Anda di halaman 1dari 12

4

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Stratigrafi Ragional Jambi
Cekungan Jambi terletak di propinsi Jambi, bagian Timur dari pulau
Sumatra. Cekungan Jambi merupakan sub cekungan dari cekungan Sumatra
Selatan, pada bagian Selatan berbatasan dengan cekungan Palembang Utara, di
Barat Daya berbatasan dengan cekungan Palembang Tengah, bagian Utara
berbatasan dengan cekungan Sumatra Tengah dan pada bagian Timur
berbatasan dengan selat Kalimantan. Secara fisiografis, cekungan Jambi
terletak pada Mutus Assemblage. Mutus Assemblage terdiri atas endapan laut
dalam dan batuan vulkanik yang memisahkan antara Malaka dan mikroplate
Mergui (Pulonggono A, 1983).

Gambar 1. Stratigrafi Ragional Jambi


(Sumber: Wirawan, A & M. Latuconsina, 1996)

Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa disusun oleh source rock terlebih
dulu, kemudian terjadi fenomena hiatus dimana tidak ada pengendapan diakhir
eosen terbentuk formasi lahat, kemudian di atas secara tidak selarast erbentuk
formasi talang akar, formasi gumai, formasi air benakat, dan formasi muara
enim. Koesoemadinata (1978), menyatakan sedimentasi dalam cekungan Jambi
ini terjadi pada zaman Tersier dan mengalami perlipatan pada Tersier akhir.
Ketebalan batuan sedimen yang terdapat pada cekungan ini diperkirakan
5

sekitar 6000 meter, umumnya lebih tipis dan diendapkan secara tidak selaras
diatas batuan Pra-Tersier.
Siklus pengendapan terbagi dalam dua fase. Fase pertama yaitu fase
transgresi, yang terdiri dari:
Formasi Lahat
Formasi lahat merupakan formasi tertua yang tersingkap di Cekungan
Sumatra Selatan terdiri dari sedimen klastik yang berasal dari material
vulkanik, tersusun atas tuffa, agglomerate, batupasir kasar dan piedmont.
Dibagian cekungan yang dalam, ukuran butir batuannya sangat halus dan
terdiri dari lempung dan serpih dengan interkalasi batupasir tufaan berasosiasi
dengan batubara dan glaukonit yang menunjukkan lingkungan antara air tawar
sampai payau yang disebut anggota Benakat. Formasi ini menipis dan
menghilang pada sayap-sayap Antiklin Pendopo. Ketebalan formasi ini di daerah
Pendopo kurang lebih 700 meter dan di daerah Limau kurang lebih 200 meter
selama Eosen–Oligosen (Bishop Michele, 2001).

Formasi Talang Akar


Formasi ini terdiri dari anggota Gritsand (Grm) dan anggota Transisi
(Trm). Anggota Gritsand batuannya terdiri dari batupasir kasar hingga sangat
kasar dengan interkalasi serpih dan lanau yang diendapkan di lingkungan
fluviatil–delta. Anggota ini diendapkan tidak selaras di Formasi Lahat selama
Oligosen dengan ketebalan mencapai 550 meter. Anggota transisi litologinya
terdiri dari serpih interkalasi dengan batupasir-batubara kadang-kadang
menjadi serpih marine interkalasi dengan batupasir gampingan. Diendapkan
secara selaras diatas anggota Gritsand selama Miosen bawah.

Formasi Baturaja
Formasi ini terdiri dari batugamping terumbu dan batugamping detritus,
kearah cekungan berubah fasies menjadi serpih, napal dengan sisipan tipis
batugamping dari Formasi Gumai. Formasi ini terletak selaras diatas batuan
Pra–Tersier. Ketebalan Formasi Baturaja pada daerah paparan adalah 60–75
meter, tetapi apabila terletak diatas batuan dasarnya variasi akan lebih besar
antara 60–120 meter bahkan pada singkapan Bukit Gerbah mencapai 520
meter. Formasi ini berumur Miosen Awal.

Formasi Gumai
Puncak transgresi pada Cekungan Sumatera Selatan dicapai pada waktu
pengendapan Formasi Gumai, sehingga formasi ini mempunyai penyebaran
yang sangat luas pada Cekungan Sumatera Selatan. Formasi ini diendapkan
selaras diatas Formasi Baturaja dan anggota Transisi Talang Akar. Batuan
6

terdiri dari serpih gampingan yang kaya akan foraminifera dengan sisipan
batupasir gampingan pada bagian bawah dan sisipan batugamping pada bagian
tengah dan bagian atasnya. Ketebalan formasi ini mencapai 200–500 meter
kecuali pada depresi Lematang mempunyai ketebalan 1500 meter. Formasi
Gumai diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga laut dalam,
berdasarkan foraminifera planktonnya formasi ini berumur Miosen Bawah –
Miosen Tengah. Lokasi tipenya terletak di pegunungan Gumai.
Argakoesoemah dan Kamal (2004) Fase ke dua yaitu fase regresi,
menghasilkan endapan yang terdiri dari:

Formasi Air Benakat


Batuan satuan ini adalah serpih gampingan yang kaya akan foraminifera
di bagian bawahnya, makin ke atas dijumpai batupasir yang mengalami
glaukonitisasi. Pada puncak satuan ini kandungan pasirnya meningkat,
kadang-kadang dijumpai sisipan tipis batubara atau sisa-sisa tumbuhan.
Formasi ini diendapkan pada lingkungan neritik dan berangsur-angsur menjadi
laut dangkal dan pro-delta. Diendapkan selaras diatas Formasi Gumai pada
Miosen Tengah – Miosen Akhir, dengan ketebalan kurang lebih 600 meter.

Formasi Muara Enim


Terletak selaras di atas Formasi Air Benakat, litologinya terdiri dari
batupasir, batulanau, batulempung, dan batubara. Lingkungan pengendapan
formasi ini adalah paparan delta–lagoon. Ketebalannya bervariasi antara 200–
800 meter, berumur Miosen Akhir – Pliosen.

Formasi Kasai
Litologi formasi ini terdiri dari interbeded tuffa, batupasir tuffaan,
batulanau tuffaan, batulempung tuffaan, diendapkan pada lingkungan Fluviatil,
selaras di atas Formasi Muara Enim. Ketebalan Formasi ini antara 500–1000
meter dan berumur Miosen Atas – Pliosen.

2.2 Hidrokarbon
Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan yang produktif
sebagai penghasil migas. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya rembesan migas
yang dihubungkan oleh adanya antiklin. Letak rembesan ini berada di kaki
bukit Gumai dan pegunungan Barisan. Sehingga dengan adanya peristiwa
rembesan tersebut, dapat digunakan sebagai indikasi awal untuk eksplorasi
adanya hidrokarbon yang berada di bawah permukaan berdasarkan petroleum
system (Ginger D, 2005).
7

Gambar 2. Cebakan Minyak


(Sumber: Sanny, 2004)

Gambar 2 menjelaskan bahwa cebakan minyak pada struktur antiklin


terdapat source rock yang merupakan batuan sedimen mengandung material
organik menghasilkan hidrokarbon yang menjadi lapisan paling bawah. Batuan
reservoar merupakan wadah permukaan yang diisi dan dijenuhi oleh migas.
Batuan penutup merupakan batuan permeabilitas yang menutup migas agar
tidak lolos ke permukaan.
Menurut Bishop Michele (2001), Cekungan Sumatera Selatan memiliki
potensi besar cadangan hidrokarbon. Hal ini sesuai dengan petroleum system
pada Cekungan Sumatera Selatan, dimana:

Batuan Induk (Source Rock)


Hidrokarbon pada Cekungan Sumatera Selatan diperoleh dari batuan
induk lacustrine Formasi Lahat dan batuan induk terrestrial coal dan coaly
shale pada Formasi Talang Akar. Batuan induk lacustrine diendapkan pada
kompleks half-graben, sedangkan terrestrial coal dan coaly shale secara luas
pada batas half-graben. Selain itu pada batu gamping Formasi Batu Raja dan
shale dari Formasi Gumai memungkinkan juga untuk dapat menghasilkan
hirdrokarbon pada area lokalnya. Formasi Batu Raja dan Formasi Gumai
berada dalam keadaan matang hingga awal matang pada generasi gas termal di
beberapa bagian yang dalam dari Cekungan, oleh karena itu dimungkinkan
untuk menghasilkan gas pada petroleum system.
8

Reservoar
Pada Cekungan Sumatera Selatan, beberapa Formasi dapat menjadi
reservoir yang efektif untuk menyimpan hidrokarbon, antara lain adalah pada
basement, Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Batu Raja, dan
Formasi Gumai. Sedangkan untuk sub Cekungan Palembang Selatan produksi
hidrokarbon terbesar berasal dari Formasi Talang Akar dan Formasi Batu Raja.
Basement yang berpotensi sebagai reservoir terletak pada daerah uplifted
dan paleohigh yang didalamnya mengalami rekahan dan pelapukan. Batuan 16
pada basement ini terdiri dari granit dan kuarsit yang memiliki porositas efektif
sebesar 7%. Pada reservoir karbonat Formasi Batu Raja, pada bagian atas
merupakan zona yang porous dibandingkan dengan bagian dasarnya yang
relatif ketat (tight). Porositas yang terdapat pada Formasi Batu Raja berkisar
antara 10-30% dan permeabilitasnya sekitar 1 Darcy (Sukmono S, 2002).

Batuan Penutup (Seal)


Batuan penutup Cekungan Sumatra Selatan secara umum berupa
lapisan shale cukup tebal yang berada di atas reservoir Formasi Talang Akar
dan Gumai itu sendiri (intraformational seal rock). Seal pada reservoir batu
gamping Formasi Batu Raja juga berupa lapisan shale yang berasal dari
Formasi Gumai. Pada reservoir batupasir Formasi Air Benakat dan Muara Enim,
shale yang bersifat intraformational juga menjadi seal rock yang baik untuk
menjebak hidrokarbon.

Trap
Jebakan hidrokarbon utama diakibatkan oleh adanya antiklin dari arah
baratlaut ke tenggara dan menjadi jebakan yang pertama dieksplorasi. Antiklin
ini dibentuk akibat adanya kompresi yang dimulai saat awal miosen dan
berkisar pada 2-3 juta tahun yang lalu. Selain itu jebakan hidrokarbon pada
Cekungan Sumatra Selatan juga diakibatkan karena struktur. Tipe jebakan
struktur pada Cekungan Sumatra Selatan secara umum dikontrol oleh
struktur-struktur tua dan struktur lebih muda. Jebakan struktur tua ini
berkombinasi dengan Sesar naik sistem wrench fault yang lebih muda. Jebakan
sturktur tua juga berupa Sesar normal regional 17 yang menjebak hidrokarbon.
Sedangkan jebakan struktur yang lebih muda terbentuk bersamaan dengan
pengangkatan akhir Pegunungan Barisan.

Migrasi
Migrasi hidrokarbon terjadi secara horisontal dan vertikal dari source
rock serpih dan batubara pada Formasi Lahat dan Talang Akar. Migrasi
horisontal terjadi di sepanjang kemiringan slope, yang membawa hidrokarbon
9

dari source rock dalam kepada batuan reservoir dari Formasi Lahat dan Talang
Akar sendiri. Migrasi vertikal dapat terjadi melalui rekahan-rekahan dan daerah
Sesar turun mayor. Terdapatnya resapan hidrokarbon di dalam Formasi Muara
Enim dan Air Benakat adalah sebagai bukti yang mengindikasikan adanya
migrasi vertikal melalui daerah Sesar kala Pliosen sampai Pliestose (Makharani,
2012).

2.3 Metode Seismik


Metode seismik adalah suatu metode dalam geofisika yang digunakan
untuk mempelajari struktur dan strata bawah permukaan bumi. Metode ini
memanfaatkan perambatan, pembiasan, pemantulan gelombang. Terdapat dua
macam metode dasar seismik yang sering digunakan, yaitu seismik refraksi dan
seismik refleksi. Metode yang digunakan untuk eksplorasi hidrokarbon ialah
metode seismik refleksi. Pada dasarnya metode seismik refleksi dilakukan
dengan cara membuat ledakan (getaran) pada suatu titik tembak (shotpoint)
yang berfungsi sebagai sumber energi. Gelombang yang dihasilkan oleh sumber
getaran tersebut merambat ke bawah permukaan bumi, lalu dipantulkan
kembali ke permukaan oleh bidang pantul (reflector) yang merupakan bidang
batas perlapisan (Sukmono S, 2005).

Gambar 3. Metode Seismik


(Sumber: Sanny, 1998)

Gelombang seismik ada yang merambat melalui bawah permukaan yang


disebut sebagai body wave dan ada juga yang merambat melalui permukaan
bumi yang disebut surface wave. Body wave dibedakan menjadi dua
berdasarkan arah getarnya. Gelombang P (longitudinal) merupakan gelombang
yang arah getarnya searah dengan arah perambatan gelombang, gelombang ini
10

memiliki kecepatan rambat paling besar dibandingkan dengan gelombang


seismik yang lain, gelombang P dapat merambat melalui medium padat, cair
dan gas. Persamaan kecepatan gelombang P dapat dilihat pada persamaan (1).

(1)

Dimana:
Vp = Kecepatan Gelombang P (m/s),
λ = Konstanta Lame (N/m2),
𝜇 = Modulus Geser (N/m2),
ρ = Densitas Material yang dilalui Gelombang (kg/m3).

Gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah perambatannya disebut
gelombang S (transversal), gelombang ini memiliki cepat rambat yang lebih
lambat bila dibandingkan dengan gelombang P dan hanya dapat merambat pada
medium padat saja. Persamaan kecepatan gelombang S dapat dilihat pada
persamaan (2).

(2)

Dimana:
Vs = Kecepatan Gelombang S (m/s),
𝜇 = Modulus Geser (N/m2),
ρ = Densitas Material yang dilalui Gelombang (kg/m3).

Gelombang yang dipantulkan tersebut ditangkap oleh alat penerima


(receiver) yang berada di permukaan dan diteruskan untuk direkam oleh
instrumen perekaman (Gambar 3). Hasil rekaman tersebut kemudian diproses
untuk menghasilkan penampang seismik baik 2D maupun 3D yang
merepresentasikan struktur bawah permukaan bumi, kemudian data tersebut
diinterpetasi untuk memprediksi keberadaan hidrokarbon (Juanita R, 2013).
Tujuan interpretasi seismik khusus dalam eksplorasi migas bumi adalah
untuk menentukan tempat-tempat terakumulasinya (struktur cebakan-
cebakan) migas. Migas akan terakumulasi pada suatu tempat jika memenuhi
tiga syarat, yaitu adanya batuan sumber (source rock) lapisan-lapisan batuan
yang merupakan tempat terbentuknya migas, batuan reservoir merupakan
batuan yang permeabel tempat terakumulasinya migas bumi setelah bermigrasi
dari batuan sumber, batuan penutup merupakan batuan yang impermeabel
11

sehingga minyak yang sudah terakumulasi dalam batuan reservoir akan tetap
tertahan di dalamnya dan tidak bermigrasi ke tempat yang lain (Sigit, 1999).
Apabila gelombang seismik menumbuk bidang batas antara dua
medium yang memiliki sifat-sifat fisis berbeda maka gelombang tersebut
sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi akan diteruskan. Hal yang
menjadi dasar pada pemantulan pada metode seismik refleksi adalah:

1. Asas Fermat
Asas ini dikemukakan oleh Pierre de Fermat (1601-1665), seorang
Matematikawan Perancis. Fermat menyatakan bahwa gelombang menjalar dari
suatu titik ke titik lain melalui jalan tersingkat waktu penjalarannya.

2. Prinsip Huygens
Prinsip Huygens menyatakan bahwa titik-titik yang dilewati
gelombang akan menjadi sumber gelombang baru. Front gelombang yang
menjalar menjauhi sumber adalah superposisi front gelombang yang dihasilkan
oleh sumber gelombang baru tersebut.

3. Hukum Snellius
Hukum Snellius menyatakan bahwa:
a. Sinar datang dari medium yang kurang rapat menuju medium yang
lebih rapat dibiaskan mendekati garis normal.
b. Sinar datang dari medium yang lebih rapat menuju medium yang
kurang rapat dibiaskan manjauhi garis normal.

Tahapan Metode Seismik


Secara umum, metode geofisika mempunyai tiga bagian penting dalam
pengerjaannya. Metode seismik refleksi terbagi dalam tiga kegiatan, yaitu
akuisisi data seismik, pengolahan data seismik, dan interpretasi data seismik.
1. Akuisisi Data Seismik
Akuisisi data merupakan pekerjaan pengambilan data di lapangan.
Menggunakan peralatan seismik refleksi, diharapkan mampu memperoleh
gambaran bawah permukaan secara baik nantinya. Maka diperlukan penentuan
parameter-parameter lapangan yang cocok dari suatu daerah penelitian.
2. Pengolahan Data Seismik
Data seismik direkam ke dalam pita magnetik setelah kegiatan
akuisisi selesai. Setelah itu data tersebut diproses di pusat pengolahan data
seismik. Tujuan dari pengolahan data seismik adalah menghasilkan penampang
seismik dengan S/N (signal to noise ratio) yang baik tanpa mengubah bentuk
kenampakan refleksi, sehingga dapat dihasilkan sebuah penampang yang dapat
12

menggambarkan keadaan dan bentuk dari perlapisan di bawah permukaan


bumi seperti keadaan sebenarnya.

3. Interpretasi Data Seismik


Interpretasi data seismik adalah menjelaskan arti geologis pada suatu
data seismik. Interpretasi juga dilakukan dengan mengaitkan data seismik
(dengan resolusi lateral) dengan data lain, contohya data sumur (dengan
resolusi vertikal), sehingga kondisi bawah permukaan dapat dijelaskan dengan
baik dan berdasarkan bukti yang nyata (Sukmono S, 1999).

2.4 Impedansi Akustik (AI)


Seismik adalah metode yang memanfaatkan penjalaran waktu
gelombang pada suatu medium. Secara fisis AI merupakan produk perkalian
antara kecepatan gelombang kompresi dengan densitas batuan. Kemudian nilai
AI dapat didefinisikan sebagai sifat fisis batuan yang dipengaruhi oleh jenis
litologi, porositas, kandungan fluida, kedalaman, tekanan dan temperatur,
sehingga AI dapat digunakan sebagai suatu indikator litologi, porositas,
hidrokarbon, serta pemetaan litologi.

(3)

Dimana:
AI = Nilai Impedansi Akustik (kg/m.s2)
Vp = Kecepatan Gelombang P (m/s)
ρ = Densitas batuan (kg/m3)
(Sukmono S, 1999).
Semakin keras suatu batuan maka AI semakin besar, sebagai contoh
batu pasir yang sangat kompak memiliki AI yang lebih tinggi dibandingkan
dengan batu lempung. AI dapat juga dianalogikan dengan acoustic hardness
atau batuan yang keras (hard rock) dan sukar dimampatkan. Sebagai contoh
batu gamping dan granit mempunyai IA tinggi, sedangkan batuan yang lunak
seperti lempung mempunyai AI.
Nilai kontras AI dapat diperkirakan dari besarnya amplitudo refleksinya,
semakin besar amplitudonya maka akan semakin besar refleksi dan kontras AI-
nya. Nilai AI lebih dipengaruhi oleh kecepatan dibanding dengan densitas
karena kecepatan memiliki variasi nilai yang lebih besar (ribuan) dan densitas
hanya nol koma (0,) saja. Keberadaan gas bumi dalam batuan resevoir
menyebabkan AI yang lebih rendah, karena adanya gas bumi dapat
menyebabakan turunnya kecepatan gelombang seismik dalam batuan
(http://hmgi.or.id/log-porositas/).
13

2.5 Data Sumur (Log)


Log adalah suatu grafik kedalaman dari suatu data yang menunjukkan
parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur. Log
tersebut akan membantu interpreter dalam membaca informasi penampang
seismik. Ada berbagai macam jenis log yang mampu mempunyai fungsinya
masing-masing. Sebuah sumur tidak selalu mempunyai data log secara
keseluruhan. Terdapatnya data log pada suatu sumur dapat dilihat berdasarkan
prinsip ekonomi yang bergantung pada keperluan data pada suatu sumur
(Harsono A, 1997).
Gamma Ray Log
Prinsip gamma ray log adalah suatu rekaman tingkat radioaktifitas alami
yang terjadi karena tiga unsur, yaitu Uranium (U), Thorium (Th), dan Potassium
(K) yang ada pada batuan. Gamma ray sangat efektif dalam membedakan
lapisan permeabel dan impermeabel karena unsur-unsur radioaktif cenderung
berpusat di dalam serpih yang impermeabel dan tidak banyak terdapat dalam
batuan karbonat atau pasir yang secara umum adalah permeabel. Gamma ray
log biasa digunakan untuk menentukan jenis litologi dari suatu batuan.

Density Log
Prinsip kerja log ini yaitu alat memancarkan sinar gamma energi
menengah ke dalam suatu fungsi sehingga sinar gamma akan bertumbukan
dengan elektron-elektron yang ada. Tumbukan tersebut akan menyebabkan
hilangnya energi (atenuasi) sinar gamma yang kemudian akan dipantulkan dan
diterima oleh detektor yang akan diteruskan untuk direkam ke permukaan.
Kelebihan dari density log antara lain mampu mengukur berat jenis batuan
yang kemudian digunakan untuk menentukan porositas batuan tersebut, dan
dapat membedakan migas dalam ruang pori-pori karena fluida tadi berbeda
berat jenisnya.

Porositas
Porositas batuan adalah perbandingan volume rongga-rongga pori
terhadap volume total seluruh batuan, serta kemampuan batuan menyimpan
fluida. Sehingga, jika dikaitkan ke porositasnya tinggi maka semakin banyak
batuan menyimpan hidrokarbon dan sebaliknya. Terdapat beberapa jenis
porositas yang dikenal dalam reservoir yaitu porositas absolut dan porositas
efektif. Porositas absolut merupakan perbandingan antara volume pori-pori total
batuan terhadap volume total batuan (Kosoemadinata,1978). Porositas efektif
14

adalah perbandingan antara volume pori-pori yang saling berhubungan dengan


volume batuan total. Skala untuk pembagian baik tidaknya porositas dalam
sebuah reservoir dalam tabel berikut:

Tabel 1. Skala Porositas Batuan Reservoir (Kosoemadinata,1978).

Nilai Porositas Kualitas (Umum)

0% - 5% Diabaikan (negligible)

5% - 10% Buruk (poor)

10% - 15% Cukup (fair)

15% - 20% Baik (good)

20% - 25% Sangat Baik (very good)

>25% Istimewa (Excellent)

Sonic Log
Sonic Log menggambarkan waktu kecepatan suara yang dikirim atau
dipancarkan ke dalam formasi hingga ditangkap kembali oleh receiver.
Kegunaan dari sonic log adalah untuk menentukan porositas batuan formasi,
menentukan jenis litologi, mengetahui zona over pressure, mengetahui zona
hidrokarbon (http://hmgi.or.id/log-porositas/).

Resistivitas Log

Resistivitas log adalah metoda untuk mengukur sifat batuan dan fluida
pori disepanjang lubang bor dengan mengukur sifat tahanan kelistrikannya.
Besaran resistivitas batuan dideskripsikan dengan Ohm Meter, dan biasanya
dibuat dalam skala logarithmic dengan nilai antara 0.2 sampai dengan 2000
Ωm. Metoda resistivity logging ini dilakukan karena pada hakekatnya batuan,
fluida dan hidrokarbon di dalam bumi memiliki nilai resistivitas tertentu dalam
tabel berikut:

Tabel 2. Nilai Resistivitas Batuan Reservoir (Mulyatno, Bagus S. 2011).

Material Resistivitas (Ωm)


Limestones 50 - 707
Sandstones 1 - 88
Shales 20 - 2×103
Dolomite 100 - 10.000
Sand 1 - 1000
Clay 1 - 100
15

Sea Water 0.2


Caliper Log
Caliper log adalah log yang menjelaskan mengenai besar-kecilnya suatu
lubang bor. Hal tersebut dikarenakan batuan yang terdapat di bawah
permukaan dapat mengalami runtuh akibat tidak kompaknya suatu batuan.

Checkshot
Checkshot dilakukan bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara
waktu dan kedalaman yang diperlukan dalam proses pengikatan data sumur
terhadap data seismik (well seismic tie).

2.6 Well Seismic Tie


Well seismic tie merupakan suatu tahapan untuk mengaitkan data
sumur terhadap data seismik. Prinsip proses tersebut adalah menempatkan
reflektor seismik pada kedalaman yang sebenarnya dengan seismogram sumur
yang bersesuaian dengan suatu bidang batas. Pencocokkan dilakukan dengan
mengoreksi nilai tabel time depth dari data checkshot tiap summur agar two
way time pada seismogram sinetik jatuh pada waktu data seismik. Hasil analisis
well seismic tie akan memperlihatkan bahwa pada seismogram sinetik dapat
dilakukan korelasi dengan horison-horison pada data seismik yang
mempresentasikan perubahan suatu bidang batas perlapisan batuan.
Parameter yang digunakan adalah batas lapisan yang didapat dari nilai
impedansi akustik (AI) yang menggambarkan tubuh batuan.

2.7 Software Hampson and Russell (HRS)


Software HRS menyediakan software karakterisasi reservoir terdepan. Ini
diakui secara global karena telah menyediakan software karakterisasi reservoir
kelas dunia yang mudah digunakan sejak tahun 1987. Suite software HRS
mencakup semua aspek karakterisasi eksplorasi dan reservoir, dari analisis
amplitude versus offset (AVO) dan inversi, hingga analisis 4D, dan interpretasi.
Mengidentifikasi hidrokarbon membutuhkan keakuratan, resolusi tinggi
dalam pemodelan geologi struktur reservoir dan stratigrafi. Kemampuan HRS,
semua mulus bersatu dengan alat-alat teknik geofisika. Memungkinkan studi
yang terintegrasi dengan menyediakan deskripsi reservoir yang akurat.
HRS adalah sebuah software yang digunakan dalam bidang
pertambangan dan perminyakan yang memiliki fungsi untuk pemodelan
subsurface di bawah permukaan tanah, dengan mengetahui model subsurface di
bawah permukaan tanah akan dapat diketahui letak sumber daya alam yang
dapat diexplorasi (https://iba.aapg.org/software/hampson-russell).

Anda mungkin juga menyukai