Anda di halaman 1dari 9

Penelitian mengenai pengendalian persediaan obat dan alat kesehatan telah banyak

dilakukan. Penelitian Herlinawati (2011), penentuan metode perhitungan safety stock pada
sistem pengendalian persediaan obat yang paling optimal dengan metode pengendalian
persediaan minimum-maximum dilakukan di instalasi farmasi RS di jogja. Data
diklasifikasikan dengan menggunakan analisis ABC dan analisis Vital Essential Non-
essential (VEN). Sedangkan sistem pengendalian yang dibandingkan adalah sistem
periodic reviw, continuous review, dan sistem hybrid periodic review order point.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sistem pengendalian persediaann yang paling
optimal adalah sistem hybrid periodic review order point karena dapat menghindari
stockout dan menurunkan nilai persediaan.
Penelitian lain dilakukan oleh Sulistyo (2011) yaitu penelitian mengenai sistem
perencanaan dan pengendalian persediaan alat medis habis pakai di gudang farmasi RSUP
dr. Sardjito. Klasifikasi data dilakukan dengan menggunakan Multi Unit Spares Inventory
Control – 3 Dimensional (MUSIC-3D). Beberapa metode perencanaan menggunakan
peramalan dilakukan, namun metode perencanaan aktual yang diterapkan oleh rumah sakit
masih mempunyai hasil yang lebih baik. Sistem pengendalian yang dibandingkan adalah
sistem pengendalian periodic review dan continuous review policy.
Penelitian serupa juga dilakkan oleh Oktamara (2011) yaitu mengenai sistem pengendalian
persediaan reagent di Instalasi Patologi Klinik di RS Jogja. Data diklasifikasikan
menggunakan metode MUSIC-2D. Oktamara (2011) menggunakan sistem pengendalian
persediaan dengan hybrid system. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem
pengendalian persediaan dengan hybridsystem menghasilkan hasil yang lebih baik karena
tidak terjadi kondisi stock out dan over stock.

Pengendalian persediaan pada ritel berjaringan


Penelitian mengenai pengendalian persediaan pada ritel berjaringan khususnya di bidang
healthcare sudah banyak dilakukan. Setiafindari (2015) melakukan pengembangan model
peramalan permintaan pada masing-masing obat dan alat medis habis pakai (AMPH) pada
instalasi kesehtana berjaringan untuk mengurangi jumlah buffer stock pada pusat
distribusi. Buffer stock bergungsi untuk menghadapi permintaan konsumen yang
fluktuatif. Data obat AMPH diklasifikasikan menggunakan kategori Vital Essential
Desirable (VED) untuk mengetahui pola permintaannya. Permintaan konsumen diprediksi
dengan menggunakan distribusi statistik sesuai dengan data yang telah diperoleh dan
kemudian dibangun model peramalan permintaannya. Jika data berpola random, batas
minimum dan batas maksimum perminaankonsumen ditentukan dengan menggunakan
parameter dari masing-masing distribusi. Jika data berpola trend, batas minimum dan
maksimum permintaan konsumen ditentukan dengan menggunakan model Y= linear trend
model ± distribusi data residu.

Hapsari (2013) juga melakukan penelitian di bidang ini, yaitu mengenai jumlah safety
stock obat yang paling optimal yang harus dikirim dari instalasi farmasi UPT ke Puskesmas
dengan service level 90% dan jumlah distribusi obat untuk seluruh puskesmas rawat inap
di Kota Yogyakarta untuk meminimalkan overstock dan stockout. Selain itu, peramaah
penggunaan obat di Puskesmas juga dilakukan dengan metode exponential smoothing.
Data diklasifikasikan dnegan menggunakan metode MUSIC-2D.
Zabawa dan Mielczarek (2007) mengusulkan pengendalian persediaan dengan
menggunalan metode simulasi Monte Carlo untuk meminimalkan biaya penyimpanan.
Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Arfani (2013) menentukan jumlah pemesanan
obat di Gudang KDE K-24 yang optimal dengan ketrbatasa biaya yang tersedia dengan
menggunakan metode simulasi monte carlo. Penentuan safety stock dan jumlah pemesanan
dengan menggunakan metode fuzzy logic dilakukan oleh Puspitasari (2013). Indikator
yang digunakan adalah jumlah out of stock. Penelitian yang mengusulkan sebuah model
sistem pengendalian persediaan dan distribusi yang disebut sistem perencanaan peresdiaan
dan distribusi yang disebut sistem perencanaan persediaan dan distribusi atau IDP
(inventory distribution plan) yang dapat diterapkan pada minimarket berjaringan dilakukan
oleh Jazuli (2011). Pada penelitian ini, Jazuli (2011) menentukan pola permintaan dan
menggunakan metode pengendalian berupa perhitungan safety stock dan perhitungan
maximum stock.

a). Metode pengendalian persediaan Deterministik Statis


Pada model deterministik statik adalah besarnya permintaan selama horizon
perencanaan diketaui secara pasti dan tidak memiliki variansi, maka tidak memiliki pola
distribusi. Salah satu model persediaan adalah model ekonomis Wilson. Ada dua
pertanyaan dasar yang menjadi fokus untuk dijawab di dalam model ini, yaitu:
1. Berapa jumlah barang yang akan dipesan setiap kali dilakukan pemesanan (q0).
2. Kapan saat pemesanan dilakukan atau reorder point (r).
Di dalam mencari jawab q0 maka yang menjadi fungsi tujuan utama dari model
ekonomis Wilson adalah minimasi total ongkos persediaan selama horizon perencanaan
(biasanya satu tahun). Total ongkos (OT) persediaan yang dimaksud di sini terdiri dari dua
elemen ongkos, yaitu ongkos pemesanan (OP) dan ongkos simpan (OS). Model ini mencari
keseimbangan antara ongkos pemesanan dan ongkos simpan yang dapat memberikan total
ongkos (TO) persediaan yang minimum. Pada model deterministik tidak akan terjadi
kekurangan persediaan, maka tidak dibutuhkan cadangan pengaman, sehingga tingkat
pelayanan dianggap 100% (Bahagia, 2006).
Gambar
Model ini digunakan apabila jumlah permintaan dan waktu lead time yang dimiliki adalah
konstan, sehingga perusahaan tidak perlu menyediakan persediaan produk di gudangnya.
Pada saat pemesanan produk dilakukan, jumlah persediaan produk adalah nol. Model ini
biasa digunakan pada model persediaan tradisional.
Gambar
Gambar … menunjukkan bahwa pada saat B (reorder point) akan dilakukan pemesanan
sampai memenuhi titik Q+S di mana Q adalah jumlah permintaan dan S adalah safety
stock. Perusahaan tidak perlu memiliki persediaan produk dikarenakan jumlah permintaan
dan lead time yang dibutuhkan sama pada setiap waktunya

Persamaan ongkos inventori total (OT) dapat dilihat pada persamaan 8


OT = Ob + Op + Os + Ok (8)

Model ini digunakan apabila jumlah permintaan dan waktu lead berubah-ubah. Berikut ini
adalah gambar model persediaan probabilistik :
Gambar
Gambar 3.2 menunjukkan bahwa pemesanan dilakukan apabila jumlah persediaan produk
yang dimiliki sudah mencapai safety stock sehingga waktu pemesanan tidak pasri. Dan
apabila lead time pengiriman terlalu lama akan menyebabkan perusahaan tidak mampu
memenuhhi permintaan konsumennya (stock out). Probabilistic model dapat diklasifikasikan
dalam tiga kategori, sebagai berikut :

Inventory review policy


Inventory review policy terdiri dari keputusan kapan harus melakukan pemesanan dan
berapa banyak jumlah yang harus dipesan. Keputusan tesebut mempengaruhi biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan dan service level yang dicapai perusahaan. Secara umum
inventory review policy dibedakan menjadi dua yaitu continous review system dan
periodic review system (Chopra dan Meindl, 2007)

continous review system


Dalam continous review system level persediaan ditinjau setiap saat secara kontinu. Pada
penerapan continous review system, (s,S) policy biasa digunakan sebagai metode untuk
pengendalian persediaan. S menunjukkan batas minimal jumlah perediaan sehingga
ketika posisi persediaan berada di bawah level s maka harus dilakukan permintaan untuk
memenuhi level persediaan hingga level S, oleh karena itu s disebut juga dengan reorder
level.
S= (D x LT) + SS
Reorder level terdiri dari dua komponen, yaitu rata-rata persediaan selama periode lead
time dan safety stock. Rata-rata persediaan selama lead time menjamin bahwa perusahaan
dapat memenuhi permintaan selama lead time pemesanan ke pemasok yang ditunjukkan
dengan perkalian antara rata-rata permintaan dengan lead time.
Rata-rata persediaan = LT x D
Sedangkan safety stock adalah jumlah persediaan yang harus disiapkan oleh perusahaan
untuk berada di gudang, untuk mengangisioasi deviasi dari rata-rata permintaan selama
lead time. Dalam supply chain, selalu terdapat predictable variability yaitu perubahan
pada demand yang masih bisa diprediksi. Predictable variability inilah yang akan diatasi
dengan adanya safety stock.
SS = z x σd x √𝐿𝑇
Di mana z adalah safety factir yang terkait dengan service level, Service level adalah
kemungkinan untuk tidak mengalami stock out selama periode lead time. Dari dua
komponen tersebut, diperoleh bahwa reorder level adalah
S= LT x D + z x σd x √𝐿𝑇
Untuk safety factor didapatkand ari tabel konversi berikut disesuaikan dengan service
level yang merupakan kebijakan perusahaan.
Tabel Service level dan safety factor
SL 90% 91% 92% 93% 94% 95% 96% 97% 98% 99% 99,9%
Z 1.29 1.34 1.41 1.48 1.56 1.65 1.75 1.88 2.05 2.33 3.08

Reorder point merupakan titik pada level persediaan, yang menjadi pengingat bagi
perusahaan untuk memesan suatu baeang apabila jumlah persediaan di gudang dan
jumlah open-order barang tersebut berada pada atau di bawah titik tersebut (Fogarty, et al
1991). Tabel 3.2 menunjukkan rumus perhitungan reorder point berdasarkan service level
yang diinginkan
Tabel 3.2 Perhitungan reorder point berdasarkan service level
Service level Reorder point
99.9% ̅̅̅̅ + 3.09𝛼 D √𝐿
𝐷𝐿
99.5% ̅̅̅̅
𝐷𝐿 + 2.58𝛼 D √𝐿
99.0% ̅̅̅̅
𝐷𝐿 + 2.33𝛼 D √𝐿
97.5% ̅̅̅̅ + 1.96𝛼 D √𝐿
𝐷𝐿
95.0% ̅̅̅̅
𝐷𝐿 + 1.64𝛼 D √𝐿
90.0% ̅̅̅̅
𝐷𝐿 + 1.28𝛼 D √𝐿
85.0% ̅̅̅̅ + 1.04𝛼 D √𝐿
𝐷𝐿
80.0% ̅̅̅̅
𝐷𝐿 + 0.85𝛼 D √𝐿
75.0% ̅̅̅̅
𝐷𝐿 + 0.67𝛼 D √𝐿

Asumsi yang perlu diperhatikan pada saat menggunakan metode pengendalian sistem ini
adalah :
1. Biaya simpan per unit tetap
2. Biaya setiap kali melakukan pemesanan ulang adalah tetap
3. Waktu tunggu tetap (dalam keadaan normal), sehingga
keterlambatan bahan baku tidak ada
4. Permintaan bahan baku bervariasi
5. Setiap jenis item diperoleh dari penjualan yang berlainan
6. Pembelian tidak mendapat potongan harga
7. Kedatangan bahan yang tidak sekaligus akan menimbulkan biaya
tambahan

Periodic Review System

Periodic Review System adalah suatu model persediaan produk di mana periode / interval
pemesanannya tetap, sedangkan jumlah produk yang dipesan berdasarkan dari
perhitungan jumlah produk maksimum yang harus dipenuhi (Simchi-Levi, & Kaminsky,
2003) Dengan menggunakan metode ini, biaya pemesanan dianggap nol. Parameter
utama yang digunakan adalah base stock level, yaitu batas maksimum persediaan produk
yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Dua parameter utama yang digunakan dalam model
persediaan (r,s) adalah :
1. Periodic review (r)
Dalam pengendalian persediaan sistem (r,s), pemenuhan order dilakukan pada tiap r
unit waktu. Nilai dari r telah ditetapkan sebelumnya untuk menghitung s yang
optimal.
2. Order-up-to-level (s)
Order-up-to-level adalah maksimum persediaan yang diijinkan. Dalam sistem (r,s),
Order-up-to-level s harus dapat memenuhi permintaan selama periode r+L.
Kekurangan dapat terjadi bila total permintaan dalam interval r+L melebihi Order-up-
to-level s.

Untuk menghitung rata-rata permintaan produk selama periodic review dan lead time
adalah sebagai berikut :
AVG = (r+L) x 𝑥̅
Di mana
AVG = rata-rata permintaan produk selama periodic review dan lead time
r = periodic review
L = Lead time pengiriman produk
𝑥̅ = rata-rata permintaan produk
Untuk menghitung safety stock adalah sebagai berikut :
SS = z x STD x √𝑟 + 𝐿
Di mana
SS = safety stock
Z = safety factor (distribusi normal standar z)
STD = standar deviasi permintaan produk
Untuk menghitung base stock level adalah sebagai berikut
S = AVG + SS
di mana
S= base stock level

Gambar … menunjukkan bahwa jumlah persediaan produk yang harus dimiliki sama
dengan base stock level, di mana pemesanan akan dilakukan pada saat r (waktu pesan), dan
pengiriman produk akan dilakukakn pada saat L (lead time)
System hybrid
………..
Service level
Service level adalah tingkat permintaan yang dapat terpenuhi dibandingkan dengan
permintaan aktualnya (Chopra and Meindl, 2007). Biasanya service level ini dinyatakan dalam
bentuk persentase di mana jila nilai service level adalah 100% maka semua permintaan yang
darang dapat terpenuhi, Nilai service level juga e=berkaitan dengan jumlah stock out, yaitu
kondisi di mana permintaan tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan persediaan. Jika
nilai service level tinggi maka nilai stock out perusahaan rendah. Persamaan untuk mencari nilai
service level dapat dilihat pada persamaan
𝑝𝑒𝑟𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖
Service level = 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝑥 100%
Pengendalian persediaan obat memiliki peran penting dalam manajemen rumah sakit dalam
efisiensi layanan penunjang berkelanjutan karena sangat dipengaruhi oleh biaya dan tingkat
konsumsi. (Ceylan & Bulkan, 2017) . Tujuan dari pengendalian persediaan obat adalah membuat
kebijakan persediaan dengan tingkat layanan tinggi dan meminimalkan total biaya persediaan
untuk memenuhi fluktuasi permintaan. Sekitar sepertiga dari anggaran rumah sakit tahunan
dihabiskan untuk membeli persediaan obat dan barang lainnya. (Mani, Annadurai, Danasekaran,
District, & Nadu, 2014). Metode pengendalian persediaan obat secara ilmiah harus digunakan
untuk memaksimalkan return of investment dengan biaya seminimal mungkin. Terdapat beberapa
metode pengendalian persediaan yang dapat diterapkan pada pengendalian persediaan obat yaitu
b. Metode Pengendalian Inventory secara Statistik (Statistical Inventory Control)
Metode pengendalian inventori secara statistik (statistical inventory control) menggunakan
ilmu matematika dan statistik sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif
dalam sistem persediaan. Tujuannya untuk mencari jawaban optimal dalam menentukan
kebijakan inventory (inventory policy), yaitu kebijakan yang dibuat untuk menentukan :
1. Ukuran lot pemesanan ekonomis (economic order quantity / EOQ)
2. Titik pemesanan kembali (reorder point / ROP)
3. Jumlah cadangan pengaman (safety stock)

c. Metode Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement Planning)


Material Requirement Planning (MRP) System merupakan metode inventori yang
terdiri atas sekumpulan prosedur, aturan keputusan, dan mekaisme pencatatan untuk
menjabarkan Jadwal Induk Produksi. MRP digunakan pada berbagai industri terutama yang
berkarakteristik job-shop, yakni industri yang memproduksi sejumlah produk dengan
menggunakan peralatan produksi yang relatif sama baik pada jenis produksi pesanan (job
order), jenis produksi massa (mass production), maupun jenis produksi lainnya.

d. Metode Pengendalian Inventory Tepat Waktu (Just in Time Inventory Control)


Prinsip dasar dari metode Just in Time (JIT) adalah memproduksi atau menyediakan
barang sesuai dengan jenis yang diperlukan, sejumlah yang diminta, dan diserahkan pada saat
dibutuhkan. Dalam lingkup rumah sakit, JIT merupakan pilar utama lean manufacturing yang
memiliki dampak positif terhadap kinerja organisasi. (Anuar, Saad, & Yusoff, 2018).
Pengelolaan persediaan obat pada JIT mampu mengakodomasi kebutuhan sehingga pada saat
pasien atau dokter membutuhkan dan pada saat itu juga obat tersebut barulah disediakan
sehingga dapat meminimalkan gudang perbekalan obat. Penerapan konsep JIT untuk
mendukung lean hospital akan lebih optimal dengan penerapan sistem Vendor Managed
Inventory. (Matopoulos, Michilidou, 2012) (Machado, Scavarda, & Vaccaro, 2014) (Wang,
2018)

Anda mungkin juga menyukai