Anda di halaman 1dari 9

REFLEKSI KASUS September, 2016

CREEPING ERUPTION

Disusun Oleh:

NAMA : RIZCKY NALDY EKA PUTRA


NIM : N 111 15 004

PEMBIMBING KLINIK
dr. Diany Nurdin, Sp.KK., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2016
STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD UNDATA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
1) Nama Pasien : Tn. A
2) Umur : 54 Tahun
3) Jenis Kelamin : Laki – laki
4) Alamat : Jl. Dewi sartika
5) Agama : Islam
6) Pekerjaan : PNS
7) Tanggal Pemeriksaan : 10 September 2016

II. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama : Kulit kemerahan
2) Riwayat penyakit sekarang :
Seorang laki – laki berumur 54 tahun datang ke poli kulit dan
kelamin RSUD Undata dengan keluhan kulit kemerahan pada
tungkai bawah bagian kiri sejak 3 hari yang lalu. Awalnya timbul
seperti benjolan kecil di tungkai bawah bagian kiri yang terasa
gatal dan perih. Karena terasa gatal, pasien tersebut sering
menggaruknya. Setelah 3 hari, benjolan kecil tersebut menjadi
memanjang tidak beraturan dengan kemerahan disekitarnya, terasa
gatal dan perih. Menurut pasien benjolan kecil tersebut muncul
setelah membersihkan halaman depan rumahnya. Pasien mengakui
memiliki hewan peliharaan kucing di rumahnya.
3) Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya sekitar 3
bulan yang lalu pada bagian paha kirinya, hipertensi (-), diabetes
melitus (-), alergi makanan dan obat – obatan (-).

1
4) Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal yang sama
dengan pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
1. Keadaan umum : Sakit ringan
2. Status Gizi : Baik
3. Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda Vital

TD : 130/80 mmHg

Nadi : 90 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : Tidak dilakukan

Status Dermatologis

Ujud Kelainan Kulit :

1. Kepala : Tidak terdapat ujud kelainan kulit


2. Leher : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
3. Ketiak : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
4. Dada : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
5. Punggung : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
6. Perut : Tidak terdapat ujud kelainan kulit.
7. Selangkangan : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
8. Ekstremitas Atas : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
9. Ekstremitas bawah : Tampak papul eritema yang tersusun polisiklik,
penyebaran serpiginosa dan berukuran plakat
pada regio cruris sinistra medial.

2
IV. GAMBAR

Gambar 1: Tampak papul eritema yang tersusun polisiklik, penyebaran


serpiginosa dan berukuran plakat pada regio cruris sinistra medial

V. RESUME
Seorang laki – laki berumur 54 tahun datang ke poli kulit dan
kelamin RSUD Undata dengan keluhan kulit kemerahan pada tungkai
bawah bagian kiri sejak 3 hari yang lalu. Awalnya timbul seperti benjolan
kecil di tungkai bawah bagian kiri yang terasa gatal dan perih. Setelah 3
hari, benjolan kecil tersebut menjadi memanjang tidak beraturan dengan
kemerahan disekitarnya, terasa gatal dan perih. Pasien mengakui memiliki
hewan peliharaan kucing di rumahnya. Pasien pernah mengalami hal yang
sama sebelumnya sekitar 3 bulan yang lalu pada bagian paha kirinya.
Pemeriksaan fisik didapatkan ujud kelainan kulit berupa papul
eritema yang tersusun polisiklik, penyebaran serpiginosa dan berukuran
plakat pada regio cruris sinistra medial.

3
VI. DIAGNOSIS KERJA
Creeping eruption (Cutaneous larva migrans)

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Scabies
2. Tinea kruris
3. Liken planus

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN


1. Darah lengkap
2. Biopsi kulit

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

X. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa:
- Tetap menjaga higienitas
- Mencegah gosokan atau garukan
Medikamentosa:
 Topikal : Asam fusidat 2% 2 x 1
Ethyl chloride spray
 Sistemik : Cetirizine 10 mg 2 x 1

XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungtionam : ad bonam
Quo ad cosmetikam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

4
PEMBAHASAN

Seorang laki – laki berumur 54 tahun datang ke poli kulit dan kelamin
RSUD Undata dengan keluhan kulit kemerahan pada tungkai bawah bagian kiri
sejak 3 hari yang lalu. Awalnya timbul seperti benjolan kecil di tungkai bawah
bagian kiri yang terasa gatal dan perih. Karena terasa gatal, pasien tersebut sering
menggaruknya. Setelah 3 hari, benjolan kecil tersebut menjadi memanjang tidak
beraturan dengan kemerahan disekitarnya, terasa gatal dan perih. Menurut pasien
benjolan kecil tersebut muncul setelah membersihkan halaman depan rumahnya.
Pasien mengakui memiliki hewan peliharaan kucing di rumahnya. Pasien pernah
mengalami hal yang sama sebelumnya sekitar 3 bulan yang lalu pada bagian paha
kirinya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan ujud kelainan kulit berupa papul
eritema yang tersusun polisiklik, penyebaran serpiginosa dan berukuran plakat
pada regio cruris sinistra medial. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
maka pasien didiagnosis dengan creeping eruption.
Cutaneous larva migrans (CLM) atau creeping eruption adalah erupsi di
kulit berbentuk penjalaran serpiginosa, sebagai reaksi hipersensitivitas kulit
terhadap invasi larva cacing tambang atau nematodes (roundworms) atau
produknya. Larva cacing tersebut berasal dari cacing yang hidup di usus kucing
atau anjing. Umumnya mampu menginvasi kulit di kaki, tangan, bokong atau
perut. Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa
alas kaki atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir yang
mengandung larva tersebut. Demikian pula para petani atau tentara sering
mengalami hal yang sama. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau
subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan
Barat, di Indonesia pun banyak dijumpai. Walaupun demikian dengan
berkembangnya pariwisata, infeksi CLM dapat terjadi pada para wisatawan
(travelers).[1]
Cutaneous larva migrans (CLM), creeping eruptions, creeping verminous
dermatitis, sandworm eruptions, plumer’s itch, and duckhunter’s itch, ini semua

5
istilah yang menggambarkan temuan klinis yang disebabkan oleh parasite
tersebut. [2]
Insidens yang sebenarnya sulit diketahui, di Amerika Serikat (pantai
Florida, Texas, dan New Jersey) tercatat 6,7% dari 13,300 wisatawan mengalami
CLM setelah berkunjung ke daerah tropis. Hampir di semua negara beriklim
tropis dan subtropis, misalnya Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Karibia,
Afrika, Australia dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, banyak ditemukan
CLM. Pada invasi ini tidak terdapat perbedaan ras, usia, maupun jenis kelamin.
Belum pernah dilaporkan kematian akibat CLM. Invasi CLM yang bertahan lama
dan tidak diobati dapat menyebabkan infeksi sekunder akibat garukan. Walaupun
jarang, namun dapat menyebabkan selulitis. [3]
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang yang hidup
di usus anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma
caninum. Di Asia Timur, umumnya disebabkan oleh gnatostoma babi dan kucing.
Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides sterconalis,
Dermatobia maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu, dapat pula di sebabkan oleh
larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse boot fly dan cattle
fly). Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupnya. Nematoda
hidup pada hospes, ovum (telur cacing) terdapat pada kotoran binatang dan karena
kelembaban (misalnya di tanah berpasir yang basah dan lembab) berubah menjadi
larva yang mampu mengadakan penetrasi ke kulit. Larva ini tinggal di kulit
berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang taut dermo-epidermal dan setelah beberapa
jam atau hari akan timbul gejala di kulit. [4]
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula
akan timbul papul kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linier
atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2 – 3 mm dan berwarna
kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva
tersebut telah berada di kulit, selama beberapa jam atau hari. Perkembangan
selanjutnya papul merah ini menjalar, menyerupai benang berkelok-kelok,
polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow),

6
mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam
hari.[1]
Berdasarkan bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang
lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel di atasnya.
Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan scabies. Pada
skabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti penyakit ini. Bila
melihat bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dematofitosis, Pada
permulaan lesi berupa papul sehingga sering diduga insects bite. Bila invasi larva
yang multipel timbul serentak, papul-papul lesi dini sering menyerupai herpes
zoster stadium permulaan.[4]
Sebelum tahun 1960, terapi CLM adalah dengan ethyl chloride spray
(disemprotkan sepanjang lesi), liquid nitrogen phenol, carbon dioxide snow (CO2
snow dengan penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, dua hari berturut- turut),
piperazine citrate, elektrokauterisasi dan radiasi. Pengobatan tersebut sering tidak
berhasil karena kita tidak mengetahui secara pasti di mana larva berada, dan bila
terlalu lama dapat merusak jaringan di sekitarnya. Kemoterapi dengan
chloroquine, antimony, dan diethylcarbamazine juga tidak memuaskan. Sejak
tahun 1993 telah diketahui bahwa antihelmintes berspektrum luas, misalnya
tiabendazol (mintezol), temyata efektif. Dosisnya 25-50 mg/kb BBhari, sehari 2
kali, diberikan berturut- turut selama 2-5 hari. Dosis maksimum 3 gram sehari,
jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Obat ini sukar didapat.
Efek sampingnya mual, pusing dan muntah. Eyster mencobakan pengobatan
topikal solusio tiabendazol dalam DMSO dan termyata efektif. Demikian pula
Davis dan lsrael menggunakan suspensi obat tersebut (500mg/5 ml) secara oklusi
selama 24-48 jam. Sekarang albendazole dan ivermectin di luar negeri merupakan
obat lini pertama. Di luar negeri terapi dengan ivermectin per oral (200 ug/kg)
dosis tunggal dan diulang setelah 1-2 minggu. memberi kesembuhan 94-100%.[5]
CLM tidak mengancam kehidupan, umumnya sembuh dengan terapi
antihelmintes albendazole atau tiabendazol.[3]

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin : Penyakit Parasit Hewani


(Creeping Eruption). Ed.7 Page 75. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta. 2015.
2. Brenner, MA., Patel, MB. Cutaneous Larva Migrans : The creeping
Eruption. Long island Jewish, North Share Hospital Journal, Manhessei,
New York. Vol.72. 1-7. [Accessed 10 September 2016]. From <http://
www.emedicine.com>. 2008.
3. Suplee, SJ. Gupta, S., Alweis. Creeping Eruptions : Cutaneous Larva
Migrans. Journal of Community Hospital Internal Medicine Perspectives.
Vol. 3 : 3-4. [Accessed 10 September 2016]. From <http://www.ncbi.nlm.
nih.gov/pmc/articles/PMC3879512/>. 2013.
4. Dong, L., Sergio, VG. Creeping Eruption – Cutaneous Larva Migrans. The
New England Journal of Medicine. Vol.10 : 34-38. [Accessed 10 September
2016]. From <http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm1509325#t
=article>. 2012.
5. Gutte, R., Khopkar, Uday. Cutaneous Larva Migrans (Creeping Eruption).
Indian Dermatology Journal, Department of Dermatology, Seth G.S Medical
College and King Edward Memorial Hospital, Mumbai, India. Vol.2 : 3-8.
[Accessed 10 September 2016]. From < http://www.idoj.in/
downloadpdf.asp?issn=2229-5178;year=2011;volume=2;issue=1;spage
=48;epage=48;aulast=Gutte;type=2>. 2015.

Anda mungkin juga menyukai