Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Sarana pelayanan Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam


kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat
menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para
pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap
pasien maupun pengunjung rumah sakit. Sehingga sudah
seharusnya pihak pengelola menerapkan upaya-upaya Manajemen
Risiko. Sistem manajemen risiko dalam hal keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan bagian dari sistem manajemen secara
keseluruhan meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab pelaksanaan prosedur, proses dan sumber daya
yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian,
pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya lingkungan kerja
yang aman, efisien dan produktif. Potensi bahaya di rumah sakit,
selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya- bahaya
lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di tempat
pelayanan tersebut, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan dengan fasilitas, dan sumber- sumber
cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas
anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi
bahaya tersebut jelas mengancam jiwa bagi kehidupan para
karyawan di rumah sakit, para pasien maupun para pengunjung
yang ada dilingkungan rumah sakit. Dari berbagai potensi
bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu
manajemen risiko di temapt pelayanan kesehatan perlu dikelola
dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 rumah sakit lebih efektif,
efesien dan terpadu diperlukan sebuah manajemen resiko di rumah
sakit baik bagi pengelola maupun karyawan rumah sakit.

A. Definisi

1
1. Bahaya : faktor intrinsik yang melekan pada sesuatu dan
mempunyai potensi untuk menimbulkan kerugian.
2. Risiko : peluang / probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut
WHO), yang akan berdampak merugikan bagi pencapaian sasatan-
sasaran keselamatan pasien dan menurunkan mutu pelayanan.
3. Penerima Risiko : keputusan untuk menerima konsekuensi dan
kemungkinan risiko tertentu.
4. Identifikasi Risiko : proses penentuan apa yang dapat terjadi,
mengapa dan bagaimana.
5. Manajemen Risiko Rumah Sakit : merupakan upaya
mengidentifikasi dan mengelompokan risiko dan mengendalikan /
mengelola risiko afar memberikan dampak negative seminimal
mungkin bagi keselamatan dan kesehatan kerja.
6. Penilaian risiko : Proses analisa risiko dan evaluasi risiko secara
keseluruhan.
7. Penghindaran risiko : Keputusan yang diberikan tidak terlibat
dalam situasi risiko.
8. Pengendalian risiko : bagian dari manajemen risiko yang melibatkan
penerapan kebijakan, standar. Prosedur perubahan fisik untuk
menghilangakn atau mengurangi risiko.
9. Pengurangan risikon : Penggunaan/penerapan prinsip-prinsio
manajemen dan teknik-teknik yang tepat secara selektif, dalam
rangka mengurangi kemungkinan terjadinya suatu kejadian atau
konsekuensinya, atau keduanya.
10. Pemindahan Risiko : Mendelegasikan atau memindahkan suatu
beban kerugian ke suatu kelompok/ bagian lain melalui jalur
hukum, perjanjian/ kontrak, asuransi, dan lain-lain. Pemindagan
risiko mengacu pada pemindahan risiko fisik dan bagian tempat
kerja

BAB II

2
RUANG LINGKUP

A. Manajemen risiko K3 Rumah sakit adalah upaya meminimalkan


kerugian terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja, pasien dan
pengujung di Rumah Sakit. Risiko yang timbul di Rumah Sakit dapat
menyebabkan kerugian dalam bentuk cedera, sakit, kematian,
kerusakan aset rumah sakit, kerusakan lingkungan kerja, dan dapat
menurunkan citra Rumah Sakit.
Manajemen risiko merupakan inti atau sasaran utama dari sistem
manajemen K3 di Rumah Sakit dan merupakan persyaratan dalam
sistem manajemen K3 seperti SMK3, OHSAS 18001, OHSA, ILO dan
lain-lain. Langkah-langkah dalam melakukan manajemen risiko secara
garis besar terdiri dari identifikasi bahaya, analisa risiko dan
pengendalian risiko.
B. Rumah Sakit Umum Pandan Arang Boyolali merupakan rumah sakit
yang dapat dikatogorikan dalam kelompok atau tibe C. Rumah Sakit ini
terletak di Jl.Kantil No.14 Telpon 0276-321065 Fax. 0276-321435,
Boyolali 57316 Provinsi Jawa Tengah. Email: rsupa_boyalali.go.id
webside : rsudpandanarang.boyolalikab.go.id.
Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali dapat beroperasi dengan
memberikan berbagai jenis pelayanan laboratorium, farmasi, radiologi,
dan lain sebagainya. Sarana & prasaranan tersebut perlu di pelihara
dan dijaga kemanfaatan dan keselamatannya, karyawan dan
pengunjung rumah sakit perlu dijaga keselamatannya.
C. Kesehatan dan Keselamatan kerja bagi pekerja rumah sakit medis
lainnya perlu diperhatikan. Demikian pula penanganan faktor potensi
berbahyan yang ada di rumah sakit serta metode pengenmangan
program keselamtan dan kesehatan kerja disana perlu dilaksanakan,
D. seperti misalnya perlindungan terhadap penyakit infeksi maupun non
infeksi, penanganan limbah medis dan penggunaan alat pelindung diri
Dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efektif dan produktif
serta terciptanya lingkungan kerja yang sehat, asri dan nyaman. Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Pandan
Arang melakukan identifikasi bahaya di Rumah Sakit, analisa risiko,
menilai tingkat risiko dan menemukan cara pengendalian risiko di
Rumah Sakit. Kegiatan tersebut meliputi
1) Identifikasi dan evaluasi terhadap faktor yang berpotensi bahaya di
Rumah Sakit ( faktor fisik, kimia, biologi)
2) Faktor resiko keselamatan dan kesehatan kerja meliputi :
a) Faktor fisik

3
b) Faktor Kimia
c) Faktor Ergonomi
d) Faktor biologi
e) Faktor Psikososial
f) Faktor bahaya kebakaran, gas bertekanan tinggi, bahan mudah
terbakar
g) Faktor bahaya Spesifik menurut bagian/departemen
h) Health and Safety di Laboratorium
i) Penanganan Limbah medis
j) Pengenalan dan pembudidayaan pemakaian alat pelindung diri
k) Kontrol terhadap infeksi nosokomial dan pasien

POTENSI BAHAYA YANG ADA DI RUMAH SAKIT

Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya


Fisik Kimia Ergonomi Biologi Psikososia Mekenik Listrik
l

4
Ø Radiasi Ø Ethylene Ø Posisi Ø Virus Ø Kerja Bahaya Ø
Pengion statis shif yang Konsleting
Ø Radiasi Ø Oxide Ø Ø Ø Stres berkaitan Ø Petir
non Mengangkat HIV/AIDS Kerja dengan
Pengion mesin :
Ø Suhu Ø Formal Ø Ø SARS Ø Terjepit Ø
Panas dehyd Membungkuk Sengatan
listrik
Ø Suhu Ø Ø Ø Ø Ø Banjir
dingin Glutaraldehyd Mendorong Bakteri Terpotong
Ø Bising Ø Obat Ca Ø Jamur Ø Ø
Terpukul Kebakaran
Ø Licin Ø Gas Ø Parasit Ø
Anestesi Tergulung
Ø Ø Mercuri Ø
Penerangan tersayat
Ø Chlorine
l) RSUD Pandan Arang Boyolali dilengkapi dengan CCTV untuk
meningkatkan keamanan dan mendektesi dini terhadap bahaya
yang terjadi termasuk tersediannya fire alarm dan alat
pemadam api ringan.

BAB III
TATA LAKSANAN

A. Tahap Persiapan
Mengacu pada SK Menkes 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang pedoman
manajemen K3 di Rumah Sakit. Pelaksanaan manajemen risiko
Kesehatan dan Keselamatan kerja dimulai dari dukungan penuh dari
Direktur Utama Rumah Sakit (manajemen puncak) dengan tindakan
nyata, agar dapat diketahui, dipelajari, dihayati dan dilaksanakan oleh
seluruh staf dan petugas. Membentuk kelompok kerja penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit yang beranggotakan
kelompok kerja yang terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja.
B. Tahap Pelaksanaan
Membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan
penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat
diukur. Perencanaan K3 di Rumah Sakit dapat mengacu pada standar
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja diantaranya self
assesment akreditasi K3RS dan SMK3.
C. Perencanaan Manajemen
Perencanaan Manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja
rumah sakit meliputi :

5
1. Identifikasi sumber bahaya dan potensi bahaya di Rumah sakit
Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan
mempertimbangankan kondisi dan kejadian yang dapat
menimbulkan potensi bahaya, jenis kecelakaan dan Penyakit Akibat
Kerja (PAK) yang mungkin dapat terjadi.
Identifikasi sumber bahaya dan potensi bahaya di rumah sakit
umum daerah pandan arang kabupaten boyolali antara lain :
a. Bahaya Fisik
Bahaya fisik adalah faktor bahaya ditempat kerja yang bersifat
fisik antara lain kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja,
gelombang mikro dan sinar ultra violet.
1) Getaran
Getaran adalah geralan bolak-baik cepat (reciprocating)
memantul keatas dan kebawah atau kebelakan dan ke depan.
Getaran tersebut terjadi secara beraturan dari benda atau
media dengan arah bolak-baliuk dari kedudukannya. Hal
tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap semua atau
sebagian dari tubuh.
Dampak getaran mekanis bagi kesehatan secara langsung bisa
dirasakan oleh individu atau pekerja pada area kerja, yaitu
melalui getaran dari mesin-mesin yang bekerja lalu terjadi
perambatan pada individu melalui kaki pada tanah ataupun
kontak langsung pada tangan.
Nilai Ambang Batas faktor fisik Getaran menurut Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisik ditempat kerja;
Lama Pemaparan Acceleration (m/dtk²)
4-8 Jam 4
2-4 Jam 6
1-2 Jam 8
<1 Jam 12
Pengendalian Getaran ditempat Kerja
a) Pengendalian secara teknis
i. Menggunakan peralatan kerja yang rendah
intensitasnya (dilengkapi damping.peredam).
ii. Membatul pegangan tangan dengan karet.
iii. Memelihara /merawat peralatan dengan baik
iv. Meletakkan peralatan dengan teratur
b) Pengendalian secara administratif

6
i. Merotasi pekerjaan
ii. Mengurangi jam kerja sehingga sesuai dengan NAB
yang berlaku.
c) Pengendalian secara medis
Pada saat awal, dan kemudian pemeriksaan berkala setiap
5 tahun sekali. Sedangkan untuk pemeriksaan khusur
yang berlanjut, maka interval yang diambil adalah 2-3
tahun sekali.
d) Pemakaian APD
Pengurangan paparan dapat dilakukan dengan
menggunakan sarung tangan yang telah dilengkapi
peredap getar (busa)
2) Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang dihasilkan dari sumber suara
(getaran) yang melebihi ambang keamanan dan kenyamanan
dalam bekerja. Manusia mampu mendengar bunyi dengan
frekwensi antara 16 - 20.000 Hz. Intensitas suara lebih dari 85
dB dapat menimbulkan gangguan dan batas ini disebut critical
level of intensity. Kebisingan merupakan masalah kesehatan
kerja yang timbul di ruang genset yang berasal dari suara
mesin.
Pengaruh kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan
indera pendengar, yang menyebabkan ketulian progresif dan
menetap. Gangguan kebisingan ditempat kerja dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a) Gangguan Fisiologis.
Gangguan fisiologis adalah gangguan yang pada awalnya
terjadi akibat bising, dengan kata lain fungsi pendengaran
secara fisiologis dapat terganggu, pembicaraan atau
instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara
jelas sehingga dapat menimbulkan kecelakaan kerja.
Pembicara harus berteriak – teriak, selain memerlukan
tenaga ekstra juga menimbulkan kebisingan. Kebisingan
dapat menimbulkan stress fisik yang akan meningkatkan
kerja saraf simpatis yang dapat mempengaruhi emosi,
kerja jantung dan tekanan darah.
b) Gangguan Psikologis.

7
Gangguan fisiologis yang berlangsung lama dapat
menimbulkan gangguan psikologis. Suara yang tidak
dikehendaki dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dalam
bekerja, sulit konsentrasi, sulit berfikir, dan lain-lain.
c) Gangguan Patologis Organis.
Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah
pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang
dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara
hingga menetap.
Nilai Ambang Batas Kebisingan adalah angka 85 dB yang dianggap aman
untuk sebagian besar tenaga bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.
Nilai Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas
tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja
tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-
menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
No Tingkat Kebisingan Pemaparan Harian
(dBA)
1. 85 8 jam
2. 88 4 jam
3. 91 2 jam
4. 94 1 jam
5. 97 30 menit
6. 100 15 menit

Pengendalian faktor fisiki Kebisingan di tempat kerja;


a) Menghilangkan transmisi kebisingan terhadap pekerja.
Untuk menghilangkan atau mengurangi transmisi
kebisingan yang tidak aman terhadap pekerja dapat
dilakukan dengan isolasi tenaga kerja atau mesin yaitu
dengan menyekat alat yang mengeluarkan bising. Pada
dasarnya untuk menutup mesin yang bising adalah
sebagai berikut:

i. Menutup mesin serapat mungkin.


ii. Mengolah pintu – pintu dan semua lobang secara
akustik.
iii. Bila perlu mengisolasi mesin dari lantai untuk
mengurangi penjalaran getaran.
b) Menghilangkan kebisingan dari sumber suara.

8
Mengurangi kebisingan dari sumber suara dapat
dilakukan dengan memasang peredam yang dapat
meredam getaran.
c) Melindungi tenaga kerja.
Usaha melindungi karyawan dari kebisingan dilingkungan
kerja dengan memakai alat pelindung telinga atau
personal protective device yaitu berupa ear plugs dan ear
muffs.
3) Penerangan/ Pencahayaan
Pencahayaan adalah sebagai penerangan rumah atau
bangunan agar dapat merasakan kenyamanan dalam
beraktifitas baik di dalam maupun diluar.
Dampak dari penerangan yang kurang baik
Penerangan yang tidak baik akan menyebabkan tenaga kerja
mengalami kesulitan dalam melihat objek yang dikerjakannya
dengan jelas. Hal ini selain akan menyebabkan tenaga kerja
lamban dalam melaksanakan pekerjaannya juga akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Pengaruh dari penberangan yang kuirang memenuhi syarat
akan mengakibatkan dampak, yaitu ;
i. Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi
kerja.
ii. Kelelahan mental
iii. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala disekitar
mata
iv. Kerusakan indra mata dan lain-lain
Selanjutnya kelelahan mata tersebut akan berpengaruh dapa
performansi kerja, sebagai berikut :
i. Kehilangan produktivitas
ii. Kualitas kerja menjadi rendah/ berkurang
iii. Banyak terjadi keselahan dalam bekerja
iv. Terjadinya kecelakaan kerja
4) Iklim Kerja
Suhu tubuh manusia yang dapat kita rasakan tidak hanya
didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh panas
lingkungan. Makin tinggi panas lingkungan, semakin besar
pengaruhnya terhadap suhu tubuh. Sebaliknya semakin
rendah suhu lingkungan, makin banyak pula panas tubuh

9
akan hilang. Pertukaran panas antara tubuh manusia yang
didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang
dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan dan selama
pertukaran ini serasi dan seimbang, tidak akan menimbulkan
masalah kesehatan.
Suhu lingkungan panas merupakan beban tambahan yang
harus diperhatikan. Beban tambahan berupa panas
lingkungan dapat menyebabkan beban fisiologis misalnya
kerja jantung menjadi bertambah dan tubuh menjadi lebih
cepat menderita dehidrasi. Nilai ambang batas temperatur
lingkungan kerja adalah 21º - 30ºC dan temperatur efektif bagi
pekerja di daerah tropis adalah 22º - 27ºC. Temperatur efektif
adalah suatu beban panas yang ditoleransi oleh tubuh.
Temperatur efektif akan memberikan lingkungan nyaman bagi
orang untuk bekerja. Kondisi cuaca kerja diusahakan dapat
mendorong produktifitas antara lain dengan AC (air
conditioning) di tempat kerja.
Kelembaban adalah kadar air yang terkandung dalam udara,
biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini
berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan
secara sinergi antara temperatur, kelembaban, kecepatan
udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan
mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima
atau melepaskan panas dari tubunya. Suatu keadaan dengan
temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan
menimbulkan pengurangan panas yang besar dari tubuh tapi
kulit tetap basah oleh keringat, dan sebaliknya temperatur
udara yang panas dengan kelembaban udara yang rendah
sekali dapat menyebabkan pekerja kehilangan panas, cairan
(dehidrasi) dan kekeringan pada kulit lebih cepat. Pengaruh
lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin
aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan
oksigen, status dehidrasi dan rangsangan panas yang
dirasakan.
b. Bahaya Kimia
Bahan berbahaya adalah bahan-bahan yang pembuatan,
pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan penggunaannya
menimbulkan atau membebaskan debu, kabut, uap, gas, serat,

10
atau radiasi sehingga dapat menyebabkan iritasi, kebakaran,
ledakan, korosi, keracunan dan bahaya lain dalam jumlah yang
memungkinkan gangguan kesehatan bagi orang yang
berhubungan langsung dengan bahan tersebut atau
menyebabkan kerusakan pada barang-barang.
Bahan-bahan kimia yang terdapat di Rumah Sakit :
1) Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk
dekontaminasi lingkungan dan peralatan di rumah sakit
seperti ; mengepel lantai, desinfektan peralatan dan
permukaan peralatan dan ruangan dan lain-lain
2) Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci
tangan dan mencuci permukaan kulit pasien seperti alkohol,
iodine povidone, dan lain-lain
3) Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci
linen dan peralatan lainnya
4) Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunkan untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium klinik dan patologi
anatomi.
5) Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan
untuk pengobatan pasien.
6) Gas medik yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan
dan bahan penunjang pengobatan pasien seperti oksigen,
karbon dioxide, nitrogen, nitrit oxide, nitrous oxide dan lain-
lain.
Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS
berkoordinasi dengan seluruh satuan kerja. Hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah pengadaan B3, penyimpanan, pelabelan,
pengemasan ulang/repacking, pemanfaatan dan pembuangan
limbahnya.
Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan
peraturan yang sesuai dengan peraturan harus berlaku di
Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan Lembar Data
Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet / MSDS), petugas
yang mengelola harus sudah mendapatkan pelatihan pengelolaan
B3, serta mempunyai prosedur penanganan tumpahan B3.
Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3,
diletakkan diatas palet atau didalam lemari B3, memiliki daftar
B3 yang disimpan, tersedia MSDS, safety shower, APD sesuai

11
risiko bahaya dan Spill Kit untuk menangani tumpahan B3 serta
tersedia prosedur penanganan Kecelakaan Kerja Akibat B3
Pelabelan dan Pengemasan ulang harus dilakukan oleh satuan
kerja yang berkompeten untuk menjamin kualitas B3 dan
keakuratan serta standar pelabelan. Dilarang melakukan yang
diberikan oleh pimpinan rumah sakit.
Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja dipantau kadar paparan ke
lingkungan serta kondisi kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3
harus memiliki pelatihan teknis pengelolaan B3, jika belum harus
segera diusulkan sesuai prosedur yang berlaku.
Pembungan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air
kontor yang akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). Limbah B3 padat harus dibuang ke Tempat Pengumpulan
Sementara Limbah B3 (TPS B3), untuk selanjutnya diserahkan ke
pihak pengolah limbah B3.
c. Bahaya Biologi
Bahaya potensial biologi berdasarkan lokasi dan pekerjaan di
Rumah Sakit meliputi (Kepmenkes, 2007)
Bahaya Potensial Lokasi Pekerjaan yang
Paling Berisiko
AIDS, Hepatitis B dab IGD, kamar Operasi, Dokter, dokter gigi,
Non A- Non B ruangan pemeriksaan perawat, petugas
gigi, laboratorium, laboratorium, petugas
laundry sanitasi dan laundry
Cyromegalovirus Ruang kebidanan, Perawat, dokter yang
ruang anak bekerja dibagian ibu
dan anak
Tuberculosis Bangsal, Perawat, petugas
laboratorium, ruang laboratorium,
isilasi fisioterapis
Rubella Ruang ibu dan anak Dokter dan pegawai

Bahaya biologi dapat diidentifikasi sebagai debu organik yang


berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus,
bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari
tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegredasi
Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu menyebabkan
infeksi dan mon-infeksi. Bahaya dari yangbersifat non infeksi
dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik dan
alergi biogenik.
Virus mempunyai ukuran sangat kecil 16 – 300 nano meter. Virus
tidak mampu bereplikasi untuk itu virus harus menginfeksi sel

12
inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus
: influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus),
lengkung dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit
timbil akibat kesehatn dan sanitasi yang buruk, makanan yang
tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan
hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang
diakibatkan oleh bakteri antara lain anthrax, tbc, lepra, tetanus,
thypoid, cholera, dan sebagainya
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk
lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan
nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisame atau
hewan lain.
Vektor adaah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi
menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke
yang lain. Berbagai jenis nyamuk, sebagai contoh, berperan
sebagai vektor penyakit malaria yang mematikan. Pengertian
tradisional dalam kedokteran ini sering disebut vektor biologi
dalam epidemiologi dan pembicaraan umum. Dalam terapi gen,
virus dapat dianggap sebagai vektor jika telah di rekayasa ulang
dan digunakan untuk mengirimkan suatu gen ke sel targetnya.
Vektor dalam pengertian ini berfungsi sebgai kendaraan untuk
menyampaikan materi genetik seperti DNA ke suatu sel.
Pengendalian Faktor Biologis (Virus, Jamur, Bakteri Pathogen
lainnya)
Untuk pengendalian bahaya biologis yang berupa virus, jamur,
bakteri dan pathogen lainnya dapat dilakukan dengan melalui
beberapa tahap, yaitu dengan cara sebagai berikut :
1) Upaya pengendalian dengan eliminasi
Eliminasi merupakan pengendalian resiko faktor bahaya yang
harus diterapkan pertama kali. Eliminasi dilakukan dengan
cara meniadakan atau menghilangkan objek yang
menyababkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Dalam
bidang pelayanan kesehatan objek utama yang menyebabkan
penyakit akibat kerja adalah pasien itu sendiri, jadi sangat
tidak mungkin kalau kita menghilangkan pasien sebagai
penyebab utama. Jadi eliminasi dalam hal ini tidak bisa
diterapkan

13
2) Upaya pengendalian dengan Subsituusi
Apabila upaya pertama tidak berhasil mengendalikan faktor
resiko maka subtitusi merupakan langkah yang harus diambil
selanjutnya. Subsitusi dilakukan dengan cara mengganti
bahan-bahan dan peralatan yang berbahaya dengan bahan-
bahan dan peralatan yang kurang berbahaya. Dalam hal ini
pengendalian secara Subsitusi akan sulit dilaksanakan
mengingat bahan dan peralatan medis sudah ditetapkan
sebelumnya.
3) Upaya pengendalian dengan Rekayasa Teknik
Rekayasa Teknik untuk pengendalian faktor bahaya biologi
dilakukan dengan cara memisahkan alat-alat bekas perawatan
pasien, seperti jarum suntik, perban kedalam wadah
tersendiri. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkankan
dalam proses pembungan dan pengolahannya, selai itu juga
untuk menghindarkan menyebarnya virus dari pasien.
Untuk penyebaran faktor biologis yang ditularkan melalui
media udara, rekayasa teknik dapat membantu dalam hal
pembuatan instalasi HVAC yaitu dengan memisahkan udara
dalam ruangan tertentu, memfilter udara tersebut sehingga
virus, jamur, bakteri tersebut dapat tertangkap pada filter,
sedangkan udara yang sudah tersaring dapat dimasukkan
kedalam ruangan itu kembali. Selanjutnya yang tidak kalah
penting adalah proses pencucian dan penggantian filter udara
tersebut secara berkala.
4) Upaya pengendalian Administratif
Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan
suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemunghkinan
seseorang terpapar potensi bahaya. Upaya untuk
pengendalian secara administratif salah satunya dilakukan
dengan perputaran jadwal kerja (rotasi kerja) bagi petugas
kesehatan yang dibagi dalam tiga shift kerja. Hal ini
dimaksudkan untguk mengurangi pajanan bahaya kepada
tenaga kerja.
5) Upaya pengendalian dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri
(APD)
Alat pelindung diri merupakan pilihan terbaik dari suatu
sistem pengendalian risiko. Untuk pengendalian faktor bahaya

14
biologi dapat menggunakan Alat Pelindung Diri berupa
masker, sarung tangan, penutup kepala, dan APD lainnya
sesuai dengan jenis pekerjaanya. Pemakaian APD tersebut
dapat mengurangi risiko paparan penularan penyakit kepada
petugas kesehatan.
d. Bahaya Psikososial
Bahaya psikososial kerja dapat didefinisikan sebagai aspek dari
desain kerja, organisasi kerja dan manajemen kerja, serta segala
aspek yang behubungan dengan lingkungan sosial kerja yang
berpotensi dapat menyebabkan gangguan pada psikologi dan fisik
– fisiologi pekerja. Potensi bahaya psikososial (psychosocial
hazard) mempunyai pengertian interaksi antara job content,
organisasi kerja dan manajemen, dan keadaan lingkungan serta
organisasi dari satu pihak dan kompetensi serta kebutuhan
pekerja di pihak lain. Potensi bahaya psikososial di tempat kerja
antara lain sebagai berikut:
Kurangnya variasi atau pendeknya siklus kerja, kerja yang
dibagi dalam bagian-bagian kecil atau kurang bermakna,
kemampuan pekerja lebih tinggi dibandingkan tugas yang
Job content
diberikan kepadanya, ketidakpastian status pekerjaan,
pekerjaan yang secara rutin harus berinteraksi dengan
berbagai karakter manusia.
Beban kerja berlebih atau kurang, kecepatan mesin
Beban kerja dan (mechine pacing), terus-menerus berhadapan dengan
kecepatan kerja tenggat waktu yang singkat (continually subject to
deadlines).
Kerja gilir, kerja malam , jadwal kerja yang tidak fleksibel,
Jadwal kerja jam kerja yang tidak pasti, jam kerja panjang, unsociable
hours.
Pertisipasi rendah dalam pengambilan keputusan, tidak
Kontrol ada pengendalian terhadap beban kerja dan kecepatan
kerja, dll.
Ketersediaan peralatan yang tidak memadai, peralatan
Lingkungan dan yang kurang cocok, atau pemeliharaan peralatan yang
peralatan tidak memadai, keadaan lingkungan kerja yang penuh
sesak, pencahayaan yang buruk, bising berlebihan.
Budaya dan Komunikasi yang buruk, kurangnya dukungan untuk
fungsi organisasi pemecahan masalah dan pengembangan diri.
Hubungan antar Isolasi social atau fisik, hubungan yang buruk dengan
pribadi di atasan, konflik antarpribadi, kurangnya dukungan social,
tempat kerja bullying, pelecehan
Ketidakjelasan peran (role ambiguity), konflik peran (role
Peran dalam
conflict), dan adanya tanggung jawab terhadap orang-orang
organisasi
(responsibility for people)
Karir yang tidak jelas dan mandek, kurang promosi atau
Pengembangan
promosi berlebihan, bayaran yang buruk, ketidakamanan
karir
pekerjaan (job insecurity).

15
e. Bahaya Kelistrikan
Banyak hal yang harus dipertimbangankan dalam proses instalasi
listrik yang dipengaruhi banyak faktor seperti tujuan instalasi,
daya yang di butuhkan, jenis peralatan listrik yang akan dipakai.
Instalasi listrik adalah instalasi tegangan listrik mulai dari
pembangkit (generator) sampai pada peralatan (titik akhir
penggunaan). Peralatan listrik adalah setiap peralatan yang dalam
proses penggunaannya membutuhkan energi listrik /
membutuhkan listrik agar bias beroperasi. Perlengkapan listrik
adalah komponen-komponen pada jaringan instalasi
1) Persyaratan energi listrik di Rumah Sakit :
a) Kapasitas sesuai dengan yang dibutuhkan
b) Kualitas arus tegangan frekuensi baik
c) kehandalan system jaringan tinggi
d) keamanan kemanfaatannya terjamin
e) Mengutamakan hemat energi
2) Pengamanan terhadap bahaya listrik
a) Bahaya sentuh langsung
Bahaya sentuhan pada bagian yang aktif/konduktor yang
bertegangan
Penyebab sentuhan langsung biasanya adalah kelalaian
petugas, Pemasnagan yang buruk, Gangguan eksternal
Pengamanan sentuh langsung proteksi konduktor dan
selungkup dengan memberikan isolasi ganda,
menambahkan diluar jangkauan dan juga proteksi isolasi
lantai kerja.
b) Bahaya sentuh tidak langsung
Bahaya sentuhan yang secara konduktif tidak bertegangan
akan tetapi hal ini terjadi akibat beberapa faktor :
i. Kegagalan isolasi peralatan
ii. Indeks proteksi perlahan yang tidak baik
iii. Gangguan cuaca/akibat petir
Dampak sentuhan tidak langsung dapat membahayan
operator/pasien dan peralatan kesehatan, merusak dan
mengganggu peralatan lainnya.
f. Bahaya Ergonomi

16
Ergonomi tentang ilmu yang mempelajari hubungan pekerja
dengan lingkungannya. Merupakan ilmu terapan yang terdiri dari
beberapa disiplin ilmu, seperti antropologi, biometrika, faal kerja,
dan kesehatan kerja, perencanaan kerja, riset tercapai dan
cybernetika. Khusus utama dalam hal ergonomi adalah
perencanaan dari cara bekerja yang aman meliputi tata kerja dan
peralatannya.
Gambaran dasar untuk kenyamanan, produktifitas dan
keamanan. Desain ruangan dengan sikap kerja berdiri dan desain
ruangan dengan sikap kerja duduk dan berdiri bergantian (sikap
kerja dinamis).
1) Koridor:
a) minimum lebar 125 cm.
b) Singkirkan barang2 mengganggu bisa bikin kecelakaan.
c) Bila gerobak masuk – keluar minimal 200 cm.
d) Jarang dilalui minimal 75 cm.
2) Lantai:
a) Tidak licin.
b) Tidak bergelombang (tidak rata/tidak tiba2 naik turun).
3) Jalur landai:
a) Kemiringan 5 – 8% dan tidak licin,
b) Bebas dari barang2 mengganggu,
c) Bisa dilalui alat beroda/mobile.
4) Penggunaan rak dapat dipindah – pindah:
a) Rak beroda untuk membawa barang,
b) Pemakaian pallet bisa didorong dengan kereta dorong.
2. Penilaian
Penilaian faktor risiko adalah suatu proses untuk menentukan ada
tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaiaan bahaya potensial
yang menimbulkan risiko kesehatn dan keselamtan.
Risiko (R) :
Merupakan suatu nilai yang ditetapkan untuk menentukan
suatu tingkatan dampak/akibat berdasarkan keparahan yang
disebabkan oleh kecelakaan kerja.

17
Level-1 Tidak ada cedera, kerugian biaya rendah, kerusakan
(Sangat peralatan ringan.
Ringan)
Level-2 Cedera ringan (hanya membutuhkan P3K), peralatan rusak
(Ringan) ringan.
Level-3 Menyebabkan cidera yang memerlukan perawatan medis ke
(Sedang) rumah sakit, peralatan rusak sedang.
Level-4 Menyebabkan cidera yang menyebabkan cacatnya angota
(Berat) tubuh permanen, peralatan rusak berat.
Level-5 Menyebabkan kematian 1 orang atau lebih, kerusakan berat
(Fatal) pada mesin sehingga mengganggu proses produksi.

Peluang (P) :
Merupakan suatu nilai yang ditetapkan sebagai untuk menentukan tingkat
keseringan terhadap kejadian kecelakaan.

Level-1 (Sangat Jarang) Hampir tidak pernah terjadi


Level-2 (Jarang) Frekuensi kejadian jarang terjadi waktu
tahunan
Level-3 (Mungkin terjadi) Frekuensi kejadian sedang dalam waktu
bulanan
Level-4 (Sering) Hampir 100 % terjadi kejadian tersebut.
Level-5 (Pasti terjadi) 100 % kejadian pasti terjadi.

18
Tingkat Bahaya :
Merupakan hasil perkalian dari Resiko (R) dan Peluang (P)
sehingga dapat ditetapkan sebagai tingkat bahaya dari suatu
pekerjaan yang dilakukan.

Tingkat Bahaya (RxP) :

5 5 10 15 20 25
Tingkat Bahaya Score Keterangan
4 4 8 12 16 20
Rendah 1-4 Masih dapat ditoleransi
3 3 6 9 12 15
Sedang 5-10 Dikendalikan sampai batas
2 2 4 6 8 10
toleransi
1 1 2 3 4 5
Tinggi 12-25 Pemantauan intensif &
RxP 1 2 Pengendalian
3 4 5

Penilaian Risiko
Unit Kerja/
Bagian Kimi Biolo Ergono Psikososi Mekani Kelistrik Limbah
Fisik
a gi mi al k an RS
R P R P R P R P R P R P R P R P
IGD x x 2 3 4 4 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2
Radiologi 4 4 2 3 3 2 1 2 1 2 2 2 3 3 2 1
Unit
Pelayanan x x 1 2 4 2 2 2 3 3 2 2 1 2 2 2
Rawat Jalan
Unit
Pelayanan x x 2 3 4 4 2 3 1 2 2 2 1 2 2 2
Rawat Inap

19
Laboratorium 3 1 4 3 4 4 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1
Administrasi 4 3 x x 2 2 3 3 3 2 2 2 3 3 2 1
CSSD,
3 1 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 3 3 2 1
Laundry
Gizi 4 4 2 3 3 3 3 3 1 2 3 4 3 3 2 1
Kesehatan
Lingkungan
x x 4 4 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 4 4
Satpam RS x x 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2 3 3 2 1
Cleaning
3 1 3 3 3 3 2 3 1 2 4 3 2 1 4 4
service
IPSRS 3 1 2 3 2 2 2 2 1 2 4 3 4 3 2 1
Penilaian Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Per Unit Kerja

3. Pengendalian faktor risiko


Pengendalian faktor risiko adalah suatu cara untuk mengendalikan
potensi bahaya dengan tujuan meminimalkan risiko yang diterima.
Pengendalian potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat
diminimalkan dengan hirarki pengendalian risiko :
a. Elimininasi
Meghilangkan sumber bahaya / potensi bahaya yang dapat
menimbulkan risiko untuk pekerja dan lingkungan rumah sakit.
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan
pada saat desai, tujuannya adalah untuk menghilangkan
kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan suatu
sistem karena adanya kekurangan pada desain.
Penghilangan bahaya merupakan metode yang paling efektif
sehingga tidak hanya mengandalkan prilaku pekerja dalam
mengandalkan prilaku pekerja dalam menghindari risiko, namun
demikian, penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak
selalu praktis dan ekonomis.

b. Subsitusi
Suatu kontrol bahaya dengan cara mengganti suatu alat/ Mesin /
Bahan yang digunakan dengan tujuan meminilamkan risiko yang
didapat dari suatu Alat/ Mesin / Bahan yang digunakan.
Metode pengendalian ini bertujuan untuk menganti bahan,
proses, operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi
lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini merupakan
bahaya dan risiko minimal melalui desain sistem ataupun desain
ulang.
c. Administrasi

20
Suatu kontrol yang dapat dilakukan dengan cara membuat
prosedur kerja aman, aturan-aturan, pelatihan untuk pekerja,
kontrol durasi kerja, memberikan tanda bahaya, rambu-rambu
bahaya, poster atau label.
Kontrol administratif ditujan pengendalian dari sisi orang yang
akan melakukan pekerjaan. Dengan dikendalikan metode kerja
dihadapkan orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan
keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara aman.
Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan,
adanyastandar operasional prosedur (SOP), pelatihan,
pengawasan, modifikasi perilaku, jadwal kerja, rotasi kerja,
pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat, dan lain-
lain.
d. Engeneering
Suatu kontrol yang dapat dilakukan dengan cara memodifikasi
dan merancang alat atau mesin serat lingkungan kerja yang lebih
aman.
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya
dengan pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan
manusia. Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem
mesin atau peralatan.
e. Alat Pelindung Diri (APD)
Penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri untuk para
pekerja. Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri
merupakan hal yang paling tidak efektif dalam pengendalian
bahaya. APD hanya dipergunakan oleh pekerja yang akan
dipergunakan oleh pekerja yang akan berhadapan langsung
dengan risiko bahaya dengan memperhatikan jarak dan waktu
kontak dengan risiko bahaya tersebut. Semakin jauh dengan
risiko bahaya maka risiko yang dapat semakin kesil, begitu juga
semakin singkat kontak dengan risiko bahaya risiko yang didapat
juga semakin kecil.
Penggunaan beberapa APD kadang memiliki dampak negatif pada
pekerja seperti kurang leluasa dalam bekerja, keterbatasan
komunikasi dengan pekerja lain, alergi terhadap APD tertentu,
dan lain-lain. Beberapa pekerja yang kurang faham terhadap
dampak risiko bahaya dari pekerjaan yang dilakukan kadang
kepatuhan dalam penggunaan APD juga menjadi rendah. APD

21
reuse memerlukan perawatan dan penyimpanan yang baik
sehingga kualitas perlindungan dari APD tersebut tetap optimal.
Hirarki pengendalian risiko bahaya sebagai berikut

4. Review / perencanaan ulang yang dilakukan selama 1 tahun sekali.


Perencanaan ulang mulai dari tahap identifikasi, penilaian dan
merancang pengendalian faktor risiko keselamatan dan kesehatan
kerja di Rumah Sakit Pandan Arang yang ditinjau secara
berkelanjutan sekurang-kurangnya 1 tahun sekali.

BAB V
PENUTUP

Identifikasi risiko keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit


penting artinya untuk menciptakan lingkungan kerja Rumah Sakit
agar aman, sehat dan nyaman baik bagi karyawan, pasien,
pengunjung ataupun masyarakat di sekitar RS. Identifikasi risiko K3
yang dilakukan sebagai dasar pembentukan Program K3 serta
Pengendalian Risiko Kerja setiap Unit Kerja/Satuan Kerja di Rumah

22
Sakit Pandan Arang Boyolali. Selain itu perlu juga pemahaman,
kesadaran dan perhatian yang penuh dari segala pihak yang terlibat
di RS, sehingga apa yang diharapkan terhadap penerapan K3 di RS
bisa tercapai.

23

Anda mungkin juga menyukai