Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa disusun oleh source rock terlebih
dulu, kemudian terjadi fenomena hiatus dimana tidak ada pengendapan diakhir
eosen terbentuk formasi lahat, kemudian di atas secara tidak selarast erbentuk
formasi talang akar, formasi gumai, formasi air benakat, dan formasi muara
enim. Koesoemadinata (1978), menyatakan sedimentasi dalam cekungan Jambi
ini terjadi pada zaman Tersier dan mengalami perlipatan pada Tersier akhir.
Ketebalan batuan sedimen yang terdapat pada cekungan ini diperkirakan
5
sekitar 6000 meter, umumnya lebih tipis dan diendapkan secara tidak selaras
diatas batuan Pra-Tersier.
Siklus pengendapan terbagi dalam dua fase. Fase pertama yaitu fase
transgresi, yang terdiri dari:
Formasi Lahat
Formasi lahat merupakan formasi tertua yang tersingkap di Cekungan
Sumatra Selatan terdiri dari sedimen klastik yang berasal dari material
vulkanik, tersusun atas tuffa, agglomerate, batupasir kasar dan piedmont.
Dibagian cekungan yang dalam, ukuran butir batuannya sangat halus dan
terdiri dari lempung dan serpih dengan interkalasi batupasir tufaan berasosiasi
dengan batubara dan glaukonit yang menunjukkan lingkungan antara air tawar
sampai payau yang disebut anggota Benakat. Formasi ini menipis dan
menghilang pada sayap-sayap Antiklin Pendopo. Ketebalan formasi ini di daerah
Pendopo kurang lebih 700 meter dan di daerah Limau kurang lebih 200 meter
selama Eosen–Oligosen (Bishop Michele, 2001).
Formasi Baturaja
Formasi ini terdiri dari batugamping terumbu dan batugamping detritus,
kearah cekungan berubah fasies menjadi serpih, napal dengan sisipan tipis
batugamping dari Formasi Gumai. Formasi ini terletak selaras diatas batuan
Pra–Tersier. Ketebalan Formasi Baturaja pada daerah paparan adalah 60–75
meter, tetapi apabila terletak diatas batuan dasarnya variasi akan lebih besar
antara 60–120 meter bahkan pada singkapan Bukit Gerbah mencapai 520
meter. Formasi ini berumur Miosen Awal.
Formasi Gumai
Puncak transgresi pada Cekungan Sumatera Selatan dicapai pada waktu
pengendapan Formasi Gumai, sehingga formasi ini mempunyai penyebaran
yang sangat luas pada Cekungan Sumatera Selatan. Formasi ini diendapkan
selaras diatas Formasi Baturaja dan anggota Transisi Talang Akar. Batuan
6
terdiri dari serpih gampingan yang kaya akan foraminifera dengan sisipan
batupasir gampingan pada bagian bawah dan sisipan batugamping pada bagian
tengah dan bagian atasnya. Ketebalan formasi ini mencapai 200–500 meter
kecuali pada depresi Lematang mempunyai ketebalan 1500 meter. Formasi
Gumai diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga laut dalam,
berdasarkan foraminifera planktonnya formasi ini berumur Miosen Bawah –
Miosen Tengah. Lokasi tipenya terletak di pegunungan Gumai.
Argakoesoemah dan Kamal (2004) Fase ke dua yaitu fase regresi,
menghasilkan endapan yang terdiri dari:
Formasi Kasai
Litologi formasi ini terdiri dari interbeded tuffa, batupasir tuffaan,
batulanau tuffaan, batulempung tuffaan, diendapkan pada lingkungan Fluviatil,
selaras di atas Formasi Muara Enim. Ketebalan Formasi ini antara 500–1000
meter dan berumur Miosen Atas – Pliosen.
2.2 Hidrokarbon
Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan yang produktif
sebagai penghasil migas. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya rembesan migas
yang dihubungkan oleh adanya antiklin. Letak rembesan ini berada di kaki
bukit Gumai dan pegunungan Barisan. Sehingga dengan adanya peristiwa
rembesan tersebut, dapat digunakan sebagai indikasi awal untuk eksplorasi
adanya hidrokarbon yang berada di bawah permukaan berdasarkan petroleum
system (Ginger D, 2005).
7
Reservoar
Pada Cekungan Sumatera Selatan, beberapa Formasi dapat menjadi
reservoir yang efektif untuk menyimpan hidrokarbon, antara lain adalah pada
basement, Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Batu Raja, dan
Formasi Gumai. Sedangkan untuk sub Cekungan Palembang Selatan produksi
hidrokarbon terbesar berasal dari Formasi Talang Akar dan Formasi Batu Raja.
Basement yang berpotensi sebagai reservoir terletak pada daerah uplifted
dan paleohigh yang didalamnya mengalami rekahan dan pelapukan. Batuan 16
pada basement ini terdiri dari granit dan kuarsit yang memiliki porositas efektif
sebesar 7%. Pada reservoir karbonat Formasi Batu Raja, pada bagian atas
merupakan zona yang porous dibandingkan dengan bagian dasarnya yang
relatif ketat (tight). Porositas yang terdapat pada Formasi Batu Raja berkisar
antara 10-30% dan permeabilitasnya sekitar 1 Darcy (Sukmono S, 2002).
Trap
Jebakan hidrokarbon utama diakibatkan oleh adanya antiklin dari arah
baratlaut ke tenggara dan menjadi jebakan yang pertama dieksplorasi. Antiklin
ini dibentuk akibat adanya kompresi yang dimulai saat awal miosen dan
berkisar pada 2-3 juta tahun yang lalu. Selain itu jebakan hidrokarbon pada
Cekungan Sumatra Selatan juga diakibatkan karena struktur. Tipe jebakan
struktur pada Cekungan Sumatra Selatan secara umum dikontrol oleh
struktur-struktur tua dan struktur lebih muda. Jebakan struktur tua ini
berkombinasi dengan Sesar naik sistem wrench fault yang lebih muda. Jebakan
sturktur tua juga berupa Sesar normal regional 17 yang menjebak hidrokarbon.
Sedangkan jebakan struktur yang lebih muda terbentuk bersamaan dengan
pengangkatan akhir Pegunungan Barisan.
Migrasi
Migrasi hidrokarbon terjadi secara horisontal dan vertikal dari source
rock serpih dan batubara pada Formasi Lahat dan Talang Akar. Migrasi
horisontal terjadi di sepanjang kemiringan slope, yang membawa hidrokarbon
9
dari source rock dalam kepada batuan reservoir dari Formasi Lahat dan Talang
Akar sendiri. Migrasi vertikal dapat terjadi melalui rekahan-rekahan dan daerah
Sesar turun mayor. Terdapatnya resapan hidrokarbon di dalam Formasi Muara
Enim dan Air Benakat adalah sebagai bukti yang mengindikasikan adanya
migrasi vertikal melalui daerah Sesar kala Pliosen sampai Pliestose (Makharani,
2012).
(1)
Dimana:
Vp = Kecepatan Gelombang P (m/s),
λ = Konstanta Lame (N/m2),
𝜇 = Modulus Geser (N/m2),
ρ = Densitas Material yang dilalui Gelombang (kg/m3).
Gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah perambatannya disebut
gelombang S (transversal), gelombang ini memiliki cepat rambat yang lebih
lambat bila dibandingkan dengan gelombang P dan hanya dapat merambat pada
medium padat saja. Persamaan kecepatan gelombang S dapat dilihat pada
persamaan (2).
(2)
Dimana:
Vs = Kecepatan Gelombang S (m/s),
𝜇 = Modulus Geser (N/m2),
ρ = Densitas Material yang dilalui Gelombang (kg/m3).
sehingga minyak yang sudah terakumulasi dalam batuan reservoir akan tetap
tertahan di dalamnya dan tidak bermigrasi ke tempat yang lain (Sigit, 1999).
Apabila gelombang seismik menumbuk bidang batas antara dua
medium yang memiliki sifat-sifat fisis berbeda maka gelombang tersebut
sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi akan diteruskan. Hal yang
menjadi dasar pada pemantulan pada metode seismik refleksi adalah:
1. Asas Fermat
Asas ini dikemukakan oleh Pierre de Fermat (1601-1665), seorang
Matematikawan Perancis. Fermat menyatakan bahwa gelombang menjalar dari
suatu titik ke titik lain melalui jalan tersingkat waktu penjalarannya.
2. Prinsip Huygens
Prinsip Huygens menyatakan bahwa titik-titik yang dilewati
gelombang akan menjadi sumber gelombang baru. Front gelombang yang
menjalar menjauhi sumber adalah superposisi front gelombang yang dihasilkan
oleh sumber gelombang baru tersebut.
3. Hukum Snellius
Hukum Snellius menyatakan bahwa:
a. Sinar datang dari medium yang kurang rapat menuju medium yang
lebih rapat dibiaskan mendekati garis normal.
b. Sinar datang dari medium yang lebih rapat menuju medium yang
kurang rapat dibiaskan manjauhi garis normal.
(3)
Dimana:
AI = Nilai Impedansi Akustik (kg/m.s2)
Vp = Kecepatan Gelombang P (m/s)
ρ = Densitas batuan (kg/m3)
(Sukmono S, 1999).
Semakin keras suatu batuan maka AI semakin besar, sebagai contoh
batu pasir yang sangat kompak memiliki AI yang lebih tinggi dibandingkan
dengan batu lempung. AI dapat juga dianalogikan dengan acoustic hardness
atau batuan yang keras (hard rock) dan sukar dimampatkan. Sebagai contoh
batu gamping dan granit mempunyai IA tinggi, sedangkan batuan yang lunak
seperti lempung mempunyai AI.
Nilai kontras AI dapat diperkirakan dari besarnya amplitudo refleksinya,
semakin besar amplitudonya maka akan semakin besar refleksi dan kontras AI-
nya. Nilai AI lebih dipengaruhi oleh kecepatan dibanding dengan densitas
karena kecepatan memiliki variasi nilai yang lebih besar (ribuan) dan densitas
hanya nol koma (0,) saja. Keberadaan gas bumi dalam batuan resevoir
menyebabkan AI yang lebih rendah, karena adanya gas bumi dapat
menyebabakan turunnya kecepatan gelombang seismik dalam batuan
(http://hmgi.or.id/log-porositas/).
13
Density Log
Prinsip kerja log ini yaitu alat memancarkan sinar gamma energi
menengah ke dalam suatu fungsi sehingga sinar gamma akan bertumbukan
dengan elektron-elektron yang ada. Tumbukan tersebut akan menyebabkan
hilangnya energi (atenuasi) sinar gamma yang kemudian akan dipantulkan dan
diterima oleh detektor yang akan diteruskan untuk direkam ke permukaan.
Kelebihan dari density log antara lain mampu mengukur berat jenis batuan
yang kemudian digunakan untuk menentukan porositas batuan tersebut, dan
dapat membedakan migas dalam ruang pori-pori karena fluida tadi berbeda
berat jenisnya.
Porositas
Porositas batuan adalah perbandingan volume rongga-rongga pori
terhadap volume total seluruh batuan, serta kemampuan batuan menyimpan
fluida. Sehingga, jika dikaitkan ke porositasnya tinggi maka semakin banyak
batuan menyimpan hidrokarbon dan sebaliknya. Terdapat beberapa jenis
porositas yang dikenal dalam reservoir yaitu porositas absolut dan porositas
efektif. Porositas absolut merupakan perbandingan antara volume pori-pori total
batuan terhadap volume total batuan (Kosoemadinata,1978). Porositas efektif
14
0% - 5% Diabaikan (negligible)
Sonic Log
Sonic Log menggambarkan waktu kecepatan suara yang dikirim atau
dipancarkan ke dalam formasi hingga ditangkap kembali oleh receiver.
Kegunaan dari sonic log adalah untuk menentukan porositas batuan formasi,
menentukan jenis litologi, mengetahui zona over pressure, mengetahui zona
hidrokarbon (http://hmgi.or.id/log-porositas/).
Resistivitas Log
Resistivitas log adalah metoda untuk mengukur sifat batuan dan fluida
pori disepanjang lubang bor dengan mengukur sifat tahanan kelistrikannya.
Besaran resistivitas batuan dideskripsikan dengan Ohm Meter, dan biasanya
dibuat dalam skala logarithmic dengan nilai antara 0.2 sampai dengan 2000
Ωm. Metoda resistivity logging ini dilakukan karena pada hakekatnya batuan,
fluida dan hidrokarbon di dalam bumi memiliki nilai resistivitas tertentu dalam
tabel berikut:
Checkshot
Checkshot dilakukan bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara
waktu dan kedalaman yang diperlukan dalam proses pengikatan data sumur
terhadap data seismik (well seismic tie).