Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
SKRIPSI
Oleh
Ananta Erfrandau
NIM 122310101015
i
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Keperawaan
Oleh
Ananta Erfrandau
NIM 122310101015
ii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
SKRIPSI
Oleh
Ananta Erfrandau
NIM 122310101015
Pembimbing:
iii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, skripsi ini penulis persembahkan
untuk:
1. Kedua orang tuaku, ayahanda Agus Suyitno dan ibunda Sri Ernawati yang
menjadi motivasi terbesar saya dalam pencapaian gelar sarjana. Terima kasih
untuk segala doa yang selalu dipanjatkan setiap harinya, perhatian dan kasih
sayang serta dukungan moril dan materi yang tidak pernah putus.
2. Kakak dan adik terhebatku Arzaqi Erfrandau dan Alacsid Erfrandau, terima
3. Keluarga besarku, nde Lilik, pakde Agus, nde Mentrik, nde Nik, mbak Rini,
dan semua yang tidak disebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala
bentuk nasehat, dukungan, dan doa dalam pencapaian gelar sarjana ini.
dosen yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis
7. Sahabat Florence Nightingale 2012 yang menjadi keluarga kedua saya selama
iv
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
MOTTO
atau
Orang- orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang
harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka
(Aldus Huxley)2
1)
Departemen Agama Republik Indonesia. 2006. Al-Qur’an Maghfirah. Jakarta:
Maghfirah Pustaka.
2)
Aldus Huxley
v
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
PERNYATAAN
vi
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
PENGESAHAN
vii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
Pengaruh terapi tawa terhadap kualitas tidur pada lansia di Unit Pelayanan Teknis
Panti Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Kabupaten Jember (The effect of laughter
therapy on sleep quality of elderly in Long-Term Care Jember).
Ananta Erfrandau
ABSTRACT
Age is a factor that can influence sleep quality. Sleep quality decreases with aging
and the complaints of sleep become common among elderly. This study aimed to
analyze the effect of laughter therapy on sleep quality of elderly in Long-Term
Care Jember. The design of study was randomized control group pretest-posttest
design. The sample was 30 respondents, 15 respondents is intervention group and
15 respondents is control group. Sleep quality was measured by using Pittsburgh
Sleep Quality Index (PSQI). The data were analyzed by t test, Wilcoxon test, and
Mann-Whitney test with significance level of 0.05. The result revealed a
significant difference of sleep quality before and after laughter therapy in the
treatment group (p: 0.001), and there was no significant difference between
pretest and posttest in the control group (p: 0.082). Mann-Whitney test showed a
significant difference of sleep quality between the treatment group and the control
group after laughter therapy (p: 0.000). The percentage of elderly sleep quality
before laughter therapy in the treatment group that is bad 100%, while after
laughter therapy that is either equal to 100% which means there pengingkatan
sleep quality rating of 100%. Percentage of quality sleep before therapy in the
control group of poor by 100%, while after a bad sleep therapy kulaitas
percentage is 100%, which means no increase in the quality of sleep in the control
group It can be concluded that there was a significant effect of laughter therapy
on sleep quality of elderly in Long-Term Care Jember. Laughter therapy can be
applied to improve sleep quality in elderly people.
viii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
RINGKASAN
ix
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
posttest design. Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling yang
melibatkan 30 responden yang dibagi menjadi 15 responden sebagai kelompok
perlakuan dan 15 responden sebagai kelompok kontrol. Terapi tawa dilakukan
sehari sekali selama tujuh hari berturut-turut selama 15-20 menit. Data dianalisis
menggunakan uji t dependent, wilcoxon, t independent dan mann-whitney dengan
α: 0,05. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dari kualitas tidur
lansia sebelum dan setelah terapi tawa pada kelompok perlakuan (p value: 0,001).
Pada kelompok kontrol hasil menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
dari kualitas tidur pada lansia sebelum dan setelah terapi tawa (p value: 0,082).
Selanjutnya, ada perbedaan yang signifikan kualitas tidur lansia antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol setelah dilakukan terapi tawa (p value: 0,000).
Kesimpulan penelitian ini adalah ada pengaruh terapi tawa terhadap
kualitas tidur lansia di UPT PSLU Jember. Hal ini dibuktikan dengan adanya
peningkatan kualitas tidur lansia pada kelompok perlakuan setelah dilakukan
terapi tawa. Berdasarkan hasil penelitian ini terapi tawa dapat diterapkan sebagai
salah satu intervensi non farmakologis untuk meningkatkan kualitas tidur lansia.
x
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proposal penyelesaian skripsi
3. Ns. Nur Widayati, MN., selaku Dosen Pembimbing Anggota, yang telah
Jember;
Universitas Jember;
xi
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
6. Seluruh staf karyawan UPT PSLU Jember yang telah membantu memberikan
7. Kedua orang tuaku Agus Suyitno dan Sri Ernawati serta kakak dan adikku
11. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan proposal skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuannya.
Peneliti juga menerima segala kritik dan saran yang dapat membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan proposal skripsi ini. Peneliti berharap
Penulis
xii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
DAFTAR ISI
xiii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
xiv
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
xv
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4. 1 Rancagan pre-test and post-test with control group. ................ ….. 54
xvi
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 2 Alokasi Waktu dan Intensitas Terapi Tawa pada Lansia .................... 62
Tabel 5. 3 Nilai PSQI Lansia Sebelum Terapi Tawa pada Kelompok Terapi ..... 75
Tabel 5. 4 Nilai PSQI Lansia Setelah Terapi Tawa pada Kelompok Terapi ....... 75
Tabel 5. 5 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada
Kelompok Terapi di UPT PSLU Jember (n:30) ................................. 75
Tabel 5. 6 Selisih Kualitas Tidur Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada
Kelompok Terapi di UPT PSLU (n:15) ............................................. 77
Tabel 5. 7 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada
Kelompok Kontroldi UPT PSLU Jember (n:30) ................................ 78
Tabel 5. 8 Nilai PSQI Lansia Sebelum Terapi Tawa pada Kelompok Kontrol ... 75
Tabel 5. 9 Nilai PSQI Lansia Setelah Terapi Tawa pada Kelompok Kontrol ..... 75
Tabel 5.10 Selisih Kualitas Tidur Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada
Kelompok Kontrol di UPT PSLU Jember (n:15) ............................... 79
Tabel 5.11 Analisis Uji Normalitas Kualitas Tidur Lansia Sebelum Dan Setelah
Terapi Tawa pada Kelompok Terapi dan Kelompok Kontrol di UPT
PSLU Jember...................................................................................... 80
xvii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
Tabel 5.13 Hasil Uji Wilcoxon Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi
Tawa pada Kelompok Terapi di UPT PSLU Jember (n=15) ............. 81
Tabel 5.14 Hasil Uji T Dependen Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah
Terapi Tawa pada Kelompok Kontrol di UPT PSLU (n=15) ............ 82
Tabel 5.15 Hasil Uji T Independen Kualitas Tidur Lansia Sebelum Terapi Tawa
pada Kelompok Terapi dan Kelompok Kontrol di UPT PSLU Jember
(n=30) ................................................................................................. 82
Tabel 5.16 Hasil Uji Mann- Whitney Kualitas Tidur Lansia Setelah Terapi Tawa
pada Kelompok Terapi dan Kelompok Kontrol di UPT PSLU Jember
(n=30) ................................................................................................. 83
xviii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
DAFTAR LAMPIRAN
xix
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
1
BAB 1. PENDAHULUAN
(lansia) diseluruh dunia diperkirakan berjumlah 500 juta dengan usia rata-rata 60
tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Negara maju
seperti Amerika serikat pertambahan lansia diperkirakan 1.000 orang per hari
pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun
sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti menjadi “Ledakan Penduduk
lansia terbanyak setelah China, India, dan Amerika. Sensus penduduk tahun 2010
didapatkan data jumlah lansia yang meningkat secara signifikan. Jika pada tahun
1970-an, jumlah lansia hanya sekitar empat persen dari keseluruhan penduduk,
saat ini sudah mencapai hampir 10 persen dari jumlah keseluruhan penduduk
2011).
penduduk 2.407.115 jiwa (Badan Lingkungan Hidup [BLH] Provinsi Jawa Timur,
2015). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
(PSLU) Puger Kabupaten Jember, lansia di PSLU Jember berjumlah 140 orang
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
2
dengan rentang usia 60-90 tahun. Karakteristik lansia di UPT PSLU Jember
dibagi menjadi tiga yaitu perawatan mandiri, perawatan partial, dan perawatan
total. Lansia dengan perawatan mandiri merupakan lansia yang dapat memenuhi
Activity Daily Living (ADL) dengan baik dan tanpa dibantu oleh petugas maupun
perawatan mandiri karena indikasi dalam melakukan terapi tawa adalah lansia
yang stres/ depresi, hipertensi, gangguan tidur, dan lansia dengan gangguan
penyakit wasir, hernia, jantung, sesak nafas, prolaps uteri, TBC, komplikasi mata,
dan batu selesai operasi. terapi tawa dilakukan pada lansia dengan stres dan
depresi, hipertensi perawatan mandiri tidak akan kesulitan untuk melakukan terapi
yang akan diberikan. Jumlah lansia dengan perawatan mandiri adalah sejumlah 70
lansia.
masalah kesehatan yang terjadi pada lansia tidak hanya masalah fisik tetapi juga
artritis, gatal-gatal, dan stroke. Masalah psikologis yang terjadi antara lain stres,
kesepian, dan gangguan tidur. Gangguan tidur yang dialami yaitu sulit tidur di
malam hari, bangun lebih awal yaitu lansia yang biasa terbangun pukul 03.00
WIB , dan terlalu banyak tidur pada siang hari yang biasa lansia lakukan yaitu
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
3
tidur selama 3-4 jam pada siang hari dan 4-5 jam pada malam hari. Wawancara
hari, bangun terlalu awal, dan sering tidur pada siang hari. Lansia tersebut
mengatakan mengalami sulit tidur karena memikirkan keluarga yang jarang atau
terkadang ada masalah dengan teman satu kamar sehingga menjadi kepikiran dan
sulit tidur.
oksigenasi, cairan elektrolit, eliminasi urin, eliminasi fekal, dan tidur (Potter &
Perry, 2005b). Kebutuhan dasar yang sering kali tidak disadari peranannya adalah
kebutuhan istirahat dan tidur (Kaplan & Sadock dalam Erliana, Haroen, dan
Susati 2009).
Tidur adalah keadaan saat terjadinya proses pemulihan bagi tubuh dan otak
serta sangat penting terhadap pencapaian kesehatan yang optimal (Maas, 2011).
Kebutuhan tidur merupakan kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar bagi
kelangsungan hidup manusia (Asmadi, 2008). Waktu tidur akan menurun sesuai
dengan bertambahnya usia. Lansia memerlukan waku tidur selama 6 jam dan juga
akan mengalami penurunan (Miller dalam Azizah, 2011). Pada kelompok usia 60
tahun didapatkan 7% mengeluhkan masalah tidur yaitu hanya dapat tidur tidak
lebih dari lima jam sehari. Kelompok lansia 70 tahun ditemukan 22% mengeluh
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
4
terbangun lebih awal dan 30% mengeluh banyak yang terbangun di malam hari
(Nugroho, 2008).
istirahat lansia dan membuat lansia lebih mudah mengalami gangguan tidur.
baik secara fisik, biologis, mental maupun sosial ekonomi (Maas, 2011). Hal ini
menyebabkan lansia mudah sekali mengalami stres dan depresi, yang akan
berdampak pada tidur lansia. Perubahan siklus sirkadian dan perubahan keadaan
hormonal juga menyebabkan jam biologik lansia lebih pendek, fase tidur lebih
maju, sehingga lansia memulai tidur lebih awal dan bangun lebih awal pula
Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%.
serius dari gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk berlebihan pada siang
hari, mood depresi, gangguan atensi dan memori, sering terjatuh, penurunan
hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup (Amir, 2007).
Gangguan tidur pada lansia sering terjadi karena semakin bertambahnya usia
seseorang maka akan terjadi penurunan fungsi organ yang berpengaruh pada
kondisi mental dan psikososial seperti kurang percaya diri, stres, cemas, dan
(10,34%) insomnia sangat berat. Penelitian Mading (2015) terhadap l43 orang
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
5
lansia yang mengalami insomnia menunjukan salah satu perubahan yang paling
sering dijumpai adalah kesulitan memulai tidur, kesulitan menahan tidur, sering
Terapi farmakologi yang biasa digunakan dan dianggap paling efektif untuk
mengatasi gangguan tidur adalah obat tidur, dimana jika digunakan secara terus-
Safitri, dan Aryani, 2014 ). Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan adalah
medicine yang salah satunya adalah terapi tertawa (National Center for
Comlementary and Integrative Health [NCCIH], 2001). Terapi tawa adalah terapi
dengan menggunakan humor dan tawa yang berguna untuk membantu individu
mental. Penggunaan tawa dalam terapi dapat menghasilkan perasan lega pada
individu karena secara alami tawa menghasilkan pereda stres dan rasa sakit
menurunkan sekresi ACTH dan kadar kortisol dalam darah. Sekresi ACTH yang
Menurut penelitian Joseph dan Riaz (2015) dengan terapi tawa sebanyak
81% lansia dengan depresi menjadi tidak mudah marah, dapat mengatasi
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
6
kecemasan, ketegangan dan gangguan tidur dengan baik. Penelitian Iting dan
Kasra (2012) menjelaskan bahwa rata-rata skor gejala depresi menurun setelah
diberikan terapi tawa yaitu dari 28.27 menjadi 24.50. Penelitian Sari (2014)
memiliki insomnia yaitu masuk dalam kategori insomnia sedang sebanyak 6 orang
(42,9%) dan pada kategori insomnia berat sebanyak 8 orang (57,1%). Setelah
dilakukan terapi tawa didapatkan kejadian insomnia menurun yaitu lansia dalam
insomnia ringan sebanyak 8 orang (57,2%), dan pada insomnia sedang terdapat 2
orang (14,3%).
Tujuan umum dalam penelitian ini yaitu menganalisis pengaruh terapi tawa
terhadap kualitas tidur pada lansia di Unit Pelayanan Terpadu Pelayanan Sosial
Manfaat yang bisa diperoleh bagi instansi kesehatan adalah data dan hasil
yang diperoleh dapat dijadikan sumber informasi dan masukan untuk optimalisasi
Manfaat penelitian ini bagi keperawatan yaitu hasil penelitian ini diharapkan
kualitas tidur pada lansia dapat lebih optimal dengan mengetahui pengaruh terapi
tawa terhadap kualitas tidur. Hal ini menjadi penting bagi lansia, karena kualitas
tidur yang baik dapat menunjang dalam peningkatan kualitas hidup lansia.
penelitian yang dilakukan oleh Ika Novita Sari (2014) dengan judul “Pengaruh
PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur”. Penelitian ini merupakan penelitian pre
diberikan terapi tertawa pada siang hari selama 7 hari berturut-turut. Metode
Hasil peneitian berdasarkan uji statistik paired t-test didapatkan hasil nilai p =
usia lanjut di PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur. Kejadian insomnia sebelum
2 responden (14,3%).
Perbedaan dengan penelitian saat ini terletak pada variabel dependen yaitu
Lansia merupakan seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
(Dewi, 2014; Kementrian Kesehatan RI, 2014). Menurut Effen dan Makhfudli
(2009) lansia adalah seoseorang yang telah berusia 65 tahun keatas. Menurut
Potter & Perry (2005a) usia antara 65 sampai 75 tahun disebut dengan masa
dewasa tua (lansia). Masa lanjut usia (geriatric age) adalah > 65 tahun atau 70
tahun yang dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old
(75-80 tahun), dan very old (>80 tahun) (Efendi dan Makhfudli 2009). Menurut
WHO, lansia dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu lansia usia pertengahan
(middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90
tahun, dan lansia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Kushariyadi, 2011)
Menurut Potter dan Perry (2005a) menyatakan bahwa lansia memiliki tugas
(Azizah, 2011:3).
kemunduran fungsi dan kemampuan sistem yang ada di dalam tubuh sehingga
kemunduran struktur dan fungsi organ dan hal itu dapat mempengaruhi
kemandirian dan kesehatan lansia (Nugroho, 2008). Memasuki masa tua berarti
yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak
daya tahan tubuh dalam mengatasi stresor dari dalam maupun dari dalam tubuh
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
13
Proses penuaan pada setiap individu akan berdampak pada kondisi individu
a. Perubahan Fisik
1) Sel
Perubahan keadaan sel yang terjadi pada lansia akan berdampak pada
fungsi sistem tubuh pada lansia. Perubahan yang terjadi terkait keadaan sel
pada lansia yaitu, jumlah sel berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh
menurun, dan cairan intraseluler menurun (Maryam, 2008). Kondisi sel pada
lansia juga mengalami penurunan pada jumlah sel otak, mekanisme perbaikan
sel terganggu, otak menjadi atrofi (berkurang 5-10%) dan lekukan otak akan
2) Sistem Kardiovaskuler
jantung dan juga curah jantung akan menurun (Nugroho, 2008). Menurut
3) Sistem Respirasi
elastisitas bronkus. Perubahan juga akan terjadi pada otot, kartilago, dan
4) Sistem Neurologis
mengontrol sirkadian tidur dan disekresi terutama pada malam hari. Sekresi
melatonin akan berkurang jika terpajan dengan cahaya terang (Guyton &
Hall, 2007).
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
15
5) Sistem Muskuloskeletal
serabut otot, daan berkurangnya aliran darah ke otot seiring dengan terjadinya
proses menua (Maryam, 2008). Laju demineralisasi tulang terjadi lebih besar
pada wanita yang menopause daripada pria lansia (Potter & Perry, 2005a).
6) Sistem Pencernaan
semakin mengecil.
7) Sistem Urinaria
Kondisi sistem urinaria yang terjadi pada lansia yaitu ginjal mengalami
vesika melemah, kapasitas menurun hingga 200 ml, dan terjadi pembesaran
prostat pada laki-laki yang terjadi kurang lebih 75% dengan usia diatas 65
8) Sistem Reproduksi
seksual.
9) Sistem Indera
elastis kering, dan berkerut yang terjadi pada kulit (Azizah, 2011).
otot juga mengakibatkan ketebatasan refleks menggigil dan panas tidak akan
b. Perubahan Kognitif
Perubahan kognitif yang terjadi pada lansia menurut Azizah (2008) yaitu:
1) Terjadi penurunan memory atau daya ingat. Ingatan jangka panjang (long
dalam mempertimbangkan antara baik dan buruk secara adil dan bijaksana.
mencapai apa yang diinginkan. Sumber dari motivasi adalah fungsi kognitif
dan afektif.
c. Perubahan Psikososial
bervariasi. Pegawai negeri sipil mungkin pensiun pada usia 65 tahun, industri
swasta biasanya antara usia 62- 70 tahun, dan untuk pegaawai federal tidak
dipensiunkan sampai usia 70 tahun (Potter & Perry, 2005a). Menurut Nugroho
usia. Isolasi sosial dibagi menjadi 4 tipe yaitu: sikap, penampilan, perilaku, dan
geografi (Potter & Perry, 2005a). Isolasi perilaku terjadi akibat tidak
diterimanya lansia oleh semua orang terutama sesama lansia. Hal ini
menyebabkan lansia menarik diri dari aktivitas sosial (Potter & Perry, 2005a).
lambatnya reaksi dan perilaku lansia. Kurang cekatan pada lansia terjadi karena
terasing atau diasingkan (Azizah, 2011). Perubahan spiritual pada lansia yaitu
d. Perubahan Psikologis
1) Stres
Salah satu masalah psikologis yang dapat dialami oleh lansia adalah stres.
perubahan dan ketegangan emosi (Sunaryo dalam Subakti, 2008). Lansia yang
dalam darah yang akan mengaktivasi sistem saraf simpatis sehingga seseorang
akan terus terjaga. Aktifnya saraf simpatis membuat lansia tidak dapat santai
atau rileks sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk. Aktivasi sistem
serotonin dan endorfin otak (Kadir, 2012 ;Simanungkalit & Pasaribu, 2007).
puncaknya pada pagi hari (6-8 jam tidur sampai 1 jam setelah bangun) dengan
2) Ketakutan
Memasuki usia tua, sebagian besar lansia akan kurang siap menghadapi
hal tersebut, sehingga lansia akan kurang dapat menyesuaikan diri dan
merasa tersisih dan tidak dibutuhkan. Ketakutan dan keraguan juga merupakan
(Widyastuti, 2009).
3) Ansietas
Ansietas merupakan perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung
oleh situasi. Ansietas adalah kondisi yang berlebihan disertai respon perilaku,
emosi dan fisiologis (Videbeck, 2008). Ansietas adalah suatu keadaan tegang
bersalah, perasaan tidak aman dan kebutuhan akan kepastian. Kecemasan pada
dasarnya merupakan sebuah respons terhadap apa yang terjadi atau antisipatif,
fisik dan psikis, menurunnya penghasilan akibat pensiun, serta kesepian akibat
ditinggal oleh pasangan, keluarga atau teman seusia (Ruspawan & Wulandari,
2011).
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
21
a. Mudah Jatuh
Hal tersebut terjadi karena sistem sensori yang berperan sebagai penglihatan
seperti stroke membuat sistem saraf sensor tidak berespon sehingga terjadi
b. Mudah Lelah
(Bandiyah, 2009)
gangguan fungsi hati, gangguan fungsi otak, radang selaput otak, dehidrasi,
menurun, sehingga lansia mengalami penurunan berat badan. Faktor lain yang
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
22
Terjadi karena obat-obatan, keadaan diare, kelainan pada usus besar, dan
radang saraf mata, dan tekanan dalam mata yang meninggi (Azizah, 2011).
h. Gangguan Pendengaran
(Bandiyah, 2009).
i. Gangguan Tidur
tidur pada lansia. Seiring dengan bertambahnya usia keluhan kualitas tidur
ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik antara lain lingkungan yang
kurang tenang, sedangkan faktor intrinsik dibagi menjadi dua yaitu organik
dan psikogenik. Nyeri, gatal, kram betis, sindrom tungkai bergerak, dan sakit
(Guyton & Hall, 2007). Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang
cukup akan merasa tenaganya telah pulih (Potter & Perry, 2005b). Tidur adalah
keadaan perilaku ritmik dan siklik yang terjadi dalam lima tahap (Stanley &
Beare, 2006). Menurut Asmadi (2008) tidur adalah keadaan tidak sadar karena
yang lebih lama dari keterjagaan. Orang mengalami irama siklus sebagai bagian
dari kehidupan mereka setiap hari yang dikenal dengan irama sirkardian. Pola
dan perkiraan suhu tubuh, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik
dipengaruhi oleh cahaya dan suhu serta faktor-faktor eksternal seperti aktivitas
sosial dan rutinitas pekerjaan. Jika siklus tidur bangun seseorang berubah secara
aktivitas sistem saraf pusat yang berhubungan dengan perubahan endokrin, sistem
secara intermiten dan menekan pusat otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan
Activating System (RAS) dan Bulbal Synchronizing Region (BSR), thalamus dan
Produksi yang dihasilkan oleh dua mekanisme serebral dalam batang otak
ke otak yang berperan sangat spesifik dalam menginduksi rasa kantuk dan
keinginan untuk tidur, serta sebagai modulator kapasitas kerja otak. Dalam tubuh
kotekolamin yang sekresinya akan berkurang jika terpajan dengan cahaya terang
rangsangan cahaya. Cahaya yang diterima oleh retina mata akan diteruskan
melalui suatu jalur saraf khusus yaitu Retino Hypothalamic Tract (RHT). RHT
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
25
merupakan suatu jalur saraf khusus yang berjalan dari kiasma optikum pada
2006).
Serabut eferen dari SCN akan memicu sinyal saraf dan humoral yang akan
banyak. Jumlah serotonin yang berfungsi untuk menekan tidur akan berkurang,
maka dalam kondisi cahaya gelap akan terjadi peningkatan tidur (Ganong, 2008)
yang dihasilkan oleh kelenjar pineal dan beberapa organ lain, seperti kelenjar
saliva, Gastro Intestinal Tract, kulit, sumsum tulang dan limfosit. Melatonin akan
disintesis oleh pinealosit. Pinealosit akan mengambil tryptophan dari darah dan
Melatonin kemudian akan dilepaskan pada saat malam hari karena aktivasi
Russel, 2007). Melatonin yang biasa disebut “hormone of darkness” (Gall, Stehle
dan Weaver, 2002) memiliki fungsi fisiologis antara lain yakni mengontrol irama
sirkardian. Terdapat tiga jenis reseptor melatonin yang terdapat pada vertebrata,
namun hanya 2 jenis reseptor yang terdapat pada mamalia. Kedua reseptor
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
26
tersebut adalah MT1 (Mel 1a) dan MT2 (Mel 1b). Reseptor melatonin yang
yang terdapat pada kelenjar pineal dan suprachiasmatic Nuclei (SCN) yang
langsung oleh stimulus saraf yang diterima oleh mata. Informasi cahaya yang
diterima oleh mata tersebut akan ditransmisikan melalui RHT ke SCN pada
hipothalamus. Kondisi cahaya gelap, sinyal elektrik neural saraf yang diterima
oleh SCN akan diteruskan ke kelenjar pineal dan akan melepaskan norepinefrin
yang akan memulai sintesis melatonin. Oleh karena itu, peran cahaya dalam
melatonin tinggi pada keadaan cahaya gelap, sedangkan pada keadaan cahaya
terang melatonin akan berada pada jumlah yang randah. Tingkat melatonin pada
konsentrasi plasma pada saat gelap mencapai 50 kali tingkat melatonin pada saat
terang. Pada orang normal sekresi melatonin maksimal terjadi pada pukul 2
malam, dan sekresi minimal terjadi pada siang hari (Simonneaux & Ribelayga,
Penurunan hormon ini akan berpengaruh terhadap proses tidur lansia, bahkan pola
tidur pada lansia bisa berubah dari kondisi yang normal karena kesulitan tidur
sehubungan dengan penurunan produksi serotonin dan melatonin (Guyton & Hall,
2007). Suatu studi metaanalisis pada 2011 juga menyebutkan adanya penurunan
sirkadian, terganggunya tidur malam hari, kelelahan pada siang hari, dan
meningkatnya kepekaan terhadap nyeri (Mahdi, Fatima, Das, dan Verma, 2011).
Menurut Potter dan Perry (2005b) tidur melibatkan dua fase yakni
pergerakan mata yang tidak cepat (non rapid eye movement, NREM) dan
pergerakan mata yang cepat (rapid eye movement, REM). Selama NREM
seseorang yang tidur megalami kemajuan melalui empat tahap selama siklus tidur
berdurasi 90 menit. Kualitas tidur dari tahap 1 hingga tahap 4 bertambah dalam.
Tidur yang dangkal merupakan karakteristik tahap 1 dan 2 sehingga orang lebih
mudah terbangun. Tahap 3 dan 4 merupakan tidur yang dalam dimana seseorang
sulit bangun. Tidur REM merupakan fase akhir tiap siklus 90 menit. Konsolidasi
memori dan pemulihan psikologis terjadi pada waktu tersebut. Tahapan tidur
a. Tahap 1: NREM
Merupakan tahap tingkat paling dangkal dari tidur dan berakhir dalam
tanda-tanda vital dan metabolisme secara bertahap. Tahap ini akan membuat
seseorang akan mudah terbagun oleh stimulus suara dan ketika bangun akan
b. Tahap 2: NREM
c. Tahap 3:NREM
Tahap awal tidur dalam dimana orang sulit dibangunkan dan jarang bergerak.
Tanda-tanda vital pada tahap ini akan mengalami penurunan teratur dan juga
d. Tahap 4: NREM
tanda vital pada tahap ini akan mengalami penurunan secara bermakna
dibanding selama jam terjaga yang berakhir hingga 15-30 menit. Tahap ini
e. Tidur REM
Merupakan tidur dimana terdapat mimpi yang tampak hidup. Tahap ini
pergerakan mata yang cepat, fluktuasi jantung dan kecepatan respirasi, sekresi
adalah melewati 4-6 siklus tidur penuh, tiap siklus terdiri atas 4 tahap dari tidur
NREM dan satu periode dari tidur REM. Pola siklus dimulai dari tahap 1 NREM
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
29
diikuti oleh tahap 2, 3, dan 4 NREM, diikuti kebalikan tahap 4 ke-3, kemudian ke-
2 dan diakhiri dengan periode dari tidur REM. Tidur REM dapat tercapai sekitar
tidur REM dapat berakhir sampai 60 menit. Jumlah siklus tidur tergantung pada
total waktu yang digunakan untuk tidur (Potter & Perry, 2005b).
Tidur nyenyak bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung. Selama tidur tahap 4
Teori lain menambahkan bahwa tubuh menyimpan energi selama tidur. Otot
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
30
skelet berelaksasi secara progresif. Penurunan laju metabolik basal lebih jauh
pembelajaran. Tidur REM yang kurang dapat mengarah pada perasaan bingung
Kualitas tidur merupakan keadaan tidur yang dijalani oleh seseorang yang
mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta
aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang
REM dan NREM yang pantas (Kozier, Erb, Berman dan Snyder, 2004).
Kualitas tidur adalah kepuasaan terhadap tidur, sehingga orang tersebut tidak
gelisah, lesu dan apatis, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, perhatian
terpecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat dalam
Sagala, 2011).
fenomena yang kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Latensi tidur, durasi
tidur, efisiensi tidur, penggunaan obat tidur, gangguan tidur, dan disfungsi siang
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
31
hari merupakan bagian dari kualitas tidur (Wavy, 2008). Kualitas juga bisa
dikatakan baik apabila seseorang tidak menunjukkan tanda kekurangan tidur dan
tidak mengalami masalah tidur. Tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi
tanda fisik dan tanda psikologis. Tanda fisik kekurangan tidur yaitu terlihat area
dan mata cekung, kantuk yang berlebihan ditandai dengan seringkali menguap,
penglihatan kabur, mual, dan pusing. Tanda psikologis dari kekurangan tidur
meliputi apatis dan respon menurun, menarik diri, daya ingat berkurang, bingung,
komponen, yaitu:
a. Kualitas tidur subjektif yaitu penilaian subjektif diri sendiri terhadap kualitas
tidur yang dimiliki. Adanya perasaan terganggu dan tidak nyaman pada diri
b. Latensi tidur yaitu berapa waktu yang dibutuhkan sehingga seseorang bisa
dengan menilai jam tidur seseorang dan durasi tidur seseorang sehingga dapat
d. Penggunaan obat tidur dapat menandakan seberapa berat gangguan tidur yang
sudah sangat terganggu pola tidurnya dan obat tidur dianggap perlu untuk
membantu tidur.
f. Durasi tidur yaitu dinilai dari waktu mulai tidur sampai waktu terbangun,
waktu tidur yang tidak terpenuhi akan menyebabkan kualitas tidur yang buruk.
otak. Aktivitas listrik yang terus menerus timbul dalam otak dapat ditunjukan
melalui perekaman listrik dari permukaan otak atau permukaan luar kepala. Hal
tersebut dipengaruhi derajat eksitasi otak akibat dari keadaan tidur, keadaan siaga
atau karena penyakit lain. Tipe gelombang EEG dibagi menjadi gelombang alfa,
Alat untuk mengukur kualitas tidur yaitu Pittsburgh Sleep Quality Index
(PSQI). PSQI merupakan sebuah instrumen yang efektif dalam mengukur kualitas
dan pola tidur. Tujuan dikembangkan PSQI yaitu untuk memberikan ukuran yang
reliabel,valid, dan standarisasi kualitas tidur, untuk membedakan antara tidur yang
baik dan buruk, untuk memberikan indeks yang mudah digunakan, dan untuk
memberikan penilaian singkat yang berguna secara klinis dari berbagai gangguan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
33
tidur yang mempengaruhi kualitas tidur. Kegunaan PSQI dalam penelitian klinis
kualitas tidur yang cepat dalam mengidentifikasi kualitas tidur yang baik dan
buruk, dan lebih baik dibandingkan dengan gold standard diagnosis klinis dan
2012).
PSQI terdiri dari 18 item yang dinilai oleh peneliti dan 5 item tambahan
yang dinilai oleh teman sekamar. Item 1-4 merupakan pertanyaan terbuka tentang
kebiasaan individu tidur dan bangun, total waktu tidur, dan sleep latency (menit).
Item 5-18 menggunakan skala Likert, yaitu 0= tidak selama satu bulan terakhir,
1= kurang dari sekali seminggu, 2= sekali atau dua kali seminggu, 3= tiga kali
atau lebih dalam seminggu. Item 19 menggunakan skala Likert dalam penilaian
sangat buruk. Item tambahan yang dinilai oleh teman sekamar tersebut hanya
digunakan untuk informasi klinis dan tidak ditabulasikan dalam penilaian dari
instrumen ini. Sembilan belas item pernyataan menilai berbagai faktor yang
tersebut kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan skor global dari PSQI yang
memiliki jangkauan skor 0-21. Skor global PSQI > 5 mengindikasikan ukuran
yang sensitif dan spesifik dari kualitas tidur yang buruk pada individu. Semakin
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
34
tinggi skor global yang didapat semakin buruk pula kualitas tidur individu
seseorang untuk dapat tidur dan mendapatkan tidur REM dan NREM yang tepat.
a. Usia
dengan bertambahnya usia. Usia di atas 60 tahun terjadi proses penuaan secara
psikologis. Lansia yang sehat sering mengalami perubahan pada pola tidurnya
yaitu memerlukan waktu yang lama untuk dapat tidur. Mereka menyadari
lebih sering terbangun dan hanya sedikit waktu yang dapat digunakan untuk
tahap tidur dalam sehingga mereka tidak puas terhadap kualitas tidurnya
(Nugroho, 2008).
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah status gender dari seseorang yaitu laki-laki dan
adanya gangguan secara fisik maupun secara psikologis tersebut maka wanita
akan mengalami suatu kecemasan. Jika kecemasan itu berlanjut maka akan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
35
c. Penyakit
Seseorang yang sedang sakit membutuhkan waktu tidur lebih lama dari pada
keadaan normal. Seseorang yang sakit akan mengalami perubahan pola tidur
karena penyakitnya seperti rasa nyeri yang dapat ditimbulkan oleh luka, tumor
d. Lingkungan
terhadap tidur seseorang (Kozier dkk, 2004). Menurut Potter dan Perry (2005b)
membangunkan seseorang dari tidur. Gangguan tidur akan terjadi apabila tidur
di ruangan terlalu panas atau terlalu dingin (Lee dkk, 2007). Menurut Sack
dkk, (2007) sorot lampu terlalu terang dapat menyebabkan gangguan tidur dan
e. Kelelahan
lelah seseorang maka akan semakin pendek tidur REMnya. Kondisi lelah dapat
f. Gaya hidup
Orang yang berkerja shift dan sering berubah shiftnya harus mengatur
kegiatannya agar dapat tidur pada waktu yang tepat. Keadaan rileks sebelum
g. Stres Emosi
dipenuhi dengan masalah mungkin tidak bisa rileks untuk bisa tidur.
i. Diet
mempermudah orang untuk tidur. Hal ini bisa menjelaskan mengapa seseorang
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
37
yang sebelum tidur meminum susu hangat, karena bias membantu seseorang
dibandingkan dengan yang tidak perokok. Hal ini disebabkan karena nikotin
merokok setelah makan malam dapat membantu tidur lebih baik. Pola tidur
akan menjadi lebih baik ketika mereka berhenti merokok (Kozier dkk. 2004).
dalam kopi, tetapi dalam makanan lain, minuman dan obat-obatan, seperti
dekongestan dan penekan nafsu makan. Kafein dan stimulan lainnya seperti
nikotin telah terbukti meningkatkan latensi tidur dan fragmentasi tidur, dan
i. Motivasi.
seseorang. Sebagai contoh adalah saat dimana seorang ingin tetap terjaga
dari beberapa faktor. Faktor usia merupakan faktor terpenting yang berpengaruh
seiring dengan bertambahnya usia. Usia di atas 60 tahun terjadi proses penuaan
secara alamiah yang menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan
psikologis. Lansia yang sehat sering mengalami perubahan pada pola tidurnya
yaitu memerlukan waktu yang lama untuk dapat tidur. Mereka menyadari lebih
sering terbangun dan hanya sedikit waktu yang dapat digunakan untuk tahap
tidur dalam sehingga mereka tidak puas terhadap kualitas tidurnya (Nugroho,
2008).
dapat mengganggu kesehatan fisik maupun psikis. Kebutuhan tidur setiap orang
menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tidur, tetapi lansia sering mengeluh
terbangun pada malam hari, memiliki waktu tidur kurang total, dan mengambil
tidur siang lebih banyak. Seringnya lansia terbangun pada malam hari
meyebabkan terjadi peningkatan lama tidur siang pada lansia (Perry & Potter,
12 tahun kebutuhan untuk tidur adalah 9 jam, usia 20 tahun berkurang menjadi 8
jam, usia 40 tahun menjadi 7 jam, 6,5 jam pada usia 60 tahun, dan 6 jam pada usia
stadium IV, selama 70-100 menit yangdi ikuti oleh letupan REM. Periode
REM berlangsung kira-kira 15 menit dan merupakan 20% dari waktu tidur
total. Umumnya tidur REM merupakan 20-25% dari jumlah tidur, stadium II
sekitar 50% dan stadium III dan IV bervariasi. Jumlah jam tidur total yang
normalberkisar 5-9 jam pada 90% orang dewasa. Efisiensi tidur berkurang
pada lansia, dengan waktu yang lebih lama di tempat tidur namun lebih singkat
gangguan pada lansia dibagi menjadi dua yaitu pendekatan farmakologi dan
nonfarmakologi.
a. Pendekatan Farmakologi
sampai 4 minggu)
didasarkan pada adanya dan keparahan gejala siang hari, terutama dampak
Contoh obat- obatan untuk menangani gangguan tidur yaitu golongan Non-
obat- obat tanpa resep adalah alkohol, antihistamin, melatonin, bahan- bahan
b. Pendekatan Nonfarmakologi
yoga, tertawa, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi,
hidroterapi.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
41
ekspresi kebahagian dan bisa dilakukan tanpa syarat dan sama khasiatnnya dengan
meditasi sehingga sering disebut yoga tawa. Terapi tertawa atau yoga tawa adalah
kondisi stres (Kataria, 2004). Tertawa merupakan ekspresi emosional atau jiwa
yang dinilai melalui raut wajah dan bunyi-bunyian tertentu. Secara fisiologis
tertawa dibagi menjadi dua yaitu satu set gerakan dan produk suara (Muhammad,
2011). Tertawa adalah kegiatan yang sehat dan memberi oksigen tambahan bagi
sel dan jaringan. Perasaan dan perilaku murung dapat menyebabkan pengurangan
(Plutchik, 2002).
Terapi tawa adalah terapi dengan menggunakan tawa. Terapi tawa dapat
Penggunaan tawa dalam terapi ini akan menghasilkan pereda stres dan rasa sakit.
hati yang dikeluarkan melalui mulut dalam bentuk suara tawa, senyuman yang
menghias wajah, suara hati yang lepas dan bergembira, peredaran darah yang
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
42
nyaman dan rileks. Hormon endorfin disebut juga sebagai morfin tubuh yang
menimbulkan efek sensasi nyaman dan sehat (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).
Saat tertawa bukan hanya hormon endorfin saja yang keluar tetapi banyak hormon
positif yang muncul. Keluarnya hormon positif yaitu hormon yang keluar yang
diproduksi oleh tubuh ketika merasa bahagia, ceria dan gembira seperti hormon
peredaran darah dalam tubuh sehingga fungsi kerja organ berjalan dengan normal
Tertawa merupakan terapi yang sangat ringan dan tidak membatasi usia,
namun terapi ini dilarang pada individu yang mempunyai beberapa jenis penyakit
pernapasan, peregangan dan berbagai teknik tawa stimulus. Satu sesi tawa
memakan waktu antara 20-30 menit. Sedangkan satu putaran tawa memakan
a. Persiapan Lingkungan
Latihan ini dilakukan diruangan serbaguna, dimana terdapat cukup udara segar
yang masuk dan dengan keadaan tenang, bebas dari gangguan (Kataria, 2004).
b. Persiapan Klien
dilakukan.
1) Langkah Pertama.
2) Langkah Kedua.
3) Langkah Ketiga
kepala ke atas belakang. Menoleh ke kanan dan kiri secara perlahan tidak
mengangkat tangan keatas dan dalam waktu 2-3 detik diturunkan kembali,
Tawa sapaan ini dilakukan dengan cara tertawa bertegur sapa dengan
tangan dan meyapa ala india (namaste) atau berjabat tangan (ala barat)
gelas, satu gelas berisi susu dan satu gelas kosong. Koordinator akan
sambil berpura pura minum susu, lakukan gerakan ini empat kali.
sedang tertawa lepas tetapi tanpa suara, saling memandang satu sama lain
tangan dan serempak tertawa lepas dan pada saat yang sama semua
Gerakan ini dilakukan sampai empat kali. Setelah selesai kembali menarik
dan tangan taracung seperti singa mau mencakar mangsanya. Saat itulah
peserta tertawa sambil saling berpandangan dan berjabat tangan, setelah itu
kembali lagi ke posisi semula. Setelah selesai tarik napas dalam dan pelan.
menarik para peserta, karena mereka akan bisa tertawa lepas. Setelah
selesai tarik napas dalam dan pelan agar kembali segar dan tenang.
lengan dan berlutut diikuti dengan tawa. Muatan dari tawa ini adalah
saling memaafkan jika ada perselisihan. Setelah selesai tarik napas dalam
dan pelan.
melirihkan tawa dan berhenti tertawa. Setelah selesai tarik napas dalam
pelan.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
49
Tawa ini merupakan sesi terakhir dari tahapan terapi. Seluruh peserta
sama tertawa dengan saling bertatapan dengan perasaan lega. Peserta juga
yang mendalam.
serotonin, yaitu sejenis morfin alami tubuh dan juga melatonin. Ketiga zat ini
merupakan zat baik untuk otak sehingga bisa merasa lebih senang. Adapun
2015).
neuropsikologis, antara lain suasana hati, memori, respons stress, modulasi nyeri,
dan pengaturan siklus tidur (Berger dkk, 2009). Pada siklus tidur, serotonin
dan untuk memulai tidur melalui melatonin, sehingga pada kondisi kadar
penderita sulit untuk memulai tidur (Dellwo et al., 2011). Suatu studi meta
analisis pada 2011 juga menyebutkan adanya penurunan kadar serotonin dan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
50
terganggunya tidur malam hari, kelelahan pada siang hari, dan meningkatnya
menurunkan sekresi ACTH dan kadar kortisol dalam darah. Sekresi ACTH yang
yang mengakibatkan perasaan yang nyaman rileks, dan senang (Simanungkalit &
Pasaribu, 2007; Kataria, 2004:181). Saat tertawa akan terjadi rangsangan efektif
pada sebagian besar otot mulut. Saat mulut terbuka dan tertutup ini, ada suatu
dorangan untuk mengisap udara yang cukup, sehingga dapat menangkap lebih
banyak oksigen. Oksigen ini akan dialirkan ke seluruh tubuh dalam jumlah yang
lebih banyak. Jumlah oksigen yang cukup banyak dalam sistem peredaran darah
dan melatonin yang membawa keadaan emosi dan perasaan keseluruh bagian
Pengeluaran CRH7
Penatalaksanan 9 : Gangguan stimulasi
1. Biollogikal Based Practice pada pinel gland 4
2. Mind body medicine
↑ Sekresi
3. Manipulative and body based ↓ Sekresi hormon ACTH7
practice melatonin 4
↑ hormon
Gangguan kortisol7
Terapi tawa pengaturan SAR
dan BSR 3
Rangsangan afektif
↓ serotonin dan
Aktivasi
pada otot mulut 8 endorfin9
hipotalamus 9 Gangguan penyesuaian
dan singkronisasi irama
sirkardan 5
↑ pengambilan8 O2
Menghambat
pengeluaran Gangguan
CRH 9 kualitas tidur
↑ aliran O2
keseluruh tubuh 8 ↓Sekresi
ACTH 10
↑ pengeluaran
: Mengakibatkan
neurotransmitter ↓ kortisol
yakni hormone dalam : Menghambat
serotonin, endofrin darah 10
dan melatonin 8
↑ Hormon
serotonin dan Sumber: 1Maryam (2008); 2Azizah (2011); 3Potter &
endorfin 10 Perry (2005a); 4Galimi (2010); 5Guyton &
Hall (2007); 6 Kozier et al (2004); 7Kadir
(2012); 8 Ruspawan & Wulandari (2011);
9
Simanungkalit & Pasaribu (2007); 10Kataria
Rileks (2004);11Ganong (2008)
Terapi Tawa
Lansia
: diteliti
: tidak diteliti
: diteliti
: tidak diteliti
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
53
antara dua atau lebih variabel (Nursalam, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini
adalah ada pengaruh terapi tawa terhadap kualitas tidur lansia di Unit Pelaksana
dilakukan intervensi (O1 dan O3) melalui kuesioner pengukuran kualitas tidur
hasil (variabel dependen) setelah dilakukan intervensi (O2 dan O4), yaitu peneliti
mengukur kembali kualitas tidur setelah diberikan terapi tawa (X). Rancangan
Populasi penelitian adalah jumlah keseluruhan objek yang diteliti dan dapat
subyek penelitian yang kualitas dan karakteristiknya dapat dipelajari dan ditarik
kesimpulan oleh peneliti (Sugiyono, 2014). Populasi dari penelitian ini adalah
seluruh lansia yang ada di UPT PSLU Jember yaitu sebanyak 140 orang.
Sampel adalah bagian dari keseluruhan populasi yang memiliki jumlah dan
digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 responden yang dibagi dalam
kelompok kontrol.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
56
pengambilan sampel yang merupakan cara pengambilan sampel secara acak yang
nama yaang menjadi sampel penelitian. Kocokan pertama sampai kelima belas
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang harus dipenuhi oleh setiap
Sampel pada penelitian ini adalah lansia di UPT PSLU Jember dengan kriteria
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang tidak
ini adalah:
nafas, wasir, TBC, jantung, hernia, dan lansia yang baru saja melakukan
operasi;
2) Lansia merokok;
5) Lansia yang tidak dapat mengikuti kegiatan penelitian hingga selesai atau
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2016 sampai dengan bulan Oktober
Definisi operasional pada penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel
Variabel dependen : Kepuasan tidur lansia yang meliputi 1. Kualitas tidur Kuesioner Ordinal Kategori kualitas
kualitas tidur kemudahan untuk memulai tidur, subyektif PSQI tidur yaitu :
mampu mempertahankan tidur, dan 2. Latensi tidur Baik = 0-≤5
merasa rileks setelah bangun dari tidur. 3. Durasi tidur Buruk = >5
4. Efisiensi
Kebiasaan tidur
5. Gangguan tidur
6. Penggunaan obat
tidur
7. Daytime
dysfunction
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
59
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari individu atau
penelitian ini adalah penilaian hasil kualitas tidur pada lansia sebelum dan setelah
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung oleh
pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau dokumen (Sugiyono, 2014)
Data sekunder pada penelitian ini adalah data mengenai lansia di UPT PSLU
penelitian (Nursalam, 2008). Proses pengumpulan data pada penelitian ini adalah
menilai kualitas tidur pretest responden pada kedua kelompok. Setelah dilakukan
pretest, kelompok terapi diberikan terapi tawa selama tujuh hari berturut-turut,
ssetelah itu dilakukan penilaian kualitas tidur kembali atau posttest pada keesokan
harinya.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
60
a. Langkah Administrasi
b. Proses Skrinning
Peneliti menetapkan responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang
c. Pelaksanaan
consent. Informasi yang diberikan mengenai maksud dan tujuan, manfaat serta
1. Pretest
dari responden. Pengumpulan data pretest dibagi menjadi dua sesi yaitu hari
pertama untuk kelompok terapi dan hari kedua untuk kelompok kontrol. Waktu
Jember.
2. Intervensi
Procedur (SOP). Intervensi diberikan sehari sekali selama tujuh hari berturut-
turut yaitu pada hari ke-3 sampai hari ke-9 dengan durasi 15-20 menit. Terapi
tawa dilakukan pada pagi hari dan sore hari karena menyesuaikan jadwal
kegiatan yang ada di UPT PSLU. Pada hari ke-3 dan ke-4 terapi dilakukan
pada sore hari dan dilakukan di halaman depan wisma seruni karena pada hari
ke-3 dan ke-4 jatuh pada hari sabtu dan minggu. Pada hari sabtu dan minggu
terapi dilaksanakan pada sore hari karena pada pagi hari masing-masing lansia
pada aula UPT PSLU pada hari sabtu dan minggu libur bekerja. Sedangkan
pada hari ke-5 sampai hari ke-9 terapi tawa dilakukan pada pagi hari dan
Tabel 4.2 Alokasi Waktu dan Intensitas Terapi Tawa pada Lansia
di UPT PSLU Jember
Hari/waktu Kegiatan
Hari 1 Pretest kelompok kontrol
Hari 2 Pretest kelompok terapi
Hari 3 Terapi Tawa
Hari 4 Terapi Tawa
Hari 5 Terapi Tawa
Hari 6 Terapi Tawa
Hari 7 Terapi Tawa
Hari 8 Terapi Tawa
Hari 9 Terapi Tawa
Hari 10 Posttest kelompok terapi
Hari 11 Posttest kelompok kontrol
3. Posttest
intervensi pada kelompok terapi. Posstest dilakukan pada hari kesepuluh untuk
kelompok terapi dan hari kesebelas untuk kelompok kontrol. Seluruh hasil
observasi.
kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI terdiri dari 18 item yang
dinilai oleh individu dan 5 item tambahan yang dinilai oleh teman sekamar
(Buysee et al, 1988; Smyth, 2012). Item 1-4 merupakan pertanyaan terbuka
tentang kebiasaan individu tidur dan bangun, total waktu tidur, dan sleep latency
(menit). Item 5-18 menggunakan skala Likert, yaitu 0 = tidak selama satu bulan
terakhir, 1= kurang dari sekali seminggu, 2= sekali atau dua kali seminggu, 3=
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
63
tiga kali atau lebih dalam seminggu. Item 19 menggunakan skala Likert dalam
penilaian kualitas tidur secara keseluruhan, yaitu 0= sangat baik, 1= cukup baik,
2= cukup buruk, 3= sangat buruk. Item tambahan yang dinilai oleh teman sekamar
hanya digunakan untuk informasi klinis dan tidak ditabulasikan dalam penilaian
dari instrumen ini. Pada penelitian ini peneliti tidak menggunakan item tambahan
yang dinilai oleh teman sekamar. Delapan belas belas item pernyataan menilai
berbagai faktor yang berkaitan dengan tidur yang berkualitas dan dikelompokkan
dari PSQI yang memiliki jangkauan skor 0-21. Semakin tinggi skor global yang
didapat semakin buruk pula kualitas tidur individu tersebut (Buysse et al, 1988).
atau alat ukur yang berguna sebagai indeks yang menunjukan alat ukur tersebut
dapat mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Uji reliabilitas adalah cara
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
64
untuk menguji alat dengan digunakan oleh orang dan yang waktu yang berbeda
apakah akan memperoleh hasil yang sama (Setiadi, 2007). Validitas adalah
mengukur apa yang seharusnya diukur yang lebih ditekankan pada alat ukur
(Nursalam, 2008). Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner
PSQI. Kuesioner PSQI kualitas tidur dipublikasikan pada tahun 1988 oleh
hasil Alpha Cronbach 0,753 oleh Maulida tahun 2011. Kuesioner PSQI yang
menggunakan bahasa Indonesia telah diakukan uji validitas oleh Arifin (2011)
SOP terapi tawa peneliti melakukan uji SOP yang diuji oleh tim penguji pada
Populasi
Seluruh Lansia di UPT PSLU Jember
Sampel
Lansia di UPT PSLU Jember yang memenuhi kriteria
Simple
Random
Sampling
Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Pretest Pretest
Penilaian kualitas tidur pada responden Penilaian kualitas tidur pada responden
Postest
Penilaian kualitas tidur pada responden
4.7.1 Editing
4.7.2 Coding
a. Jenis kelamin
c. Terapi tawa
Entry data merupakan proses pemasukan data yang diperoleh dari responden
ke dalam suatu program yang ada pada komputer dengan menggunakan kode
yang telah dirancang oleh peneliti (Notoatmodjo, 2012). Data hasil penelitian ini
berupa hasil penilaian kualitas tidur dan data yang sudah diberi kode. Entry data
4.7.4 Cleaning
dilakukan dengan cara memeriksa kembali data dari 30 responden yang telah di
berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang
meringkas data dalam bentuk tabel atau grafik (Nursalam, 2008). Analisis
responden. Bentuk analisis univariat disesuaikan dengan jenis datanya, untuk data
numerik seperti usia dan skor PSQI yang disajikan dalam bentuk mean atau rata-
kategorik seperti jenis kelamin dan kualitas tidur disajikan dalam bentuk proporsi
atau persentase.
korelasi antara dua variabel (Notoatmodjo, 2012). Uji normalitas dan uji
dilakukan untuk mengidentifikasi distribusi data normal atau tidak. Uji normalitas
yang digunakan adalah uji Saphiro wilk karena jumlah sampel kurang dari 50.
Jika nilai p > α (α =0,05) maka data dikatakan terdistribusi normal. Uji
homogenitas yang digunakan adalah uji levene’s dan data dikatakan homogen jika
p > α (α = 0,05).
syarat distribusi data normal. Jika dari hasil uji normalitas didapatkan distribusi
data tidak normal, maka analisa inferensial yang digunakan adalah analisa non-
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
69
parametrik yaitu uji Wilcoxon dan Mann-whitney. Tingkat kesalahan (α) yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Ha ditolak jika hasil yang diperoleh p
Etika penelitian adalah pedoman etika yang diberlakukan pada setiap kegiatan
akan memperoleh hasil dari penelitian. Etika penelitian juga mencakup perlakuan
peneliti terhadap subjek penelitian dan sesuatu yang dihasilkan oleh peneliti bagi
tujuan penelitian, pengumpulan data, dan potensi bahaya serta manfaat dari
intervensi yang dilakukan (Potter dan Perry, 2005). Prinsip dari informed consent
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
70
adalah menghargai hak dari subyek untuk bebas memilih berpartisipasi atau
penelitian atau menolak untuk mengikuti kegiatan penelitian. Selain itu dalam
lembar informed peneliti juga menjelaskan bahwa data yang diperoleh dari
yang diberikan.
Responden penelitian memiliki hak untuk meminta agar data yang diberikan
harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia
lain dan tidak digunakan untuk hal-hal yang dapat merugikan responden kecuali
penelitian.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
71
selama dan sesudah partisipasinya dalam penelitian tanpa adanya tekanan dari
dilakukan. Peneliti juga akan memberikan terapi tawa kepada kelompok kontrol di
akhir penelitian.
menjelaskan manfaat dari diberikannya terapi tawa pada responden. Penelitian ini
dilakukan karena memiliki manfaat yang lebih besar daripada risiko yang akan
terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh terapi
tawa terhadap kualitas tidur lansia di UPT PSLU Jember. Kegiatan yang
berlangsung pada penelitian ini telah mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan
responden.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
72
Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Jember
merupakan Unit Pelayanan Teknis yang berada di bawah Dinas Sosial Propinsi
Jawa Timur dan merupakan pelayanan sosial lanjut usia satu-satunya yang berada
Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Tujuan didirikan UPT PSLU Jember adalah
membuat lansia dapat menikmati hari tuanya dengan aman, tentram dan sejahtera,
Tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur,
Uraian Tugas dan Fungsi Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut
Jumlah petugas yang ada di UPT PSLU Jember adalah 40 orang dan jumlah
tenaga kesehatan adalah tiga orang. UPT PSLU Jember juga memiliki klinik
masalah kesehatan. Jumlah lansia yang berada di UPT PSLU Jember adalah
sebanyak 140 orang lansia dengan jumlah wisma yang adaadalah sebanyak
sembilan wisma yang terdiri dari enam wisma untuk kategori lansia perawatan
mandiri, dua wisma untuk kategori lansia partial care dan satuwisma untuk
kegiatan rutin yang diadakan oleh pihak PSLU, seperti kerja bakti, senam lansia,
bimbingan kerohanian dan konseling, serta keterampilan. Setiap lansia yang sehat
Jember, seperti pakaian, makan, minum, alat mandi, dan kesehatan.Ketika lansia
biasanya membuat tempat ikan dan lansia perempuan ada yang membuat bros,
sapu ataupun kemoceng. Hasil dari keterampilan lansia ini kemudian dijual dan
mulai beraktivitas dari pagi yang diawali oleh kegiatan rutin dari UPT PSLU yang
sumur yang digunakan untuk mandi ataupun keperluan lainnya. Pada lansia laki-
Misalnya untuk senam, tidak jarang lansia yang tidak mengikuti senam, kemudian
lansia yang mengikuti senam terkadang kurang serius dalam melakukan gerakan-
gerakan senam sehingga manfaat yang didapat kurang maksimal. Dan tidak semua
responden di UPT PSLU Jember yang menjadi responden disajikan pada tabel 5.1
Tabel 5.1 Karakteristik Lansia Berdasarkan Usia di UPT PSLU Jember (n:30)
Mean Median Minimum-
Variabel SD
Maksimum
Usia (tahun)
Kelompok Terapi Tawa 68,60 68,00 3,757 61-75
Kelompok Kontrol 67,60 68,00 4,050 62-75
Total (n=30) 68,10 68.00 3,872 61-75
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
75
Tabel 5.1 didapatkan rata-rata usia responden pada penelitian ini adalah
68,10 tahun. Rata-rata usia responden pada kelompok terapi tawa adalah 68,60.
Rata- rata usia responden pada kelompok kontrol adalah 67,60. Data karakteristik
Tabel 5.2 Karakteristik Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin di UPT PSLU Jember
(n:30)
Kelompok Terapi Kelompok Kontrol Total
Karakteristik Jumlah Jumlah Jumlah
(%) (%) (%)
(orang) (orang) (orang)
Jenis Kelamin
Laki-laki 9 60% 10 66,7% 19 63,3%
Perempuan 6 40% 5 33,3% 11 36,7%
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
kelamin. Jenis kelamin responden didominasi oleh laki-laki yaitu total 19 orang,
pada kelompok terapi sejumlah sembilan orang (60%) dan pada kelompok kontrol
5.1.3 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada Kelompok
Terapi
Hasil penilaian kualitas tidur lansia sebelum dan setelah diberikan terapi
tawa pada kelompok terapi diperoleh dari hasil nilai kuesioner PSQI yang
dilaksanakan pada saat pretest dan posttest. Tabel 5.3 berikut ini memberikan
Tabel 5.3 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada Kelompok
Perlakuan di UPT PSLU Jember (n:30)
Mean Median Minimum-
Variabel SD
Maksimum
Kualitas tidur pretest 11,80 12,00 1,320 9-14
Kualitas tidur posstest 3,13 3,00 0,604 2-4
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
76
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan nilai rata-rata kualitas tidur sebelum terapi
tawa adalah 11,80. Nilai rata-rata setelah dilakukan terapi tawa adalah 3,13.
Data rincian nilai dan selisih hasil kualitas tidur responden kelompok terapi
Tabel 5.4 Nilai PSQI Lansia Sebelum Terapi Tawa pada Kelompok Terapi
Kualitas Tidur
Jenis Kelamin Baik Buruk
Jumlah (f) Persentase (%) Jumlah (f) Persentase (%)
Laki-laki 9 0 9 100
Perempuan 6 0 6 100
Total 15 0 15 100
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
Tabel 5.5 Nilai PSQI Lansia Setelah Terapi Tawa pada Kelompok Terapi
Kualitas Tidur
Jenis Kelamin Baik Buruk
Jumlah (f) Persentase (%) Jumlah (f) Persentase (%)
Laki-laki 9 100 9 0
Perempuan 6 100 6 0
Total 15 100 15 0
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
Berdasarkan tabel 5.4 dan 5.5 diketahui jumlah lansia laki-laki sebelum
diberikan terapi tawa pada kelompok terapi yaitu sembilan orang dengan
persentase kualitas tidur buruk yaitu 100% dan jumlah lansia perempuan yaitu
enam orang dengan persentase kualitas tidur buruk yaitu 100%. Setelah diberikan
terapi tawa persentase kualitas tidur lansia laki yaitu baik sebesar 100 %, dan
kualitas tidur lansia perempuan yaitu baik sebesar 100% yang berarti kualitas
tidur lansia laki-laki dan perempuan pada kelompok terapi setelah diberikan terapi
Tabel 5.6 Selisih Kualitas Tidur Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada
Kelompok Perlakuan di UPT PSLU (n:15)
Terapi Tawa Difference
Kode
(∆)
Responden Sebelum Kategori Setelah Kategori
T1 13 Buruk 4 Baik 9
T2 11 Buruk 4 Baik 7
T3 14 Buruk 3 Baik 11
T4 13 Buruk 4 Baik 9
T5 9 Buruk 3 Baik 6
T6 10 Buruk 3 Baik 7
T7 12 Buruk 3 Baik 9
T8 12 Buruk 3 Baik 9
T9 11 Buruk 2 Baik 9
T10 12 Buruk 2 Baik 10
T11 13 Buruk 3 Baik 10
T12 11 Buruk 3 Baik 8
T13 13 Buruk 4 Baik 9
T14 12 Buruk 3 Baik 9
T15 11 Buruk 3 Baik 8
Mean 11,80 3,13 8,66
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui nilai rata-rata kualitas tidur sebelum terapi
tawa adalah 11,80 dan rata-rata setelah dilakukan terapi tawa adalah 3,13. Selisih
dari hasil penilaian kualitas tidur antara pretest dan posttest adalah 8,66. Nilai
kualitas tidur pada kelompok terapi mengalami penurunan yang berarti kualitas
tidur responden semakin baik. Nilai difference (∆) diperoleh dari hasil
5.1.4 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada Kelompok
Kontrol
Hasil penilaian kualitas tidur lansia sebelum dan setelah diberikan terapi
tawa pada kelompok kontrol diperoleh dari hasil nilai kuesioner PSQI yang
dilaksanakan pada saat pretest dan posttest. Tabel 5.7 berikut ini memberikan
Tabel 5.7 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada Kelompok
Kontrol di UPT PSLU Jember (n:30)
Mean Median Minimum-
Variabel SD
Maksimum
Kualitas tidur pretest 12,07 12,00 2,374 9-16
Kualitas tidur posttest 12,27 12,00 2,219 9-16
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
diberikan terapi tawa adalah 12,17 dan nilai rata-rata kualitas tidur setelah
Data rincian nilai dan selisih hasil kualitas tidur responden kelompok terapi
Tabel 5.8 Nilai PSQI Lansia Sebelum Terapi Tawa pada Kelompok Kontrol
Kualitas Tidur
Jenis Kelamin Baik Buruk
Jumlah (f) Persentase (%) Jumlah (f) Persentase (%)
Laki-laki 10 0 10 100
Perempuan 5 0 5 100
Total 15 0 15 100
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
Tabel 5.9 Nilai PSQI Lansia Setelah Terapi Tawa pada Kelompok Kontrol
Kualitas Tidur
Jenis Kelamin Baik Buruk
Jumlah (f) Persentase (%) Jumlah (f) Persentase (%)
Laki-laki 10 0 10 100
Perempuan 5 0 5 100
Total 15 0 15 100
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
Berdasarkan tabel 5.8 dan 5.9 diketahui jumlah lansia laki-laki sebelum
diberikan terapi tawa pada kelompok terapi yaitu sepuluh orang dengan persentase
kualitas tidur buruk yaitu 100% dan jumlah lansia perempuan yaitu lima orang
dengan persentase kualitas tidur buruk yaitu 100%. Setelah terapi tawa persentase
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
79
kualitas tidur lansia laki yaitu buruk sebesar 100 %, dan kualitas tidur lansia
perempuan yaitu buruk sebesar 100% yang berarti kualitas tidur lansia laki-laki
dan perempuan pada kelompok kontrol setelah terapi tawa adalah tetap.
Tabel 5.10 Selisih Kualitas Tidur Sebelum dan Setelah Terapi Tawa pada
Kelompok Kontrol di UPT PSLU Jember (n:15)
Terapi Tawa Difference
Kode
(∆)
Responden Sebelum Kategori Setelah Kategori
K1 12 Buruk 12 Buruk 0
K2 15 Buruk 15 Buruk 0
K3 9 Buruk 10 Buruk -1
K4 12 Buruk 12 Buruk 0
K5 13 Buruk 13 Buruk 0
K6 9 Buruk 9 Buruk 0
K7 14 Buruk 14 Buruk 0
K8 11 Buruk 12 Buruk -1
K9 10 Buruk 10 Buruk 0
K10 12 Buruk 12 Buruk 0
K11 14 Buruk 14 Buruk 0
K12 10 Buruk 11 Buruk -1
K13 16 Buruk 16 Buruk 0
K14 15 Buruk 15 Buruk 0
K15 9 Buruk 9 Buruk 0
Mean 12,07 12,27 -0.2
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui nilai rata-rata kualitas tidur sebelum terapi
tawa adalah 12,07 dan rata-rata setelah dilakukan terapi tawa adalah 12,27. Selisih
dari hasil penilaian kualitas tidur antara pretest dan posttest adalah -0,2. Nilai
kualitas tidur pada kelompok kontrol mengalami peningkatan yang berarti kualitas
tidur responden semakin buruk. Nilai difference (∆) diperoleh dari hasil
data kualitas tidur lansia pretest dan posttest pada kelompok terapi dan kontrol.
Uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk (sampel ≤ 50) dan data dikatakan
terdistribusi normal jika p > α (α=0,05). Hasil analisis uji normalitas data dapat
Tabel 5.11 Analisis Uji Normalitas Kualitas Tidur Lansia Sebelum Dan Setelah
Terapi Tawa pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol di
UPT PSLU Jember
Kelompok Variabel P Value Anaisis
Kelompok Terapi a. Sebelum 0,442 Normal
b. Setelah 0,003 Tidak normal
Kelompok Kontrol a. Sebelum 0,246 Normal
b. Setelah 0,484 Normal
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
Tabel 5.11 didapatkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji
Shapiro Wilk menunjukkan data pada kelompok terapi kualitas tidur lansia
sebelum terapi tawa memiliki nilai p value = 0,442 < α (α =0,05), berarti ditribusi
data normal. Kualitas tidur lansia setelah terapi tawa pada kelompok terapi
memiliki nilai p value = 0,003 > α (α =0,05), berarti distribusi data tidak normal.
Kualitas tidur lansia sebelum terapi tawa pada kelompok kontrol memiliki
nilai p value = 0,246 < α (α =0,05), berarti ditribusi data normal. Kualitas tidur
lansia setelah terapi tawa pada kelompok kontrol memiliki nilai p value = 0,484 <
Pada tabel 5.12 menunjukkan bahwa nilai p value variabel pretest kelompok
terapi dan pretest kelompok kontrol adalah 0,024. Hal ini menunjukkan p value >
5.1.6 Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Diberikan Terapi
Perbedaan kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi tawa
pada kelompok terapi diuji menggunakan uji wilcoxon yang disajikan pada tabel
5.13.
Tabel 5.13 Hasil Uji Wilcoxon Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Terapi
Tawa pada Kelompok Perlakuan di UPT PSLU Jember (n=15)
Variabel Turun Tetap Naik p Value
Kelompok Terapi (n=15)
Pretest
15 0 0 0,001
Posttest
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
antara nilai kualitas tidur pretest dan posttest kelompok terapi setelah
5.1.7 Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum Dan Sesudah Diberikan Terapi
Perbedaan kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi tawa
pada kelompok kontrol diuji menggunakan uji t dependen yang disajikan pada
tabel 5.14.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
82
Tabel 5.14 Hasil Uji T Dependen Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah
Terapi Tawa pada Kelompok Kontrol di UPT PSLU Jember (n=15)
setelah terapi tawa pada kelompok kontrol adalah -0,2. P value = 0,082 > α (α=
0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan nilai kualitas
tidur pretest dan posttest kelompok kontrol setelah dilakukannya terapi tawa.
5.1.8 Perbedaan Kualitas Tidur Sebelum Terapi Tawa pada Kelomok Perlakuan
kelompok terapi dan kelompok kontrol diuji menggunakan uji t independen yang
Tabel 5.15 Hasil Uji T Independen Kualitas Tidur Lansia Sebelum Terapi Tawa
pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol di UPT PSLU
Jember (n=30)
Variabel p Value
Kualitas Tidur Sebelum Terapi
Kelompok Terapi
0,707
Kelompok Kontrol
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
terapi pada kelompok terapi dan kelompok kontrol, yaitu p value = 0,707> α (α=
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
83
0,05), maka artinya tidak terdapat perbedaan signifikan pada kualitas tidur
5.1.9 Perbedaan Kualitas Tidur Setelah Terapi Tawa pada Kelomok Perlakuan
Perbedaan kualitas tidur lansia setelah diberikan terapi tawa pada kelompok
terapi dan kelompok kontrol diuji menggunakan uji mann-whitney yang disajikan
Tabel 5.16 Hasil Uji Mann- Whitney Kualitas Tidur Lansia Setelah Terapi Tawa
pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol di UPT PSLU
Jember (n=30)
Variabel p Value
Kualitas Tidur Setelah Terapi
Kelompok Terapi
0,000
Kelompok Kontrol
Sumber: Data Primer, Oktober 2016
whitney menunjukkan bahwa p value pada variabel kualitas tidur setelah terapi
pada kelompok terapi dan kelompok kontrol, yaitu p value = 0,000< α (α= 0,05),
maka artinya terdapat perbedaan signifikan pada kualitas tidur setelah terapi pada
5.2 Pembahasan
responden pada penelitian ini adalah 68,10 tahun. Rata-rata usia responden pada
kelompok terapi perlakuan adalah 68,60 tahun. Rata- rata usia responden pada
kelompok kontrol adalah 67,60. Faktor usia merupakan faktor terpenting yang
tidur terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Usia di atas 60 tahun terjadi
proses penuaan secara alamiah yang menimbulkan masalah fisik, mental, sosial,
ekonomi, dan psikologis. Lansia yang sehat sering mengalami perubahan pada
pola tidurnya yaitu memerlukan waktu yang lama untuk dapat tidur. Mereka
menyadari lebih sering terbangun dan hanya sedikit waktu yang dapat digunakan
untuk tahap tidur dalam sehingga mereka tidak puas terhadap kualitas tidurnya
(Nugroho, 2008).
lansia membutuhkan waktu tidur 6-7 jam perhari. Lansia menghabiskan lebih
banyak waktu di tempat tidur, tetapi lansia sering mengeluh terbangun pada
malam hari, memiliki waktu tidur kurang total, dan mengambil tidur siang lebih
untuk tidur adalah 9 jam, usia 20 tahun berkurang menjadi 8 jam, usia 40 tahun
menjadi 7 jam, 6,5 jam pada usia 60 tahun, dan 6 jam pada usia 80 tahun
(Prayitno, 2002).
Hasil penelitian dari 30 lansia di UPT PSLU, 25 lansia tidur 3-4 jam setiap
malamnya, sedangkan lima lansia lainnya tidur lima jam tiap malamnya. Seluruh
lansia membutuhkan waktu ±15-30 menit untuk memulai tidurnya. Pada malam
hari lansia sering terbangun karena pergi kekamar mandi, merasa dingin maupun
panas, mendengar dengkuran dari teman sekamar, dan juga lansia pada malam
hari lansia sering merasakan nyeri. Siang hari lansia sering merasakan kantuk saat
secara fisiologis akan mengalami penurunan jumlah dan ukuran neuron pada
sistem saraf pusat. Hal ini mengakibatkan fungsi dari neurotransmiter pada sistem
fisiologis pada sistem neurologis menyebabkan gangguan tidur (Potter & Perry,
2005). Perubahan fisiologis pada sistem neurologis akibat penuaan adalah jumlah
Nucleus (SCN) fotoreseptor tidak teraktivasi. Pineal gland dirangsang oleh SCN
sirkadian tidur dan disekresi terutama pada malam hari. Sekresi melatonin akan
berkurang jika terpajan dengan cahaya terang (Guyton & Hall, 2007). Hormon
ini akan berpengaruh terhadap proses tidur lansia, bahkan pola tidur pada lansia
bisa berubah dari kondisi yang normal karena kesulitan tidur sehubungan dengan
penurunan produksi serotonin dan melatonin (Guyton & Hall, 2007). Suatu studi
metaanalisis pada 2011 juga menyebutkan adanya penurunan kadar serotonin dan
malam hari, kelelahan pada siang hari, dan meningkatnya kepekaan terhadap nyeri
serotonin, yaitu sejenis morfin alami tubuh dan juga melatonin (Astuti, 2011
proses neuropsikologis, antara lain suasana hati, memori, respons stress, modulasi
nyeri, dan pengaturan siklus tidur (Berger dkk, 2009). Terapi tawa (laughter
dan kadar kortisol dalam darah. Sekresi ACTH yang menurun akan merangsang
yang nyaman rileks, dan senang (Simanungkalit & Pasaribu, 2007; Kataria, 2004).
Saat tertawa akan terjadi rangsangan efektif pada sebagian besar otot mulut.
Saat mulut terbuka dan tertutup ini, ada suatu dorangan untuk mengisap udara
yang cukup, sehingga dapat menangkap lebih banyak oksigen. Oksigen ini akan
dialirkan ke seluruh tubuh dalam jumlah yang lebih banyak. Jumlah oksigen yang
membawa keadaan emosi dan perasaan keseluruh bagian tubuh (Ruspawan &
Wulandari, 2011).
responden pada kelompok terapi dan kelompok kontrol didominasi oleh laki-laki,
(36,7%) orang. Menurut Potter & Perry (2005b) jenis kelamin adalah status
gender dari seseorang yaitu laki-laki dan perempuan. Secara psikologis wanita
dalam mengatasi suatu masalah. Dengan adanya gangguan secara fisik maupun
secara psikologis tersebut maka wanita akan mengalami suatu kecemasan. Jika
kecemasan itu berlanjut maka akan mengakibatkan lansia perempuan lebih sering
yang kurang baik. Lansia laki-laki memulai tidur pada pukul 24.00-01.00 dan
terbangun pada pukul 04.00 yang berarti waktu tidur malam pada lansia laki-laki
hanya 3-4 jam setiap malamnya. Hal tersebut dikarenakan kelelahan karena lansia
juga melakukan kegiatan diluar kegiatan rutin yang telah ditetapkan oleh petugas
tidur pada pukul 23.00 dan terbangun pada pukul 02.00 yang berarti waktu tidur
lansia perempuan hanya 3 jam setiap malamnya. Dibutuhkan waktu ±15-30 menit
setiap harinya. Selain kegiatan rutin yang diadakan, lansia juga memiliki kegiatan
lain yang biasa dilakukan setelah kegiatan rutin dilakukan. Lansia laki-laki
biasanya memiliki kegiatan seperti kerja bakti dan berkebun, sedangkan lansia
kemampuan mobilisasi yang lebih baik daripada lansia perempuan. Lansia laki-
berkumpul dengan lansia sewisma dan bahkan ada lansia perempuan yang hanya
berdiam diri dikamar dan bersosialisasi hanya dengan teman sekamar hal ini
perempuan seperti stres yang bisa terjadi karena keterasingan sehingga berdampak
kepada kualitas tidurnya. Stres adalah reaksi tubuh terhadap sesuatu yang
2008). Lansia yang mengalami stres atau cemas kadar hormon katekolaminnya
akan meningkat dalam darah yang akan mengaktivasi sistem saraf simpatis
sehingga seseorang akan terus terjaga. Aktifnya saraf simpatis membuat lansia
tidak dapat santai atau rileks sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk
dilakukan bisa mengakibatkan kelelahan dan juga akan berdampak pada kualitas
lelah seseorang maka akan semakin pendek tidur REMnya. Kondisi lelah dapat
5.2.2 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Diberikan Terapi Tawa pada
Kelompok Perlakuan
kualitas tidur sebelum terapi tawa adalah 11,80. Nilai rata-rata setelah dilakukan
terapi tawa adalah 3,13. Hasil penelitian terkait status kualitas tidur lansia sebelum
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
90
penelitian memiliki kualitas tidur buruk. Kualitas tidur dikatakan baik apabila
masalah tidur. Tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda
psikologis. Tanda fisik kekurangan tidur yaitu terlihat area gelap di sekitar mata,
kantuk yang berlebihan ditandai dengan seringkali menguap, tidak mampu untuk
dan pusing. Tanda psikologis dari kekurangan tidur meliputi apatis dan respon
tidur yaitu hanya dapat tidur tidak lebih dari lima jam sehari. Kelompok lansia 70
tahun ditemukan 22% mengeluh terbangun lebih awal dan 30% mengeluh banyak
gangguan tidur adalah faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik
antara lain lingkungan yang kurang tenang, sedangkan faktor intrinsik dibagi
menjadi dua yaitu organik dan psikogenik. Nyeri, gatal, kram betis, sindrom
tungkai bergerak, dan sakit gigi merupakan faktor organik. Faktor psikogenik
yaitu depresi, kecemasan, stres, marah yang tidak tersalurkan, dan iritabilitas
gangguan tidur, selain mengakibatkan perubahan normal pada pola tidur dan
istirahat lansia (Maas, 2011). Secara individu, pengaruh proses menua juga
menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, biologis mental maupun sosial
pada hasil pretest dan posttest kelompok terapi setelah dilakukannya terapi tawa.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2014)
mendapatkan hasil mayoritas lansia di PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur yang
memiliki insomnia yaitu masuk dalam kategori insomnia sedang sebanyak 6 orang
(42,9%) dan pada kategori insomnia berat sebanyak 8 orang (57,1%). Setelah
dilakukan terapi tawa didapatkan kejadian insomnia menurun yaitu lansia dalam
insomnia ringan sebanyak 8 orang (57,2%), dan pada insomnia sedang terdapat 2
orang (14,3%).
Terapi tawa adalah terapi dengan menggunakan tawa. Terapi tawa dapat
Penggunaan tawa dalam terapi ini akan menghasilkan pereda stres dan rasa sakit.
positif yang berdampak pada sistem saraf pusat (Dumbro, 2012). Tertawa dalam
5-10 menit dapat merangsang pengeluaran endorphine dan serotonin, yaitu sejenis
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
92
morfin alami tubuh dan juga melatonin. Ketiga zat ini merupakan zat baik untuk
otak sehingga bisa merasa lebih senang. Adapun manfaat paling penting di dalam
neuropsikologis, antara lain suasana hati, memori, respons stress, modulasi nyeri,
dan pengaturan siklus tidur (Berger dkk, 2009). Pada siklus tidur, serotonin
dan untuk memulai tidur melalui metabolitnya yaitu melatonin, sehingga pada
kondisi kadar serotonin rendah maka terjadi penurunan sintesis melatonin yang
mengakibatkan penderita sulit untuk memulai tidur (Dellwo dkk, 2011). Suatu
studi meta analisis pada 2011 juga menyebutkan adanya penurunan kadar
sirkadian, terganggunya tidur malam hari, kelelahan pada siang hari, dan
menurunkan sekresi ACTH dan kadar kortisol dalam darah. Sekresi ACTH yang
yang mengakibatkan perasaan yang nyaman rileks, dan senang (Simanungkalit &
Pasaribu, 2007; Kataria, 2004). Saat tertawa akan terjadi rangsangan efektif pada
sebagian besar otot mulut. Saat mulut terbuka dan tertutup ini, ada suatu dorangan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
93
untuk mengisap udara yang cukup, sehingga dapat menangkap lebih banyak
oksigen. Oksigen ini akan dialirkan ke seluruh tubuh dalam jumlah yang lebih
banyak. Jumlah oksigen yang cukup banyak dalam sistem peredaran darah
dan melatonin yang membawa keadaan emosi dan perasaan keseluruh bagian
5.2.3 Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Setelah Diberikan Terapi Tawa pada
Kelompok Kontrol
menunjukkan selisih rata-rata nilai kualitas tidur meningkat yaitu 0,2 yang berarti
kualitas tidur lansia menurun (p value = 0,082 > α (α= 0,05) dapat disimpulkan
tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dan posttest. Tabel 5.10
menunjukkan bahwa rata-rata nilai kualitas tidur pada kelompok kontrol saat
posttest mengalami kenaikan nilai yaitu dari 12,07 menjadi 12,27 dengan selisih
0,2. Hal ini berarti kualitas tidur lansia mengalami penurunan. Tiga responden
Kelompok kontrol tidak mendapatkan terapi tawa sehingga tidak ada stimulus
sirkadian, terganggunya tidur malam hari, kelelahan pada siang hari, dan
sistem saraf simpatis yang menetap, bahkan meningkat. Hal ini akibat adanya
faktor stres. Salah satu masalah psikologis yang dapat dialami oleh lansia adalah
stres. Stres adalah reaksi tubuh terhadap sesuatu yang menimbulkan tekanan,
perubahan dan ketegangan emosi (Sunaryo dalam Subakti, 2008). Lansia yang
mengalami stres atau cemas kadar hormon katekolaminnya akan meningkat dalam
darah yang akan mengaktivasi sistem saraf simpatis sehingga seseorang akan terus
terjaga. Aktifnya saraf simpatis membuat lansia tidak dapat santai atau rileks
Pasaribu, 2007).
Hal ini yang menyebabkan kualitas tidur pada kelompok kontrol mengalami
sedikit perubahan yaitu penurunan kualitas tidur pada posttest. Pada posttest tiga
orang lansia mengalami penurunan kualitas tidur (K3, K8, dan K12), Dari hasil
wawancara pada tiga lansia tersebut, mereka tidak bisa tidur karena memikirkan
anak dan cucunya yang tidak pernah mengunjungi selama tinggal di UPT PSLU
Jember. Keluarga dapat menjadi sumber stres tersendiri. Stres dalam keluarga
dapat disebabkan karena adanya konflik dalam keluarga, seperti perilaku yang
tidak sesuai dengan harapan, keinginan dan cita-cita yang berlawanan, serta sifat-
sifat yang tidak dapat di padukan. Keluarga dapat menjadi sumber stress berat
5.2.4 Kualitas Tidur Lansia Sebelum Diberikan Terapi Tawa pada Kelompok
mempunyai nilai rata-rata 11,80 dan pada kelompok kontrol mempunyai nilai
diketegorikan buruk. Kualitas tidur dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu usia,
kualitas tidur. Meningkatnya keluhan terhadap kualitas tidur terjadi seiring dengan
bertambahnya usia. Usia di atas 60 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah
yang menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan psikologis. Jenis
kelamin adalah status gender dari seseorang yaitu laki-laki dan perempuan.
gangguan secara fisik maupun secara psikologis tersebut maka wanita akan
Seseorang yang sedang sakit membutuhkan waktu tidur lebih lama dari pada
keadaan normal. Seseorang yang sakit akan mengalami perubahan pola tidur
karena penyakitnya seperti rasa nyeri yang dapat ditimbulkan oleh luka, tumor
atau kanker pada stadium lanjut (Kozier dkk. 2004). Lingkungan dapat
(Kozier dkk, 2004). Menurut Potter dan Perry (2005b) kebisingan dapat
tidur.
seseorang maka akan semakin pendek tidur REMnya. Kondisi lelah dapat
mendapatkan tidur yang dalam (Martin. 2000). Depresi dan kecemasan seringkali
mengganggu tidur. Seseorang yang dipenuhi dengan masalah mungkin tidak bisa
dalam darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik. Perubahan ini
menyebabkan berkurangnya tahap IV NREM dan tidur REM (Kozier dkk, 2004).
terjadi kesulitan tidur (Martin. 2000). Diet L-troptophan seperti terkandung dalam
keju dan susu akan mempermudah orang untuk tidur. Hal ini bisa menjelaskan
mengapa seseorang yang sebelum tidur meminum susu hangat, karena bias
dibandingkan dengan yang tidak perokok. Hal ini disebabkan karena nikotin
dalam rokok mempunyai efek menstimulasi tubuh. Menahan untuk tidak merokok
setelah makan malam dapat membantu tidur lebih baik. Pola tidur akan menjadi
lebih baik ketika mereka berhenti merokok (Kozier dkk. 2004). Kafein juga
menyebabkan gangguan tidur. Kafein tidak hanya ditemukan dalam kopi, tetapi
dalam makanan lain, minuman dan obat-obatan, seperti coklat, soda, steroid,
makan. Kafein dan stimulan lainnya seperti nikotin telah terbukti meningkatkan
latensi tidur dan fragmentasi tidur, dan untuk menurunkan total waktu tidur
(Martin, 2000).
5.2.5 Kualitas Tidur Lansia Setelah Diberikan Terapi Tawa pada Kelompok
terapi setelah dilakukan terapi tawa selama tujuh kali berturut-turut, mengalami
penurunan nilai rata-rata 11,80 menjadi 3,13 yang berarti kualitas tidur lansia
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
98
Kualitas tidur merupakan keadaan tidur yang dijalani oleh seseorang yang
mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta
aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang
REM dan NREM yang pantas (Kozier dkk,2004). Kualitas tidur adalah
lelah, kehitaman di sekitar mata, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis,
kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, perhatian terpecah, sakit kepala dan
Kualitas tidur juga bisa dikatakan baik apabila seseorang tidak menunjukkan
tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah tidur. Tanda kekurangan
tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Tanda fisik
kekurangan tidur yaitu terlihat area gelap di sekitar mata, konjungtiva berwarna
kemerahan, bengkak di kelopak mata dan mata cekung, kantuk yang berlebihan
adanya tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual, dan pusing. Tanda
psikologis dari kekurangan tidur meliputi apatis dan respon menurun,menarik diri,
daya ingat berkurang, bingung, halusinasi, ilusi penglihatan atau pendengaran dan
Sagala, 2011).
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
99
gangguan tidur pada lansia dibagi menjadi dua yaitu pendekatan farmakologi dan
ekspresi kebahagian dan bisa dilakukan tanpa syarat dan sama khasiatnnya dengan
meditasi sehingga sering disebut yoga tawa. Terapi tertawa atau yoga tawa adalah
kondisi stres (Kataria, 2004). Tertawa merupakan ekspresi emosional atau jiwa
yang dinilai melalui raut wajah dan bunyi-bunyian tertentu. Secara fisiologis
tertawa dibagi menjadi duayaitu satu set gerakan dan produk suara (Muhammad,
2011). Tertawa adalah kegiatan yang sehat dan memberi oksigen tambahan bagi
sel dan jaringan. Perasaan dan perilaku murung dapat menyebabkan pengurangan
(Plutchik, 2002).
serotonin, yaitu sejenis morfin alami tubuh dan juga melatonin. Ketiga zat ini
merupakan zat baik untuk otak sehingga bisa merasa lebih senang. Adapun
2015).
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
100
menurunkan sekresi ACTH dan kadar kortisol dalam darah. Sekresi ACTH yang
yang mengakibatkan perasaan yang nyaman rileks, dan akan membuat seseorang
mudah untuk memulai tidur (Simanungkalit & Pasaribu, 2007; Kataria, 2004).
Berdasarkan teori tersebut dan diperkuat dengan fakta pada hasil penelitian
ini p value = 0,000< α (α= 0,05), yang berarti terdapat perbedaan signifikan pada
kualitas tidur setelah terapi pada kelompok terapi dan kelompok kontrol.
Pengaruh terapi tawa terhadap kualitas tidur terjadi melalui rangsangan afektif
yang terjadi pada otot mulut Saat mulut terbuka dan tertutup ini, ada suatu
dorangan untuk mengisap udara yang cukup, sehingga dapat menangkap lebih
banyak oksigen. Oksigen ini akan dialirkan ke seluruh tubuh dalam jumlah yang
lebih banyak. Jumlah oksigen yang cukup banyak dalam sistem peredaran darah
dan melatonin yang membuat tubuh menjadi rileks dan meningkatnya kualitas
tidur.
adalah suhu yaitu panas atau dingin dan juga kebisingan. Kelelahan yaitu seberapa
besar kegiatan yang dilakukan lansia si UPT PSLU Jember. Obat-obatan yaitu
obatan yang diberikan petugas kesehatan kepada lansia meliputi obat pusing, obat
hanya pada kualitas tidur lansia saa tetapi juga dapat diberikan kepada lansia yang
dalam pelaksaan terapi tawa yang sesuai dengan prosedur, yaitu perawatan perlu
terapi tawa yang tepat akan mengatasi masalah gangguan kualitas tdur pada
lansia.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
102
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
terhadap kualitas tidur lansia di UPT PSLU Jember dapat disimpulkan sebagai
berikut:
lansia adalah 68,10 tahun. Jenis kelamin didominasi oleh lansia laki-laki
b. Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai kualitas tidur pretest dan
c. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai kualitas tidur pretest dan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2011. Analisis Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kadar Glukosa
Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Propinsi
Nusa Tenggara Barat [Tesis]. [serial online].
lib.ui.ac.id/file?file=digital/20282771-T%20Zaenal%20Arifin%20.pdf.
[18 Oktober 2016]
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. [serial online].
http://bappenas.go.id/files/data/Sumber_Daya_Manusia_dan_Kebudaya
an/Statistik%20Penduduk%20Lanjut%20Usia%20Indonesia%202014.p
df [29 Mei 2016]
Bennett, Parsons, Moshe, Neal, Weinberg, Gilbert, Ockerby, Rawson, Herbu, dan
Hutchinson. 2015. Intradialytic Laughter Yoga Therapy for
Haemodialysis Patients: a pre-post intervention feasibility study. [serial
online]. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26055513 [28 April 2016]
Berger, M., Gray, J. A., dan Roth, B. L. 2009. The Expanded Biology of
Serotonin, Annu.Rev.Med. [serial online].
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19630576 [10 April 2016].
Buysse, D. J., Reynolds, C. F., Monk, T.H., Berman, S.R., dan Kupfer, D. J. 1988.
The Pittsburgh Sleep Quality Index: a new instrument for psychiatric
practice and research. Psychiatri Research, 28, 193-213 [serial
online].http://xa.yimg.com/kq/groups/20795556/421574977/name/psqi
+article.pdf [20April 2016]
Erliana, E., Haroen, H., dan Susanti, R.D. 2009. Perbedaan Tingkat Insomnia
Lansia Sebelum dan Sesudah Latihan Relaksasi Otot Progresif
(Progressive Muscle Relaxation) di BPSTW Ciparay Bandung. [serial
online].
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/07/perbedaan_tingk
at_insomnia_lansia.pdf [26 April 2016]
Galimi, R. 2010. Insomnia in the Elderly: an update and future. Gerontol, 231-
247. [serial online].
http://www.sigg.it/public/doc/GIORNALEART/1325.pdf?r=0,409039
[28 April 2016]
Gall, C., Stehle, J., dan Weaver, D. R.. 2002. Mammalian Melatonin Receptors:
Molecular Biology And Signal Transduction. Cell and Tissue
Research,vol. 309. page 151–162. [serial online].
http://link.springer.com/article/10.1007%2Fs00441-002-0581-4 [18 Mei
2016]
Grivas, T.B. & Savvidou, O.D. 2007. Melatonin the "light of night" in Human
Biology and Adolescent Idiopathic Scoliosis. Scoliosis Journal, vol.
2.no. 6. Page 1-14. [serial online].
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1855314/ [19 Mei 2016].
Iting, P. & Kasra. 2012. Efektifitas Terapi Tertawa Terhadap Penurunan Gejala
Depresi Pada Lansia di Panti Wredha Hisosu Binjai. [serial online].
http://sari-mutiara.ac.id/new/wp-content/uploads [3 Mei 2016]
Kane, R. L., Ouslander J. G., dan Abrass. T. 1989. Evaluating the elderly patient.
In Essentials of Clinical geriatrics. MC Graw-Hill Inform. [Serial
online]. https://books.google.co.id/books?id [2 April 2016].
Kim, S. H., Kim, Y. H., dan Kim, H. J. 2015. Laughter and Stress Relief in
Cancer Patients: A Pilot Study. [serial online].
www.hindawi.com/journals/ecam/2015/864739/ [28 April 2016].
Ko, et al. 2011. Effects of Laughter Therapy on Depression, Cognition and Sleep
among The Community-dwelling Elderly. [Serial Online].
http://laughterourbestmedicine.com/images/peerrev.pdf [27 April
2016].
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., dan Snyder S. J. 2004. Fundamentals of Nursing.
Seventh Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Krauci, K. & Justice, A.W. 2001. Circadian Clues to Sleep Onset Mechanisms.
Neuropsycho-pharmacology, vol. 25. Page: 92-96. [serial online].
http://www.chronobiology.ch/wpcontent/uploads/publications/2001_16.p
df [18 Mei 2016]
Mahdi, A. A., Fatima, G., Das, S. K., dan Verma, N. S. 2011. Abnormality of
Circadian Rhythm of Serum Melatonin and Other Biochemical
Parameters in Fibromyalgia Syndrome, Indian J Biochem Biophys.
[Serial online].
http://nopr.niscair.res.in/bitstream/123456789/11609/1/IJBB%2048%28
2%29%2082-87.pdf [12 April 2016].
Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati., Jubaedi, A., dan Batubara, I. 2008.
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. [serial Online].
https://books.google.co.id/books [29 Maret 2016].
Maulida, Astuti, Gofir, A. 2011. Test reliabilitas dan validitas indeks kualitas
tidur dari Pittsburg (PSQI) versi Bahasa Indonesia pada Lansia
[Thesis] Bagian Ilmu Penyakit saraf. Yogyakarta
Mubarak et al,. 2011. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika
National Center for Comlementary and Integrative Health. 2001. Minutes of the
Seventh Meeting. [serial online].
https://nccih.nih.gov/about/naccam/minutes/2001may.htm [29 Mei
2016]
Novianty, F. P., Safitri, W., dan Ariyani. 2014. Pengaruh Terapi Musik
Keroncong dan Aromaterapi Lavender (Lavandula Angustifolia)
Terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Lansia Di Panti Wredha
Dharma Bhakti Kasih Surakarta. [serial online].
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/13/01-gdl-fefiputrin-
644-1-artikel-%29.pdf [29 Mei 2016].
Plutchik, R. 2002. Emotions and Life: Perspectives for Psychology, Biology, and
Evolution, American Psychology Association, Washington, DC. [serial
Online] http://psycnet.apa.org/psycinfo/2003-04005-000#toc [25 April
2016]
Prayitno, A. 2002. Gangguan Pola Tidur Pada Kelompok Usia Lanjut dan
Penatalaksanaannya. Jurnal Kedokteran Trisakti Vol. 21 No. 1. [Serial
Online]
http://www.univmed.org/wpcontent/uploads/2011/02/Prayitno.pdf [26
April 2016]
Rafknowledge. 2004. Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo. [serial online] https://books.google.co.id/books [15
Mei 2016]
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
111
Roth, J. A., Kim, B. G., Lin, W. L., dan Cho, M. 1999. Melatonin Promotes
Osteoblast Differentiation and Bone Formation. The journal of Biological
Chemistry, vol. 274. Page 22041-22047. [serial online].
http://www.jbc.org/content/274/31/22041.full [19 Mei 2016]
Sari, R. S., Rohmayanti D., Geger, Tamaria, I., dan Aprilia, J. 2013. Pengaruh
Relaksasi Benson Terhadap Kejadian Insomnia pada Lansia Di
Kampung Cilongok Kec. Pasar Kemis Tangerang. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, Vol.7. [serial online].
http://stikesyatsi.ac.id/downlot.php?file=jurnal%202013%20.pdf [15
Mei 2016].
Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Simanungkalit, B. & Pasaribu, B. 2007. Terapi Tawa: Efektif Menagkal Stres dan
Membantu Mengobati Kanker, Darah Tinggi, Sakit Kepala, Gangguan
Syaraf, Maag dan lain-lain. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.
Smyth, C. 2012. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). The Hartford
Institute for Geriatric Nursing, New York University. [serial online].
https://consultgeri.org/try-this/general-assessment/issue-6.1.pdf
[29Maret 2016].
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
113
Stanley, M.. & Beare, P. G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta:
EGC.
Subakti, E. P. 2008. Stres dan Koping Lansia pada Masa Pensiun. [serial
online].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14286/1/09E01612.pdf
[26 Mei 2016]
Triyadini, Asrin dan Upoyo. 2010. Efektifitas Terapi Massage Dengan Terapi
Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Insomnia Lansia. Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), volume
5, No.3. [serial online].
http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/viewFile/311/159 [29
Mei 2016]
World Health Organization. 2011. Global Health and Aging. [serial online].
http://www.who.int/ageing/publications/global_health.pdf [16 April
2016].
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
115
LAMPIRAN
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
116
JUDUL SOP :
LATIHAN TAWA
PSIK
UNIVERSITAS
JEMBER
NO DOKUMEN: NO HALAMAN :
6. PERSIAPAN Identifikasi kondisi umum klien yaitu dapat memahami dan diajak
ALAT berkomunikasi, kooperatif, tidak mepunyai riwayat seperti yang telah
dijelaskan pada kontraindikasi. Jelaskan secara umum prosedur yang
akan dilakukan.
7. TAHAP ORIENTASI
1. Beri salam dan perkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan dilakukannya intervensi
3. Kontrak waktu dan tempat
8. TAHAP KERJA
1. Tepuk tangan seirama 1-2…1-2-3 sambil mengucapkan Ho-ho… Ha-Ha-Ha...
2. Lakukan pernafasan dalam dengan tarikan nafas melalui hidung dan dihembuskan
pelan-pelan. (bersama kata-kata: Hidup dan tetap hidup) (5kali)
3. Gerakkan engsel bahu ke depan dan ke arah belakang, kemudian menganggukkan
kepala ke bawah hingga dagu hampir menyentuh dada, lalu mendongakkan kepala ke
atas belakang, lalu menoleh ke kiri dan ke kanan secara perlahan. Putar pinggang ke
arah kanan kemudian ditahan beberapa saat, kemudian memutar ke arah kiri dan
ditahan beberapa saat, lalu kembali ke posisi semula (5kali)
4. Tawa bersemangat: angkat kedua belah tangan di udara dan kepala agak mendongak
kebelakang. Rasakan seolah tawa langsung keluar dari hati
5. tawa sapaan: katupkan kedua telapak tangan dan menyapa ala india (namaste) atau
berjabat tangan (ala barat) dengan setidaknya 4-5 orang anggota kelompok
6. Tawa penghargaan: bentuk sebuah lingkaran kecil dengan telunjuk dan ibu jari
membuat gerakan-gerakan yang berkesan sedang memberikan penghargaan
kepada,atau memuji,anggota kelompok sambil tertawa
7. Tawa satu meter: gerakkan satu tangan disepanjang bentangan lengan tangan yang
lain(seperti merentangkan busur untuk melepaskan anak panah). Gerakkan tangan
dalam tiga gerakan cepat sambil mendasarkan Ae… Ae… Aeee… dan kemudian para
peserta tertawa sambil merentangkan kedua lengan dan sedikit mendongakan kepala
serta tertawa diperut. (4kali)
8. Tawa milik shake (sebuah variasi): berpura-puralah memegang dua gelas susu atau
kopi dan sesuai aba-aba koordinator tuangkan susu dari satu gelas kegelas lain sambil
mendaras Aeee… dan tuangkan kembali kedalam gelas pertama sambil mendaras
Aeee… setelah itu semua orang tertawa,sambil berpura-pura minum susu.(ulangi 4kali)
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
118
9. Tawa hening tanpa suara: bukalah mulut lebar-lebar dan tertawalah tanpa
mengeluarkan suara sambil saling menatap dan membuat gerakan-gerakan lucu
10. Tawa bersenandung dengan mulut tertutup: keluarkan suara senandung hmmmmm…..
saat bersenandung teruslah bergerak dalam kelompok dan berjabat tangan dengan
orang yang berbeda
11. Tawa mengayun: berdirilah dalam lingkaran dan bergerak ke tengah sambil mendaras
Aee… Ooo… Uuu
12. Tawa singa: julurkan lidah sepenuhnya dengan mata terbuka lebar dan tangan
teracung seperti cakar sing dan tertawa dari perut
13. Tawa ponsel: berpura-puralah memegang sebuah HP dan coba untuk tertawa, sambil
membuat berbagai gerakan kepala dan tangan serta berkeliling dan berjabat tangan
dengan orang yang berbeda
14. Tawa bantahan: anggota dibagi menjadi dua bagian yang bersaing dengan dibatasi
jarak. Tiap kelompok saling berpandangan dan tertawa sambil menudingkan jari ke
beberapa anggota kelompok seolah sedang berbantahan
15. Tawa memaafkan/minta maaf: lakukan langsung setelah tawa bantahan, pegang kedua
cuping telinga dan tertawa sambil menggelengkan kepala (ala india) atau angkat kedua
telapak tangan kemudian tertawa seolah minta maaf
16. Tawa bertahap: dimulai dengan tersenyum, perlahan ditambahakan tawa kecil dan
intensitas tawa semakin ditingkatkan. Lalu para anggota secara bertahap melakukan
tawa bersemangat kemudian perlahan-lahan melirihkan tawa dan berhenti
17. Tawa dari hati ke hati (tawa keakraban): mendekat dan berpegangan tanganlah serta
tertawa. Peserta bisa saling berjabat tangan atau memeluk, apa pun yang terasa nyaman
9. TAHAP TERMINASI/ EVALUASI
1. Evaluasi hasil subjektif dan objektif
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
10. DOKUMENTASI
1. Respon klien (verbal dan non verbal)
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
119
N Jenis Tawa R R R R R R R R R R R R R R R
o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 Bersemangat
2 Sapaan
3 Penghargaan
4 Satu meter
Milk hake
5 Hening tanpa
suara
6 Bersenandung
dengan mulut
tertutup
7 Mengayun
8 Singa
9 Ponsel
10 Bantahan
11 Memaafkan
12 Bertahap
13 Keakraban
2. Setiap 3-6 kali putaran tawatanyakan respon dan peserta
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
120
KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH TERAPI TAWA TERHADAP KUALITAS TIDUR LANSIA
DI UPT PSLU JEMBER
Kode Responden:
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Umur:.........tahun
2. Jenis kelamin
a. laki-laki
b. perempuan
3. Kategori kualitas tidur
c. baik
d. buruk
4. Terapi tawa
a. diberikan terapi tawa
b. tidak diberikan terapi tawa
Pertanyaan:
1. Selama satu bulan terakhir, jam berapa biasanya Anda pergi tidur di malam
hari?
………………………………………………………………………………
2. Selama satu bulan terakhir, berapa menit biasanya yang Anda butuhkan untuk
mulai tertidur setiap malamnya?
………………………………………………………………………………
3. Selama satu bulan terakhir, jam berapa biasanya Anda bangun tidur di pagi
hari?
………………………………………………………………………………
4. Selama satu bulan terakhir, berapa jam lamanya Anda tidur di malam hari?
………………………………………………………………………………
Untuk setiap pertanyaan di bawah ini, pilih jawaban yang paling tepat. Silahkan
menjawab seluruh pertanyaan di bawah ini.
5. Dalam sebulan terakhir berapa sering Anda mengalami masalah tidur
a. Tidak dapat tidur dalam 30 menit
tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
sekali atau dua kali seminggu
tiga kali atau lebih dalam seminggu
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
121
j. selama satu bulan terakhir, seberapa sering Anda mengalami masalah tidur
karena hal tersebut?
tidak pernah selama satu bulan terakhir
kurang dari sekali seminggu
sekali atau dua kali seminggu
tiga kali atau lebih dalam seminggu
8. Selama satu bulan terakhir, berapa banyak masalah yang anda hadapi
tidak ada masalah sama sekali
sangat sedikit masalah
sedikit masalah
masalah yang sangat besar
9. Dalam satu bulan terakhir, bagaimana kualitas tidur Anda secara keseluruhan
sangat baik
cukup baik
cukup buruk
sangat buruk
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
123
Jember, 2016
Hormat saya,
Ananta Erfrandau
NIM 122310101015
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
126
Kode Responden:
( )
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
127
Statistics
Usiakelompokterapi
b
Bootstrap
N Valid 15 0 0 15 15
Missing 0 0 0 0 0
Mean 68,60 -,04 ,95 66,73 70,40
Median 68,00 ,07 1,01 66,00 70,00
Mode 68
Std. Deviation 3,757 -,207 ,647 2,230 4,769
Variance 14,114 -1,098 4,552 4,974 22,742
Skewness ,100 ,115 ,566 -,777 1,547
Std. Error of Skewness ,580
Kurtosis ,106 ,014 1,204 -1,725 3,140
Std. Error of Kurtosis 1,121
Range 14
Minimum 61
Maximum 75
Percentiles 25 66,00 ,28 1,07 65,00 68,00
b. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 1000 bootstrap samples
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
138
95% Confidence
Interval
N Valid 15 0 0 15 15
Missing 0 0 0 0 0
Mean 67,60 ,04 1,01 65,67 69,67
Median 68,00 -,66 1,43 65,00 70,00
Mode 68
Std. Deviation 4,050 -,151 ,578 2,664 4,949
Variance 16,400 -,863 4,445 7,096 24,492
Skewness ,358 -,043 ,417 -,455 1,196
Std. Error of Skewness ,580
Kurtosis -,649 ,162 ,885 -1,605 2,008
Std. Error of Kurtosis 1,121
Range 13
Minimum 62
Maximum 75
Percentiles 25 65,00 -,50 1,51 62,00 68,00
b. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 1000 bootstrap samples
JENISKELAMIN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
JENISKELAMIN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
KATEGORIKUALITASTIDUR
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
KATEGORIKUALITASTIDUR
TERAPITAWA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
TERAPITAWA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
nilai
b
Bootstrap
N Valid 15 0 0 15 15
Missing 0 0 0 0 0
Mean 11,80 ,01 ,33 11,20 12,47
Median 12,00 -,11 ,54 11,00 13,00
a
Mode 11
Std. Deviation 1,320 -,072 ,226 ,799 1,684
Variance 1,743 -,135 ,566 ,638 2,837
Skewness -,438 ,106 ,510 -1,337 ,704
Std. Error of Skewness ,580
Kurtosis ,041 -,183 ,984 -1,511 2,213
Std. Error of Kurtosis 1,121
Range 5
Minimum 9
Maximum 14
Percentiles 25 11,00 -,02 ,51 10,00 12,00
Statistics
nilai
b
Bootstrap
N Valid 15 0 0 15 15
Missing 0 0 0 0 0
Mean 12,07 -,01 ,58 10,94 13,26
Median 12,00 -,01 ,95 10,00 14,00
a
Mode 9
Std. Deviation 2,374 -,100 ,279 1,724 2,794
Variance 5,638 -,389 1,264 2,971 7,809
Skewness ,131 -,005 ,417 -,717 ,904
Std. Error of Skewness ,580
Kurtosis -1,283 ,254 ,594 -1,827 ,426
Std. Error of Kurtosis 1,121
Range 7
Minimum 9
Maximum 16
Percentiles 25 10,00 -,03 ,94 9,00 12,00
N Valid 15 0 0 15 15
Missing 0 0 0 0 0
Mean 3,13 ,00 ,16 2,80 3,40
Median 3,00 ,02 ,14 3,00 3,00
Mode 3
Std. Deviation ,640 -,025 ,105 ,414 ,799
Variance ,410 -,020 ,128 ,171 ,638
Skewness -,103 ,125 ,514 -,628 1,672
Std. Error of Skewness ,580
Kurtosis -,127 ,229 1,642 -2,094 3,271
Std. Error of Kurtosis 1,121
Range 2
Minimum 2
Maximum 4
Percentiles 25 3,00 -,14 ,35 2,00 3,00
b. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 1000 bootstrap samples
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
143
N Valid 15 0 0 15 15
Missing 0 0 0 0 0
Mean 12,27 -,01 ,56 11,20 13,40
Median 12,00 ,18 ,79 10,03 14,00
Mode 12
Std. Deviation 2,219 -,095 ,283 1,534 2,640
Variance 4,924 -,335 1,189 2,353 6,970
Skewness ,065 -,002 ,425 -,794 ,944
Std. Error of Skewness ,580
Kurtosis -1,016 ,250 ,714 -1,714 1,094
Std. Error of Kurtosis 1,121
Range 7
Minimum 9
Maximum 16
Percentiles 25 10,00 ,49 ,97 9,00 12,00
b. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 1000 bootstrap samples
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
144
a. Nilai p pada pretest kelompok terapi adalah 0,442 berarti p >0,05 (α), maka
b. Nilai p pada pretest kelompok kontrol adalah 0,246 berarti p > 0,05 (α), maka
b. Nilai p pada posttest kelompok kontrol adalah 0,484 berarti p > 0,05 (α), maka
Uji humogoneitas dikaukan pada data pretest terapi dan pretest control.
F Sig.
Pada tabel uji homogenitas ditunjukkan pada kolom sig. P value > α.
Kesimpulan:
a. p > α menunjukkan bahwa variabel pretest terapi dan pretest kontrol < 0,05
Ranks
Total 15
a
Test Statistics
Sesudah -
Sebelum
b
Z -3,449
Asymp. Sig. (2-tailed) ,001
Pada uji Wilcoxon dapat dilihat nilai p pada kolom sig (2-tailed). Nilai p adalah
0,001 yang berarti p < 0,05 (α) maka terdapat perbedaan yang signifikan antara
5. Uji T Dependen
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the Sig.
Std. Std. Error Difference (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Sebelum -
-,200 ,414 ,107 -,429 ,029 -1,871 14 ,082
1 Sesudah
Pada uji t dependent dapat dilihat nilai p pada kolom sig (2-tailed). Nilai p adalah
0,082 yang berarti p < 0,05 (α) maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan
6. Uji T Independen
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95%
Confidence
Nila Equal
iseb variances 5,704 ,024 -,380 28 ,707 -,267 ,701 -1,704 1,170
elu assumed
m Equal
variances not -,380 21,900 ,707 -,267 ,701 -1,722 1,188
assumed
Pada Independent t-test nilai p dapat dilihat pada kolom sig(2-tailed), nilai p =
0,707 yang berarti p > 0,05 (α), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan nilai kualitas tidur yang signifikan antara kualitas tidur sebelum
pembeian terapi tawa pada kelompok terapi dan kelompok kontrol. P value yang
gunakan adalah pada bagian equal variances not assumed varian datanya tidak
homogen.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
148
7. Uji Mann-Whitney
Ranks
Total 30
a
Test Statistics
Nilaisesudah
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 120,000
Z -4,743
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,000
Hasil uji Mann-Whitney test nilai p dapat dilihat pada kolom sig(2-tailed). Nilai p
= 0,00 yang berarti p > 0,05 (α) maka dapat simpulkan bahwa terdapat perbedaan
nilai kualitas tidur yang signifikan antara kualitas tidur setelah pembeian terapi
Gambar 2. Kegiatan Terapi Tawa pada Lansia di UPT PSLU Jember oleh Ananta
Erfrandau (Mahasiswa PSIK Universitas Jember)
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
150
Gambar 3. Kegiatan Terapi Tawa pada Lansia di UPT PSLU Jember oleh Ananta
Erfrandau (Mahasiswa PSIK Universitas Jember)
Gambar 3. Kegiatan Terapi Tawa pada Lansia di UPT PSLU Jember oleh Ananta
Erfrandau (Mahasiswa PSIK Universitas Jember
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember