menyelesaikan suatu masalah

(Widyastuti, 2009).

3) Ansietas

Ansietas merupakan perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung

oleh situasi. Ansietas adalah kondisi yang berlebihan disertai respon perilaku,

emosi dan fisiologis (Videbeck, 2008). Ansietas adalah suatu keadaan tegang

yang berhubungan dengan ketakutan, kekhawatiran, perasaan-perasaan

bersalah, perasaan tidak aman dan kebutuhan akan kepastian. Kecemasan pada

dasarnya merupakan sebuah respons terhadap apa yang terjadi atau antisipatif,

namun faktor dinamik yang dapat mempercepat kecemasan tidak disadari

(Hawari dalam Heningsih, 2014). Kecemasan merupakan masalah psikologis

sebagai respon emosional seseorang. Lansia mengalami penurunan kondisi

fisik dan psikis, menurunnya penghasilan akibat pensiun, serta kesepian akibat

ditinggal oleh pasangan, keluarga atau teman seusia (Ruspawan & Wulandari,

2011).
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
21

2.1.5 Masalah Fisik Sehari-hari yang Ditemukan pada Lansia

a. Mudah Jatuh

Menurunnya kemampuan fisik dan mental hidup pada lansia berpengaruh

terhadap aktivitas hidup sehingga mengurangi kesigapan dan ketegapan

seseorang (Bandiyah, 2009). Setiap tahun 30-50 % lansia mengalami jatuh.

Hal tersebut terjadi karena sistem sensori yang berperan sebagai penglihatan

dan pendengaran mengalami gangguan, penyakit sistem saraf pusat (SSP)

seperti stroke membuat sistem saraf sensor tidak berespon sehingga terjadi

gangguan SSP, demensia, dan gangguan muskuloskeletal yang menyebabkan

ganggan berjalan (Nugroho, 2008).

b. Mudah Lelah

Faktor psikologis (bosan, letih, dan depresi), gangguan organis (anemia,

kekurangan vitamin, dll), dan pengaruh obat-obatan (obat penenang, obat

jantung, dll) merupakan faktor-faktor yang menyebabkan mudah lelah

(Bandiyah, 2009)

c. Kekacauan Mental Akut

Menurut Bandiyah (2009) kekacauan mental akut disebabkan oleh

gangguan fungsi hati, gangguan fungsi otak, radang selaput otak, dehidrasi,

penyakit metabolisme, alkohol, dan keracunan.

d. Berat Badan Menurun

Kurangnya gairah hidup dan kelesuan membuat nafsu makan lansia

menurun, sehingga lansia mengalami penurunan berat badan. Faktor lain yang
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
22

mempengaruhi penurunan berat badan adalah adanya penyakit kronis, dan

gangguan pada saluran pencernaan (Nugroho, 2008)

e. Sukar Menahan Buang Air Besar

Terjadi karena obat-obatan, keadaan diare, kelainan pada usus besar, dan

juga kelainan pada ujung saluran pencernaan (Azizah, 2011).

f. Gangguan pada Ketajaman Penglihatan

Disebabkan oleh presbiopi, kelainan lensa mata, kekeruhan pada lensa,

radang saraf mata, dan tekanan dalam mata yang meninggi (Azizah, 2011).

h. Gangguan Pendengaran

Lansia mengalami gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan

degeratif dan ketulian pada lansia dapat menyebabkan kekacauan mental

(Bandiyah, 2009).

i. Gangguan Tidur

Usia merupakan faktor yang penting dan berpengaruh terhadap kualitas

tidur pada lansia. Seiring dengan bertambahnya usia keluhan kualitas tidur

semakin meningkat. Faktor yang mempengaruhi gangguan tidur adalah faktor

ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik antara lain lingkungan yang

kurang tenang, sedangkan faktor intrinsik dibagi menjadi dua yaitu organik

dan psikogenik. Nyeri, gatal, kram betis, sindrom tungkai bergerak, dan sakit

gigi merupakan faktor organik. Faktor psikogenik yaitu depresi, kecemasan,

stres, marah yang tidak tersalurkan, dan iritabilitas (Nurgroho, 2008)


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
23

2.2 Konsep Tidur

2.2.1 Definisi Tidur

Tidur merupakan keadaan bawah sadar tetapi seseorang masih dapat

dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya

(Guyton & Hall, 2007). Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang

terjadi berulang-ulang selama periode tertentu. Seseorang deangan tidur yang

cukup akan merasa tenaganya telah pulih (Potter & Perry, 2005b). Tidur adalah

keadaan perilaku ritmik dan siklik yang terjadi dalam lima tahap (Stanley &

Beare, 2006). Menurut Asmadi (2008) tidur adalah keadaan tidak sadar karena

menurunnya persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan tetapi dapat

dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup.

2.2.2 Fisiologi Tidur

Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus bergantian dengan periode

yang lebih lama dari keterjagaan. Orang mengalami irama siklus sebagai bagian

dari kehidupan mereka setiap hari yang dikenal dengan irama sirkardian. Pola

fungsi biologis utama dan fungsi perilaku mempengaruhi irama sirkardian.

Pemeliharaan siklus sirkardian 24 jam bergantung pada denyut jantung, fluktuasi

dan perkiraan suhu tubuh, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik

dan suasana hati. Irama sirkardian, termasuk siklus tidur-bangun harian,

dipengaruhi oleh cahaya dan suhu serta faktor-faktor eksternal seperti aktivitas

sosial dan rutinitas pekerjaan. Jika siklus tidur bangun seseorang berubah secara

bermakna mengakibatkan kualitas tidur yang buruk.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
24

Tidur melibatkan urutan fisiologis yang dipertahankan oleh integrasi tingkat

aktivitas sistem saraf pusat yang berhubungan dengan perubahan endokrin, sistem

perifer, kardiovaskular, pernapasan dan muskular. Hubungan antara dua

mekanisme serebral pada kontrol dan pengaturan tidur berfungsi mengaktivasi

secara intermiten dan menekan pusat otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan

terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan terjaga dan yang lain menyebabkan

tertidur (Potter & Perry, 2005b).

Pengaturan tidur dan terbangun diatur oleh batang otak/ Reticular

Activating System (RAS) dan Bulbal Synchronizing Region (BSR), thalamus dan

berbagai hormon yang diproduksi oleh hipothalamus. Beberapa neurohormon

dan neurotransmitter juga dihubungkan dengan proses tidur dan terbangun.

Produksi yang dihasilkan oleh dua mekanisme serebral dalam batang otak

ini menghasilkan serotonin dalam sirkulasi darah. Serotonin merupakan

neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap transfer impuls-impuls syaraf

ke otak yang berperan sangat spesifik dalam menginduksi rasa kantuk dan

keinginan untuk tidur, serta sebagai modulator kapasitas kerja otak. Dalam tubuh

serotonin diubah menjadi melatonin, dimana melatonin merupakan hormon

kotekolamin yang sekresinya akan berkurang jika terpajan dengan cahaya terang

(Guyton & Hall, 2007).

Lingkungan adalah faktor yang mempengaruhi irama sirkardian, khususnya

rangsangan cahaya. Cahaya yang diterima oleh retina mata akan diteruskan

menuju suatu sistem osilasi Suprachiasmatic Nuclei (SCN) pada hipothalamus

melalui suatu jalur saraf khusus yaitu Retino Hypothalamic Tract (RHT). RHT
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
25

merupakan suatu jalur saraf khusus yang berjalan dari kiasma optikum pada

retina mata (Hindersson, Ostegaard, Georg, Heegaard, Larsen dan Fahrenkrug,

2006).

Serabut eferen dari SCN akan memicu sinyal saraf dan humoral yang akan

menyelaraskan irama sirkadian. Contoh pengaruh cahaya terhadap irama sirkadian

ditunjukkan pada produksi melatonin. Pada kondisi cahaya gelap, produksi

melatonin akan meningkat. Konversi dari serotonin menjadi melatonin semakin

banyak. Jumlah serotonin yang berfungsi untuk menekan tidur akan berkurang,

maka dalam kondisi cahaya gelap akan terjadi peningkatan tidur (Ganong, 2008)

Melatonin atau N-acetyl-5-methoxytryptamine merupakan suatu hormon

yang dihasilkan oleh kelenjar pineal dan beberapa organ lain, seperti kelenjar

saliva, Gastro Intestinal Tract, kulit, sumsum tulang dan limfosit. Melatonin akan

disintesis oleh pinealosit. Pinealosit akan mengambil tryptophan dari darah dan

akan mengubahnya menjadi serotonin melalui proses hidroksilasi dan

dekarboksilasi. Khusus dalam keadaan gelap, serotonin akan dikonversi menjadi

N-acetyl-serotonin oleh enzim N-acetyltransferase. N-acetylserotonin akan

dimetilasi menjadi melatonin oleh enzim hydroxyindole-O methyltransferase.

Melatonin kemudian akan dilepaskan pada saat malam hari karena aktivasi

postsinaptik dari β-adrenergic receptor (Cutando, Moreno, Arana, Catroviejo dan

Russel, 2007). Melatonin yang biasa disebut “hormone of darkness” (Gall, Stehle

dan Weaver, 2002) memiliki fungsi fisiologis antara lain yakni mengontrol irama

sirkardian. Terdapat tiga jenis reseptor melatonin yang terdapat pada vertebrata,

namun hanya 2 jenis reseptor yang terdapat pada mamalia. Kedua reseptor
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
26

tersebut adalah MT1 (Mel 1a) dan MT2 (Mel 1b). Reseptor melatonin yang

berperan dalam respon irama sirkadian terdistribusikan ke Pars Tuberalis (PT)

yang terdapat pada kelenjar pineal dan suprachiasmatic Nuclei (SCN) yang

terdapat pada otak Manusia (Krauchi & Justice, 2011)

Sintesis melatonin dikontrol oleh mekanisme noradrenegik dan diatur tidak

langsung oleh stimulus saraf yang diterima oleh mata. Informasi cahaya yang

diterima oleh mata tersebut akan ditransmisikan melalui RHT ke SCN pada

hipothalamus. Kondisi cahaya gelap, sinyal elektrik neural saraf yang diterima

oleh SCN akan diteruskan ke kelenjar pineal dan akan melepaskan norepinefrin

yang akan memulai sintesis melatonin. Oleh karena itu, peran cahaya dalam

sintesis melatonin sangatlah penting (Berson, 2003). Sintesa dan sekresi

melatonin tinggi pada keadaan cahaya gelap, sedangkan pada keadaan cahaya

terang melatonin akan berada pada jumlah yang randah. Tingkat melatonin pada

konsentrasi plasma pada saat gelap mencapai 50 kali tingkat melatonin pada saat

terang. Pada orang normal sekresi melatonin maksimal terjadi pada pukul 2

malam, dan sekresi minimal terjadi pada siang hari (Simonneaux & Ribelayga,

2003; Roth dkk, 1999)

Hormon melatonin akan menurun seiring dengan bertambahnya usia.

Penurunan hormon ini akan berpengaruh terhadap proses tidur lansia, bahkan pola

tidur pada lansia bisa berubah dari kondisi yang normal karena kesulitan tidur

sehubungan dengan penurunan produksi serotonin dan melatonin (Guyton & Hall,

2007). Suatu studi metaanalisis pada 2011 juga menyebutkan adanya penurunan

kadar serotonin dan melatonin serum menyebabkan terjadinya gangguan irama


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
27

sirkadian, terganggunya tidur malam hari, kelelahan pada siang hari, dan

meningkatnya kepekaan terhadap nyeri (Mahdi, Fatima, Das, dan Verma, 2011).

2.2.3 Tahapan Tidur

Menurut Potter dan Perry (2005b) tidur melibatkan dua fase yakni

pergerakan mata yang tidak cepat (non rapid eye movement, NREM) dan

pergerakan mata yang cepat (rapid eye movement, REM). Selama NREM

seseorang yang tidur megalami kemajuan melalui empat tahap selama siklus tidur

berdurasi 90 menit. Kualitas tidur dari tahap 1 hingga tahap 4 bertambah dalam.

Tidur yang dangkal merupakan karakteristik tahap 1 dan 2 sehingga orang lebih

mudah terbangun. Tahap 3 dan 4 merupakan tidur yang dalam dimana seseorang

sulit bangun. Tidur REM merupakan fase akhir tiap siklus 90 menit. Konsolidasi

memori dan pemulihan psikologis terjadi pada waktu tersebut. Tahapan tidur

dibagi menjadi lima yaitu:

a. Tahap 1: NREM

Merupakan tahap tingkat paling dangkal dari tidur dan berakhir dalam

beberapa menit. Terjadi pengurangan aktivitas fisiologis yakni penurunan

tanda-tanda vital dan metabolisme secara bertahap. Tahap ini akan membuat

seseorang akan mudah terbagun oleh stimulus suara dan ketika bangun akan

merasa seperti telah melamun.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
28

b. Tahap 2: NREM

Merupakan periode tidur bersuara. Berakhir hingga 10-20 menit dimana

seseorang masih mudah dibangunkan. Pada tahap tersebut terjadi kemajuan

relaksasi dan fungsi tubuh menjadi lamban.

c. Tahap 3:NREM

Tahap awal tidur dalam dimana orang sulit dibangunkan dan jarang bergerak.

Tanda-tanda vital pada tahap ini akan mengalami penurunan teratur dan juga

otot-otot dalam keadaan santai penuhdan berakhir hingga 15-30 menit.

d. Tahap 4: NREM

Merupakan tahap tidur dalam dimana seseorang sulit dibangunkan. Tanda-

tanda vital pada tahap ini akan mengalami penurunan secara bermakna

dibanding selama jam terjaga yang berakhir hingga 15-30 menit. Tahap ini

dapat terjadi tidur sambil berjalan bahkan eneuresis.

e. Tidur REM

Merupakan tidur dimana terdapat mimpi yang tampak hidup. Tahap ini

dimulai sekitar 90 menit setelah tertidur. Dicirikan dengan respon otonom

pergerakan mata yang cepat, fluktuasi jantung dan kecepatan respirasi, sekresi

lambung meningkat, fluktuasi tekanan darah. Durasi REM mengalami

peningkatan pada tiap siklus rata-rata adalah 20 menit.

2.2.4 Siklus Tidur


Menurut Potter dan Perry (2005b) siklus tidur normal ketika seseorang tidur

adalah melewati 4-6 siklus tidur penuh, tiap siklus terdiri atas 4 tahap dari tidur

NREM dan satu periode dari tidur REM. Pola siklus dimulai dari tahap 1 NREM
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
29

diikuti oleh tahap 2, 3, dan 4 NREM, diikuti kebalikan tahap 4 ke-3, kemudian ke-

2 dan diakhiri dengan periode dari tidur REM. Tidur REM dapat tercapai sekitar

90 menit ke siklus tidur. Berhasilnya pada setiap siklus akan menyebabkan

memendeknya tahap 3 dan 4, dan memperpanjang periode REM. Akhir siklus

tidur REM dapat berakhir sampai 60 menit. Jumlah siklus tidur tergantung pada

total waktu yang digunakan untuk tidur (Potter & Perry, 2005b).

Gambar 2. 1 Tahap-tahap siklus tidur orang dewasa

2.2.5 Fungsi Tidur

Tidur dapat bermanfaat dalam pemulihan fisiologis dan psikologis individu.

Tidur nyenyak bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung. Selama tidur tahap 4

NREM, tubuh melepaskan hormon pertumbuhan untuk memperbaiki sel-sel otak.

Teori lain menambahkan bahwa tubuh menyimpan energi selama tidur. Otot
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
30

skelet berelaksasi secara progresif. Penurunan laju metabolik basal lebih jauh

menyimpan persediaan energi tubuh. Tidur REM berperan penting untuk

pemulihan kognitif. Tidur REM dihubungkan dengan perubahan dalam aliran

darah serebral, peningkatan konsumsi oksigen, peningkatan aktivitas kortikal, dan

pelepasan epinefrin. Hal ini dapat membantu penyimpanan memori dan

pembelajaran. Tidur REM yang kurang dapat mengarah pada perasaan bingung

dan curiga (Potter & Perry, 2005b).

2.2.6 Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan keadaan tidur yang dijalani oleh seseorang yang

saat terbangun akan merasakan kesegaran dan kebugaran. Kualitas tidur

mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta

aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang

untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur

REM dan NREM yang pantas (Kozier, Erb, Berman dan Snyder, 2004).

Kualitas tidur adalah kepuasaan terhadap tidur, sehingga orang tersebut tidak

memperlihatkan perasaan lelah, kehitaman di sekitar mata, mudah terangsang dan

gelisah, lesu dan apatis, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, perhatian

terpecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat dalam

Sagala, 2011).

Menurut American Psychiatric Association kualitas tidur merupakan

fenomena yang kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Latensi tidur, durasi

tidur, efisiensi tidur, penggunaan obat tidur, gangguan tidur, dan disfungsi siang
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
31

hari merupakan bagian dari kualitas tidur (Wavy, 2008). Kualitas juga bisa

dikatakan baik apabila seseorang tidak menunjukkan tanda kekurangan tidur dan

tidak mengalami masalah tidur. Tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi

tanda fisik dan tanda psikologis. Tanda fisik kekurangan tidur yaitu terlihat area

gelap di sekitar mata, konjungtiva berwarna kemerahan, bengkak di kelopak mata

dan mata cekung, kantuk yang berlebihan ditandai dengan seringkali menguap,

tidak mampu untuk berkonsentrasi, dan adanya tanda-tanda keletihan seperti

penglihatan kabur, mual, dan pusing. Tanda psikologis dari kekurangan tidur

meliputi apatis dan respon menurun, menarik diri, daya ingat berkurang, bingung,

halusinasi, ilusi penglihatan atau pendengaran dan kemampuan memberikan

pertimbangan atau keputusan menurun (Hidayat dalam Sagala, 2011).

Menurut Asmadi (2008) kualitas tidur dapat dilihat melalui tujuh

komponen, yaitu:

a. Kualitas tidur subjektif yaitu penilaian subjektif diri sendiri terhadap kualitas

tidur yang dimiliki. Adanya perasaan terganggu dan tidak nyaman pada diri

sendiri berperan terhadap penilaian kualitas tidur.

b. Latensi tidur yaitu berapa waktu yang dibutuhkan sehingga seseorang bisa

tertidur, ini berhubungan dengan gelombang tidur seseorang.

c. Efisiensi tidur yaitu didapatkan melalui persentase kebutuhan tidur manusia,

dengan menilai jam tidur seseorang dan durasi tidur seseorang sehingga dapat

disimpulkan apakah sudah tercukupi atau tidak.

d. Penggunaan obat tidur dapat menandakan seberapa berat gangguan tidur yang

dialami, karena penggunaan obat tidur diindikasikan apabila orang tersebut


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
32

sudah sangat terganggu pola tidurnya dan obat tidur dianggap perlu untuk

membantu tidur.

e. Gangguan tidur yaitu seperti adanya mengorok, gangguan pergerakan, sering

terbangun dan mimpi buruk dapat mempengaruhi proses tidur seseorang.

f. Durasi tidur yaitu dinilai dari waktu mulai tidur sampai waktu terbangun,

waktu tidur yang tidak terpenuhi akan menyebabkan kualitas tidur yang buruk.

g. Daytime disfunction atau adanya gangguan pada kegiatan sehari-hari

diakibatkan oleh perasaan mengantuk.

2.2.7 Pengukuran Kualitas Tidur

Kualitas tidur individu dapat dianalisis melalui pemeriksaan laboratorium

yaitu electroencephalography (EEG) yang merupakan rekaman arus listrik dari

otak. Aktivitas listrik yang terus menerus timbul dalam otak dapat ditunjukan

melalui perekaman listrik dari permukaan otak atau permukaan luar kepala. Hal

tersebut dipengaruhi derajat eksitasi otak akibat dari keadaan tidur, keadaan siaga

atau karena penyakit lain. Tipe gelombang EEG dibagi menjadi gelombang alfa,

betha, tetha dan delta (Guyton & Hall, 2007).

Alat untuk mengukur kualitas tidur yaitu Pittsburgh Sleep Quality Index

(PSQI). PSQI merupakan sebuah instrumen yang efektif dalam mengukur kualitas

dan pola tidur. Tujuan dikembangkan PSQI yaitu untuk memberikan ukuran yang

reliabel,valid, dan standarisasi kualitas tidur, untuk membedakan antara tidur yang

baik dan buruk, untuk memberikan indeks yang mudah digunakan, dan untuk

memberikan penilaian singkat yang berguna secara klinis dari berbagai gangguan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
33

tidur yang mempengaruhi kualitas tidur. Kegunaan PSQI dalam penelitian klinis

dan studi epidemiologi adalah untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok yang

memiliki perbedaan dalam kualitas tidur. PSQI menyediakan ukuran kuantitatif

kualitas tidur yang cepat dalam mengidentifikasi kualitas tidur yang baik dan

buruk, dan lebih baik dibandingkan dengan gold standard diagnosis klinis dan

laboratorium. Pengisian lembar PSQI membutuhkan waktu 5-10 menit, dan

penilaiannya membutuhkan waktu 5 menit (Buysee et al., 1988 dalam Smyth,

2012).

PSQI terdiri dari 18 item yang dinilai oleh peneliti dan 5 item tambahan

yang dinilai oleh teman sekamar. Item 1-4 merupakan pertanyaan terbuka tentang

kebiasaan individu tidur dan bangun, total waktu tidur, dan sleep latency (menit).

Item 5-18 menggunakan skala Likert, yaitu 0= tidak selama satu bulan terakhir,

1= kurang dari sekali seminggu, 2= sekali atau dua kali seminggu, 3= tiga kali

atau lebih dalam seminggu. Item 19 menggunakan skala Likert dalam penilaian

kualitas tidur secara keseluruhan, yaitu 0= sangat baik, 1= baik, 2= buruk, 3=

sangat buruk. Item tambahan yang dinilai oleh teman sekamar tersebut hanya

digunakan untuk informasi klinis dan tidak ditabulasikan dalam penilaian dari

instrumen ini. Sembilan belas item pernyataan menilai berbagai faktor yang

berkaitan dengan tidur yang berkualitas dan dikelompokkan dalam tujuh

komponen, yang masing-masing memiliki skala 0-3. Ketujuh komponen skor

tersebut kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan skor global dari PSQI yang

memiliki jangkauan skor 0-21. Skor global PSQI > 5 mengindikasikan ukuran

yang sensitif dan spesifik dari kualitas tidur yang buruk pada individu. Semakin
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
34

tinggi skor global yang didapat semakin buruk pula kualitas tidur individu

tersebut (Buysee et al., dalam Smyth, 2012).

2.2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur

Menurut Kozier dkk, (2004) kualitas tidur merupakan kemampuan

seseorang untuk dapat tidur dan mendapatkan tidur REM dan NREM yang tepat.

Faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur:

a. Usia

Faktor usia merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap

kualitas tidur. Meningkatnya keluhan terhadap kualitas tidur terjadi seiring

dengan bertambahnya usia. Usia di atas 60 tahun terjadi proses penuaan secara

alamiah yang menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan

psikologis. Lansia yang sehat sering mengalami perubahan pada pola tidurnya

yaitu memerlukan waktu yang lama untuk dapat tidur. Mereka menyadari

lebih sering terbangun dan hanya sedikit waktu yang dapat digunakan untuk

tahap tidur dalam sehingga mereka tidak puas terhadap kualitas tidurnya

(Nugroho, 2008).

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah status gender dari seseorang yaitu laki-laki dan

perempuan. Secara psikologis wanita memiliki mekanisme koping yang lebih

rendah dibandingkan dengan laki-laki dalam mengatasi suatu masalah. Dengan

adanya gangguan secara fisik maupun secara psikologis tersebut maka wanita

akan mengalami suatu kecemasan. Jika kecemasan itu berlanjut maka akan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
35

mengakibatkan seseorang lansia lebih sering mengalami kejadian gangguan

tidur dibandingkan dengan laki-laki (Potter & Perry, 2005b).

c. Penyakit

Keadaan sakit menyebabkan nyeri dapat menimbulkan gangguan tidur.

Seseorang yang sedang sakit membutuhkan waktu tidur lebih lama dari pada

keadaan normal. Seseorang yang sakit akan mengalami perubahan pola tidur

karena penyakitnya seperti rasa nyeri yang dapat ditimbulkan oleh luka, tumor

atau kanker pada stadium lanjut (Kozier dkk. 2004).

d. Lingkungan

Lingkungan dapat mendukung atau menghambat tidur. Ventilasi, suhu

ruangan, penerangan ruangan, dan kondisi kebisingan sangat berpengaruh

terhadap tidur seseorang (Kozier dkk, 2004). Menurut Potter dan Perry (2005b)

kebisingan dapat menyebabkan tertundanya tidur dan juga dapat

membangunkan seseorang dari tidur. Gangguan tidur akan terjadi apabila tidur

di ruangan terlalu panas atau terlalu dingin (Lee dkk, 2007). Menurut Sack

dkk, (2007) sorot lampu terlalu terang dapat menyebabkan gangguan tidur dan

menghambat sekresi melatonin, terjadi pergeseran sistem sirkadian, dimana

jadwal tidur maju secara bertahap.

e. Kelelahan

Kelelahan akan berpengaruh terhadap pola tidur seseorang. Semakin

lelah seseorang maka akan semakin pendek tidur REMnya. Kondisi lelah dapat

menyebabkan seseorang merasa seolah-olah bangun saat tidur dan tidak

mendapatkan tidur yang dalam (Martin. 2000)


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
36

f. Gaya hidup

Orang yang berkerja shift dan sering berubah shiftnya harus mengatur

kegiatannya agar dapat tidur pada waktu yang tepat. Keadaan rileks sebelum

istirahat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan seseorang

untuk dapat bisa tidur (Kozier dkk, 2004).

g. Stres Emosi

Depresi dan kecemasan seringkali mengganggu tidur. Seseorang yang

dipenuhi dengan masalah mungkin tidak bisa rileks untuk bisa tidur.

Kecemasan akan meningkatkan kadar norepinephrine dalam darah yang akan

merangsang sistem saraf simpatetik. Perubahan ini menyebabkan berkurangnya

tahap IV NREM dan tidur REM (Kozier dkk, 2004).

h. Obat-obatan dan Alkohol

Beberapa obat-obatan berpengaruh terhadap kualitas tidur. Obat-obatan

yang mengandung diuretik menyebabkan insomnia, anti depresan akan

memsupresi REM. Orang yang minum alkohol terlalu banyak seringkali

mengalami gangguan tidur (Kozier dkk, 2004). Alkohol yang dikombinasikan

dengan obat hipnotik mengakibatkan kesulitan tidur. Efek tenang dengan

mengkonsumsi alkohol dapat memperlambat metabolisme tubuh dampaknya

yaitu terjadi kesulitan tidur (Martin. 2000).

i. Diet

Diet L-troptophan seperti terkandung dalam keju dan susu akan

mempermudah orang untuk tidur. Hal ini bisa menjelaskan mengapa seseorang
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
37

yang sebelum tidur meminum susu hangat, karena bias membantu seseorang

untuk jatuh tidur (Kozier dkk. 2004).

h. Merokok dan Konsumsi Kafein

Perokok seringkali mempunyai lebih banyak kesulitan untuk bisa tidur

dibandingkan dengan yang tidak perokok. Hal ini disebabkan karena nikotin

dalam rokok mempunyai efek menstimulasi tubuh. Menahan untuk tidak

merokok setelah makan malam dapat membantu tidur lebih baik. Pola tidur

akan menjadi lebih baik ketika mereka berhenti merokok (Kozier dkk. 2004).

Kafein juga menyebabkan gangguan tidur. Kafein tidak hanya ditemukan

dalam kopi, tetapi dalam makanan lain, minuman dan obat-obatan, seperti

coklat, soda, steroid, analgesik, bronkodilator, beberapa anti-hipertensi,

dekongestan dan penekan nafsu makan. Kafein dan stimulan lainnya seperti

nikotin telah terbukti meningkatkan latensi tidur dan fragmentasi tidur, dan

untuk menurunkan total waktu tidur (Martin, 2000).

i. Motivasi.

Keinginan untuk tetap terjaga seringkali berpengaruh terhadap tidur

seseorang. Sebagai contoh adalah saat dimana seorang ingin tetap terjaga

ketika melihat pertunjukkan musik, maka orang tersebut akantetap terjaga

meskipun dalam keadaan lelah (Kozier dkk. 2004).


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
38

2.2.9 Kebutuhan Tidur pada Lansia

Sebagian besar lansia berisiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat

dari beberapa faktor. Faktor usia merupakan faktor terpenting yang berpengaruh

terhadap kualitas tidur. Meningkatnya keluhan terhadap kualitas tidur terjadi

seiring dengan bertambahnya usia. Usia di atas 60 tahun terjadi proses penuaan

secara alamiah yang menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan

psikologis. Lansia yang sehat sering mengalami perubahan pada pola tidurnya

yaitu memerlukan waktu yang lama untuk dapat tidur. Mereka menyadari lebih

sering terbangun dan hanya sedikit waktu yang dapat digunakan untuk tahap

tidur dalam sehingga mereka tidak puas terhadap kualitas tidurnya (Nugroho,

2008).

Menurut Hidayat (2008) kurang tidur berkepanjangan dan sering terjadi

dapat mengganggu kesehatan fisik maupun psikis. Kebutuhan tidur setiap orang

berbeda-beda, lansia membutuhkan waktu tidur 6-7 jam perhari. Lansia

menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tidur, tetapi lansia sering mengeluh

terbangun pada malam hari, memiliki waktu tidur kurang total, dan mengambil

tidur siang lebih banyak. Seringnya lansia terbangun pada malam hari

meyebabkan terjadi peningkatan lama tidur siang pada lansia (Perry & Potter,

2005). Bertambahnya usia dapat mempengaruhi penurunan kebutuhan tidur. Usia

12 tahun kebutuhan untuk tidur adalah 9 jam, usia 20 tahun berkurang menjadi 8

jam, usia 40 tahun menjadi 7 jam, 6,5 jam pada usia 60 tahun, dan 6 jam pada usia

80 tahun (Prayitno, 2002)


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
39

Lansia menunjukkan berkurangnya jumlah tidur gelombang lambat, sejak

dimulai tidur secara progresif menurun dan menaik melalui stadium 1 ke

stadium IV, selama 70-100 menit yangdi ikuti oleh letupan REM. Periode

REM berlangsung kira-kira 15 menit dan merupakan 20% dari waktu tidur

total. Umumnya tidur REM merupakan 20-25% dari jumlah tidur, stadium II

sekitar 50% dan stadium III dan IV bervariasi. Jumlah jam tidur total yang

normalberkisar 5-9 jam pada 90% orang dewasa. Efisiensi tidur berkurang

pada lansia, dengan waktu yang lebih lama di tempat tidur namun lebih singkat

dalam keadaan tidur (Hidayat, 2008).

2.2.10 Penatalaksanaan Gangguan Tidur

Menurut Kamel dan Gammack (2006) menyebutkan bahwa penatalaksanaan

gangguan pada lansia dibagi menjadi dua yaitu pendekatan farmakologi dan

nonfarmakologi.

a. Pendekatan Farmakologi

Lima prinsip farmakoterapi rasional untuk insomnia :

1. Penggunaan dosis efektif terendah

2. Penggunaan dosis berselang (2 sampai 4 kali seminggu)

3. Peresepan obat jangka-pendek (penggunakan teratur untuk tidak lebih dari 3

sampai 4 minggu)

4. Penghentian obat bertahap untuk mengurangi insomnia pantulan.

5. Pengobatan dengan waktu-paruh eliminasi lebih pendek secara umum lebih

dipilih untuk meminimalkan sedasi di siang hari. Pemilihan obat harus


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
40

didasarkan pada adanya dan keparahan gejala siang hari, terutama dampak

pada fungsi siang hari dan pada kualitas hidup pasien.

Contoh obat- obatan untuk menangani gangguan tidur yaitu golongan Non-

Benzodiazepin adalah Zolpidem, Zaleplon, Zopiklon, Eszopiklon, dan Indiplon.

Golongan antidepresan yaitu Trazodon, Reseptor agonis MT1/ MT2. Golongan

obat- obat tanpa resep adalah alkohol, antihistamin, melatonin, bahan- bahan

herbal (Kamel dan Gammack, 2006).

b. Pendekatan Nonfarmakologi

Menurut National Center for Comlementary and Integrative Health

(NCCIH) terapi modalitas CAM (Complementary Alternative Medicine) yaitu:

1. Biological Based Practice: herbal, vitamin, terapi nutrisi, food combining,

dan suplemen lain.

2. Mind-body medicine: placebo effect, meditasi, perumpamaan (imagery),

yoga, tertawa, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi,

dan terapi seni.

3. Manipulative and body-based practice: pijat, refleksi, pengobatan

kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta

hidroterapi.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
41

2.3 Konsep Terapi Tawa

2.3.1 Definisi Terapi Tawa

Tertawa adalah kemampuan yang hanya dimiliki manusia yang merupakan

ekspresi kebahagian dan bisa dilakukan tanpa syarat dan sama khasiatnnya dengan

meditasi sehingga sering disebut yoga tawa. Terapi tertawa atau yoga tawa adalah

terapi yang diyakini mampu membangkitkan semangat hidup, sekalipun dalam

kondisi stres (Kataria, 2004). Tertawa merupakan ekspresi emosional atau jiwa

yang dinilai melalui raut wajah dan bunyi-bunyian tertentu. Secara fisiologis

tertawa dibagi menjadi dua yaitu satu set gerakan dan produk suara (Muhammad,

2011). Tertawa adalah kegiatan yang sehat dan memberi oksigen tambahan bagi

sel dan jaringan. Perasaan dan perilaku murung dapat menyebabkan pengurangan

oksigen dalam darah sehingga menimbulkan depresi, kecemasan, dan kemarahan

(Plutchik, 2002).

Terapi tawa adalah terapi dengan menggunakan tawa. Terapi tawa dapat

membantu seseorang untuk menyelesaikan masalah fisik maupun mental.

Penggunaan tawa dalam terapi ini akan menghasilkan pereda stres dan rasa sakit.

Penelitian menunjukan kebahagiaan tidak hanya terletak pada pikiran, tetapi

terkandung dalam otot-otot dan hormon. Tindakan menggerakkan otot-otot wajah

membentuk ekspresi yang berkaitan dengan kesukacitaan dapat memberikan efek

positif yang berdampak pada sistem saraf pusat (Dumbro, 2012).

Terapi tertawa adalah suatu terapi untuk mencapai kegembiraan didalam

hati yang dikeluarkan melalui mulut dalam bentuk suara tawa, senyuman yang

menghias wajah, suara hati yang lepas dan bergembira, peredaran darah yang
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
42

lancar sehingga bisa mencegah penyakit, memelihara kesehatan, serta

menghilangkan stres (Robinson, Dahl dan O’Neal dalam Setyoadi &

Kushariyadi, 2011). Hipotesis fisiologis juga menyatakan bahwa tertawa

melepaskan hormon endorfin kedalam sirkulasi sehingga tubuh menjadi lebih

nyaman dan rileks. Hormon endorfin disebut juga sebagai morfin tubuh yang

menimbulkan efek sensasi nyaman dan sehat (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

Saat tertawa bukan hanya hormon endorfin saja yang keluar tetapi banyak hormon

positif yang muncul. Keluarnya hormon positif yaitu hormon yang keluar yang

diproduksi oleh tubuh ketika merasa bahagia, ceria dan gembira seperti hormon

beta-endorfin dan endomorfin. Hormon ini akan menyebabkan lancarnya

peredaran darah dalam tubuh sehingga fungsi kerja organ berjalan dengan normal

(Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

2.3.2 Kontraindikasi Terapi Tawa

Tertawa merupakan terapi yang sangat ringan dan tidak membatasi usia,

namun terapi ini dilarang pada individu yang mempunyai beberapa jenis penyakit

karena dikawatirkan berakibat buruk pada penyakitnya.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
43

Tabel 2. 1 Tabel Kontraindikasi Terapi Tawa


Kontra Indikasi Rasionalisasi
Penderita penyakit wasir Berbahaya karena otot di sekitar pinggul dan perut
mendapat tekanan lebih berat sehingga dikhawatirkan
memperparah penyakit wasir
Penderita penyakit hernia Hal ini dapat memperparah penyakit hernia karena
membutuhkan kerja keras otot dan kemungkinan isi
perut akan menonjol di sekitar saluran selangkangan.
Penderita penyakit jantung Memacu denyut jantung bekerja lebih cepat,
sehingga dikhawatirkan berakibat fatal.
Penderita sesak nafas Mengganggu pernapasan
Baru selesai melakukan operasi Jahitan operasi dapat terlepas, apalagi ypada operasi
besar atau perut
Penyakit TBC Bakteri dapat menular kepada orang lain sekitarnya
Komplikasi mata (gloukoma) Akan meningkatkan tekanan pada bola mata karena
bendungan aliran cairan mata melalui terusan
Schlemm dalam pembuluh balik semakin meningkat,
mencekungnya pupil saraf mata, dan bisa berakibat
pada kebutaan.
Sumber : Simanungkalit & Pasaribu, 2007

2.3.3 Tahapan Terapi Tawa

Masing-masing sesi dalam terapi adalah kombinasi antara latihan

pernapasan, peregangan dan berbagai teknik tawa stimulus. Satu sesi tawa

memakan waktu antara 20-30 menit. Sedangkan satu putaran tawa memakan

waktu antara 30- 40 detik (Kataria, 2004).


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
44

a. Persiapan Lingkungan

Latihan ini dilakukan diruangan serbaguna, dimana terdapat cukup udara segar

yang masuk dan dengan keadaan tenang, bebas dari gangguan (Kataria, 2004).

Hal tersebut untuk memudahkan lansia berkonsentrasi dalam mengkuti latihan.

b. Persiapan Klien

Identifikasi kondisi umum klien yaitu dapat memahami dan diajak

berkomunikasi, kooperatif, tidak mempunyai riwayat seperti yang telah

dijelaskan pada kontraindikasi. jelaskan secara umum prosedur yang akan

dilakukan.

c. Langkah-langkah Pelaksanaan Terapi Tawa

Langkah-langkah terapi tawa menurut Kataria (2004) adalah sebagai berikut:

1) Langkah Pertama.

Terapi tawa dimulai mengucapkan ho...ho...ha...ha...ha sebagai

pemanasan. Tepuk tangan sangat bermanfaat bagi peserta untuk

menciptakan rasa aman dan meningkatkan energi dalam tubuh.

2) Langkah Kedua.

Menarik nafas melalui hidung sekaligus mengangkat tangan ketas

dilakukan berirama sesuai dengan gerakan tangan. Peserta mengirup udara

sebanyak mungkin dan menahannya sekitar 4-5 detik, selanjutnya nafas

dihembuskan perlahan dan berirama dengan menurunkan kembali tangan

pada keadaan normal. Koordinator bisa menambah kata penyembuhan

yang membantu, misalnya berkata “maafkan” saat menarik nafas dan

berkata “lupakan” saat menghembuskan nafas.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
45

3) Langkah Ketiga

Melakukan pemutaran engsel bahu ke depan dan ke belakang,

menganggukkan kepala kebawah sampai dagu, kemudian mendongakkan

kepala ke atas belakang. Menoleh ke kanan dan kiri secara perlahan tidak

dianjurkan untuk melakukan gerakan memutar kepala. Gerakan

selanjutnya adalah memutar pingang ke arah kanan dan kiri. Semua

gerakan ini dilakukan masing-masing lima kali.

4) Langkah Keempat: Tawa Bersemangat

Koordinator memberi aba-aba untuk memulai tawa, 1, 2, 3.... semua orang

tertawa serempak. Tawa bersemangat juga melakukan gerakan

mengangkat tangan keatas dan dalam waktu 2-3 detik diturunkan kembali,

dan kepala didongakan keatas.Tawa ini harus dilakukan dengan

bersemangat. Tawa bersemangat berakhir jika koordnator mengeluarkan

kata, ho ho ho..... ha ha ha..... sebanyak 5-6 kali sambil bertempuk tangan.

Peserta dapat melakukan nafas secara perlahan.

5) Langkah Kelima: Tawa Sapaan.

Tawa sapaan ini dilakukan dengan cara tertawa bertegur sapa dengan

teman di sekitarnya ditambahkan gerakan mengatupkan kedua telapak

tangan dan meyapa ala india (namaste) atau berjabat tangan (ala barat)

dengan sedikitnya 4-5 anggota kelompok.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
46

6) Langkah Keenam: Tawa Penghargaan.

Koordinator mengingatkan kembali pada peserta tentang pentingnya

menghargai orang lain. Peserta menghubungkan ujung jari telunjuk dengan

ujung ibu jari sehingga menjadi lingkaran kecil dengan memandang

anggota lainnya seolah peserta sedang memberikan pujian pada peserta

lain, gerakan tersebut dilakukan disertai dengan tertawa.

7) Langkah Ketujuh: Tawa Satu Meter.

Merentangkan tangan kanan sampai kebelakang (seolah sedang

merentangkan busur untuk melepas anak panah), digerakkan secara cepat

dalam tiga gerakan sambil berteriak ae..ae..ae.. kemudian peserta tertawa

dengan merentangkan kedua lengan dan mendongakkan kepala keatas,

gerakan ini dilakukan sebanyak empat kali.

8) Langkah Kedelapan: Tawa Milk Shake.

Tawa milk shake dilakukan seolah-olah peserta sedang memegang dua

gelas, satu gelas berisi susu dan satu gelas kosong. Koordinator akan

memberikan instruksi untuk menuangkan susu dari gelas yang satu ke

gelas yang satunya sambil mengucapkan aeee.... dan kembali dituang ke

gelas yang awal sambil mengucapkan aeeee.... kemudian peserta terawa

sambil berpura pura minum susu, lakukan gerakan ini empat kali.

9) Langkah Kesembilan: Tawa Hening tanpa Suara.

Tawa hening dilakukan dengan membuka mulut selebar-lebarnya seolah

sedang tertawa lepas tetapi tanpa suara, saling memandang satu sama lain

dan membuat berbagai gerakan dengan mimik-mimik lucu.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
47

10) Langkah Kesepuluh: Tawa Bersenandung dengan Bibir Tertutup.

Pelaksanaan gerak ini peserta dianjurkan bersenandung hmmmmmm......

dengan mulut tertutup, sehingga akan terasa bergema di dalam kepala.

Peserta saling berpandangan dan saling membuat gerakan-gerakan yang

lucu sehingga memacu peserta lain semakin tertawa, kemudian kembali

menarik napas dalam dan pelan.

11) Langkah Kesebelas: Tawa Ayunan.

Peserta berada dalam formasi melingkar dan mendengar aba-aba dari

koordinator. Gerakan dimulai dengan peserta mundur dua meter sambil

tertawa untuk memperbesar lingkaran, kembali maju sekaligus

mengeluarkan ucapan, aee...ooo...eee...uu.... seluruh peserta mengangkat

tangan dan serempak tertawa lepas dan pada saat yang sama semua

bertemu di tengah-tengah dan melambaikan tangan pada peserta lainnya.

Gerakan ini dilakukan sampai empat kali. Setelah selesai kembali menarik

napas dalam dan pelan.

12) Langkah Keduabelas: Tawa Singa.

Tawa singa dilakukan dengan membuka mulut dibuka lebar-lebar dan

menjulurkan lidah semaksimal mungkin, membuka mata seperti melotot,

dan tangan taracung seperti singa mau mencakar mangsanya. Saat itulah

peserta tertawa dari perut. Setelah selesai lakukan kembali gerakan

menarik napas secara dalam dan pelan.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
48

13) Langkah Ketigabelas A: Tawa Ponsel.

Peserta seolah-olah sedang memegang handphone. Koordinator meminta

peserta saling menyeberang sambil memegang handphone. Pada saat itulah

peserta tertawa sambil saling berpandangan dan berjabat tangan, setelah itu

kembali lagi ke posisi semula. Setelah selesai tarik napas dalam dan pelan.

14) Langkah Ketigabelas B: Tawa Bantahan.

Peserta saling bertatapan sekaligus tertawa dan saling menunjuk dengan

jari telunjuk kepada peserta yang dihadapannya. Gerakan ini sangat

menarik para peserta, karena mereka akan bisa tertawa lepas. Setelah

selesai tarik napas dalam dan pelan agar kembali segar dan tenang.

15) Langkah Keempatbelas: Tawa Memaafkan.

Perserta memegang cuping telinga masing-masing sekaligus menyilangkan

lengan dan berlutut diikuti dengan tawa. Muatan dari tawa ini adalah

saling memaafkan jika ada perselisihan. Setelah selesai tarik napas dalam

dan pelan.

16) Langkah Kelimabelas: Tawa Bertahap.

Koordinator mengajak peserta untuk tersenyum kemudian secara bertahap

menjadi tertawa ringan, berlanjut menjadi tawa sedang dan terakhir

menjadi tertawa lepas penuh semangat kemudian perlahan akan

melirihkan tawa dan berhenti tertawa. Setelah selesai tarik napas dalam

pelan.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
49

17) Langkah Keenambelas: Tawa dari Hati ke Hati

Tawa ini merupakan sesi terakhir dari tahapan terapi. Seluruh peserta

berpegangan tangan atau berpelukan sambil berdekatan sekaligus bersama-

sama tertawa dengan saling bertatapan dengan perasaan lega. Peserta juga

bisa saling bersalaman atau berpelukan sehingga terjalin rasa keakraban

yang mendalam.

2.4 Pengaruh Terapi Tawa Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia

Tertawa dalam 5-10 menit dapat merangsang pengeluaran endorphine dan

serotonin, yaitu sejenis morfin alami tubuh dan juga melatonin. Ketiga zat ini

merupakan zat baik untuk otak sehingga bisa merasa lebih senang. Adapun

manfaat paling penting di dalam tertawa adalah bahwa tertawa bisa

mengendalikan kesehatan mental seseorang (Astuti, 2011 dalam Christianto

2015).

Serotonin merupakan suatu neurotransmitter yang memodulasi aktivitas

neural dan memiliki aktivitas yang mempengaruhi berbagai proses

neuropsikologis, antara lain suasana hati, memori, respons stress, modulasi nyeri,

dan pengaturan siklus tidur (Berger dkk, 2009). Pada siklus tidur, serotonin

berperan pada kondisi terjaga untuk mempertahankan keterjagaan (wakefulness),

dan untuk memulai tidur melalui melatonin, sehingga pada kondisi kadar

serotonin rendah maka terjadi penurunan sintesis melatonin yang mengakibatkan

penderita sulit untuk memulai tidur (Dellwo et al., 2011). Suatu studi meta

analisis pada 2011 juga menyebutkan adanya penurunan kadar serotonin dan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
50

melatonin serum menyebabkan terjadinya gangguan irama sirkadian,

terganggunya tidur malam hari, kelelahan pada siang hari, dan meningkatnya

kepekaan terhadap nyeri (Mahdi et al., 2011).

Terapi tawa (laughter therapy) dapat mengaktivasi hipotalamus yang akan

menghambat pengeluaran Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang akan

menurunkan sekresi ACTH dan kadar kortisol dalam darah. Sekresi ACTH yang

menurun akan merangsang peningkatan produksi serotonin dan endorfin otak

yang mengakibatkan perasaan yang nyaman rileks, dan senang (Simanungkalit &

Pasaribu, 2007; Kataria, 2004:181). Saat tertawa akan terjadi rangsangan efektif

pada sebagian besar otot mulut. Saat mulut terbuka dan tertutup ini, ada suatu

dorangan untuk mengisap udara yang cukup, sehingga dapat menangkap lebih

banyak oksigen. Oksigen ini akan dialirkan ke seluruh tubuh dalam jumlah yang

lebih banyak. Jumlah oksigen yang cukup banyak dalam sistem peredaran darah

mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter yakni hormone serotonin, endofrin

dan melatonin yang membawa keadaan emosi dan perasaan keseluruh bagian

tubuh (Ruspawan & Wulandari, 2011).


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
51

2.5 Kerangka Teori


Perubahan Fisik 1 Perubahan Psikologis1
1. Sel
2. S. Kardiovaskuler Degenerasi Stres 7
3. S. Respirasi neuron 3
1.S. Neurologis
4.
Pelepasan
5. S. Muskuloskeletal ↓ Jumlah hormon
6. Sistem Pencernaan neuron katekolamin
7. S. Urinaria pada SSP 3
8. S. Reproduksi
Stimulasi sistem
9. S. Indera
saraf simpatis7
10. S. Pengaturan Suhu Inaktivasi neuron
Tubuh fotoreseptor SCN 4

Pengeluaran CRH7
Penatalaksanan 9 : Gangguan stimulasi
1. Biollogikal Based Practice pada pinel gland 4
2. Mind body medicine
↑ Sekresi
3. Manipulative and body based ↓ Sekresi hormon ACTH7
practice melatonin 4

↑ hormon
Gangguan kortisol7
Terapi tawa pengaturan SAR
dan BSR 3

Rangsangan afektif
↓ serotonin dan
Aktivasi
pada otot mulut 8 endorfin9
hipotalamus 9 Gangguan penyesuaian
dan singkronisasi irama
sirkardan 5
↑ pengambilan8 O2
Menghambat
pengeluaran Gangguan
CRH 9 kualitas tidur

↑ aliran O2
keseluruh tubuh 8 ↓Sekresi
ACTH 10

↑ pengeluaran
: Mengakibatkan
neurotransmitter ↓ kortisol
yakni hormone dalam : Menghambat
serotonin, endofrin darah 10
dan melatonin 8
↑ Hormon
serotonin dan Sumber: 1Maryam (2008); 2Azizah (2011); 3Potter &
endorfin 10 Perry (2005a); 4Galimi (2010); 5Guyton &
Hall (2007); 6 Kozier et al (2004); 7Kadir
(2012); 8 Ruspawan & Wulandari (2011);
9
Simanungkalit & Pasaribu (2007); 10Kataria
Rileks (2004);11Ganong (2008)

Gambar 2.2 Kerangka Teori


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
52

BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Terapi Tawa

Lansia

Faktor yang Faktor yang


mempengaruhi Kualitas Tidur mempengaruhi
kualitas tidur: Meningkat kualitas tidur:
a. Usia a. Usia
b. Jenis Kelamin b. Jenis Kelamin
c. Penyakit c. Penyakit
d. Lingkungan d. Lingkungan
e. Kelelahan e. Kelelahan
f. Gaya hidup f. Gaya hidup
g. Stres Emosi g. Stres Emosi
h. Obat-obatan dan h. Obat-obatan dan
Alkohol Alkohol
i. Diet i. Diet
j. Merokok dan j. Merokok dan
Konsumsi Kafein Konsumsi Kafein
k. Motivasi. k. Motivasi.

Pretest Kualitas Tidur Posttest Kualitas


Tidur

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

: diteliti

: tidak diteliti

: diteliti

: tidak diteliti
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
53

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini menggunakan hipotesis alternative, yaitu

hipotesis yang menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh, dan perbedaan

antara dua atau lebih variabel (Nursalam, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini

adalah ada pengaruh terapi tawa terhadap kualitas tidur lansia di Unit Pelaksana

Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
54

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitan kuantitatif. Metode yang

digunakan adalah quasy experimental dengan rancangan randomized control

group pretest-posttest design. Responden penelitian dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Kelompok kontrol

diobservasi (pre-test dan post-test) tanpa dilakukan intervensi, sedangkan

kelompok intervensi diobservasi (pre-test) sebelum dilakukan intervensi,

kemudian diobservasi kembali setelah dilakukan intervensi (post-test).

Pretest dilakukan untuk mengukur hasil (variabel dependen) sebelum

dilakukan intervensi (O1 dan O3) melalui kuesioner pengukuran kualitas tidur

sebelum diberikan terapi tawa, sedangkan posttest dilakukan untuk mengukur

hasil (variabel dependen) setelah dilakukan intervensi (O2 dan O4), yaitu peneliti

mengukur kembali kualitas tidur setelah diberikan terapi tawa (X). Rancangan

penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

pretest perlakuan posttest


Kelompok intervensi O1 X O2
Kelompok kontrol O3 O4

Gambar 4.1 Rancangan pre-test and post-test with control group


Keterangan

O1 : Pretest pengukuran kualitas tidur dengan pemberian terapi tawa

O2 : Posttest pengukuran kualitas tidur dengan pemberian terapi tawa

O3 :Pretest pengukuran kualitas tidur tanpa pemberian terapi tawa


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
55

O4 : Posttest pengukuran kualitas tidur tanpa pemberian terapi tawa

X : Perlakuan terapi tawa

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian

4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah jumlah keseluruhan objek yang diteliti dan dapat

mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Populasi adalah keseluruhan

subyek penelitian yang kualitas dan karakteristiknya dapat dipelajari dan ditarik

kesimpulan oleh peneliti (Sugiyono, 2014). Populasi dari penelitian ini adalah

seluruh lansia yang ada di UPT PSLU Jember yaitu sebanyak 140 orang.

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari keseluruhan populasi yang memiliki jumlah dan

karakteristik yang dianggap dapat mewakili seluruh populasi tersebut

(Notoatmodjo, 2012). Menurut Sugiyono (2014) penelitian sederhana yang

menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol jumlah sampel

masing-masing kelompok adalah 10 sampai 20 responden. Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 responden yang dibagi dalam

2 kelompok yaitu 15 orang pada kelompok intervensi dan 15 orang pada

kelompok kontrol.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
56

4.2.3 Teknik Sampling

Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel untuk menentukan

sampel yang digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2014). Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini adalah probability sampling dengan pendekatan

simple random sampling. Simple random sampling merupakan teknik

pengambilan sampel yang merupakan cara pengambilan sampel secara acak yang

memberikan kesempatan yang sama kepada anggota populasi untuk dijadikan

sampel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Peneliti mendapatkan 45 orang lansia

yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Peneliti melakukan randomisasi

kepada 45 orang tersebut sehingga didapatkan 30 responden, kemudian dilakukan

randomisasi kembali untuk mengelompokkan 15 responden ke dalam kelompok

terapi dan 15 responden ke dalam kelompok kontrol dengan mengocok semua

nama yaang menjadi sampel penelitian. Kocokan pertama sampai kelima belas

dijadikan kelompok terapi dan sisanya dijadikan kelompok kontrol.

4.2.4 Kriteria Subjek Penelitian

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang harus dipenuhi oleh setiap

anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012).

Sampel pada penelitian ini adalah lansia di UPT PSLU Jember dengan kriteria

inklusi sebagai berikut:

1) Lansia dengan perawatan mandiri;

2) Laki-laki dan perempuan;


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
57

3) Berusia 60-75 tahun;

4) Bersedia menjadi responden penelitian;

5) Lansia yang kooperatif;

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang tidak

dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria eksklusi penelitian

ini adalah:

1) Lansia dengan penyakit penyerta seperti: komplikasi mata (gloukoma), sesak

nafas, wasir, TBC, jantung, hernia, dan lansia yang baru saja melakukan

operasi;

2) Lansia merokok;

3) Lansia mengkonsumsi alkohol dan kafein;

4) Lansia dengan perawatan partial dan total;

5) Lansia yang tidak dapat mengikuti kegiatan penelitian hingga selesai atau

drop out selama kegiatan penelitian berlangsung.

4.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Unit Pelayanan Terpadu Pelayanan Sosial

Lanjut Usia (PSLU) Jember.

4.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2016 sampai dengan bulan Oktober

2016. Waktu penelitian terhitung dari pembuatan proposal sampai dengan

penyusunan laporan dan publikasi penelitian.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
58

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel

independen dan dependen. Variabel independen adalah terapi tawa, sedangkan

variabel dependennya adalah kualitas tidur. Penjelasan definisi operasional

terdapat pada tabel 4.1


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
59

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Indikator Alat ukur Skala Hasil ukur

Variabel independen: Suatu terapi menggunakan stimulus 1. Pengertian SOP Terapi - -


terapi tawa berupa permainan kata yang bersifat 2. Tujuan Tawa
lucu, raut muka dan dan dapat 3. Indikasi
membangkitkan ekspresi senang. 4. Kontraindikasi
Dilakukan secara berkelompok sehari 5. Persiapan alat
sekali selama seminggu dengan durasi 6. Persiapan tempat,
15-20 menit dalam setiap terapi. 7. Persiapan pasien
8. Cara kerja

Variabel dependen : Kepuasan tidur lansia yang meliputi 1. Kualitas tidur Kuesioner Ordinal Kategori kualitas
kualitas tidur kemudahan untuk memulai tidur, subyektif PSQI tidur yaitu :
mampu mempertahankan tidur, dan 2. Latensi tidur Baik = 0-≤5
merasa rileks setelah bangun dari tidur. 3. Durasi tidur Buruk = >5
4. Efisiensi
Kebiasaan tidur
5. Gangguan tidur
6. Penggunaan obat
tidur
7. Daytime
dysfunction
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
59

4.6 Teknik Pengumpulan Data

4.6.1 Sumber Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari individu atau

perseorangan kepada pengumpul data (Sugiyono, 2014). Data primer pada

penelitian ini adalah penilaian hasil kualitas tidur pada lansia sebelum dan setelah

dilakukannya terapi pada kelompok terapi dan kelompok kontrol.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung oleh

pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau dokumen (Sugiyono, 2014)

Data sekunder pada penelitian ini adalah data mengenai lansia di UPT PSLU

Jember seperti jumlah lansia.

4.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan dan pengumpulan

subyek penelitian yang sesuai dengan karakteristik yang ditentukan dalam

penelitian (Nursalam, 2008). Proses pengumpulan data pada penelitian ini adalah

menilai kualitas tidur pretest responden pada kedua kelompok. Setelah dilakukan

pretest, kelompok terapi diberikan terapi tawa selama tujuh hari berturut-turut,

ssetelah itu dilakukan penilaian kualitas tidur kembali atau posttest pada keesokan

harinya.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
60

a. Langkah Administrasi

Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Program Studi

Ilmu Keperawatan Universitas Jember, Lembaga peneitian Universitas Jember,

dan UPT PSLU Jember;

b. Proses Skrinning

Peneliti menetapkan responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang

ditetapkan dengan mengunjungi wisma tiap lansia. Lansia yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi ditetapkan sebagai responden penelitian.

Didapatkan sebanyak 45 orang lansia yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi. Peneliti melakukan randomisasi kepada 45 orang tersebut sehingga

didapatkan 30 responden, kemudian dilakukan randomisasi kembali untuk

mengelompokkan 15 responden ke dalam kelompok terapi dan 15 responden

ke dalam kelompok kontrol.

c. Pelaksanaan

Peneliti memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada responden

yang telah ditetapkan. Peneliti memberikan penjelasan kepada responden

mengenai penelitian yang akan dilakukan sebelum menandatangani lembar

consent. Informasi yang diberikan mengenai maksud dan tujuan, manfaat serta

dampaknya terhadap responden. Responden yang telah mengerti dengan

penjelasan peneliti dan bersedia menjadi responden penelitian, diminta

menandatangani lembar inform consent.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
61

1. Pretest

Sebelum dilakukan intervensi, peneliti melakuan penilaian kualitas tidur pada

lansia menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) kepada

seluruh lansia yang menjadi sampel penelitian. Peneliti membacakan

pertanyaan yang ada di kuesioner kemudian mengisinya sesuai dengan jawaban

dari responden. Pengumpulan data pretest dibagi menjadi dua sesi yaitu hari

pertama untuk kelompok terapi dan hari kedua untuk kelompok kontrol. Waktu

pengambilan data disesuaikan dengan kegiatan sehari-hari lansia di UPT PSLU

Jember.

2. Intervensi

Intervensi berupa terapi tawa dilakukan sesuai dengan Standart Operasional

Procedur (SOP). Intervensi diberikan sehari sekali selama tujuh hari berturut-

turut yaitu pada hari ke-3 sampai hari ke-9 dengan durasi 15-20 menit. Terapi

tawa dilakukan pada pagi hari dan sore hari karena menyesuaikan jadwal

kegiatan yang ada di UPT PSLU. Pada hari ke-3 dan ke-4 terapi dilakukan

pada sore hari dan dilakukan di halaman depan wisma seruni karena pada hari

ke-3 dan ke-4 jatuh pada hari sabtu dan minggu. Pada hari sabtu dan minggu

terapi dilaksanakan pada sore hari karena pada pagi hari masing-masing lansia

memiliki kegiatan pribadi, misalnya membersihkan kamar dan mencuci baju.

Dilakukan di halaman wisma seruni karena petugas yang bertanggung jawab

pada aula UPT PSLU pada hari sabtu dan minggu libur bekerja. Sedangkan

pada hari ke-5 sampai hari ke-9 terapi tawa dilakukan pada pagi hari dan

intervensi dilakukan di aula UPT PSLU Jember


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
62

Tabel 4.2 Alokasi Waktu dan Intensitas Terapi Tawa pada Lansia
di UPT PSLU Jember
Hari/waktu Kegiatan
Hari 1 Pretest kelompok kontrol
Hari 2 Pretest kelompok terapi
Hari 3 Terapi Tawa
Hari 4 Terapi Tawa
Hari 5 Terapi Tawa
Hari 6 Terapi Tawa
Hari 7 Terapi Tawa
Hari 8 Terapi Tawa
Hari 9 Terapi Tawa
Hari 10 Posttest kelompok terapi
Hari 11 Posttest kelompok kontrol

3. Posttest

Penilaian kualitas tidur kembali dilakukan setelah peneliti selesai memberikan

intervensi pada kelompok terapi. Posstest dilakukan pada hari kesepuluh untuk

kelompok terapi dan hari kesebelas untuk kelompok kontrol. Seluruh hasil

penilaian kualitas tidur responden di dokumentasikan ke dalam lembar

observasi.

4.6.3 Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI terdiri dari 18 item yang

dinilai oleh individu dan 5 item tambahan yang dinilai oleh teman sekamar

(Buysee et al, 1988; Smyth, 2012). Item 1-4 merupakan pertanyaan terbuka

tentang kebiasaan individu tidur dan bangun, total waktu tidur, dan sleep latency

(menit). Item 5-18 menggunakan skala Likert, yaitu 0 = tidak selama satu bulan

terakhir, 1= kurang dari sekali seminggu, 2= sekali atau dua kali seminggu, 3=
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
63

tiga kali atau lebih dalam seminggu. Item 19 menggunakan skala Likert dalam

penilaian kualitas tidur secara keseluruhan, yaitu 0= sangat baik, 1= cukup baik,

2= cukup buruk, 3= sangat buruk. Item tambahan yang dinilai oleh teman sekamar

hanya digunakan untuk informasi klinis dan tidak ditabulasikan dalam penilaian

dari instrumen ini. Pada penelitian ini peneliti tidak menggunakan item tambahan

yang dinilai oleh teman sekamar. Delapan belas belas item pernyataan menilai

berbagai faktor yang berkaitan dengan tidur yang berkualitas dan dikelompokkan

dalam tujuh komponen, yang masing-masing memiliki skala 0-3. Ketujuh

komponen skor tersebut kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan skor global

dari PSQI yang memiliki jangkauan skor 0-21. Semakin tinggi skor global yang

didapat semakin buruk pula kualitas tidur individu tersebut (Buysse et al, 1988).

Tabel 4.3 Blue Print Kuisioner PSQI


Variabel Indikator Nomor Pertanyaan Jumlah
Kualitas tidur 1. Kualitas tidur subyektif 9 1
2. Latensi tidur 2, 5a 2
3. Durasi tidur 4 1
4. Efisiensi Kebiasaan tidur 1, 3 2
5. Gangguan tidur 5b-j 9
6. Penggunaan obat tidur 6 1
7. Daytime dysfunction 7,8 2
Jumlah 18

4.6.4 Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah ukuran sebagai petunjuk tingkat kesahihan suatu instrumen

atau alat ukur yang berguna sebagai indeks yang menunjukan alat ukur tersebut

dapat mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Uji reliabilitas adalah cara
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
64

untuk menguji alat dengan digunakan oleh orang dan yang waktu yang berbeda

apakah akan memperoleh hasil yang sama (Setiadi, 2007). Validitas adalah

keandalan instrumen dalam mengumpulkan data dimana instrumen harus dapat

mengukur apa yang seharusnya diukur yang lebih ditekankan pada alat ukur

(Nursalam, 2008). Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner

PSQI. Kuesioner PSQI kualitas tidur dipublikasikan pada tahun 1988 oleh

University of Pittsburgh dengan nilai Alpha Cronbach 0,83. Kuesioner PSQI

(Pittsburgh Sleep Quality Index) yang terdiri dari 7 komponen telah

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia serta diuji validitas realibilitas dengan

hasil Alpha Cronbach 0,753 oleh Maulida tahun 2011. Kuesioner PSQI yang

menggunakan bahasa Indonesia telah diakukan uji validitas oleh Arifin (2011)

terhadap 30 responden dengan hasil r tabel 0.361. Sedangkan untuk instrumen

SOP terapi tawa peneliti melakukan uji SOP yang diuji oleh tim penguji pada

tanggal 26 September 2016.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
65

4.6.5 Kerangka Operasional

Populasi
Seluruh Lansia di UPT PSLU Jember

Sampel
Lansia di UPT PSLU Jember yang memenuhi kriteria
Simple
Random
Sampling
Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol

Pretest Pretest
Penilaian kualitas tidur pada responden Penilaian kualitas tidur pada responden

Perlakuan: Terapi Tawa Aktivitas sesuai dengan kebiasaan


sehari-hari

Postest
Penilaian kualitas tidur pada responden

Analisa data menggunakan uji t dependen dan uji t independen

Kesimpulan hasil penelitian

Gambar 4.2 Kerangka Operasional


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
66

4.7 Pengolahan Data

4.7.1 Editing

Editing adalah penyuntingan atau kegiatan pengecekan pada hasil

wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan (Notoatmodjo, 2012).

Pmeriksaan yang dilakukan peneliti ini adalah memeriksa kelengkapan hasil

penilaian kualitas tidur pada lembar kuesioner kualitas tidur.

4.7.2 Coding

Coding merupakan pengklasifikasian jawaban-jawaban dari para responden

kedalam kategori tertentu dengan memberikan kode pada masing-masing jawaban

(Setiadi, 2007). Pengklasifikasian dilakukan dengan memberikan kode angka.

Pengkodean dilakukan pada data karakteristik responden yaitu jenis kelamin,

kategori kualitas tidur, dan pemberian terapi tawa.

a. Jenis kelamin

1) laki-laki diberi kode 1

2) perempuan diberi kode 2

b. Kategori kualitas tidur

1) baik diberi kode 1

2) buruk diberi kode 2

c. Terapi tawa

1) diberikan terapi tawa diberi kode 1

2) tidak diberikan terapi tawa diberi kode 2


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
67

4.7.3 Processing/Entry Data

Entry data merupakan proses pemasukan data yang diperoleh dari responden

ke dalam suatu program yang ada pada komputer dengan menggunakan kode

yang telah dirancang oleh peneliti (Notoatmodjo, 2012). Data hasil penelitian ini

berupa hasil penilaian kualitas tidur dan data yang sudah diberi kode. Entry data

menggunakan software atau perangkat lunak SPSS.

4.7.4 Cleaning

Cleaning merupakan proses pengecekkan ulang untuk mengetahui adanya

kemungkinan kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya,

kemudian akan dilakukan koreksi (Notoatmodjo, 2012). Proses cleaning

dilakukan dengan cara memeriksa kembali data dari 30 responden yang telah di

masukkan pada program SPSS.

4.8 Analisis Data

Analisis data adalah keseluruhan rangkaian pengolahan data berupa

pengelompokkan data berdasarkan variabel dan responden, mentabulasi data

berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang

diteliti, melakukan perhitungan menjawab rumusan masalah dan melakukan

perhitungan terhadap hipotesis yang dibuat (Sugiyono, 2014).


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
68

4.8.1 Analisis Univariat

Analisa deskriptif dilakukan untuk menjelaskan karakteristik setiap

variabel yang diteliti (Notoatmodjo, 2012). Analisis univariat bertujuan untuk

meringkas data dalam bentuk tabel atau grafik (Nursalam, 2008). Analisis

univariat pada penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik

responden. Bentuk analisis univariat disesuaikan dengan jenis datanya, untuk data

numerik seperti usia dan skor PSQI yang disajikan dalam bentuk mean atau rata-

rata, median, standar deviasi dan minimal-maksimal. Sedangkan untuk data

kategorik seperti jenis kelamin dan kualitas tidur disajikan dalam bentuk proporsi

atau persentase.

4.8.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan atau

korelasi antara dua variabel (Notoatmodjo, 2012). Uji normalitas dan uji

homogenitas dilakukan terlebih dahulu sebelum uji statistik. Uji normalitas

dilakukan untuk mengidentifikasi distribusi data normal atau tidak. Uji normalitas

yang digunakan adalah uji Saphiro wilk karena jumlah sampel kurang dari 50.

Jika nilai p > α (α =0,05) maka data dikatakan terdistribusi normal. Uji

homogenitas yang digunakan adalah uji levene’s dan data dikatakan homogen jika

p > α (α = 0,05).

Analisa inferensial yang digunakan adalah analisa parametrik berupa uji t

dependen (dependent t-test) dan uji t independen (independent t-test) dengan

syarat distribusi data normal. Jika dari hasil uji normalitas didapatkan distribusi

data tidak normal, maka analisa inferensial yang digunakan adalah analisa non-
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
69

parametrik yaitu uji Wilcoxon dan Mann-whitney. Tingkat kesalahan (α) yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Ha ditolak jika hasil yang diperoleh p

value > α dan Ha gagal ditolak jika p value ≤ α.

Tabel 4.4 Tabel Analisis Bivariat


No Tujuan Uji Statitik
1. Menganalisis perbedaan kualitas tidur lansia sebelum Uji wilcoxon
dan setelah terapi tawa pada kelompok terapi

2. Menganalisis perbedaan kualitas tidur lansia sebelum Uji t dependen


dan setelah terapi tawa pada kelompok kontrol

3. Menganalisis perbedaan kualitas tidur lansia sebelum Uji t independen


terapi tawa pada kelompok terapi dan kelompok kontrol

4. Menganalisis perbedaan kualitas tidur lansia setelah Uji mann-whitney


terapi tawa pada kelompok terapi dan kelompok kontrol

4.9 Etika Penelitian

Etika penelitian adalah pedoman etika yang diberlakukan pada setiap kegiatan

penelitian yang melibatkan baik peneliti, responden, maupun masyarakat yang

akan memperoleh hasil dari penelitian. Etika penelitian juga mencakup perlakuan

peneliti terhadap subjek penelitian dan sesuatu yang dihasilkan oleh peneliti bagi

masyarakat (Notoatmodjo, 2012).

4.9.1 Lembar Persetujuan Penelitian (Informed Consent)

Informed consent merupakan memberikan informasi yang lengkap terkait

tujuan penelitian, pengumpulan data, dan potensi bahaya serta manfaat dari

intervensi yang dilakukan (Potter dan Perry, 2005). Prinsip dari informed consent
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
70

adalah menghargai hak dari subyek untuk bebas memilih berpartisipasi atau

menolak menjadi responden (Nursalam, 2008).

Peneliti memberikan lembar informed kepada responden yang berisi

informasi mengenai penelitian yang akan dilakukan. Informasi tersebut

menjelaskan tujuan dilakukannya penelitian, manfaat serta dampak dari penelitian

tersebut kepada responden. Peneliti juga memberikan penjelasan kepada

responden bahwa responden memiliki hak untuk ikut berpartisipasi dalam

penelitian atau menolak untuk mengikuti kegiatan penelitian. Selain itu dalam

lembar informed peneliti juga menjelaskan bahwa data yang diperoleh dari

responden akan digunakan untuk pengembangan ilmu. Jika responden bersedia

mengikuti penelitian maka responden diminta menandatangai lembar consent

yang diberikan.

4.9.2 Kerahasiaan (confidentialy)

Responden penelitian memiliki hak untuk meminta agar data yang diberikan

harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia

(confidentiality) (Nursalam, 2008). Peneliti memiliki kewajiban untuk menjaga

kerahasiaan informasi responden selama proses penelitian hingga penelitian

selesai. Peneliti tidak menyebarluaskan informasi yang didapatkan kepada orang

lain dan tidak digunakan untuk hal-hal yang dapat merugikan responden kecuali

untuk pengembangan ilmu. Peneliti merahasiakan identitas responden dengan

menggunakan kode tertentu pada lembar observasi maupun dokumentasi hasil

penelitian.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
71

4.9.3 Keadilan (Justice)

Responden penelitian berhak untuk diperlakukan secara adil baik sebelum,

selama dan sesudah partisipasinya dalam penelitian tanpa adanya tekanan dari

peneliti apabila responden tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian

(Nursalam, 2008). Responden penelitian memperoleh perlakuan yang sama tanpa

membedakan suku, gender, agama, etnis, dan sebagainya. Peneliti memberikan

reinforcement positif kepada semua responden atas kerjasama yang telah

dilakukan. Peneliti juga akan memberikan terapi tawa kepada kelompok kontrol di

akhir penelitian.

4.9.4 Kemanfaatan (Beneficiency)

Asas kemanfaatan memerlukan pertimbangan peneliti dalam hal resiko

dan keuntungan yang berakibat pada subjek (Nursalam, 2008). Peneliti

menjelaskan manfaat dari diberikannya terapi tawa pada responden. Penelitian ini

dilakukan karena memiliki manfaat yang lebih besar daripada risiko yang akan

terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh terapi

tawa terhadap kualitas tidur lansia di UPT PSLU Jember. Kegiatan yang

berlangsung pada penelitian ini telah mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan

sehingga mendapatkan hasil yang bermanfaat dan tidak membahayakan

responden.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
72

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Jember

merupakan Unit Pelayanan Teknis yang berada di bawah Dinas Sosial Propinsi

Jawa Timur dan merupakan pelayanan sosial lanjut usia satu-satunya yang berada

di Kabupaten Jember yang terletak di Jalan Moch Seruji No. 06 Kasiyan

Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Tujuan didirikan UPT PSLU Jember adalah

membuat lansia dapat menikmati hari tuanya dengan aman, tentram dan sejahtera,

memenuhi kebutuhan lanjut usia baik jasmani maupun rohani, menciptakan

jaringan kerja pelayanan lanjut usia dan mewujudkan kualitas pelayanan.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 119 Tahun 2008

Tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur,

Uraian Tugas dan Fungsi Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut

mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Sosial dibidang

Penyantunan, Rehabilitasi, Bantuan, Bimbingan, Pengembangan dan

Resosialisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut UPT PSLU Jember mempunyai

fungsi untuk melaksanaan penyantunan dan rehabilitasi, melaksanaan penyaluran

dan pembinaan lanjut, melaksanaan praktek pekerjaan sosial dibidang rehabilitasi

sosial lanjut usia terlantar, melaksanaan ketatausahaan, dan melaksanaan tugas-

tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
73

5.1.1 Hasil Penelitian

Jumlah petugas yang ada di UPT PSLU Jember adalah 40 orang dan jumlah

tenaga kesehatan adalah tiga orang. UPT PSLU Jember juga memiliki klinik

perawatan untuk melakukan pengobatan primer kepada lansia yang mengalami

masalah kesehatan. Jumlah lansia yang berada di UPT PSLU Jember adalah

sebanyak 140 orang lansia dengan jumlah wisma yang adaadalah sebanyak

sembilan wisma yang terdiri dari enam wisma untuk kategori lansia perawatan

mandiri, dua wisma untuk kategori lansia partial care dan satuwisma untuk

kategori lansia total care.

Setiap harinya lansia yang tinggal di UPT PSLU Jember melakukan

kegiatan rutin yang diadakan oleh pihak PSLU, seperti kerja bakti, senam lansia,

bimbingan kerohanian dan konseling, serta keterampilan. Setiap lansia yang sehat

diwajibkan untuk mengikuti kegiatan tersebut. Kegiatan kerja bakti umumnya

dilakukan oleh lansia laki-laki, sedangkan lansia perempuan biasanya melakukan

kegiatan keterampilan seperti membuat bros, taplak meja dan kemoceng.

Kebutuhan harian lansia seluruhnya dipenuhi oleh pihak UPT PSLU

Jember, seperti pakaian, makan, minum, alat mandi, dan kesehatan.Ketika lansia

ingin memenuhi kebutuhan tambahannya maka lansia harus mencukupinya

sendiri. Usaha-usaha yang dilakukan lansia untuk memenuhi kebutuhannya adalah

dengan cara memanfaatkan keterampilan yang telah diajarkan. Lansia laki-laki

biasanya membuat tempat ikan dan lansia perempuan ada yang membuat bros,

sapu ataupun kemoceng. Hasil dari keterampilan lansia ini kemudian dijual dan

uangnya digunakan oleh lansia untuk memenuhi kebutuhan tambahannya. Lansia


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
74

mulai beraktivitas dari pagi yang diawali oleh kegiatan rutin dari UPT PSLU yang

dilanjutkan oleh kegiatan-kegiatan bebas. Sore harinya lansia menimba air di

sumur yang digunakan untuk mandi ataupun keperluan lainnya. Pada lansia laki-

laki juga menggambarkan kegiatan yang lebih banyak dilakukan bisa

mengakibatkan kelelahan dan juga akan berdampak pada kualitas tidurnya.

Kegiatan harian lansia di UPT PSLU menjadi kurang maksimal manfaatnya

karena lansia kurang maksimal dalam melaksanakan kegiatan harian tersebut.

Misalnya untuk senam, tidak jarang lansia yang tidak mengikuti senam, kemudian

lansia yang mengikuti senam terkadang kurang serius dalam melakukan gerakan-

gerakan senam sehingga manfaat yang didapat kurang maksimal. Dan tidak semua

lansia dapat membuat ketrampilan seperti membuat bros, kemoceng, ataupun

taplak meja. Jika dilakukan dengan maksimal kegiatan-kegiatan harian di UPT

PSLU dapat mengatasi gangguan kalitas tidur pada lansia.

5.1.2 Karakteristik Responden

Karakteristik responden terdiri atas usia dan jenis kelamin. Karakteristik

responden di UPT PSLU Jember yang menjadi responden disajikan pada tabel 5.1

dan tabel 5.2.

Tabel 5.1 Karakteristik Lansia Berdasarkan Usia di UPT PSLU Jember (n:30)
Mean Median Minimum-
Variabel SD
Maksimum
Usia (tahun)
Kelompok Terapi Tawa 68,60 68,00 3,757 61-75
Kelompok Kontrol 67,60 68,00 4,050 62-75
Total (n=30) 68,10 68.00 3,872 61-75
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
75

Tabel 5.1 didapatkan rata-rata usia responden pada penelitian ini adalah

68,10 tahun. Rata-rata usia responden pada kelompok terapi tawa adalah 68,60.

Rata- rata usia responden pada kelompok kontrol adalah 67,60. Data karakteristik

responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Karakteristik Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin di UPT PSLU Jember
(n:30)
Kelompok Terapi Kelompok Kontrol Total
Karakteristik Jumlah Jumlah Jumlah
(%) (%) (%)
(orang) (orang) (orang)
Jenis Kelamin
Laki-laki 9 60% 10 66,7% 19 63,3%
Perempuan 6 40% 5 33,3% 11 36,7%
Sumber: Data Primer, Oktober 2016

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui karakteristik responden berdasarkan jenis

kelamin. Jenis kelamin responden didominasi oleh laki-laki yaitu total 19 orang,

pada kelompok terapi sejumlah sembilan orang (60%) dan pada kelompok kontrol

sejumlah sepuluh orang (66,7%).

5.1.3 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada Kelompok

Terapi

Hasil penilaian kualitas tidur lansia sebelum dan setelah diberikan terapi

tawa pada kelompok terapi diperoleh dari hasil nilai kuesioner PSQI yang

dilaksanakan pada saat pretest dan posttest. Tabel 5.3 berikut ini memberikan

gambaran kualitas tidur lansia.

Tabel 5.3 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada Kelompok
Perlakuan di UPT PSLU Jember (n:30)
Mean Median Minimum-
Variabel SD
Maksimum
Kualitas tidur pretest 11,80 12,00 1,320 9-14
Kualitas tidur posstest 3,13 3,00 0,604 2-4
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
76

Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan nilai rata-rata kualitas tidur sebelum terapi

tawa adalah 11,80. Nilai rata-rata setelah dilakukan terapi tawa adalah 3,13.

Data rincian nilai dan selisih hasil kualitas tidur responden kelompok terapi

dapat dilihat pada tabel 5.4, 5.5, dan 5.6.

Tabel 5.4 Nilai PSQI Lansia Sebelum Terapi Tawa pada Kelompok Terapi
Kualitas Tidur
Jenis Kelamin Baik Buruk
Jumlah (f) Persentase (%) Jumlah (f) Persentase (%)
Laki-laki 9 0 9 100
Perempuan 6 0 6 100
Total 15 0 15 100
Sumber: Data Primer, Oktober 2016

Tabel 5.5 Nilai PSQI Lansia Setelah Terapi Tawa pada Kelompok Terapi
Kualitas Tidur
Jenis Kelamin Baik Buruk
Jumlah (f) Persentase (%) Jumlah (f) Persentase (%)
Laki-laki 9 100 9 0
Perempuan 6 100 6 0
Total 15 100 15 0
Sumber: Data Primer, Oktober 2016

Berdasarkan tabel 5.4 dan 5.5 diketahui jumlah lansia laki-laki sebelum

diberikan terapi tawa pada kelompok terapi yaitu sembilan orang dengan

persentase kualitas tidur buruk yaitu 100% dan jumlah lansia perempuan yaitu

enam orang dengan persentase kualitas tidur buruk yaitu 100%. Setelah diberikan

terapi tawa persentase kualitas tidur lansia laki yaitu baik sebesar 100 %, dan

kualitas tidur lansia perempuan yaitu baik sebesar 100% yang berarti kualitas

tidur lansia laki-laki dan perempuan pada kelompok terapi setelah diberikan terapi

tawa mengalami peningkatan.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
77

Tabel 5.6 Selisih Kualitas Tidur Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada
Kelompok Perlakuan di UPT PSLU (n:15)
Terapi Tawa Difference
Kode
(∆)
Responden Sebelum Kategori Setelah Kategori
T1 13 Buruk 4 Baik 9
T2 11 Buruk 4 Baik 7
T3 14 Buruk 3 Baik 11
T4 13 Buruk 4 Baik 9
T5 9 Buruk 3 Baik 6
T6 10 Buruk 3 Baik 7
T7 12 Buruk 3 Baik 9
T8 12 Buruk 3 Baik 9
T9 11 Buruk 2 Baik 9
T10 12 Buruk 2 Baik 10
T11 13 Buruk 3 Baik 10
T12 11 Buruk 3 Baik 8
T13 13 Buruk 4 Baik 9
T14 12 Buruk 3 Baik 9
T15 11 Buruk 3 Baik 8
Mean 11,80 3,13 8,66
Sumber: Data Primer, Oktober 2016

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui nilai rata-rata kualitas tidur sebelum terapi

tawa adalah 11,80 dan rata-rata setelah dilakukan terapi tawa adalah 3,13. Selisih

dari hasil penilaian kualitas tidur antara pretest dan posttest adalah 8,66. Nilai

kualitas tidur pada kelompok terapi mengalami penurunan yang berarti kualitas

tidur responden semakin baik. Nilai difference (∆) diperoleh dari hasil

pengurangan antara hasil pretest dan posttest.

5.1.4 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada Kelompok

Kontrol

Hasil penilaian kualitas tidur lansia sebelum dan setelah diberikan terapi

tawa pada kelompok kontrol diperoleh dari hasil nilai kuesioner PSQI yang

dilaksanakan pada saat pretest dan posttest. Tabel 5.7 berikut ini memberikan

gambaran kualitas tidur lansia.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
78

Tabel 5.7 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada Kelompok
Kontrol di UPT PSLU Jember (n:30)
Mean Median Minimum-
Variabel SD
Maksimum
Kualitas tidur pretest 12,07 12,00 2,374 9-16
Kualitas tidur posttest 12,27 12,00 2,219 9-16
Sumber: Data Primer, Oktober 2016

Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan nilai rata-rata kualitas tidur sebelum

diberikan terapi tawa adalah 12,17 dan nilai rata-rata kualitas tidur setelah

diberikan terapi tawa adalah 12,27.

Data rincian nilai dan selisih hasil kualitas tidur responden kelompok terapi

dapat dilihat pada tabel 5.8, 5.9, dan 5.10.

Tabel 5.8 Nilai PSQI Lansia Sebelum Terapi Tawa pada Kelompok Kontrol
Kualitas Tidur
Jenis Kelamin Baik Buruk
Jumlah (f) Persentase (%) Jumlah (f) Persentase (%)
Laki-laki 10 0 10 100
Perempuan 5 0 5 100
Total 15 0 15 100
Sumber: Data Primer, Oktober 2016

Tabel 5.9 Nilai PSQI Lansia Setelah Terapi Tawa pada Kelompok Kontrol
Kualitas Tidur
Jenis Kelamin Baik Buruk
Jumlah (f) Persentase (%) Jumlah (f) Persentase (%)
Laki-laki 10 0 10 100
Perempuan 5 0 5 100
Total 15 0 15 100
Sumber: Data Primer, Oktober 2016

Berdasarkan tabel 5.8 dan 5.9 diketahui jumlah lansia laki-laki sebelum

diberikan terapi tawa pada kelompok terapi yaitu sepuluh orang dengan persentase

kualitas tidur buruk yaitu 100% dan jumlah lansia perempuan yaitu lima orang

dengan persentase kualitas tidur buruk yaitu 100%. Setelah terapi tawa persentase
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
79

kualitas tidur lansia laki yaitu buruk sebesar 100 %, dan kualitas tidur lansia

perempuan yaitu buruk sebesar 100% yang berarti kualitas tidur lansia laki-laki

dan perempuan pada kelompok kontrol setelah terapi tawa adalah tetap.

Tabel 5.10 Selisih Kualitas Tidur Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada
Kelompok Kontrol di UPT PSLU Jember (n:15)
Terapi Tawa Difference
Kode
(∆)
Responden Sebelum Kategori Setelah Kategori
K1 12 Buruk 12 Buruk 0
K2 15 Buruk 15 Buruk 0
K3 9 Buruk 10 Buruk -1
K4 12 Buruk 12 Buruk 0
K5 13 Buruk 13 Buruk 0
K6 9 Buruk 9 Buruk 0
K7 14 Buruk 14 Buruk 0
K8 11 Buruk 12 Buruk -1
K9 10 Buruk 10 Buruk 0
K10 12 Buruk 12 Buruk 0
K11 14 Buruk 14 Buruk 0
K12 10 Buruk 11 Buruk -1
K13 16 Buruk 16 Buruk 0
K14 15 Buruk 15 Buruk 0
K15 9 Buruk 9 Buruk 0
Mean 12,07 12,27 -0.2
Sumber: Data Primer, Oktober 2016

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui nilai rata-rata kualitas tidur sebelum terapi

tawa adalah 12,07 dan rata-rata setelah dilakukan terapi tawa adalah 12,27. Selisih

dari hasil penilaian kualitas tidur antara pretest dan posttest adalah -0,2. Nilai

kualitas tidur pada kelompok kontrol mengalami peningkatan yang berarti kualitas

tidur responden semakin buruk. Nilai difference (∆) diperoleh dari hasil

pengurangan antara hasil pretest dan posttest.

5.1.5 Uji Normalitas dan Homogenitas

Uji normalitas dan homogenitas perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum

dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui persebaran data dan homogenitas


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
80

data kualitas tidur lansia pretest dan posttest pada kelompok terapi dan kontrol.

Uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk (sampel ≤ 50) dan data dikatakan

terdistribusi normal jika p > α (α=0,05). Hasil analisis uji normalitas data dapat

dilihat pada tabel 5.11

Tabel 5.11 Analisis Uji Normalitas Kualitas Tidur Lansia Sebelum Dan Setelah
Terapi Tawa pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol di
UPT PSLU Jember
Kelompok Variabel P Value Anaisis
Kelompok Terapi a. Sebelum 0,442 Normal
b. Setelah 0,003 Tidak normal
Kelompok Kontrol a. Sebelum 0,246 Normal
b. Setelah 0,484 Normal
Sumber: Data Primer, Oktober 2016

Tabel 5.11 didapatkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji

Shapiro Wilk menunjukkan data pada kelompok terapi kualitas tidur lansia

sebelum terapi tawa memiliki nilai p value = 0,442 < α (α =0,05), berarti ditribusi

data normal. Kualitas tidur lansia setelah terapi tawa pada kelompok terapi

memiliki nilai p value = 0,003 > α (α =0,05), berarti distribusi data tidak normal.

Kualitas tidur lansia sebelum terapi tawa pada kelompok kontrol memiliki

nilai p value = 0,246 < α (α =0,05), berarti ditribusi data normal. Kualitas tidur

lansia setelah terapi tawa pada kelompok kontrol memiliki nilai p value = 0,484 <

α (α =0,05), berarti ditribusi data normal

Tabel 5.12 Hasil Uji Homogenitas dengan Levene’s Test


Variabel P Value Analisis
Pretest Kelompok Kontrol
Pretest Kelompok Terapi 0,024 Tidak Homogen
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
81

Pada tabel 5.12 menunjukkan bahwa nilai p value variabel pretest kelompok

terapi dan pretest kelompok kontrol adalah 0,024. Hal ini menunjukkan p value >

α (α = 0,05) yang berarti bahwa data bersifat tidak homogen.

5.1.6 Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Diberikan Terapi

tawa pada Kelompok Perlakuan

Perbedaan kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi tawa

pada kelompok terapi diuji menggunakan uji wilcoxon yang disajikan pada tabel

5.13.

Tabel 5.13 Hasil Uji Wilcoxon Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi
Tawa pada Kelompok Perlakuan di UPT PSLU Jember (n=15)
Variabel Turun Tetap Naik p Value
Kelompok Terapi (n=15)
Pretest
15 0 0 0,001
Posttest
Sumber: Data Primer, Oktober 2016

Berdasarkan tabel 5.13 didapatkan hasil uji statistik menggunakan uji

Wilcoxon, p value = 0,001< α (α =0,05), maka ada perbedaan yang signifikan

antara nilai kualitas tidur pretest dan posttest kelompok terapi setelah

dilakukannya terapi tawa. Seluruh responden mengalami penurunan nilai kualitas

tidur yang berarti kualitas tidur responden membaik.

5.1.7 Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum Dan Sesudah Diberikan Terapi

tawa pada Kelompok Kontrol

Perbedaan kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi tawa

pada kelompok kontrol diuji menggunakan uji t dependen yang disajikan pada

tabel 5.14.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
82

Tabel 5.14 Hasil Uji T Dependen Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah
Terapi Tawa pada Kelompok Kontrol di UPT PSLU Jember (n=15)

Variabel Mean SD P Value


Kelompok Kontrol
Pretest -0,2 0,414 0,082
Posttest
Sumber: Data Primer, Oktober 2016

Berdasarkan tabel 5.14 didapat hasil uji statistik menggunakan uji t

dependen menunjukkan perbedaan rata-rata nilai kualitas tidur sebelum dan

setelah terapi tawa pada kelompok kontrol adalah -0,2. P value = 0,082 > α (α=

0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan nilai kualitas

tidur pretest dan posttest kelompok kontrol setelah dilakukannya terapi tawa.

5.1.8 Perbedaan Kualitas Tidur Sebelum Terapi Tawa pada Kelomok Perlakuan

dan Kelompok Kontrol

Perbedaan kualitas tidur lansia sebelum diberikan terapi tawa pada

kelompok terapi dan kelompok kontrol diuji menggunakan uji t independen yang

disajikan pada tabel 5.15

Tabel 5.15 Hasil Uji T Independen Kualitas Tidur Lansia Sebelum Terapi Tawa
pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol di UPT PSLU
Jember (n=30)
Variabel p Value
Kualitas Tidur Sebelum Terapi
Kelompok Terapi
0,707
Kelompok Kontrol
Sumber: Data Primer, Oktober 2016

Berdasarkan tabel 5.15 diketahui hasil uji statistik menggunakan uji t

independen menunjukkan bahwa p value pada variabel kualitas tidur sebelum

terapi pada kelompok terapi dan kelompok kontrol, yaitu p value = 0,707> α (α=
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
83

0,05), maka artinya tidak terdapat perbedaan signifikan pada kualitas tidur

sebelum terapi pada kelompok terapi dan kelompok kontrol.

5.1.9 Perbedaan Kualitas Tidur Setelah Terapi Tawa pada Kelomok Perlakuan

dan Kelompok Kontrol

Perbedaan kualitas tidur lansia setelah diberikan terapi tawa pada kelompok

terapi dan kelompok kontrol diuji menggunakan uji mann-whitney yang disajikan

pada tabel 5.16

Tabel 5.16 Hasil Uji Mann- Whitney Kualitas Tidur Lansia Setelah Terapi Tawa
pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol di UPT PSLU
Jember (n=30)
Variabel p Value
Kualitas Tidur Setelah Terapi
Kelompok Terapi
0,000
Kelompok Kontrol
Sumber: Data Primer, Oktober 2016

Berdasarkan tabel 5.16 diketahui hasil uji statistik menggunakan mann-

whitney menunjukkan bahwa p value pada variabel kualitas tidur setelah terapi

pada kelompok terapi dan kelompok kontrol, yaitu p value = 0,000< α (α= 0,05),

maka artinya terdapat perbedaan signifikan pada kualitas tidur setelah terapi pada

kelompok terapi dan kelompok kontrol.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
84

5.2 Pembahasan

5.2.1 Karakteristik Lansia di UPT PSLU Jember

a. Karateristik Berdasarkan Usia

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan rata-rata usia

responden pada penelitian ini adalah 68,10 tahun. Rata-rata usia responden pada

kelompok terapi perlakuan adalah 68,60 tahun. Rata- rata usia responden pada

kelompok kontrol adalah 67,60. Faktor usia merupakan faktor terpenting yang

berpengaruh terhadap kualitas tidur. Meningkatnya keluhan terhadap kualitas

tidur terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Usia di atas 60 tahun terjadi

proses penuaan secara alamiah yang menimbulkan masalah fisik, mental, sosial,

ekonomi, dan psikologis. Lansia yang sehat sering mengalami perubahan pada

pola tidurnya yaitu memerlukan waktu yang lama untuk dapat tidur. Mereka

menyadari lebih sering terbangun dan hanya sedikit waktu yang dapat digunakan

untuk tahap tidur dalam sehingga mereka tidak puas terhadap kualitas tidurnya

(Nugroho, 2008).

Menurut Hidayat (2008) sering terjadinya kurang tidur dapat mengganggu

kesehatan fisik maupun psikis. Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda,

lansia membutuhkan waktu tidur 6-7 jam perhari. Lansia menghabiskan lebih

banyak waktu di tempat tidur, tetapi lansia sering mengeluh terbangun pada

malam hari, memiliki waktu tidur kurang total, dan mengambil tidur siang lebih

banyak. Seringnya lansia terbangun pada malam hari menyebabkan terjadi

peningkatan lama tidur siang pada lansia (Perry&Potter, 2005a). Bertambahnya

usia dapat mempengaruhi penurunan kebutuhan tidur. Usia 12 tahun kebutuhan


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
85

untuk tidur adalah 9 jam, usia 20 tahun berkurang menjadi 8 jam, usia 40 tahun

menjadi 7 jam, 6,5 jam pada usia 60 tahun, dan 6 jam pada usia 80 tahun

(Prayitno, 2002).

Hasil penelitian dari 30 lansia di UPT PSLU, 25 lansia tidur 3-4 jam setiap

malamnya, sedangkan lima lansia lainnya tidur lima jam tiap malamnya. Seluruh

lansia membutuhkan waktu ±15-30 menit untuk memulai tidurnya. Pada malam

hari lansia sering terbangun karena pergi kekamar mandi, merasa dingin maupun

panas, mendengar dengkuran dari teman sekamar, dan juga lansia pada malam

hari lansia sering merasakan nyeri. Siang hari lansia sering merasakan kantuk saat

beraktifitas, tetapi jika hendak beristirahat lansia tidak dapat tertidur.

Perubahan pola tidur lansia disebabkan perubahan sistem neurologis yang

secara fisiologis akan mengalami penurunan jumlah dan ukuran neuron pada

sistem saraf pusat. Hal ini mengakibatkan fungsi dari neurotransmiter pada sistem

neurologi menurun, sehingga distribusi norepinefrin yang merupakan zat untuk

merangsang tidur juga akan menurun. Lansia yang mengalami perubahan

fisiologis pada sistem neurologis menyebabkan gangguan tidur (Potter & Perry,

2005). Perubahan fisiologis pada sistem neurologis akibat penuaan adalah jumlah

neuron pada nervus mulai berkurang. Neuron tersebut tidak beregenerasi.

Penurunan jumlah neuron menyebabkan perubahan fungsi. Perubahan dapat

mempengaruhi indra yang berakibat tidak terkoordinasinya sistem motorik.

Perubahan jumlah neuron dalam sistem saraf pusat (SSP) mampengaruhi

pengaturan tidur sehingga dapat mengakibatkan perubahan pola tidur lansia.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
86

Kerusakan sensorik akibat penuaan dapat mempengaruhi sensitivitas terhadap

waktu yang mempertahankan irama sirkardian (Potter & Perry, 2005a:736).

Penurunan jumlah nervus akan mengakibatkan neuron Suprachiasmatic

Nucleus (SCN) fotoreseptor tidak teraktivasi. Pineal gland dirangsang oleh SCN

untuk mensekresikan melatonin (Galimi, 2010). Melatonin berfungsi mengontrol

sirkadian tidur dan disekresi terutama pada malam hari. Sekresi melatonin akan

berkurang jika terpajan dengan cahaya terang (Guyton & Hall, 2007). Hormon

melatonin akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Penurunan hormon

ini akan berpengaruh terhadap proses tidur lansia, bahkan pola tidur pada lansia

bisa berubah dari kondisi yang normal karena kesulitan tidur sehubungan dengan

penurunan produksi serotonin dan melatonin (Guyton & Hall, 2007). Suatu studi

metaanalisis pada 2011 juga menyebutkan adanya penurunan kadar serotonin dan

melatonin menyebabkan terjadinya gangguan irama sirkadian, terganggunya tidur

malam hari, kelelahan pada siang hari, dan meningkatnya kepekaan terhadap nyeri

(Mahdi, Fatima, Das, dan Verma, 2011).

Tertawa dalam 5-10 menit dapat merangsang pengeluaran endorphine dan

serotonin, yaitu sejenis morfin alami tubuh dan juga melatonin (Astuti, 2011

dalam Christianto 2015). Serotonin merupakan suatu neurotransmitter yang

memodulasi aktivitas neural dan memiliki aktivitas yang mempengaruhi berbagai

proses neuropsikologis, antara lain suasana hati, memori, respons stress, modulasi

nyeri, dan pengaturan siklus tidur (Berger dkk, 2009). Terapi tawa (laughter

therapy) dapat mengaktivasi hipotalamus yang akan menghambat pengeluaran

Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang akan menurunkan sekresi ACTH


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
87

dan kadar kortisol dalam darah. Sekresi ACTH yang menurun akan merangsang

peningkatan produksi serotonin dan endorfin otak yang mengakibatkan perasaan

yang nyaman rileks, dan senang (Simanungkalit & Pasaribu, 2007; Kataria, 2004).

Saat tertawa akan terjadi rangsangan efektif pada sebagian besar otot mulut.

Saat mulut terbuka dan tertutup ini, ada suatu dorangan untuk mengisap udara

yang cukup, sehingga dapat menangkap lebih banyak oksigen. Oksigen ini akan

dialirkan ke seluruh tubuh dalam jumlah yang lebih banyak. Jumlah oksigen yang

cukup banyak dalam sistem peredaran darah mempengaruhi pengeluaran

neurotransmitter yakni hormone serotonin, endofrin dan melatonin yang

membawa keadaan emosi dan perasaan keseluruh bagian tubuh (Ruspawan &

Wulandari, 2011).

b. Karateristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan jenis kelamin

responden pada kelompok terapi dan kelompok kontrol didominasi oleh laki-laki,

yaitu sebanyak 19 (63,3%) orang dan jumlah responden perempuan adalah 11

(36,7%) orang. Menurut Potter & Perry (2005b) jenis kelamin adalah status

gender dari seseorang yaitu laki-laki dan perempuan. Secara psikologis wanita

memiliki mekanisme koping yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki

dalam mengatasi suatu masalah. Dengan adanya gangguan secara fisik maupun

secara psikologis tersebut maka wanita akan mengalami suatu kecemasan. Jika

kecemasan itu berlanjut maka akan mengakibatkan lansia perempuan lebih sering

mengalami kejadian gangguan tidur dibandingkan dengan laki-laki.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
88

Hasil penelitian dari 19 lansia laki-laki mereka memiliki kualitas tidur

yang kurang baik. Lansia laki-laki memulai tidur pada pukul 24.00-01.00 dan

terbangun pada pukul 04.00 yang berarti waktu tidur malam pada lansia laki-laki

hanya 3-4 jam setiap malamnya. Hal tersebut dikarenakan kelelahan karena lansia

laki-laki memiliki kemampuan mobilisasi yang lebih baik daripada lansia

perempuan. Lansia laki-laki sering berkunjung ke wisma lainnya. Lansia laki-laki

juga melakukan kegiatan diluar kegiatan rutin yang telah ditetapkan oleh petugas

PSLU misalnya berkebun. Sedangkan dari 11 lansia perempuan mereka memulai

tidur pada pukul 23.00 dan terbangun pada pukul 02.00 yang berarti waktu tidur

lansia perempuan hanya 3 jam setiap malamnya. Dibutuhkan waktu ±15-30 menit

untuk memulai tidur pada lansia laki-laki maupun perempuan.

UPT PSLU Jember memiliki kegiatan-kegiatan rutin yang dilaksanakan

setiap harinya. Selain kegiatan rutin yang diadakan, lansia juga memiliki kegiatan

lain yang biasa dilakukan setelah kegiatan rutin dilakukan. Lansia laki-laki

biasanya memiliki kegiatan seperti kerja bakti dan berkebun, sedangkan lansia

perempuan mempunyai kegiatan membuat kerajinan tangan, tetapi tidak semua

lansia perempuan membuat kerajinan tangan. Lansia laki-laki mempunyai

kemampuan mobilisasi yang lebih baik daripada lansia perempuan. Lansia laki-

laki sering berkunjung ke wisma lainnya. Lansia perempuan lebih banyak

berkumpul dengan lansia sewisma dan bahkan ada lansia perempuan yang hanya

berdiam diri dikamar dan bersosialisasi hanya dengan teman sekamar hal ini

terjadi karena gangguan fungsional misalnya badan menjadi bungkuk,


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
89

brkurangnya pendengaran, penglihatan kabur sehingga sering menimbulkan

keterasingan (Azizah, 2011)

Keadaan ini bisa menggambarkan kondisi kesehatan psikologis lansia

perempuan seperti stres yang bisa terjadi karena keterasingan sehingga berdampak

kepada kualitas tidurnya. Stres adalah reaksi tubuh terhadap sesuatu yang

menimbulkan tekanan, perubahan dan ketegangan emosi (Sunaryo dalam Subakti,

2008). Lansia yang mengalami stres atau cemas kadar hormon katekolaminnya

akan meningkat dalam darah yang akan mengaktivasi sistem saraf simpatis

sehingga seseorang akan terus terjaga. Aktifnya saraf simpatis membuat lansia

tidak dapat santai atau rileks sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk

(Kadir, 2012 ;Simanungkalit & Pasaribu, 2007).

Pada lansia laki-laki juga menggambarkan kegiatan yang lebih banyak

dilakukan bisa mengakibatkan kelelahan dan juga akan berdampak pada kualitas

tidurnya. Kelelahan akan berpengaruh terhadap pola tidur seseorang.Semakin

lelah seseorang maka akan semakin pendek tidur REMnya. Kondisi lelah dapat

menyebabkan seseorang merasa seolah-olah bangun saat tidur dan tidak

mendapatkan tidur yang dalam (Martin dkk., 2000).

5.2.2 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Diberikan Terapi Tawa pada

Kelompok Perlakuan

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukkan nilai rata-rata

kualitas tidur sebelum terapi tawa adalah 11,80. Nilai rata-rata setelah dilakukan

terapi tawa adalah 3,13. Hasil penelitian terkait status kualitas tidur lansia sebelum
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
90

diberikan terapi tawa menunjukkan seluruh lansia yang menjadi responden

penelitian memiliki kualitas tidur buruk. Kualitas tidur dikatakan baik apabila

seseorang tidak menunjukkan tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami

masalah tidur. Tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda

psikologis. Tanda fisik kekurangan tidur yaitu terlihat area gelap di sekitar mata,

konjungtiva berwarna kemerahan, bengkak di kelopak mata dan mata cekung,

kantuk yang berlebihan ditandai dengan seringkali menguap, tidak mampu untuk

berkonsentrasi, dan adanya tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual,

dan pusing. Tanda psikologis dari kekurangan tidur meliputi apatis dan respon

menurun, menarik diri, daya ingat berkurang, bingung, halusinasi, ilusi

penglihatan atau pendengaran dan kemampuan memberikan pertimbangan atau

keputusan menurun (Hidayat dalam Sagala, 2011).

Seiring dengan bertambahnya usia keluhan kualitas tidur semakin

meningkat. Pada kelompok usia 60 tahun didapatkan 7% mengeluhkan masalah

tidur yaitu hanya dapat tidur tidak lebih dari lima jam sehari. Kelompok lansia 70

tahun ditemukan 22% mengeluh terbangun lebih awal dan 30% mengeluh banyak

yang terbangun di malam hari (Nugroho, 2008). Faktor yang mempengaruhi

gangguan tidur adalah faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik

antara lain lingkungan yang kurang tenang, sedangkan faktor intrinsik dibagi

menjadi dua yaitu organik dan psikogenik. Nyeri, gatal, kram betis, sindrom

tungkai bergerak, dan sakit gigi merupakan faktor organik. Faktor psikogenik

yaitu depresi, kecemasan, stres, marah yang tidak tersalurkan, dan iritabilitas

(Nurgroho, 2008). Proses penuaan membuat lansia lebih mudah mengalami


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
91

gangguan tidur, selain mengakibatkan perubahan normal pada pola tidur dan

istirahat lansia (Maas, 2011). Secara individu, pengaruh proses menua juga

menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, biologis mental maupun sosial

ekonomi (Maas, 2011).

Berdasarkan tabel 5.13 didapatkan hasil uji statistik menggunakan uji

Wilcoxon, p value = 0,001< α (α =0,05), maka ada perbedaan yang signifikan

pada hasil pretest dan posttest kelompok terapi setelah dilakukannya terapi tawa.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2014)

mendapatkan hasil mayoritas lansia di PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur yang

memiliki insomnia yaitu masuk dalam kategori insomnia sedang sebanyak 6 orang

(42,9%) dan pada kategori insomnia berat sebanyak 8 orang (57,1%). Setelah

dilakukan terapi tawa didapatkan kejadian insomnia menurun yaitu lansia dalam

kategori tidak insomnia terdapat sebanyak 4 orang (28,6%), pada kategori

insomnia ringan sebanyak 8 orang (57,2%), dan pada insomnia sedang terdapat 2

orang (14,3%).

Terapi tawa adalah terapi dengan menggunakan tawa. Terapi tawa dapat

membantu seseorang untuk menyelesaikan masalah fisik maupun mental.

Penggunaan tawa dalam terapi ini akan menghasilkan pereda stres dan rasa sakit.

Penelitian menunjukan kebahagiaan tidak hanya terletak pada pikiran, tetapi

terkandung dalam otot-otot dan hormon. Tindakan menggerakkan otot-otot wajah

membentuk ekspresi yang berkaitan dengan kesukacitaan dapat memberikan efek

positif yang berdampak pada sistem saraf pusat (Dumbro, 2012). Tertawa dalam

5-10 menit dapat merangsang pengeluaran endorphine dan serotonin, yaitu sejenis
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
92

morfin alami tubuh dan juga melatonin. Ketiga zat ini merupakan zat baik untuk

otak sehingga bisa merasa lebih senang. Adapun manfaat paling penting di dalam

tertawa adalah bahwa tertawa bisa mengendalikan kesehatan mental seseorang

(Astuti, 2011 dalam Christianto 2015).

Serotonin merupakan suatu neurotransmitter yang memodulasi aktivitas

neural dan memiliki aktivitas yang mempengaruhi berbagai proses

neuropsikologis, antara lain suasana hati, memori, respons stress, modulasi nyeri,

dan pengaturan siklus tidur (Berger dkk, 2009). Pada siklus tidur, serotonin

berperan pada kondisi terjaga untuk mempertahankan keterjagaan (wakefulness),

dan untuk memulai tidur melalui metabolitnya yaitu melatonin, sehingga pada

kondisi kadar serotonin rendah maka terjadi penurunan sintesis melatonin yang

mengakibatkan penderita sulit untuk memulai tidur (Dellwo dkk, 2011). Suatu

studi meta analisis pada 2011 juga menyebutkan adanya penurunan kadar

serotonin dan melatonin serum menyebabkan terjadinya gangguan irama

sirkadian, terganggunya tidur malam hari, kelelahan pada siang hari, dan

meningkatnya kepekaan terhadap nyeri (Mahdi dkk,2011).

Terapi tawa (laughter therapy) dapat mengaktivasi hipotalamus yang akan

menghambat pengeluaran Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang akan

menurunkan sekresi ACTH dan kadar kortisol dalam darah. Sekresi ACTH yang

menurun akan merangsang peningkatan produksi serotonin dan endorfin otak

yang mengakibatkan perasaan yang nyaman rileks, dan senang (Simanungkalit &

Pasaribu, 2007; Kataria, 2004). Saat tertawa akan terjadi rangsangan efektif pada

sebagian besar otot mulut. Saat mulut terbuka dan tertutup ini, ada suatu dorangan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
93

untuk mengisap udara yang cukup, sehingga dapat menangkap lebih banyak

oksigen. Oksigen ini akan dialirkan ke seluruh tubuh dalam jumlah yang lebih

banyak. Jumlah oksigen yang cukup banyak dalam sistem peredaran darah

mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter yakni hormone serotonin, endofrin

dan melatonin yang membawa keadaan emosi dan perasaan keseluruh bagian

tubuh (Ruspawan & Wulandari, 2011).

5.2.3 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Diberikan Terapi Tawa pada

Kelompok Kontrol

Berdasarkan tabel 5.14 didapatkan hasil menggunakan uji t dependen

menunjukkan selisih rata-rata nilai kualitas tidur meningkat yaitu 0,2 yang berarti

kualitas tidur lansia menurun (p value = 0,082 > α (α= 0,05) dapat disimpulkan

tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dan posttest. Tabel 5.10

menunjukkan bahwa rata-rata nilai kualitas tidur pada kelompok kontrol saat

posttest mengalami kenaikan nilai yaitu dari 12,07 menjadi 12,27 dengan selisih

0,2. Hal ini berarti kualitas tidur lansia mengalami penurunan. Tiga responden

(20%) mengalami penurunan kualitas tidur dan 12 responden (80%) mempunyai

kualitas tidur tetap.

Tidak adanya perubahan nilai rata-rata pada kelompok kontrol diduga

terjadi akibat tidak adanya stimulus untuk mendapatkan respon relaksasi.

Kelompok kontrol tidak mendapatkan terapi tawa sehingga tidak ada stimulus

untuk memberikan rangsangan untuk meningkatkan hormon serotonin dan

melatonin. Ketiadaan stimulus menyebabkan terjadinya gangguan irama


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
94

sirkadian, terganggunya tidur malam hari, kelelahan pada siang hari, dan

meningkatnya kepekaan terhadap nyeri (Mahdi dkk,2011).

Kelompok kontrol yang tidak mendapatkan terapi tawa memiliki aktivitas

sistem saraf simpatis yang menetap, bahkan meningkat. Hal ini akibat adanya

faktor stres. Salah satu masalah psikologis yang dapat dialami oleh lansia adalah

stres. Stres adalah reaksi tubuh terhadap sesuatu yang menimbulkan tekanan,

perubahan dan ketegangan emosi (Sunaryo dalam Subakti, 2008). Lansia yang

mengalami stres atau cemas kadar hormon katekolaminnya akan meningkat dalam

darah yang akan mengaktivasi sistem saraf simpatis sehingga seseorang akan terus

terjaga. Aktifnya saraf simpatis membuat lansia tidak dapat santai atau rileks

sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk (Kadir, 2012 ;Simanungkalit&

Pasaribu, 2007).

Hal ini yang menyebabkan kualitas tidur pada kelompok kontrol mengalami

sedikit perubahan yaitu penurunan kualitas tidur pada posttest. Pada posttest tiga

orang lansia mengalami penurunan kualitas tidur (K3, K8, dan K12), Dari hasil

wawancara pada tiga lansia tersebut, mereka tidak bisa tidur karena memikirkan

anak dan cucunya yang tidak pernah mengunjungi selama tinggal di UPT PSLU

Jember. Keluarga dapat menjadi sumber stres tersendiri. Stres dalam keluarga

dapat disebabkan karena adanya konflik dalam keluarga, seperti perilaku yang

tidak sesuai dengan harapan, keinginan dan cita-cita yang berlawanan, serta sifat-

sifat yang tidak dapat di padukan. Keluarga dapat menjadi sumber stress berat

karena peristiwa-peristiwa yang di alami anggota keluarga, seperti anggota


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
95

keluarga yang sedang sakit berkepanjangan, kematian anggota keluarga, dan

perceraian (Hardjana dalam Puspasari, 2009).

5.2.4 Kualitas Tidur Lansia Sebelum Diberikan Terapi Tawa pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol

Berdasarkan tabel 5.3 dan 5.7 menunjukkan bahwa responden kelompok

perlakuan sebelum diberikan terapi tawa selama tujuh hari berturut-turut,

mempunyai nilai rata-rata 11,80 dan pada kelompok kontrol mempunyai nilai

rata-rata 12,07. Kualitas tidur respnden sebelum diberikan terapi dapat

diketegorikan buruk. Kualitas tidur dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu usia,

jenis kelamin, penyakit, lingkungan, kelelahan, stres emosi, obat-obatan, alkohol,

diet, merokok dan konsumsi kafein.

Faktor usia merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap

kualitas tidur. Meningkatnya keluhan terhadap kualitas tidur terjadi seiring dengan

bertambahnya usia. Usia di atas 60 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah

yang menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan psikologis. Jenis

kelamin adalah status gender dari seseorang yaitu laki-laki dan perempuan.

Secara psikologis wanita memiliki mekanisme koping yang lebih rendah

dibandingkan dengan laki-laki dalam mengatasi suatu masalah. Dengan adanya

gangguan secara fisik maupun secara psikologis tersebut maka wanita akan

mengalami suatu kecemasan. Jika kecemasan itu berlanjut maka akan

mengakibatkan seseorang lansia lebih sering mengalami kejadian gangguan

tidur dibandingkan dengan laki-laki (Potter & Perry, 2005b).


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
96

Keadaan sakit menyebabkan nyeri dapat menimbulkan gangguan tidur.

Seseorang yang sedang sakit membutuhkan waktu tidur lebih lama dari pada

keadaan normal. Seseorang yang sakit akan mengalami perubahan pola tidur

karena penyakitnya seperti rasa nyeri yang dapat ditimbulkan oleh luka, tumor

atau kanker pada stadium lanjut (Kozier dkk. 2004). Lingkungan dapat

mendukung atau menghambat tidur. Ventilasi, suhu ruangan, penerangan

ruangan, dan kondisi kebisingan sangat berpengaruh terhadap tidur seseorang

(Kozier dkk, 2004). Menurut Potter dan Perry (2005b) kebisingan dapat

menyebabkan tertundanya tidur dan juga dapat membangunkan seseorang dari

tidur.

Kelelahan akan berpengaruh terhadap pola tidur seseorang. Semakin lelah

seseorang maka akan semakin pendek tidur REMnya. Kondisi lelah dapat

menyebabkan seseorang merasa seolah-olah bangun saat tidur dan tidak

mendapatkan tidur yang dalam (Martin. 2000). Depresi dan kecemasan seringkali

mengganggu tidur. Seseorang yang dipenuhi dengan masalah mungkin tidak bisa

rileks untuk bisa tidur. Kecemasan akan meningkatkan kadar norepinephrine

dalam darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik. Perubahan ini

menyebabkan berkurangnya tahap IV NREM dan tidur REM (Kozier dkk, 2004).

Beberapa obat-obatan berpengaruh terhadap kualitas tidur. Obat-obatan

yang mengandung diuretik menyebabkan insomnia, anti depresan akan

memsupresi REM. Orang yang minum alkohol terlalu banyak seringkali

mengalami gangguan tidur (Kozier dkk, 2004). Alkohol yang dikombinasikan

dengan obat hipnotik mengakibatkan kesulitan tidur. Efek tenang dengan


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
97

mengkonsumsi alkohol dapat memperlambat metabolisme tubuh dampaknya yaitu

terjadi kesulitan tidur (Martin. 2000). Diet L-troptophan seperti terkandung dalam

keju dan susu akan mempermudah orang untuk tidur. Hal ini bisa menjelaskan

mengapa seseorang yang sebelum tidur meminum susu hangat, karena bias

membantu seseorang untuk jatuh tidur (Kozier dkk. 2004).

Perokok seringkali mempunyai lebih banyak kesulitan untuk bisa tidur

dibandingkan dengan yang tidak perokok. Hal ini disebabkan karena nikotin

dalam rokok mempunyai efek menstimulasi tubuh. Menahan untuk tidak merokok

setelah makan malam dapat membantu tidur lebih baik. Pola tidur akan menjadi

lebih baik ketika mereka berhenti merokok (Kozier dkk. 2004). Kafein juga

menyebabkan gangguan tidur. Kafein tidak hanya ditemukan dalam kopi, tetapi

dalam makanan lain, minuman dan obat-obatan, seperti coklat, soda, steroid,

analgesik, bronkodilator, beberapa anti-hipertensi, dekongestan dan penekan nafsu

makan. Kafein dan stimulan lainnya seperti nikotin telah terbukti meningkatkan

latensi tidur dan fragmentasi tidur, dan untuk menurunkan total waktu tidur

(Martin, 2000).

5.2.5 Kualitas Tidur Lansia Setelah Diberikan Terapi Tawa pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol

Berdasarkan tabel 5.3 daan 5.7 menunjukkan bahwa responden kelompok

terapi setelah dilakukan terapi tawa selama tujuh kali berturut-turut, mengalami

penurunan nilai rata-rata 11,80 menjadi 3,13 yang berarti kualitas tidur lansia
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
98

mengalami peningkatan. Kelompok kontrol mengalami kenaikan nilai rata-rata

12,07 menjadi 12,27 yang berarti terjadi penurunan kualitas tidur.

Kualitas tidur merupakan keadaan tidur yang dijalani oleh seseorang yang

saat terbangun akan merasakan kesegaran dan kebugaran. Kualitas tidur

mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta

aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang

untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur

REM dan NREM yang pantas (Kozier dkk,2004). Kualitas tidur adalah

kepuasaan terhadap tidur, sehingga orang tersebut tidak memperlihatkan perasaan

lelah, kehitaman di sekitar mata, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis,

kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, perhatian terpecah, sakit kepala dan

sering menguap atau mengantuk (Hidayat dalam Sagala, 2011).

Kualitas tidur juga bisa dikatakan baik apabila seseorang tidak menunjukkan

tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah tidur. Tanda kekurangan

tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Tanda fisik

kekurangan tidur yaitu terlihat area gelap di sekitar mata, konjungtiva berwarna

kemerahan, bengkak di kelopak mata dan mata cekung, kantuk yang berlebihan

ditandai dengan seringkali menguap, tidak mampu untuk berkonsentrasi, dan

adanya tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual, dan pusing. Tanda

psikologis dari kekurangan tidur meliputi apatis dan respon menurun,menarik diri,

daya ingat berkurang, bingung, halusinasi, ilusi penglihatan atau pendengaran dan

kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun (Hidayat dalam

Sagala, 2011).
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
99

Menurut Kamel dan Gammack (2006) menyebutkan bahwa penatalaksanaan

gangguan tidur pada lansia dibagi menjadi dua yaitu pendekatan farmakologi dan

nonfarmakologi. Pendekatan nonfarmakologi menurut National Center for

Comlementary and Integrative Health (NCCIH) terapi modalitas CAM

(Complementary Alternative Medicine) yaitu salah satunya adalah Mind-body

medicine yang salah satu terapinya adalah terapi tawa.

Tertawa adalah kemampuan yang hanya dimiliki manusia yang merupakan

ekspresi kebahagian dan bisa dilakukan tanpa syarat dan sama khasiatnnya dengan

meditasi sehingga sering disebut yoga tawa. Terapi tertawa atau yoga tawa adalah

terapi yang diyakini mampu membangkitkan semangat hidup, sekalipun dalam

kondisi stres (Kataria, 2004). Tertawa merupakan ekspresi emosional atau jiwa

yang dinilai melalui raut wajah dan bunyi-bunyian tertentu. Secara fisiologis

tertawa dibagi menjadi duayaitu satu set gerakan dan produk suara (Muhammad,

2011). Tertawa adalah kegiatan yang sehat dan memberi oksigen tambahan bagi

sel dan jaringan. Perasaan dan perilaku murung dapat menyebabkan pengurangan

oksigen dalam darah sehingga menimbulkan depresi, kecemasan, dan kemarahan

(Plutchik, 2002).

Tertawa dalam 5-10 menit dapat merangsang pengeluaran endorphine dan

serotonin, yaitu sejenis morfin alami tubuh dan juga melatonin. Ketiga zat ini

merupakan zat baik untuk otak sehingga bisa merasa lebih senang. Adapun

manfaat paling penting di dalam tertawa adalah bahwa tertawa bisa

mengendalikan kesehatan mental seseorang (Astuti, 2011 dalam Christianto

2015).
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
100

Terapi tawa (laughter therapy) dapat mengaktivasi hipotalamus yang akan

menghambat pengeluaran Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang akan

menurunkan sekresi ACTH dan kadar kortisol dalam darah. Sekresi ACTH yang

menurun akan merangsang peningkatan produksi serotonin dan endorfin otak

yang mengakibatkan perasaan yang nyaman rileks, dan akan membuat seseorang

mudah untuk memulai tidur (Simanungkalit & Pasaribu, 2007; Kataria, 2004).

Berdasarkan teori tersebut dan diperkuat dengan fakta pada hasil penelitian

ini p value = 0,000< α (α= 0,05), yang berarti terdapat perbedaan signifikan pada

kualitas tidur setelah terapi pada kelompok terapi dan kelompok kontrol.

Pengaruh terapi tawa terhadap kualitas tidur terjadi melalui rangsangan afektif

yang terjadi pada otot mulut Saat mulut terbuka dan tertutup ini, ada suatu

dorangan untuk mengisap udara yang cukup, sehingga dapat menangkap lebih

banyak oksigen. Oksigen ini akan dialirkan ke seluruh tubuh dalam jumlah yang

lebih banyak. Jumlah oksigen yang cukup banyak dalam sistem peredaran darah

mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter yakni hormone serotonin, endofrin

dan melatonin yang membuat tubuh menjadi rileks dan meningkatnya kualitas

tidur.

5.3 Keterbatasan Peneliti

Setiap penelitian mempunyai risiko mengalami kelemahan yang

diakibatkan adanya keterbatasan-keterbatasan dalam proses pelaksanaan

penelitian. Keterbatasan penelitian terjadi di luar dari kehendak peneliti saat

pelaksanaan penelitian. Keterbatasan penelitian ini adalah peneliti tidak dapat

mengontrol faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur yaitu


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
101

lingkungan, kelelahan, stres, dan obat-obatatan. Lingkungan yang dimaksud

adalah suhu yaitu panas atau dingin dan juga kebisingan. Kelelahan yaitu seberapa

besar kegiatan yang dilakukan lansia si UPT PSLU Jember. Obat-obatan yaitu

obatan yang diberikan petugas kesehatan kepada lansia meliputi obat pusing, obat

batuk, obat anti hipertensi, obat analgetik dll.

5.4 Implikasi Keperawatan

Pelaksanaan terapi tawa sesuai prosedur dapat memberikan dampak tidak

hanya pada kualitas tidur lansia saa tetapi juga dapat diberikan kepada lansia yang

stres/depresi, lansia hipertensi, maupun lansia dengan gangguan psikosomatis baik

dikomunitas maupun diklinik. Hal tersebut diperlukan adanya peran perawat

dalam pelaksaan terapi tawa yang sesuai dengan prosedur, yaitu perawatan perlu

memperhatikan apa saja kontraindiksi dalam pemberian terapi tawa. Pemberian

terapi tawa yang tepat akan mengatasi masalah gangguan kualitas tdur pada

lansia.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
102

BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh terapi tawa

terhadap kualitas tidur lansia di UPT PSLU Jember dapat disimpulkan sebagai

berikut:

a. Karakteristik lansia berdasarkan usia menunjukkan bahwa rata-rata usia

lansia adalah 68,10 tahun. Jenis kelamin didominasi oleh lansia laki-laki

b. Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai kualitas tidur pretest dan

posttest kelompok terapi setelah dilakukannya terapi tawa.

c. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai kualitas tidur pretest dan

posttest kelompok kontrol setelah dilakukannya terapi tawa.

d. Tidak terdapat perbedaan signifikan pada kualitas tidur sebelum terapi

pada kelompok terapi dan kelompok kontrol

e. Terdapat perbedaan signifikan pada kualitas tidur setelah terapi pada

kelompok terapi dan kelompok kontrol.

6.2 Saran

6.1.1 Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta

keterampilan mengenai terapi nonfarmakologis terhadap lansia yang

mengalami gangguan tidur. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk

menambah waktu terapi. Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat lebih


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
103

mengontrol faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur seperti

lingkungan, gaya hidup, stres, obat-obatatan, dan diet.

6.1.2 Bagi Institusi Pendidikan

Instititusi pendidikan sebagai wadah untuk pengembangan keilmuan

keperawatan hendaknya turut serta dalam pengembangan keilmuan untuk

penanganan permasalahan kesehatan baik bagi yang berada di klinik maupun

di komunitas. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah

pengetahuan dan wawasan serta dapat digunakan untuk meneliti kembali

efisiensi terapi tawa pada berbagai kasus.

6.1.3 Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat diterapkan dalam praktik asuhan keperawatan

pada lansia yang mengalami gangguan tidur baik di komunitas maupun di

klinik. Hasil penelitian ini juga dapat dikembangankan untuk penelitian

selanjutnya untuk meningkatkan asuhan keperawatan terkait gangguan tidur

khususnya pada lansia.

6.1.4 Bagi Institusi Kesehatan

Terapi tawa dapat dijadikansalah satu pilihan terapi nonfarmakologis

untuk membantu lansia dalam mengatasi masalah gangguan tidur.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
104

DAFTAR PUSTAKA

Alberti, A. 2006. Headache and Sleep. Sleep Laboratory, Neurologic Clinic of


Perugia, Via E. Vol. 10, Issue 6, Pages 431–437. [serial online].
http://www.clusterheadaches.com/cb/yabbfiles/Attachments/Headachea
nd_Sleep.pdf [3April 2016].

Amir, N. 2007. Gangguan Tidur Pada Lanjut Usia, Diagnosis Dan


Penatalaksanaannya. Cermin Dunia Kedokteran No. 157. [serial
online]. http://www.itokindo.org/?wpfb_dl=185 [22 April 2016]

Arifin, Zainal. 2011. Analisis Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kadar Glukosa
Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Propinsi
Nusa Tenggara Barat [Tesis]. [serial online].
lib.ui.ac.id/file?file=digital/20282771-T%20Zaenal%20Arifin%20.pdf.
[18 Oktober 2016]

Asmadi. 2008. Teknik prosedural keperawatan : Konsep dan aplikasi kebutuhan


dasar klien. [Serial online]. https://books.google.co.id/books?id [3 April
2016].

Astuti, N. M. H. 2010. Penatalaksanaan Insomnia Pada Usia Lanjut. [serial


online].http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/5119/3912
[28 April 2016]

Azizah, L. M. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur. 2015. Laporan Status


Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur 2015. [serial online].
http://blh.jatimprov.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_v
iew&gid=701&Itemid=141 [29 Agustus 2016]

Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. [serial online].
http://bappenas.go.id/files/data/Sumber_Daya_Manusia_dan_Kebudaya
an/Statistik%20Penduduk%20Lanjut%20Usia%20Indonesia%202014.p
df [29 Mei 2016]

Bandiyah. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha


Medika Kementrian Kesehatan RI.

Barbara, K. 2008. Fundamental of Nursing, Seventh Edition, Vol.2, Jakarta:EGC


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
105

Bennett, Parsons, Moshe, Neal, Weinberg, Gilbert, Ockerby, Rawson, Herbu, dan
Hutchinson. 2015. Intradialytic Laughter Yoga Therapy for
Haemodialysis Patients: a pre-post intervention feasibility study. [serial
online]. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26055513 [28 April 2016]

Berger, M., Gray, J. A., dan Roth, B. L. 2009. The Expanded Biology of
Serotonin, Annu.Rev.Med. [serial online].
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19630576 [10 April 2016].

Berson, D. M. 2003. Strange Vision: Ganglion Cells as Circadian Photoreceptors.


Neurosciences, vol.26. No.6. Page 314-320. [serial online].
http://ifc.unam.mx/pages/curso_ritmos/capitulo12/Berson1.pdf [18 Mei
2016]

Buysse, D. J., Reynolds, C. F., Monk, T.H., Berman, S.R., dan Kupfer, D. J. 1988.
The Pittsburgh Sleep Quality Index: a new instrument for psychiatric
practice and research. Psychiatri Research, 28, 193-213 [serial
online].http://xa.yimg.com/kq/groups/20795556/421574977/name/psqi
+article.pdf [20April 2016]

Christianto, M. 2015. Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Penurunan Skor


Depresi Pada Lanjut Usia (Lansia) Di Panti Graha Werdha Marie
Joseph Kota Pontianak. [serial online].
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeperawatanFK/article/view/1000
0/0 [ 25 April 2016]

Cutando, Moreno, Arana, Catroviejo dan Russel. 2007. Melatonin: Potential


Function in the Oral Cavity. J Periodontol vol. 78 no.6.pp:1094-1102.
[serial online].
http://www.um.es/cursos/master/masterimplantes/articulos/18JPeriodont
ol_003.pdf [20 Mei 2016]

Delwo, A. 2011. The Sleep-Wake Cycle in Fibromyalgia & Chronic Fatigue


Syndrome, Serotonin Series: Fibromyalgia and Chronic Fatigue. [serial
online].
http://chronicfatigue.about.com/od/treatingfmscfs/a/serotonin.htm [9
April 2016].

Dewi, S. R. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. [serial online].


https://books.google.co.id/books?id [29 Maret 2016].

Dumbre, S. 2012. Laughter Theraphy. Journal of Pharmaceutical and Scientific


Innovation. [serial online].
http://jpsionline.com/admin/php/uploads/73_pdf [8April 2016].
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
106

Efendi, F. & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan


Praktik dalam Keperawatan. [serial online].
https://books.google.co.id/books [29 Maret 2016].

Erliana, E., Haroen, H., dan Susanti, R.D. 2009. Perbedaan Tingkat Insomnia
Lansia Sebelum dan Sesudah Latihan Relaksasi Otot Progresif
(Progressive Muscle Relaxation) di BPSTW Ciparay Bandung. [serial
online].
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/07/perbedaan_tingk
at_insomnia_lansia.pdf [26 April 2016]

Galimi, R. 2010. Insomnia in the Elderly: an update and future. Gerontol, 231-
247. [serial online].
http://www.sigg.it/public/doc/GIORNALEART/1325.pdf?r=0,409039
[28 April 2016]

Gall, C., Stehle, J., dan Weaver, D. R.. 2002. Mammalian Melatonin Receptors:
Molecular Biology And Signal Transduction. Cell and Tissue
Research,vol. 309. page 151–162. [serial online].
http://link.springer.com/article/10.1007%2Fs00441-002-0581-4 [18 Mei
2016]

Grivas, T.B. & Savvidou, O.D. 2007. Melatonin the "light of night" in Human
Biology and Adolescent Idiopathic Scoliosis. Scoliosis Journal, vol.
2.no. 6. Page 1-14. [serial online].
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1855314/ [19 Mei 2016].

Guyton, A. C. & Hall, J. E. 2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.


Jakarta: EGC.

Hannibal, Hindersson, Ostegaard, Georg, Heegaard, Larsen dan Fahrenkrug.


2004. Melanopsin is Expressed in PACAP-containing Retinal Ganglion
Cells of the Human Retinohypothalamic Tract .Invest. Ophthalmol,
Vol.45 no.11.pp: 4202-4209. [serial online].
http://iovs.arvojournals.org/article.aspx?articleid=2124147 [19 Mei
2016].

Hastono, S.P. 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan


Mayarakat Univesitas Indonesia

Heningsih. 2014. Gambaran Tingkat Ansietas Pada Lansia di Panti Wredha


Dharma Bhakti Kasih Surakarta. [serial online].
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/13/01-gdlheningsihs-
609-1-s10015h-h.pdf [26 Mei 2016]
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
107

Hidayati, L. N. 2009. Hubungan Dukungan Sosial dengan Tingkat Depresi pada


Lansia di Kelurahan Daleman Tulung Klaten. [serial online].
http://etd.eprints.ums.ac.id/6425/1/J210050063.pdf [26 Mei 2016].

Hidayat, A. A. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan Buku 1. Jakarta: Salemba Medika

Iting, P. & Kasra. 2012. Efektifitas Terapi Tertawa Terhadap Penurunan Gejala
Depresi Pada Lansia di Panti Wredha Hisosu Binjai. [serial online].
http://sari-mutiara.ac.id/new/wp-content/uploads [3 Mei 2016]

Japardi, I. 2002. Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah


Universitas Sumatera Utara. [Serial online].
http://gudangarsipadibahmadi.files.wordpress.com/2007/07/gangguan-
tidur.pdf [4April 2016].

Joseph, S. G. & Riaz, K. M. 2015. Laughter Therapy for Depressive Symptoms


among Elderly Residing in Geriatric Homes of Kerala. [serial online].
www.ijird.com/index.php/ijird/article/.../80071 [24 April 2016]

Kadir, A. 2012. Perubahan Hormon terhadap Stres. Jurnal Fakultas Kedokteran


Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, vol.2, no. 1. [serial online].
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol2.no1.pdf [19 Mei
2016].

Kamel, N. S. & Gammack, J. K. 2006. Insomnia pada Usia Lanjut: Penyebab,


Pendekatan, dan Pengobatan. [Serial online].
http://dokumen.tips/documents/gangguan-tidur-pada-usia-lanjut-
insomnia.html [6 April 2016].

Kane, R. L., Ouslander J. G., dan Abrass. T. 1989. Evaluating the elderly patient.
In Essentials of Clinical geriatrics. MC Graw-Hill Inform. [Serial
online]. https://books.google.co.id/books?id [2 April 2016].

Kataria, M. 2004. Laugh for no Reason (Terapi Tawa). Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Kementerian Kesehatan RI. 2013a. Populasi Lansia Diperkirakan Terus


Meningkat Hingga Tahun 2020. [Serial Online].
http://www.depkes.go.id/article/print/13110002/populasilansiadiperkira
kan-terus-meningkat-hingga-tahun-2020.html [29 Mei 2016].

Kementerian Kesehatan RI. 2013b. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di


Indonesia. [Serial Online].
http://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/buletin-
lansia.pdf [15 April 2016].
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
108

Kementerian Kesehatan RI. 2014. InfoDatin. Pusat Data dan Informasi


Kementrian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis Lanjut Usia. [serial
online].
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodat
in-lansia.pdf [16 April 2016].

Kim, S. H., Kim, Y. H., dan Kim, H. J. 2015. Laughter and Stress Relief in
Cancer Patients: A Pilot Study. [serial online].
www.hindawi.com/journals/ecam/2015/864739/ [28 April 2016].

Ko, et al. 2011. Effects of Laughter Therapy on Depression, Cognition and Sleep
among The Community-dwelling Elderly. [Serial Online].
http://laughterourbestmedicine.com/images/peerrev.pdf [27 April
2016].

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., dan Snyder S. J. 2004. Fundamentals of Nursing.
Seventh Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Krauci, K. & Justice, A.W. 2001. Circadian Clues to Sleep Onset Mechanisms.
Neuropsycho-pharmacology, vol. 25. Page: 92-96. [serial online].
http://www.chronobiology.ch/wpcontent/uploads/publications/2001_16.p
df [18 Mei 2016]

Kushariyadi. 2011.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta :


Salemba Medika

Kusuma, R. P., Kristiyawati, S. P. & Purnomo, S. 2013. Efektifitas Teknik


Relaksasi Imajinasi Terbimbing Dan Terapi Musik Terhadap
Penurunan Gangguan Tidur Pada Lansia Di Panti Werda Pelkris
Pengayoman Semarang. [serial online].
http://download.portalgaruda.org/article.php [24 April 2016].

Lee, C. Y. et al. 2007. Older Patients’ Experiences of Sleep in the Hospital:


Disruptions and Remedies. [serial online].
http://www.benthamscience.com/open/toslpj/articles/V001/29TOSLPJ.p
df [3April 2016].

Maas, L. M. 2011. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta: EGC.

Mading, F. 2015. Gambaran Karakteristik Lanjut Usia Yang Mengalami


Insomnia Di Panti Wreda Dharma Bakti Pajang Surakarta. [serial
online]. eprints.ums.ac.id/36768/1/NASKAH%20PUBLIKASI. [22
April 2016]
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
109

Mahdi, A. A., Fatima, G., Das, S. K., dan Verma, N. S. 2011. Abnormality of
Circadian Rhythm of Serum Melatonin and Other Biochemical
Parameters in Fibromyalgia Syndrome, Indian J Biochem Biophys.
[Serial online].
http://nopr.niscair.res.in/bitstream/123456789/11609/1/IJBB%2048%28
2%29%2082-87.pdf [12 April 2016].

Martin, J. 2000. Assessment and Treatment of Sleep Disturbance in Older Adults.


[Serial online].
https://www.researchgate.net/publication/222539075_Assessment_and_
treatment_of_sleep_disturbances_in_older_adults_Clin_Psychol_Rev_2
06_783-805 [5April 2016].

Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati., Jubaedi, A., dan Batubara, I. 2008.
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. [serial Online].
https://books.google.co.id/books [29 Maret 2016].

Maulida, Astuti, Gofir, A. 2011. Test reliabilitas dan validitas indeks kualitas
tidur dari Pittsburg (PSQI) versi Bahasa Indonesia pada Lansia
[Thesis] Bagian Ilmu Penyakit saraf. Yogyakarta

Mikhaline, C. 2015. Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Penurunan Skor Depresi


Pada Lanjut Usia (Lansia) Di Panti Graha Werdha Marie Joseph Kota
Pontianak. [serial online]. http://www.google.com/url [10 April 2016].

Mubarak et al,. 2011. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika

Muhammad, A. 2011. Tertawalah biar Sehat. Jakarta: Diva Press.

National Center for Comlementary and Integrative Health. 2001. Minutes of the
Seventh Meeting. [serial online].
https://nccih.nih.gov/about/naccam/minutes/2001may.htm [29 Mei
2016]

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Novianty, F. P., Safitri, W., dan Ariyani. 2014. Pengaruh Terapi Musik
Keroncong dan Aromaterapi Lavender (Lavandula Angustifolia)
Terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Lansia Di Panti Wredha
Dharma Bhakti Kasih Surakarta. [serial online].
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/13/01-gdl-fefiputrin-
644-1-artikel-%29.pdf [29 Mei 2016].

Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
110

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika

Plutchik, R. 2002. Emotions and Life: Perspectives for Psychology, Biology, and
Evolution, American Psychology Association, Washington, DC. [serial
Online] http://psycnet.apa.org/psycinfo/2003-04005-000#toc [25 April
2016]

Potter, P. A & Perry, A. G. 2005a. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:


Konsep, Proses, & Praktik. Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.

Potter, P. A & Perry, A. G. 2005b. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:


Konsep, Proses, & Praktik. Edisi 4 Volume 1. Jakarta: EGC.

Prasetyo, A. R & Nurtjahjanti, H. 2011. Pengaruh Penerapan Terapi Tawa


Terhadap Penurunan Tingkat Stres Kerja Pada Pegawai Kereta Api.
[Serial online]. https://core.ac.uk/download/files/379/11737248.pdf [6
April 2016].

Prayitno, A. 2002. Gangguan Pola Tidur Pada Kelompok Usia Lanjut dan
Penatalaksanaannya. Jurnal Kedokteran Trisakti Vol. 21 No. 1. [Serial
Online]
http://www.univmed.org/wpcontent/uploads/2011/02/Prayitno.pdf [26
April 2016]

Purwanto, S. 2007. Terapi Insomnia. [serial online]. http://klinis.wordpress.com


[19 April 2016]

Purwanto, S., & Zulaekhah, S. 2007. Pengaruh Pelatihan Teknik Relaksasi


Religius Untuk Mengurangi Gangguan Insomnia. [serial online]
www.klinis.wordpress.com [20 April 2016]

Puspasari, Septika. 2009. Hubungan Kemunduran Fungsi Fisiologis dengan Stres


Pada Lanjut Usia di Kelurahan Kaliwaru Semarang. Skripsi Universitas
Muhammadiyah Semarang. [serial online].
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-septikapus-
5189-2-bab2.pdf [24 Oktober 2016]

Rafknowledge. 2004. Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo. [serial online] https://books.google.co.id/books [15
Mei 2016]
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
111

Rasyad, R. 2009. Tidur Berkualitas Penting untuk Otak. [serial online].


http://www.dukonbesar.com/2009/07/tidur-berkualitas-penting-untuk-
otak.html [8 April 2016].

Rodriguez, J. C., Dzierzewski, J. M., dan Alessi, C. A. 2015. Sleep Problems in


the Elderly. North Hills: Los Angeles. [serial online].
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4406253/ [15 Mei
2016]
Rohmawati, N. 2013. Anxiety, Asupan Makan, dan Status Gizi Pada Lansia di
Kabupaten Jember. [serial online].
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/59173/Ninna%
20Rohmawati_pemula_boptn_206.pdf?sequence=1 [19 April 2016]

Roth, J. A., Kim, B. G., Lin, W. L., dan Cho, M. 1999. Melatonin Promotes
Osteoblast Differentiation and Bone Formation. The journal of Biological
Chemistry, vol. 274. Page 22041-22047. [serial online].
http://www.jbc.org/content/274/31/22041.full [19 Mei 2016]

Ruspawan, I. D. M. & Wulandari, N. M. D. 2011. Pengaruh Pemberian Terapi


Tertawa Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Lanjut Usia di PSTW
Wana Seraya Denpasar. Jurnal Skala Husada. 1(9). [serial online].
http://www.poltekkes-denpasar.ac.id/files.pdf [15 Mei 2016]

Sack, R. L. et al. 2007. Circadian Rhythm Sleep Disorders: Part I, Basic


Principles, Shift Work and Jet Lag Disorders An American Academy of
Sleep Medicine Review. [serial online].
http://www.aasmnet.org/resources/practiceparameters/review_circadia
nrhythm.pdf [5 April 2016].

Sagala, V. P. 2011. Kualitas Tidur Dan Faktor-Faktor Gangguan Tidur Pada


Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.
[serial online].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38841/4/Chapter%20ll.
pdf [2 April 2016].

Saputra, E. A. 2014. Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Tingkat Stres Psikologi


Dalam Menyusun Skripsi Pada Mahasiswa Psik di Stikes Ngudi Waluyo
Ungaran. [serial online].
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3840.pdf [29 Mei
2016]

Sari, I. N. 2014. Pengaruh Pemberian Terapi Tertawa Terhadap Kejadian


Insomnia pada Usia Lanjut Di PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur.
[serial online].
http://opac.say.ac.id/352/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf [20 April
2016].
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
112

Sari, R. S., Rohmayanti D., Geger, Tamaria, I., dan Aprilia, J. 2013. Pengaruh
Relaksasi Benson Terhadap Kejadian Insomnia pada Lansia Di
Kampung Cilongok Kec. Pasar Kemis Tangerang. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, Vol.7. [serial online].
http://stikesyatsi.ac.id/downlot.php?file=jurnal%202013%20.pdf [15
Mei 2016].

Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia


Press.

Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Setyoadi & Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien


Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika.

Sherwood, L. 2007. Human Physiology From Cells to Systems.[serial online].


https://books.google.co.id/books [12 April 2016]

Silvanasari, I. A. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Tidur


Yang Buruk Pada Lansia di Desa Wonojati Kecamatan Jenggawah
Kabupaten Jember. Skripsi. [serial online].
http://docplayer.info/202223-Faktor-faktor-yang-berhubungan-dengan-
kualitas-tidur-yang-buruk-pada-lansia-di-desa-wonojati-kecamatan-
jenggawah-kabupaten-jember.html [20 Mei 2016]

Simanungkalit, B. & Pasaribu, B. 2007. Terapi Tawa: Efektif Menagkal Stres dan
Membantu Mengobati Kanker, Darah Tinggi, Sakit Kepala, Gangguan
Syaraf, Maag dan lain-lain. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Simonneaux, V. & Ribelayga, C. 2003. Generation of the Melatonin Endocrine


Message in Mammals: A Review of the Complex Regulation of
Melatonin Synthesis by Norepinephrine, Peptides, and Other Pineal
Transmitters. Pharmacol Rev, vol.55. Page 325–395. [serial online]
http://pharmrev.aspetjournals.org/content/55/2/325.full.pdf [18 Mei
2016.

Sitralita. 2010. Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kualitas


Tidur Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu
Batusangkar Tahun 2010. Skripsi. [serial online]. http://repo.unand.ac.id
[29 Mei 2016].

Smyth, C. 2012. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). The Hartford
Institute for Geriatric Nursing, New York University. [serial online].
https://consultgeri.org/try-this/general-assessment/issue-6.1.pdf
[29Maret 2016].
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
113

Stanley, M.. & Beare, P. G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta:
EGC.

Suardi, D. 2011. Peran dan Dampak Terapi Komplementer/ Alternatif Bagi


Pasien Kanker. Pusat Perhimpunan Onkologi Indonesia. [serial online]
http://www.kalbemed.com/Portals/6/34_188Opini%20Peran%20dan%2
0Dampak%20Terapi%20Kompementer%20bagi%20Pasien%20Kanker.
pdf [25 April 2016]

Subakti, E. P. 2008. Stres dan Koping Lansia pada Masa Pensiun. [serial
online].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14286/1/09E01612.pdf
[26 Mei 2016]

Tamher, S. & Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut. Dengan Pendekatan


Asuhan Keperawatan. [serial
online].https://books.google.co.id/books?id [29 Maret 2016].

Triyadini, Asrin dan Upoyo. 2010. Efektifitas Terapi Massage Dengan Terapi
Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Insomnia Lansia. Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), volume
5, No.3. [serial online].
http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/viewFile/311/159 [29
Mei 2016]

United Nations. 2015. World Population Ageing. [serial online].


http://www.un.org/en/development/desa/population/publications/pdf/ag
eing/WPA2015Report.pdf [29 Maret 2016].

Universitas Jember. 2011. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jember: Jember


University Press.

Videbeck, S. L. 2008. Psychiatric–Mental Health Nursing [Serial online].


https://books.google.co.id/books?id [30 Maret 2016].

Wavy, W. 2008. The Relationship Between Time Management, Perceived


Stress,Sleep Quality and Academic Performance among university
Student. Serial online].
http://libproject.hkbu.edu.hk/trsimage/hp/06636306.pdf [2 April 2016].

Widodo, D. P. & Soetomenggolo, T. S. 2000. Perkembangan Normal Tidur pada


Anak dan Kelainannya. Sari Pediatri, vol. 2, no. 3. Page 139-145. [serial
online]. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-3-3.pdf [19 Mei 2016].
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
114

Widyastuti, R. H. 2009. Gambaran Beban Keluarga Dalam Merawat Lansia


Dengan Demensia di Kelurahan Pancoranmas, Depok, Jawa Barat:
Studi Fenomenologi. [Serial Online].
https://core.ac.uk/download/files/379/11735796.pdf [28 April 2016]

World Health Organization. 2011. Global Health and Aging. [serial online].
http://www.who.int/ageing/publications/global_health.pdf [16 April
2016].
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
115

LAMPIRAN
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
116

Lampiran A : Standart Operasional Prosedur (SOP) Terapi Tawa

JUDUL SOP :
LATIHAN TAWA
PSIK
UNIVERSITAS
JEMBER
NO DOKUMEN: NO HALAMAN :

PROSEDUR TETAP REVISI


TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH :

1. PENGERTIAN Latihan tawa merupakan metode latihan dengan mengunakan tawa


untuk membantu individu mengatasi gangguan fisik maupun gangguan
psikologi.
2. TUJUAN Mempertahankan derajat kesehatan, meningkatkan sistem kekebalan
tubuh, dan menurunkan tekanan darah pada lansia.
3. INDIKASI 1. Pasien stres/depresi
2. Pasien hipertensi
3. Pasien gangguan tidur
4. Pasien gangguan psikosomatis
4. KONTRA 1. Penderita penyakit wasir
INDIKASI 2. Penderita penyakit hernia
3. Penderita penyakit jantung
4. Penderita penyakit sesak nafas
5. Baru selesai operasi
6. Prolaps uteri
7. Penyakit TBC
8. Komplikasi mata
5. PERSIAPAN Latihan ini dilakukan di ruangan serbaguna, dimana terdapat cukup
TEMPAT udara segar yang masuk dan dengan keadaan tenang, bebas dari
gangguan untuk memudahkan lansia berkonsentrasi dalam mengikuti
latihan. Leader akan berada di depan dan fasilitator dan observer akan
berada di masing-masing kelompok.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
117

6. PERSIAPAN Identifikasi kondisi umum klien yaitu dapat memahami dan diajak
ALAT berkomunikasi, kooperatif, tidak mepunyai riwayat seperti yang telah
dijelaskan pada kontraindikasi. Jelaskan secara umum prosedur yang
akan dilakukan.
7. TAHAP ORIENTASI
1. Beri salam dan perkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan dilakukannya intervensi
3. Kontrak waktu dan tempat
8. TAHAP KERJA
1. Tepuk tangan seirama 1-2…1-2-3 sambil mengucapkan Ho-ho… Ha-Ha-Ha...
2. Lakukan pernafasan dalam dengan tarikan nafas melalui hidung dan dihembuskan
pelan-pelan. (bersama kata-kata: Hidup dan tetap hidup) (5kali)
3. Gerakkan engsel bahu ke depan dan ke arah belakang, kemudian menganggukkan
kepala ke bawah hingga dagu hampir menyentuh dada, lalu mendongakkan kepala ke
atas belakang, lalu menoleh ke kiri dan ke kanan secara perlahan. Putar pinggang ke
arah kanan kemudian ditahan beberapa saat, kemudian memutar ke arah kiri dan
ditahan beberapa saat, lalu kembali ke posisi semula (5kali)
4. Tawa bersemangat: angkat kedua belah tangan di udara dan kepala agak mendongak
kebelakang. Rasakan seolah tawa langsung keluar dari hati
5. tawa sapaan: katupkan kedua telapak tangan dan menyapa ala india (namaste) atau
berjabat tangan (ala barat) dengan setidaknya 4-5 orang anggota kelompok
6. Tawa penghargaan: bentuk sebuah lingkaran kecil dengan telunjuk dan ibu jari
membuat gerakan-gerakan yang berkesan sedang memberikan penghargaan
kepada,atau memuji,anggota kelompok sambil tertawa
7. Tawa satu meter: gerakkan satu tangan disepanjang bentangan lengan tangan yang
lain(seperti merentangkan busur untuk melepaskan anak panah). Gerakkan tangan
dalam tiga gerakan cepat sambil mendasarkan Ae… Ae… Aeee… dan kemudian para
peserta tertawa sambil merentangkan kedua lengan dan sedikit mendongakan kepala
serta tertawa diperut. (4kali)
8. Tawa milik shake (sebuah variasi): berpura-puralah memegang dua gelas susu atau
kopi dan sesuai aba-aba koordinator tuangkan susu dari satu gelas kegelas lain sambil
mendaras Aeee… dan tuangkan kembali kedalam gelas pertama sambil mendaras
Aeee… setelah itu semua orang tertawa,sambil berpura-pura minum susu.(ulangi 4kali)
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
118

9. Tawa hening tanpa suara: bukalah mulut lebar-lebar dan tertawalah tanpa
mengeluarkan suara sambil saling menatap dan membuat gerakan-gerakan lucu
10. Tawa bersenandung dengan mulut tertutup: keluarkan suara senandung hmmmmm…..
saat bersenandung teruslah bergerak dalam kelompok dan berjabat tangan dengan
orang yang berbeda
11. Tawa mengayun: berdirilah dalam lingkaran dan bergerak ke tengah sambil mendaras
Aee… Ooo… Uuu
12. Tawa singa: julurkan lidah sepenuhnya dengan mata terbuka lebar dan tangan
teracung seperti cakar sing dan tertawa dari perut
13. Tawa ponsel: berpura-puralah memegang sebuah HP dan coba untuk tertawa, sambil
membuat berbagai gerakan kepala dan tangan serta berkeliling dan berjabat tangan
dengan orang yang berbeda
14. Tawa bantahan: anggota dibagi menjadi dua bagian yang bersaing dengan dibatasi
jarak. Tiap kelompok saling berpandangan dan tertawa sambil menudingkan jari ke
beberapa anggota kelompok seolah sedang berbantahan
15. Tawa memaafkan/minta maaf: lakukan langsung setelah tawa bantahan, pegang kedua
cuping telinga dan tertawa sambil menggelengkan kepala (ala india) atau angkat kedua
telapak tangan kemudian tertawa seolah minta maaf
16. Tawa bertahap: dimulai dengan tersenyum, perlahan ditambahakan tawa kecil dan
intensitas tawa semakin ditingkatkan. Lalu para anggota secara bertahap melakukan
tawa bersemangat kemudian perlahan-lahan melirihkan tawa dan berhenti
17. Tawa dari hati ke hati (tawa keakraban): mendekat dan berpegangan tanganlah serta
tertawa. Peserta bisa saling berjabat tangan atau memeluk, apa pun yang terasa nyaman
9. TAHAP TERMINASI/ EVALUASI
1. Evaluasi hasil subjektif dan objektif
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik

10. DOKUMENTASI
1. Respon klien (verbal dan non verbal)
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
119

N Jenis Tawa R R R R R R R R R R R R R R R
o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 Bersemangat
2 Sapaan
3 Penghargaan
4 Satu meter
Milk hake
5 Hening tanpa
suara
6 Bersenandung
dengan mulut
tertutup
7 Mengayun
8 Singa
9 Ponsel
10 Bantahan
11 Memaafkan
12 Bertahap
13 Keakraban
2. Setiap 3-6 kali putaran tawatanyakan respon dan peserta
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
120

LAMPIRAN B: Kuesioner Penelitian PSQI

KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH TERAPI TAWA TERHADAP KUALITAS TIDUR LANSIA
DI UPT PSLU JEMBER

Kode Responden:
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Umur:.........tahun
2. Jenis kelamin
a. laki-laki
b. perempuan
3. Kategori kualitas tidur
c. baik
d. buruk
4. Terapi tawa
a. diberikan terapi tawa
b. tidak diberikan terapi tawa

B. KUESIONER KUALITAS TIDUR

Pertanyaan:
1. Selama satu bulan terakhir, jam berapa biasanya Anda pergi tidur di malam
hari?
………………………………………………………………………………
2. Selama satu bulan terakhir, berapa menit biasanya yang Anda butuhkan untuk
mulai tertidur setiap malamnya?
………………………………………………………………………………
3. Selama satu bulan terakhir, jam berapa biasanya Anda bangun tidur di pagi
hari?
………………………………………………………………………………
4. Selama satu bulan terakhir, berapa jam lamanya Anda tidur di malam hari?
………………………………………………………………………………
Untuk setiap pertanyaan di bawah ini, pilih jawaban yang paling tepat. Silahkan
menjawab seluruh pertanyaan di bawah ini.
5. Dalam sebulan terakhir berapa sering Anda mengalami masalah tidur
a. Tidak dapat tidur dalam 30 menit
tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
sekali atau dua kali seminggu
tiga kali atau lebih dalam seminggu
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
121

b. terbangun ditengah malam atau dini hari


tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
sekali atau dua kali seminggu
tiga kali atau lebih dalam seminggu

c. harus bangun untuk pergi kekamar mandi


tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
sekali atau dua kali seminggu
tiga kali atau lebih dalam seminggu

d. tidak dapat bernafas dengan nyaman


tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
sekali atau dua kali seminggu
tiga kali atau lebih dalam seminggu

e. batuk atau mendengkur dengan keras


tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
sekali atau dua kali seminggu
tiga kali atau lebih dalam seminggu

f. merasa terlalu dingin


tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
sekali atau dua kali seminggu
tiga kali atau lebih dalam seminggu

g. merasa terlalu panas


tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
sekali atau dua kali seminggu
tiga kali atau lebih dalam seminggu

h. mengalami mimpi buruk


tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
sekali atau dua kali seminggu
tiga kali atau lebih dalam seminggu

i. mengalami nyeri atau sakit


tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
122

sekali atau dua kali seminggu


tiga kali atau lebih dalam seminggu

j. selama satu bulan terakhir, seberapa sering Anda mengalami masalah tidur
karena hal tersebut?
tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
sekali atau dua kali seminggu
tiga kali atau lebih dalam seminggu

6. Selama satu bulan terakhir berapa sering Anda menggunakan obat-obatan


untuk membuat Anda tidur?
tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
sekali atau dua kali seminggu
tiga kali atau lebih dalam seminggu

7. Seberapa sering anda mengantuk ketika melakukan aktifitas disiang hari


tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
sekali atau dua kali seminggu
tiga kali atau lebih dalam seminggu

8. Selama satu bulan terakhir, berapa banyak masalah yang anda hadapi
tidak ada masalah sama sekali
sangat sedikit masalah
sedikit masalah
masalah yang sangat besar

9. Dalam satu bulan terakhir, bagaimana kualitas tidur Anda secara keseluruhan
sangat baik
cukup baik
cukup buruk
sangat buruk
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
123

LAMPIRAN C: Lembar Keterangan Lulus Uji SOP


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
124

LAMPIRAN D: Lembar Observasi Responden


Perlakuan Kontrol
Responden
Pretest Posttest Pretest Posttest
1 13 4 12 14
2 11 4 15 11
3 14 3 9 14
4 13 4 12 13
5 9 3 13 10
6 10 3 9 11
7 12 3 14 12
8 12 3 11 12
9 11 2 10 11
10 12 2 12 12
11 13 3 14 13
12 11 3 10 12
13 13 4 16 13
14 12 3 15 12
15 11 3 9 11
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
125

LAMPIRAN E: Lembar Inform Consent

SURAT PERMOHONAN (INFORMED)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Ananta Erfrandau
NIM : 122310101015
Alamat : Jln. Kalimantan XVIII No. 6 Jember
Adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Unversitas Jember,
bermaksud akan mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Terapi Tawa
Terhadap Kualitas Tidur Lansia di UPT PSLU Puger Kabupaten Jember”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi tawa terhadap kualitas
tidur lansia di UPT PSLU Puger Kabupaten Jember. Penelitian ini tidak akan
menimbulkan akibat yang merugikan bagi anda sebagai responden namun dapat
memberikan manfaat dalam menangani kesulitan tidur. Kerahasiaan semua
informasi akan dijaga dan dipergunakan untuk kepentingan penelitian. Jika anda
tidak bersedia menjadi responden, maka tidak ada ancaman bagi anda maupun
keluarga. Jika anda bersedia menjadi responden, maka saya mohon kesediaan
untuk menandatanganilembar persetujuan yang saya lampirkan dan mengikuti
kegiatan yang akan saya lakukan. Atas perhatian dan kesediaannya menjadi
responden saya ucapkan terima kasih.

Jember, 2016
Hormat saya,

Ananta Erfrandau
NIM 122310101015
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
126

LAMPIRAN F: Lembar Consent

Kode Responden:

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
menyatakan bersedia untuk turut berpartisipasi menjadi responden dalam
penelitian yang akan dilakukan oleh :
Nama : Ananta Erfrandau
NIM : 122310101015
Judul :Pengaruh Terapi Tawa Terhadap Kualitas Tidur Lansia di UPT
PSLU Puger Kabupaten Jember
Saya telah diberikan penjelasan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
penelitian diatas dan saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai hal-
hal yang belum dimengerti dan telah mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang
saya ajukan. Saya memahami bahwa prosedur tindakan yang akan dilakukan tidak
akan memberikan dampak dan risiko apapun yang membahayakan. Peneliti akan
menjaga kerahasiaan informasi saya sebagai responden.
Saya menyatakan secara sadar dan sukarela untuk ikut sebagai responden
dalam penelitian ini serta bersedia menjawab semua pertanyaan dengan sadar
sebenar-benarnya.
Jember, 2016
Responden

( )
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
127

LAMPIRAN G: Lembar Surat Izin


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
128
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
129
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
130
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
131
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
132

LAMPIRAN H: Lembar Konsultasi Bimbingan


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
133
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
134
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
135
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
136
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
137

LAMPIRAN I: Lembar Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden meliputi: usia, jenis kelamin, kategori kualitas tidur,

dan terapi tawa.

Usia kelompok Terapi

Statistics
Usiakelompokterapi
b
Bootstrap

95% Confidence Interval

Statistic Bias Std. Error Lower Upper

N Valid 15 0 0 15 15

Missing 0 0 0 0 0
Mean 68,60 -,04 ,95 66,73 70,40
Median 68,00 ,07 1,01 66,00 70,00
Mode 68
Std. Deviation 3,757 -,207 ,647 2,230 4,769
Variance 14,114 -1,098 4,552 4,974 22,742
Skewness ,100 ,115 ,566 -,777 1,547
Std. Error of Skewness ,580
Kurtosis ,106 ,014 1,204 -1,725 3,140
Std. Error of Kurtosis 1,121
Range 14
Minimum 61
Maximum 75
Percentiles 25 66,00 ,28 1,07 65,00 68,00

50 68,00 ,07 1,01 66,00 70,00


75 71,00 ,32 2,14 68,00 74,00

b. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 1000 bootstrap samples
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
138

Usia kelompok kontrol


Statistics
Usiakelompokontrol
b
Bootstrap

95% Confidence
Interval

Statistic Bias Std. Error Lower Upper

N Valid 15 0 0 15 15

Missing 0 0 0 0 0
Mean 67,60 ,04 1,01 65,67 69,67
Median 68,00 -,66 1,43 65,00 70,00
Mode 68
Std. Deviation 4,050 -,151 ,578 2,664 4,949
Variance 16,400 -,863 4,445 7,096 24,492
Skewness ,358 -,043 ,417 -,455 1,196
Std. Error of Skewness ,580
Kurtosis -,649 ,162 ,885 -1,605 2,008
Std. Error of Kurtosis 1,121
Range 13
Minimum 62
Maximum 75
Percentiles 25 65,00 -,50 1,51 62,00 68,00

50 68,00 -,66 1,43 65,00 70,00

75 70,00 ,59 1,95 68,00 74,00

b. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 1000 bootstrap samples

Jenis kelamin kelompok terapi

JENISKELAMIN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 9 56,3 60,0 60,0

perempuan 6 37,5 40,0 100,0

Total 15 93,8 100,0


Missing System 1 6,3
Total 16 100,0
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
139

Jenis kelamin kelompok kontrol

JENISKELAMIN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 10 66,7 66,7 66,7

perempuan 5 33,3 33,3 100,0

Total 15 100,0 100,0

Kualitas Tidur kelompok terapi

KATEGORIKUALITASTIDUR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 15 93,8 100,0 100,0


Missing System 1 6,3
Total 16 100,0

Kualitas Tidur kelompok kontrol

KATEGORIKUALITASTIDUR

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid buruk 15 100,0 100,0 100,0

Terapi tawa kelompok terapi

TERAPITAWA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid dilakukan terapi tawa 15 93,8 100,0 100,0


Missing System 1 6,3
Total 16 100,0
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
140

Terapi tawa kelompok kontrol

TERAPITAWA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak dilakukan terapi tawa 15 100,0 100,0 100,0

Pretest Kualitas Tidur Kelompok Terapi

Statistics
nilai
b
Bootstrap

95% Confidence Interval

Statistic Bias Std. Error Lower Upper

N Valid 15 0 0 15 15

Missing 0 0 0 0 0
Mean 11,80 ,01 ,33 11,20 12,47
Median 12,00 -,11 ,54 11,00 13,00
a
Mode 11
Std. Deviation 1,320 -,072 ,226 ,799 1,684
Variance 1,743 -,135 ,566 ,638 2,837
Skewness -,438 ,106 ,510 -1,337 ,704
Std. Error of Skewness ,580
Kurtosis ,041 -,183 ,984 -1,511 2,213
Std. Error of Kurtosis 1,121
Range 5
Minimum 9
Maximum 14
Percentiles 25 11,00 -,02 ,51 10,00 12,00

50 12,00 -,11 ,54 11,00 13,00

75 13,00 -,20 ,44 12,00 13,00

a. Multiple modes exist. The smallest value is shown


b. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 1000 bootstrap samples
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
141

Pretest Kualitas Tidur Kelompok Kontrol

Statistics
nilai
b
Bootstrap

95% Confidence Interval

Statistic Bias Std. Error Lower Upper

N Valid 15 0 0 15 15

Missing 0 0 0 0 0
Mean 12,07 -,01 ,58 10,94 13,26
Median 12,00 -,01 ,95 10,00 14,00
a
Mode 9
Std. Deviation 2,374 -,100 ,279 1,724 2,794
Variance 5,638 -,389 1,264 2,971 7,809
Skewness ,131 -,005 ,417 -,717 ,904
Std. Error of Skewness ,580
Kurtosis -1,283 ,254 ,594 -1,827 ,426
Std. Error of Kurtosis 1,121
Range 7
Minimum 9
Maximum 16
Percentiles 25 10,00 -,03 ,94 9,00 12,00

50 12,00 -,01 ,95 10,00 14,00

75 14,00 ,08 ,93 12,00 15,00

a. Multiple modes exist. The smallest value is shown


b. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 1000 bootstrap samples
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
142

Posttest Kualitas Tidur Kelompok Terapi


Statistics
nilai
b
Bootstrap

95% Confidence Interval

Statistic Bias Std. Error Lower Upper

N Valid 15 0 0 15 15

Missing 0 0 0 0 0
Mean 3,13 ,00 ,16 2,80 3,40
Median 3,00 ,02 ,14 3,00 3,00
Mode 3
Std. Deviation ,640 -,025 ,105 ,414 ,799
Variance ,410 -,020 ,128 ,171 ,638
Skewness -,103 ,125 ,514 -,628 1,672
Std. Error of Skewness ,580
Kurtosis -,127 ,229 1,642 -2,094 3,271
Std. Error of Kurtosis 1,121
Range 2
Minimum 2
Maximum 4
Percentiles 25 3,00 -,14 ,35 2,00 3,00

50 3,00 ,02 ,14 3,00 3,00

75 4,00 -,40 ,49 3,00 4,00

b. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 1000 bootstrap samples
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
143

Posttest Kualitas Tidur Kelompok Kontrol


Statistics
nilai
b
Bootstrap

95% Confidence Interval

Statistic Bias Std. Error Lower Upper

N Valid 15 0 0 15 15

Missing 0 0 0 0 0
Mean 12,27 -,01 ,56 11,20 13,40
Median 12,00 ,18 ,79 10,03 14,00
Mode 12
Std. Deviation 2,219 -,095 ,283 1,534 2,640
Variance 4,924 -,335 1,189 2,353 6,970
Skewness ,065 -,002 ,425 -,794 ,944
Std. Error of Skewness ,580
Kurtosis -1,016 ,250 ,714 -1,714 1,094
Std. Error of Kurtosis 1,121
Range 7
Minimum 9
Maximum 16
Percentiles 25 10,00 ,49 ,97 9,00 12,00

50 12,00 ,18 ,79 10,03 14,00

75 14,00 ,06 ,93 12,00 15,00

b. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 1000 bootstrap samples
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
144

2. Uji Normalitas Saphiro Wilk


Uji Normalitas Pretest
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
nilai terapi ,160 15 ,200 ,944 15 ,442
*
kontrol ,141 15 ,200 ,927 15 ,246

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

a. Nilai p pada pretest kelompok terapi adalah 0,442 berarti p >0,05 (α), maka

dikatakan bahwa data normal

b. Nilai p pada pretest kelompok kontrol adalah 0,246 berarti p > 0,05 (α), maka

dikatakan bahwa data normal

Uji Normalitas Posttest


Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.

nilai 1 ,316 15 ,000 ,790 15 ,003


*
2 ,148 15 ,200 ,947 15 ,484

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction
a. Nilai p pada posttest kelompok terapi adalah 0,003 berarti p < 0,05 (α), maka

dikatakan bahwa data tidak normal

b. Nilai p pada posttest kelompok kontrol adalah 0,484 berarti p > 0,05 (α), maka

dikatakan bahwa data normal


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
145

3. Uji Homogenitas Levene’s Test

Uji humogoneitas dikaukan pada data pretest terapi dan pretest control.

Levene's Test for Equality of Variances

F Sig.

Nilaisebelum Equal variances assumed 5,704 ,024

Equal variances not assumed

Pada tabel uji homogenitas ditunjukkan pada kolom sig. P value > α.

Kesimpulan:

a. p > α menunjukkan bahwa variabel pretest terapi dan pretest kontrol < 0,05

yang berarti bahwa data bersifat tidak homogen.

4. Hasil Uji Wilcoxon

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks


a
Sesudah - Sebelum Negative Ranks 15 8,00 120,00
b
Positive Ranks 0 ,00 ,00
c
Ties 0

Total 15

a. Sesudah < Sebelum


b. Sesudah > Sebelum
c. Sesudah = Sebelum

a
Test Statistics

Sesudah -
Sebelum
b
Z -3,449
Asymp. Sig. (2-tailed) ,001

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
146

Pada uji Wilcoxon dapat dilihat nilai p pada kolom sig (2-tailed). Nilai p adalah

0,001 yang berarti p < 0,05 (α) maka terdapat perbedaan yang signifikan antara

nilai kualitas tidur pretest dan posttest pada kelompok terapi

5. Uji T Dependen

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the Sig.
Std. Std. Error Difference (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair Sebelum -
-,200 ,414 ,107 -,429 ,029 -1,871 14 ,082
1 Sesudah

Pada uji t dependent dapat dilihat nilai p pada kolom sig (2-tailed). Nilai p adalah

0,082 yang berarti p < 0,05 (α) maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan

antara nilai pretest dan posttest pada kelompok kontrol.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
147

6. Uji T Independen

Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95%
Confidence

Sig. Interval of the

(2- Mean Std. Error Difference

F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

Nila Equal
iseb variances 5,704 ,024 -,380 28 ,707 -,267 ,701 -1,704 1,170
elu assumed
m Equal
variances not -,380 21,900 ,707 -,267 ,701 -1,722 1,188
assumed

Pada Independent t-test nilai p dapat dilihat pada kolom sig(2-tailed), nilai p =

0,707 yang berarti p > 0,05 (α), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

perbedaan nilai kualitas tidur yang signifikan antara kualitas tidur sebelum

pembeian terapi tawa pada kelompok terapi dan kelompok kontrol. P value yang

gunakan adalah pada bagian equal variances not assumed varian datanya tidak

homogen.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
148

7. Uji Mann-Whitney

Ranks

Kode N Mean Rank Sum of Ranks

Nilaisesudah kelompok terapi tawa 15 8,00 120,00

kelompok kontrol 15 23,00 345,00

Total 30

a
Test Statistics

Nilaisesudah

Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 120,000
Z -4,743
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,000

a. Grouping Variable: Kode


b. Not corrected for ties.

Hasil uji Mann-Whitney test nilai p dapat dilihat pada kolom sig(2-tailed). Nilai p

= 0,00 yang berarti p > 0,05 (α) maka dapat simpulkan bahwa terdapat perbedaan

nilai kualitas tidur yang signifikan antara kualitas tidur setelah pembeian terapi

tawa pada kelompok terapi dan kelompok kontrol.


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
149

LAMPIRAN J: Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Kegiatan Pengisian Kuesioner Kualitas Tidur di UPT PSLU Jember


oleh Ananta Erfrandau (Mahasiswa PSIK Universitas Jember)

Gambar 2. Kegiatan Terapi Tawa pada Lansia di UPT PSLU Jember oleh Ananta
Erfrandau (Mahasiswa PSIK Universitas Jember)
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
150

Gambar 3. Kegiatan Terapi Tawa pada Lansia di UPT PSLU Jember oleh Ananta
Erfrandau (Mahasiswa PSIK Universitas Jember)

Gambar 3. Kegiatan Terapi Tawa pada Lansia di UPT PSLU Jember oleh Ananta
Erfrandau (Mahasiswa PSIK Universitas Jember
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

Anda mungkin juga menyukai