Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PERITONITIS

Disusun Oleh :
Nama : Lilis Qodariah
NIM : 1811040095
Ruang : ICU

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019
A. DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu membran yang melapisi
rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masuknya bakteri dari saluran
cerna atau organ-organ abdomen ke dalam ruang perotonium melalui perforasi usus
atau rupturnya suatu organ. (Corwin, 2000).
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan oleh
infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau pada
organ-organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley, 2000).
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi
rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu bentuk penyakit akut,
dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal maupun umum,
melalui proses infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau
divertikulum kolon, maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung
pada perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu. Pada
wanita peritonitis sering disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau ruptur ovarium.

B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari peritonitis antara lain :
1. Infeksi bakteri :
Organisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari
organ reproduktif internal. Bakteri paling umum yang terkait adalah E. coli,
klebsiella, proteus, dan pseudomonas.
2. Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka
tusuk) atau inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum
seperti ginjal.
3. Penyakit gastrointestinal : appendicitis, ulkus perforasi, divertikulitis dan
perforasi usus, trauma abdomen (luka tusuk atau tembak) trauma tumpul
(kecelakaan ) atau pembedahan gastrointestinal.
4. Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal.
Kelainan dari peritoneum dapat disebabkan oleh bermacam hal, antara lain :
1. Perdarahan, misalnya pada ruptur lien, ruptur hepatoma, kehamilan ektopik
terganggu.
2. Asites, yaitu adanya timbunan cairan dalam rongga peritoneal sebab obstruksi
vena porta pada sirosis hati, malignitas.
3. Adhesi, yaitu adanya perlekatan yang dapat disebabkan oleh corpus alienum,
misalnya kain kassa yang tertinggal saat operasi, perforasi, radang, trauma
4. Radang, yaitu pada peritonitis

C. TANDA DAN GEJALA


Menurut Corwin (2000), gambaran klinis pada penderita peritonitis adalah sebagai
berikut :
1. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang.
2. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan
cairan kedalam peritoneum.
3. Mual dan muntah.
4. Abdomen yang kaku.
5. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot
terhadap trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis.
6. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah putih
dan takikardia.
7. Rasa sakit pada daerah abdomen
8. Dehidrasi
9. Lemas
10. Nyeri tekan pada daerah abdomen
11. Bising usus berkurang atau menghilang
12. Nafas dangkal
13. Tekanan darah menurun
14. Nadi kecil dan cepat
15. Berkeringat dingin
16. Pekak hati menghilang

D. PATOFISIOLOGI
Peritonitis merupakan komplikasi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ
abdomen, ruptur saluran cerna, atau luka tembus abdomen. Reaksi awal peritoneum
terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, kantong-kantong
nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sehingga menimbulkan obstruksi usus.
Dapat terjadi secara terlokalisasi, difus, atau generalisata. Pada peritonitis
lokal dapat terjadi karena adanya daya tahan tubuh yang kuat serta mekanisme
pertahanan tubuh dengan melokalisir sumber peritonitis dengan omentum dan usus.
Pada peritonitis yang tidak terlokalisir dapat terjadi peritonitis difus, kemudian
menjadi peritonitis generalisata dan terjadi perlengketan organ-organ intra abdominal
dan lapisan peritoneum viseral dan parietal. Timbulnya perlengketan ini menyebabkan
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik. Cairan dan elektrolit
hilang ke dalam usus mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Pada keadaan lanjut dapat terjadi sepsis, akibat bakteri masuk ke dalam pembuluh
darah.
Disebabkan oleh kebocoren dari organ abdomen kedalam rongga abdomen
bisanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor.
Terjadi proliferasi bacterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan dalam waktu
yang singkat terjadi eksudasi cairan. cairan dalam peritoneal menjadi keruh dengan
peningkatan protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari
saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus pralitik, disertai akumudasi udara
dan cairan dalam usus.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin
dengan adanya pembentukan jajaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan
mekanisme terpenting dari system pertahanan tubuh, sengan cara ini akan terikat
bakteri dalam jumlah yang sangat banyak diantara matrika fibrin. Pembentukan abses
pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan
substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi
abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah
tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman
dengan membentuk kompartemen yang dikenal sebagai abses.
Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber.
Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit visceral atau
intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang
terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena virulensi
kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri
dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya disertai dengan pertumbuhan
bakteri lain atau jamur.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999), pemeriksaan diagnostic
pada peritonitis adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat kadang-kadang lebih
dari 20.000/mm³. Sel darah merah mungkin meningkat menunjukan
hemokonsentrasi.
2. Albumin serum, mungkin menurun karena perpindaahan cairan.
3. Amylase serum biasanya meningkat.
4. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.
5. Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah, eksudat/sekret
atau cairan asites.
6. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi usus ileum. Bila
perforasi visera sebagai etiologi, udara bebas akan ditemukan pada abdomen.
7. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.
8. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat,
amilase, empedu, dan kreatinin.

F. PENATALAKSANAAN
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :
1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi.
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (appendiks), reseksi,
memperbaiki (perforasi), dan drainase (abses).
8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.
G. FOKUS PENGKAJIAN
I. Pengkajian
1. Keluhan utama :
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah
kanan dan menjalar ke pinggang.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal
diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post
operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan
seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan
oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.
5. Pemeriksaan Fisik
 Sistem pernafasan (B1)
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu
pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan.
 Sistem kardiovaskuler (B2)
Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia
vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular
akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin,
basah, dan pucat.
 Sistem Persarafan (B3)
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun
hanya mengalami penurunan kesadaran.
 Sistem Perkemihan (B4)
Terjadi penurunan produksi urin.
 Sistem Pencernaan (B5)
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat
proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder
akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus
menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit).
 Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan
aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot
mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat kekurangan
volume cairan.
6. Pengkajian Psikososial
Interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang
sering dilakukan.
7. Personal Hygiene
Kelemahan selama aktivitas perawatan diri.
8. Pemeriksaan Penunjang.
 Test laboratorium
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
 X-Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis, usus halus dan
usus besar dilatasi, udara bebas (air fluid level) dalam rongga abdomen
terlihat pada kasus perforasi.
II. Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan
jaringan.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
dan muntah.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif.
5. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan
sekunder distensi abdomen dan menghindari nyeri.
III. Perencanaan keperawatan atau intervensi

No.
No. Dx Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri, catat 1. Perubahan pada
keperawatan dalam 3x24 lokasi, lama, lokasi/intensitas tidak
jam nyeri klien berkurang intensitas (skala 0-10) umum tetapi dapat
dan karakteristik menunjukkan terjadinya
Kriteria hasil : nyeri komplikasi. nyeri
 Laporan nyeri 2. Observasi tanda- cenderung menjadi konstan,
hilang/terkontrol tanda vital lebih hebat, dan menyebar
 Menunjukkan 3. Pertahankan posisi ke atas, nyeri dapat lokal
penggunaan semi Fowler sesuai bila terjadi abses
ketrampilan relaksasi. indikasi 2. Tanda-tanda vital terkontrol
 Tanda-tanda vital 4. Berikan tindakan 3. Memudahkan drainase
dalam batas normal kenyamanan, contoh cairan/luka karena gravutasi
TD : 128/80 mmHg pijatan punggung, dan membantu
S : 36-37,5ºC napas dalam, latihan meminimalkan nyeri karena
N : 60-100 x/menit relaksasi atau gerakan.
RR : 16-20 x/menit visualisasi. 4. Meningkatkan relaksasi dan
5. Kolaborasi pemberian mungkin meningkatkan
analgetik sesuai kemampuan koping pasien
indikasi. denagn memfokuskan
kembali perhatian.
5. Menurunkan laju metabolik
dan iritasi usus karena
toksin sirkulasi/lokal, yang
membantu menghilangkan
nyeri dan meningkatkan
penyembuhan.

Dx2 Setelah dilakukan tindakan 1. Catat faktor risiko 1. Mempengaruhi pilihan


keperawatan dalam 3x24 individu contoh trauma intervensi
jam mengurangi infeksi abdomen, apendisitis akut, 2. Tanda adanya syok septik,
yang terjadi, meningkatkan dialisa peritoneal. endotoksin sirkulasi
kenyamanan pasien. 2. Kaji tanda vital dengan menyebabkan vasodilatasi,
sering, catat tidak kehilangan cairan dari
Kriteria hasil: membaiknya atau sirkulasi, dan rendahnya
 Meningkatnya berlanjutnya hipotensi, status curah jantung.
penyembuhan pada penurunan tekanan nadi, 3. Hangat, kemerahan, kulit
waktunya, takikardia, demam, kering adalah tanda dini
bebas drainase purulen takipnea. septikemia. Selanjutnya
atau eritema, tidak 3. Catat warna kulit, suhu, manifestasi termasuk
demam. kelembaban. dingin, kulit pucat lembab
 Menyatakan pemahaman 4. Pertahankan teknik dan sianosis sebagai tanda
penyebab individu / aseptik ketat pada syok.
faktor resiko. perawatan drein abdomen, 4. Mencegah penyebaran,
luka insisi/terbuka, dan membatasi pertumbuhan
sisi invasif. bakteri.
5. Lakukan perawatan luka 5. Menurunkan resiko terpajan
dengan steril pada/menambah infeksi
6. kolaborasi dalam sekunder pada pasien.
pemberian antibiotik, 6. Terapi ditujukan pada
contoh gentacimin bakteri anaerob dan basil
(Garamycyin), amikasin aerob gram negatif.Lavase
(amikin), Klindamisin dapat digunakan untuk
(Cleocin). Lavase membuang jaringan
pritoneal/IV nekrotik dan mengobati
inflamasi yang
terlokalisasi/menyebar
dengan buruk.
Dx3 Setelah dilakukan tindakan 1. Timbang berat badan tiap 1. Kehilangan atau
keperawatan dalam 3x24 hari. peningkatan dini
jam nafsu makan dapat 2. Auskultasi bising usus, menunjukkan perubahan
timbul kembali dan status catat bunyi tak ada atau hidrasi tetapi kehilangan
nutrisi terpenuhi. hiperaktif. lanjut diduga ada defisit
3. Catat kebutuhan kalori nutrisi.
Kriteria Hasil : yang dibutuhkan. 2. Meskipun bising usus
4. Monitor Hb dan albumin sering tak ada, inflamasi
 Status nutrisi terpenuhi 5. Kaji abdomen dengan atau iritasi usus
 Nafsu makan klien sering untuk kembali ke dapat menyertai
timbul kembali bunyi yang lembut, hiperaktivitas usus,
 Berat badan normal penampilan bising usus penurunan absorpsi air dan
 Jumlah Hb dan albumin normal, dam kelancaran diare.
normal flatus. 3. Adanya kalori (sumber
6. Kolaborasi dengan ahli energi) akan mempercepat
gizi dalam diet. proses penyembuhan.
4. Indikasi adekuatnya protein
untuk sistem imun.
5. Menunjukan kembalinya
fungsi usus ke normal
6. Agar nutrisi klien tetap
terpenuhi.
Dx4 Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda vital, catat 1. Membantu dalam evaluasi
keperawatan dalam 3x24 adanya hipotensi derajat defisit
jam keseimbangan cairan (termasuk perubahan cairan/keefektifan
dapat terpenuhi postural), takikardia, penggantian terapi cairan
takipnea, demam. Ukur dan respons terhadap
Kriteria hasil : CVP bila ada. pengobatan.
2. Pertahankan intake dan 2. Menunjukkan status hidrasi
 Haluaran urine adekuat output yang adekuat lalu keseluruhan.
dengan berat jenis hubungkan dengan berat 3. Hipovolemia, perpindahan
normal, badan harian. cairan, dan kekurangan
 Tanda vital stabil 3. Observasi kulit/membran nutrisi mempeburuk turgor
 Membran mukosa mukosa untuk kekeringan, kulit, menambah edema
lembab turgor, catat edema jarinagan.
 Turgor kulit baik perifer/sacral. 4. Memberikan informasi
 Berat badan dalam 4. Awasi pemerikasaan tentang hidrasi dan fungsi
rentang normal. laboratorium, contoh organ.
Hb/Ht, elektrolit, protein, 5. Mengisi/ mempertahankan
albumin, BUN, kreatinin. volume sirkulasi dan
5. Kolaborasi pemberian keseimbangan elektrolit.
plasma/darah, cairan, Koloid (plasma, darah)
elektrolit. membantu menggerakkan
air ke dalam area
intravaskular dengan
meningkatkan tekanan
osmotik.
Dx5 Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau hasil analisa gas 1. Indikator hipoksemia;
keperawatan dalam 3x24 darah dan indikator hipotensi, takikardi,
jam pola nafas efektif, hipoksemia: hipotensi, hiperventilasi, gelisah,
ditandai bunyi nafas takikardi, hiperventilasi, depresi SSP, dan sianosis
normal, tekanan O2 dan gelisah, depresi SSP, dan penting untuk mengetahui
saturasi O2 normal. sianosis adanya syok akibat
2. Auskultasi paru untuk inflamasi (peradangan).
Kriteria Hasil: mengkaji ventilasi dan 2. Gangguan pada paru (suara
mendeteksi komplikasi nafas tambahan) lebih
 Pernapasan tetap dalam pulmoner. mudah dideteksi dengan
batas normal 3. Pertahankan pasien pada auskultasi.
 Pernapasan tidak sulit posisi semifowler. 3. Posisi membantu
 Istirahat dan tidur 4. Berikan O2 sesuai memaksimalkan ekspansi
dengan tenang program paru dan menurunkan upaya
 Tidak menggunakan otot pernafasan, ventilasi
bantu napas maksimal membuka area
atelektasis dan
meningkatkan gerakan
sekret kedalam jalan nafas
besar untuk dikeluarkan.
4. Oksigen membantu untuk
bernafas secara optimal.

IV. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Ukuran intervensi keperawatan yang
diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai
dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam
melakukan tindakan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1995).

V. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna
apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu
pendekatan lain.
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian
untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak atau belum berhasil, perlu disusun
rencana baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat
dilaksanakan dalam satu kali kunjungan ke keluarga. Untuk itu dapat dilaksanakan
secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga.
Penilaian keperawatan merupakan kegiatan melaksanakan rencana
tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil.
Langkah-langkah evaluasi :
1. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi
2. Mengumpulkan data baru tentang klien
3. Menafsirkan data baru
4. Membandingkan data baru dengan standar yang berlaku
5. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan
6. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan
Hasil evaluasi :
1. Tujuan tercapai : jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan
2. Tujuan tercapai sebagian : jika klien menunjukkan perubahan sebagian
dari standar dan kriteria yang telah ditetapan
3. Tujuan tidak tercapai : jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, C. (2009). Ensiclopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.


Haryono, R. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Herdman, H. (2013). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Dahlan. M., Jusi. D., Sjamsuhidajat. R., 2000, Gawat Abdomen dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J. Buku Saku PATOFISIOLOGI. Jakarta : EGC
Padila. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nanda NIC- NOC .2013 . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi
Revisi Jilid II. Jakarta: EGC.
NANDA, (2006). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Alih Bahasa Budi Santosa, Prima
Medika.

Anda mungkin juga menyukai