Anda di halaman 1dari 19

Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

STUDI FENOMENOLOGI: PENGALAMAN PERAWAT DALAM


MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
HENTI JANTUNG DI SALAH SATU IGD RUMAH SAKIT TIPE A
DI JAWA TIMUR
Lestari Eko Darwati¹, Indah Winarni², Ali Haedar³
¹Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
²Staf Pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya
³Staf Pengajar Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Latar belakang: Perawat dituntut melakukan pertolongan pada pasien henti jantung secara cepat dan tetap
menjaga keprofesionalannya sebagai pemberi asuhan keperawatan. Namun, perawat yang bekerja di IGD
merasa bekerja melebihi kapasitas dan tidak berdaya, kurang dihormati, tidak dihargai, mendapat tekanan
moral, stres dan kelelahan. Hal tersebut berdampak pada kurangnya kualitas pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien henti jantung
Tujuan: Mengeksplorasi pengalaman perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien henti
jantung di IGD
Desain: Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretif Data
dikumpulkan melalui indepth interview dan dianalisa dengan teknik analisis tematik (thematic analisis).
Peneliti sebagai instrumen telah mewawancarai 7 perawat yang bekerja di IGD lebih dari 5 tahun dan
memiliki pengalaman merawat pasien henti jantung.
Hasil: Penelitian ini menghasilkan 7 tema, yaitu (1) perbedaan persepsi perawat tentang asuhan
keperawatan, (2) mengalami krisis peran dalam menjalankan asuhan keperawatan, (3) merasa tidak adekuat
dalam merumuskan diagnosa keperawatan, (4) mengalami hambatan dalam mendokumentasikan asuhan
keperawatan, (5) taat terhadap prosedur, (6) respon psikologis perawat, dan (7) harapan untuk optimalisasi
asuhan keperawatan.
Kesimpulan: Perawat merasa belum bisa melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien henti jantung di
IGD secara optimal. Hambatannya adalah merasa melakukan pekerjaan yang tidak sesuai profesi, merasa
sulit merumuskan diagnosa dan mengalami hambatan dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan.
Perawat perlu memahami perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan. Pengetahuan perawat perlu
ditingkatkan agar pelaksanaan asuhan keperawatan dapat lebih optimal.

Kata kunci: asuhan keperawatan, henti jantung, IGD

LATAR BELAKANG moral, stres dan kelelahan ketika merawat

Pelaksanaan asuhan keperawatanpada banyak pasien dengan kondisi gawat darurat.4.

pasien di IGD belum optimal. Asuhan Pelaksanaan asuhan keperawatan yang

keperawatan belum memenuhi prinsip-prinsip optimal secara empiris menunjukkan efek yang

holistik¹. Hal ini tidak sesuai dengan tuntutan positif baik bagi pasien maupun keluarga pasien

profesionalisme perawat, yaitu perawat harus henti jantung. Asuhan keperawatanselama proses

merawat manusia secara utuh tidak terpisah resusitasi pada pasien henti jantung dapat

antara fisik dengan psikologis, sosial, kultural, meningkatkan keberhasilan resusitasi.5

dan spiritualnya.²˒³. Hal tersebut terjadi karena Penelitian menunjukkan bahwa penerapan

perawat IGD merasa bekerja melebihi kapasitas asuhan keperawatan secara holistik seperti

mereka dan merasa tidak berdaya, kurang menghadirkan keluarga atau orang tercinta

dihormati, tidak dihargai, mendapat tekanan dalam ruang resusitasi dapat meningkatkan

30
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

semangat hidup bagi pasien henti jantung selama lakukan kepada empat perawat IGD yang
proses resusitasi. Efek positif lain dari penerapan masing-masing berinitial A, R, D dan S
keperawatan holistik adalah dapat menunjukkan bahwa asuhan keperawatan yang
menumbuhkan perasaan dihargai dan dihormati dilakukan berfokus pada perawatan fisik, yaitu
akan nilai-nilai dari pasien dan keluarga pasien upaya penyelamatan nyawa (life saving). Selain
kritis6. itu, perawat juga tidak merumuskan diagnosa
Henti jantung merupakan suatu kondisi keperawatan melainkan masalah keperawatan
berhentinya fungsi jantung secara mendadak seperti gangguan oksigenasi dan gangguan
pada seseorang yang didiagnosa penyakit hemodinamik. Intervensi keperawatan yang
jantung maupun tidak, ditandai dengan diberikan pada pasien henti jantung juga hanya
7
hilangnya tanda-tanda sirkulasi. Henti jantung berfokus pada intervensi fisik, yaitu resusitasi.
menjadi penyebab utama morbiditas dan Perawat juga mengalami dilema ketika
mortalitas di rumah sakit.8Sekitar 1-5 dari 1.000 menghadapi keluarga pasien yang menginginkan
pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami masuk untuk mendampingi pasien henti jantung.
serangan jantung, dan ini diperkirakan Selain itu aspek pendokumentasian asuhan
memberikan kontribusi sebesar 80% terhadap keperawatan menjadi hal yang dirasa
9
tingkat mortalitas di rumah sakit. Di US dan menghambat pelaksanaan asuhan keperawatan.
Canada hampir 350.000 orang mengalami henti Berdasarkan fenomena di atas, menjadi
jantung setiap tahunnya. Dari jumlah sebanyak hal yang penting untuk dilakukan penelitian
10
itu setengahnya terjadi di rumah sakit. mengenai pengalaman perawat dalam
Perawat dituntut melakukan pertolongan melakukan asuhan keperawatan pada pasien
pada pasien henti jantung secara cepat dan tetap henti jantung di IGD. Selain itu, penelitian terkait
menjaga keprofesionalannya sebagai pemberi pentingnya pelaksanaan asuhan
asuhan keperawatan. Meskipun dokter dan keperawatansecara pada pasien henti jantungdi
perawat berpedoman pada guidelines untuk IGD pun masih jarang.
menolong pasien henti jantung, namun ada hal
mendasar yang membedakan antara praktik METODE
kedokteran dan keperawatan. Perbedaan yang Penelitian ini menggunakan desain
mendasar antara keduanya bahwa perawat kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
memberi caring (perawatan) sedangkan dokter interpretif untuk mengeksplorasi makna
adalah curing (pengobatan).2Watson (1997) pengalaman perawat dalam merawat pasien henti
menekankan bahwa fokus keperawatan jantung. Data dikumpulkan oleh peneliti melalui
seharusnya ‘perawatan-penyembuhan’ bukan indepth interview dan dianalisa dengan teknik
‘diagnosis-penatalaksanaan medis’ yang analisis tematik (thematic analisis).11
berfokus pada penyakit dan patologinya seperti SITUS DAN INFORMAN
3
paradigma kedokteran. Situs penelitian ini di IGD salah satu
Studi pendahuluan di IGD salah satu rumah sakit tipe A di Jawa Timur. Peneliti
rumah sakit tipe A di Jawa Timur pada tanggal sebagai instrument telah mewawancarai 7
12 Maret 2015, dari wawancara yang peneliti

31
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

perawat yang berpengalaman kerja di IGD lebih menyampaikan bahwa asuhan keperawatan
dari 5 tahun. adalah proses mengasuh pasien yang diawali
dengan pengumpulan data/pengkajian kemudian
menentukan intervensi sampai melakukan
HASIL
tindakan kepada pasien.
Penelitian ini menghasilkan 7 tema,
Misinterpretasi juga ditemukan pada
yaitu perbedaan persepsi perawat tentang asuhan
satu pasrtisipan lain dimana partisipan
keperawatan, mengalami krisis peran dalam
mempersepsikan asuhan keperawatan adalah
menjalankan asuhan keperawatan, merasa tidak
kegiatan menyiapkan pasien dan tindakan dokter.
adekuat dalam merumuskan diagnosa
“Kalau selama ini ya di P1 itu asuhan
keperawatan, mengalami hambatan dalam
keperawatan pasien cardiac arrest kita
mendokumentasikan asuhan keperawatan, taat
melakukan asuhan keperawatan semuanya
terhadap prosedur, respon psikologis perawat,
itu tindakan dokter”. (I2)
dan harapan untuk optimalisasi asuhan
“Ya itu, misalnya kalau mungkin persiapan
keperawatan.
itu mungkin kita melakukan asuhan
Tema 1: perbedaan persepsi perawat tentang
keperawatanpersiapan pasien kayak gitu
asuhan keperawatan
gitu, terus persiapan perawatan itu aja”.(I2)
Perbedaan persepsi perawat tentang
Persepsi lain juga disampaikan
asuhan keperawatan merupakan perbedaan cara
oleh partisipan yang menganggap bahwa
pandang perawat terhadap asuhan keperawatan.
asuhan keperawatan adalah sebuah proses
Perbedaan tersebut teridentifikasi dari empat sub
yang lama.
tema yaitu sesuai konsep, misinterpretasi,
“Kalau kita perawat ni ya di UGD kalau kita
proses yang lama, dan prinsip holistik mungkin
mengikuti perawat pasiennya itu mati, ya itu
tidak aplikatif.
makanya, kan kalau perawat kepanjangen
Ungakapan-ungkapan yang mendukung
gangguan rasa..gangguan rasa
antara lain sebagai berikut:
hehe…seharusnya di UGD tidak gitu,
“Asuhan keperawatan yang baik untuk pasien
lakukan! (menegaskan) pasien jelek gimana
cardiac arrest yang baik yaaa….memberikan
caranya keluar dari UGD stabil, pasien sesek
asuhan keperawatan secara holistik ya..kepada
keluar dari UGD pasien tidak sesek, itu
pasiennya”.(I1)
intinya! Masalah asuhanini..ni..ni..ni..nanti
“Pendataan ee anamnese yang benar dari awal
itu”.(I7)
sampai akhir…kemudian setelah itu kan
“kalau kita di UGD gini kalau kita buat
dikerjakan keperawatannya mulai dari
sebanyak itu keperawatan kayak evaluasi
perencanaan sampai ke tindakan”.(I6)
gini..gini..gini itu memang Askep,..” (I7)
Pernyataan tersebut sesuai dengan
Perawatan secara holistik juga mungkin
konsep asuhan keperawatan yaitu merawat
tidak bisa diberikan pada pasien henti
pasien secara baik dalam arti secara holistik.
jantung.
Persepsi yang sesuai konsep juga diungkapkan
“Kalau perasaan gimana ya…hehehe
oleh informan ke-6 tersebut. Perawat
kayaknya memang agak susah penerapan itu

32
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

pada pasien yang tidak sadar eee…karena Pernyataan informan ke-7 tersebut
kita dari segi pasiennya sendiri kita mungkin menggambarkan bahwa perawat merasa apa
yang gak pernah KIE, hanya langsung yang dilakukan menyimpang dari profesi.
tindakan. … beda kalau pada pasien yang “…karena kita itu dituntut untuk istilahnya kalau
sadar memang mulai dari anamnese sampai di luar itu paramedik,… (I7)
pengkajian sampai tindakan kan bisa kita “…maksudnya karena sebagian besar kita di sini
terapkan ke pasien semuanya”. (I1) dituntut bukan jadi perawat utuh…”. (I7)
“…kalau nggak sadar kan belum ada “Ya selama ini mungkin kalau ada pasien
kebutuhan psikologisnya”.(I6) cardiac arrest lebih banyak tindakan dokternya,
“…Kalau yang psikososial pasiennya jelas kita paling cuman bantu RJP,…”.(I2)
nggak mungkin,…”. (I5) Ungkapan informan ke-7 tersebut
Hal ini menunjukkan bahwa prinsip menggambarkan bahwa perawat merasa apa
holistik mungkin tidak aplikatif untuk pasien yang dilakukan menyimpang dari tugas profesi
henti jantung. karena dituntut tidak menjadi perawat utuh,
Tema 2: mengalami krisis peran dalam artinya perawat juga harus mengerjakan
menjalankan asuhan keperawatan pekerjaan-pekerjaan lain yang seharusnya tidak
Krisis peran diartikan sebagai kondisi menjadi tugas perawat.
dimana perawat merasa kehilangan perannya Perawat juga merasa mengabaikan
sebagai pemberi asuhan keperawatan yang asuhan keperawatan. Ungakapan tersebut
profesional. Beberapa sub tema yang disampaiakan oleh informan ke-2 dan 7 berikut
membangun tema ini antara lain merasa apa ini:
yang dilakukan menyimpang dari tugas profesi, “… kalau asuhan keperawatan sendiri tu
mengabaikan asuhan keperawatan, dan merasa hampir terlupakan”.(I2)
tersisih. “…Kalau saya ditanya tentang asuhan
Perawat merasa apa yang dilakukan keperawatan saya itu bingung walaupun saya ee
menyimpang dari tugas profesi: apa ya ee di sini kalau saya…bener jujur ini...itu
“…aslinya gini, aslinya keperawatan itu di mana saya gak fokus di situ…”. (I7)
sich?...apakah semua pasien yang kita pegang “Lha itu, masalahnya di situ makanya saya
harus ada asuhan keperawatan? tapi di sini sek bilang, kalau sampean tanya asuhan
belum ini ya (menggeleng-gelengkan keperawatan di IGD, di sini itu kita itu masih
kepala)…”. (I7) belum jalan…”. (I7)
“…kalau perawat di Indonesia itu bagus-bagus Banyaknya tindakan yang harus
skilnya pinter-pinter dari pada di luar, di luar itu dilakukan perawat menjadikan perawat
suruh nginfus, nyuntik, perawatnya nggak bisa, mengabaikan asuhan keperawatan. Hal ini pula
untuk apa! karena di sana mungkin bukan yang dirasakan perawat ketika bekerja dalam tim
tugasnya kita (menegaskan), kita megang syiring resusitasi. Ada kalanya perawat merasatersisih
pump kalau di luar kita bisa-bisa walaupun bisa dari lingkungan dokter.
tapi di luar ada yang bisa, ditanyain !”. (I7)

33
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

“…kalau di situ sudah dengan dokternya dan yang pas?” (sambil garuk-garuk kepala dan
COAS COASnya yang banyak ya sudah, mengerutkan dahi). (I4)
lingkungan aja kita nggak masuk”. (I2) Perawat dapat menentukan masalah
“…kadang 1 pasien dirubung banyak orang, nek keperawatan namun tidak dapat merumuskan
wis gitu gak nyedek wis”.(I4) diagnosa keperawatan.
Dari ungkapan informan ke-2 tersebut “Kalau cardiac arrest itu ada dua, yang
mengandung maksud bahwa perawat merasakan pertama sumbatan jalan napas ee gangguan
dirinya tidak termasuk kalangan dokter. jalan napas keefektivan ya sama gangguan apa
“…bantu dokter masukkan obat, itu pun kadang namanya (menutup mata) apa namanya
dokter yang melakukannya”. (berfikir) out put apa mbak?” (I7)
Informan ke-2 menjelaskan bahwa “…ada bukunya sebenarnya untuk
apabila perawat ikut menangani pasien henti dipelajari…buku kumpulan diagnosa
jantung, tindakan-tindakan yang dilakukan keperawatan…ada mbak cuman ndak tahu hihihi
merupakan tindakan invasif yang seharusnya (tertawa)…dikasih suruh mempelajari”. (I4)
dilakukan oleh dokter seperti pemberian obat. “…belum ada form resmi kita harus membuat
Akan tetapi, tindakan pemberian obat kadang diagnosa keperawatan karena kadang-kadang
dilakukan oleh dokter sendiri. Hal ini menambah temen-temen keberatan dengan … …ini
perawat semakin merasa tersisih. hubungannya dengan cardiac arrest ya, mbak?
Tema 3: Merasa tidak adekuat dalam Harus review lagi hehehe (sambil tertawa).
merumuskan diagnosa keperawatan Perawat selalu bertanya kembali
Merasa tidak adekuat dalam bagaimana menyusun kalimat diagnosa yang
merumuskan diagnosa keperawatan adalah benar.
suatu pengalaman dimana perawat merasa “Saya..begitu pasien cardiac arrest keluarnya
bahwa diagnosa keperawatan yang langsung henti jantung, ketidakcukupan suplay
dirumuskannya tidak sesuai dengan ketentuan. oksigen maksudnya gangguan sirkulasi,
Beberapa sub tema yang membangun tema ini sudah..saya yang keluar di kepala saya cuma 2
antara lain, kurang pengetahuan, terbiasa itu”. (I5)
menentukan masalah keperawatan, merasa “..sumbatan jalan nafas seperti itu atau
tidak dituntut untuk merumuskan diagnose mungkin…atau mungkin resiko kalau memang
keperawatan, dan lebih senang bila ada format mungkin belum ada sumbatan jalan
yang simpel. napas…”.(I1)
Sub tema kurang pengetahuan “…apa…emmm…apa….emmm…pola napas
tergambar dari ungkapan informan berikut ini: dari breathingnya bagaimana, trus
“Ya kalau ABC tentunya tentang oksigenasi dari…apa….hemodinamiknya
gangguan oksigenasi, yang disebabkan oleh bagaimana…”.(I1)
mungkin gangguan di jantungnya atau bisa juga Masalah-masalah yang mereka
kalau pasien syok itu syok kardiogenic kan tentukan adalah masalah henti jantung, gangguan
akibat dari itu masalah di sirkulasinya itu sirkulasi, sumbatan jalan napas, pola napas dan
hehe…(tertawa) gimana sich untuk kata-kata gangguan hemodinamik.

34
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

Perawat juga merasa tidak dituntut Ungkapan tersebut menggambarkan


untuk merumuskan diagnosa keperawatan. bahwa perawat merasakan kerumitan dalam
Gambaran kondisi ini terdapat pada ungkapan merumuskan diagnosa keperawatan.
informan berikut ini: Tema 4: Mengalami hambatan dalam
“Ini ya yang sering terlupa hehe (tertawa) mendokumentasikan asuhan keperawatan
karena nggak ada formnya ya mbak di IGD, …”. Mengalami hambatan dalam
(I4) mendokumentasikan asuhan keperawatan
“Saya ndak pernah memikir diagnosa dibangun dari beberapa sub tema, yaitu daftar
keperawatan hehehe..(tertawa)”. (I2) isian kurang sesuai, daftar isian terlalu banyak,
“…belum ada form resmi kita harus membuat menyita waktu, dan terlupa.
diagnosa keperawatan karena kadang-kadang Daftar isian kurang sesuai yang
temen-temen keberatan …”. (I4) dimaksud adalah tidak tersedianya daftar isian
Tidak adanya tuntutan ini khusus untuk asuhan keperawatan. Berikut
mengakibatkan perawat tidak pernah ungkapan informan yang menggambarkan hal
merumuskan diagnosa keperawatan. Sehingga, tersebut:
perawat lupa bagaimana merumuskan diagnosa “Kalau kita di UGD ini kan kita memang ini gak
keperawatan. Ada pula perawat yang tidak membuat askep seperti di ruangan ya....kalau
pernah memikirkan diagnosa keperawatan. kita di sini…(sambil mengambil salah satu
Perawat merasa bahwa merumuskan dokumentasi pasien) nah..kalau di ruangan
diagnosa keperawatan adalah hal yang sulit mungkin buat lengkap seperti itu ya…” (I1)
karena butuh proses berfikir yang lama. “…akhirnya yang baru baru itu kan keluar itu
Diagnosa keperawatan bagi mereka adalah sesek, penurunan kesadaran, gangguan
pekerjaan yang tidak sederhana. Sehingga keseimbangan itu aja, maksudnya nyontreng
perawat lebih senang bila ada format yang nanti tinggal evaluasinya, sebatas itu mbak…”.
simple. Seperti tergambarkan pada ungkapan (I7)
informan berikut ini: Ungkapan informan ke-7 tersebut
“…untuk askep di UGD itu dibuatkan sudah ada mengandung maksud bahwa format dokumentasi
diagnosanya eee renpranya, implementasi, trus yang ada di IGD saat ini tidak ada lembar khusus
evaluasi…diagnosa sudah ada, tinggal untuk mendokumentasikan asuhan keperawatan.
mencentang… renpranya sudah ada tinggal “…kalau dokumentasi itu pun nanti yang garap
mencentang tapi…dari keperawatan belum bagian P3, ada P3 yang ngumpulkan dokumen
diturunkan..seperti itu”. (I1) gitu, ya aslinya kita! cuma kita kadang
“…kalau kata-katanya memang sama, kelupaan…”. (I7)
ketidakevektifan jalan napas, di sini di ICU sama Dari ungkapan informan tersebut dapat
tapi untuk gimana sich, ya itu mbak kalau kita di diketahui bahwa dokumentasi tidak dikerjakan
UGD khusus UGD dulu kita itu ada Mas T kita oleh perawat di P1 melainkan di P3. Karena
itu mau buat gimana sich caranya untuk bukan perawat di P1 kadang terlupa mengisikannya.
menyimpelkan tapi biar simplebiar temen-temen Hal senada juga diungkapkan oleh informan ke-
nyontreng aja”.(I7) 2 sebagai berikut:

35
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

“…kadang kalau kita sudah ke pasien kita lupa “Kita malah semakin lama untuk memindahkan
notulennya. Semuanya ke pasien, yang notulen pasien, harusnya 5 menit 10 menit itu sudah
lupa misalnya wis kayak gitu gitu,mbak. Kadang selesai, tapi bisa setengah jam untuk menyiapkan
kalau kita ke pasien yo wis kita ke pasien, lupa status harus lengkap…” (I4)
nulis apa aja yang sudah dimasukkan, kadang “Pasien 1 itu kadang-kadang 15 sampe 30 menit
dokternya pun sama seperti itu, makanya kadang kalau ini tu, buanyak mbak banyak! Makanya
maka sering lupa, kadang malah mahasiswa kadang-kadang kita itu tledor masalah
yang melakukan kayak gitu hehehe (tertawa)”. menangani sana (sambil menunjuk ke arah
(I2) ruang P1) ini lho yang harus pindah sekarang
Terlupa secara bahasa berarti tidak harus dilengkapi, sampean kan nanti lihat
teringat; lalai. Ungkapan tersebut buanyak dan tebal banget”. (I6)
menggambarkan bahwa perawat yang Waktu untuk menyelesaikan
menangani pasien henti jantung kadang lupa dokumentasi dirasa lama bagi perawat.
mendokumentasikan apa-apa saja yang sudah Tema 5: Taat terhadap prosedur
dikerjakan dan obat-obatan apa yang sudah Taat terhadap prosedur artinya kepatuhan
diberikan kepada pasien. Selain terlupaperawat perawat dalam melaksanakan setiap prosedur
merasa bahwa format yang ada daftar isiannya penanganan pasien henti jantung. Perawat
terlalu banyak. Berikut ungkapan informan melaksanakan prosedur pertolongan kepada
yang menyatakan hal tersebut: pasien henti jantung dengan mematuhi
“…form yang sekarang itu kan tambah tebal guidelines yang ada, yaitu dari AHA 2010.
tambah banyak form yang harus diisi, awalnya Seperti ungkapan informan berikut:
nggrundel males, mbak tapi ya karena tuntutan “…pemasangan pemberian oksigen,
sich, mbak sebenere…”. (I4) pemasangan infus, monitor EKG nya, tanda-
“Status MRS nya itu kan harus diisi semua, tanda vitalnya itu pakai itu masuk di ruang
tindakan apa yang sudah kita kerjakan tanda resusitasi itu langsung bisa pasang alat monitor
tangani siapa yang ngerjakan tanda tangani, langsung bisa pembacaan EKG nya, dan kateter,
kemudian ngisi ceck list karena harus transfer NGT, pemberian obat-obatan resusitasi, apa itu..
ceck transfernya itu juga, kemudian yang sudah melakukan ETT…”. (I3)
dikerjakan apa, banyak yang harus diisi karena “…misalnya datang katanya rujukannya
sekarang statusnya semakin tebal harus diisi hemodinamiknya masih bagus GCS nya bagus
lengkap, kalau tidak diisi lengkap kadang- ternyata pada saat datang sudah cardiac arrest,
kadang dikembalikan di sini ini kurang ini ya sudah, RJP dari depan langsung masuk
kurang…”. (I6) diteruskan di sini kemudian pasang monitor kan
Kedua informan tersebut mengungkapkan dokternya ada di situ kan dokternya memberikan
hal serupa bahwa daftar isian pada dokumentasi AP, pasang infuse, kasih oksigen, bagging, kita
terlalu banyak. Daftar isianartinya isi, isi infusa 2 line…”. (I4)
dokumentasi yang dimaksud di sini adalah hal- “Yang pertama tingkat kesadaran, nanti setelah
hal yang harus didokumentasikan. pasiennya tidak sadar cek nadi, kalau nadinya
tidak ada langsung masuk ke P1 trus RJP nya

36
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

langsung dimulai. Ilmu kan selalu berkembang layaknya kita ngomong pada pasien yang sadar
kalau dulu cek nafas dulu kalau sekarang tapi tanpa persetujuan ya atau tidak dan hal itu
langsung plek-plek-plek cek nadi nadi tidak ada selalu kita lakukan.kayaknya ya mengalir aja
langsung dibawa ke P1 langsung di RJP atau karena sudah terbiasa, mungkin alasan tepatnya
diRJP langsung di atas stracher”. (I5) empati, NGT itu menyakitkan, mbak walupun
“…kalau pasien datang paling kalau pasien kayak orang meninggal”. (I4)
cardiac arret kan kalau gak ada eee gak ada nadi Komunikasi kepada pasien henti
ya sudah itu kan paling gampang, tapi kalau jantung tetap dilakukan yaitu komunikasi satu
prosedurnya kan kita respon dulu, respon dulu arah. Hal tersebut didorong oleh rasa empati
tidak respon kita cek nadi kalau dari BLS nya, kepada pasien.
kalau baru nadinya itu tidak teraba nah berarti Selain komunikasi kepada pasien,
itu namanya cardiac arrest kita RJP seperti itu perawat juga berkomunikasi kepada pihak
sampai 5 siklus…samapi 30 menit itu..selain keluarga. Berikut ungkapan informan ke-4 dan
itu..kalau kita di dalem kita maen obat, selain informan pertama:
BLS nanti ada ECG resus…”.(I7) “Misalkan untuk memasang kateter itu ada
Selain mentaati guidelines, perawat formnya setuju atau tidak itu juga ada formnya
juga menyampaikan hak-hak pasien dan lagi informed consentnya walaupun di gawat
keluarga. Berikut pernyataan informan yang darurat, formulir persetujuan kayak gitu”. (I4)
menggambarkan ketaatannya pada prosedur: “…tapi kalau tetap bersi keras kita tidak bisa
“Selama ini ya ke pasiennya langsung tindakan apa-apa, kita tidak mungkin berhak
itu, terus..eee…kita mungkin harus memfasilitasi memasangkan karena yang lebih berhak
privasi pasien juga, kita tutup klambunya”. (I1) keluarganya, ya kita tinggal memberikan
“…kita coba untuk perawatannya kita sesuaikan informed consent penolakan kepada pasien dan
dengan Pak Kiyainya laki-laki, lha yang untuk keluarganya suruh tanda tangan”. (I1)
tindakan yang sekiranya privasi ya kita cari Informed consent disediakan sebagai
perawat yang laki-laki, kayak masang kateter, wujud penghormatan terhadap hak keluarga.
kayak gitu”. (I4) Wujud ketaatan perawat terhadap
“Kalau pasien nggak sadar itu ya mesti kita prosedur adalah menyampaikan informasi
kasih penjelasan walaupun pasien ndak sadar dalam bentuk KIE (Komunikasi, Informasi dan
kayak reflek kayak sudah di alam bawah sadar, Edukasi) kepada keluarga pasien. Seperti
mau nyuntik juga gitu-Bu, suntik! (sambil pernyataan informan pertama dan ke-5 berikut
memperagakan seolah-olah memegang jarum ini:
suntik) padahal pasien nggak sadar”. (I5) “…tapi kalau pasiennya jelek, posisi melakukan
Perawat melakukan hal itu secara rutin RJP, posisi melakukan tindakan, gak sadar pasti
karena sudah terbiasa melakukannya, sehingga kita KIE di sampingnya pasien”. (I1)
tidak lupa. Hal senada juga diungkapkan oleh “Kalau pasiennya….eh keluarganya…kalau ada
informan ke-4 berikut ini: penolakan dari keluarga ya tetep kita jelaskan
“Walaupun pasiennnya tidak sadar tidak resikonya apa, kalau tidak dilakukan itu
mendengar tetep kita komunikasikan, seperti

37
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

resikonya apa kalau dilakukan itu bagaimana perubahannya, ada perubahannya


keuntungannya apa”.(I1) atau tidak, kalau ada perubahannya ya kita
“Kalau saya patokan saya yang penting sudah lanjutkan untuk memberikan obat-obatan yang
melakukan sesuai SOP nya…ya sudah nanti lainnya misalnya drip dopamine. Tapi kalau
tinggal memberikan penjelasan, tapi kalau selama resusitasi setengah jam obat-obatan,
keluarga nggak mau menerima ya sudah saya CPR itu gak ada respon, kita lihat reflek pupil
sudah sesuai dengan ini nanti mungkin akan bagaimana untuk menentukan mati batang otak
dibantu dengan tes gitu”. (I5) atau tidak, jadi batas waktunya itu setengah
Ketaatan perawat terhadap prosedur jam”. (I4)
juga ditunjukkan dengan menjelaskan atau “Evaluasinya itu yang jelas nadi, frekuensi
memberi informasi secara terbuka kepada pernapasan, sama kita lihat monitor
keluarga pasien tentang berbagai hal. Seperti oksimetrinya itu kalau pasien henti jantung”.
pernyataan informan berikut ini: (I5)
“Terutama tentang kondisi pasien yang Tema 6: Respon psikologis perawat
pasti…kemudian yang kedua tentang tindakan Respon psikologis perawat adalah
yang sudah kita lakukan di sini, kemudian yang munculnya berbagai macam respon psikologis
terakhir pasti tentang prognosis ke depannya”. yang menyertai perawat selama bekerja di IGD
(I1) dan selama melakukan asuhan keperawatan pada
“Proses ke depannya bagaimana, kemudian pasien henti jantung. Terbentuknya tema ini dari
rencana eee…. penggunaan fasilitas apa saja 6 sub tema, yaitu respon senang, capek tidak
yang mungkin nantinya diperlukan …misalkan menjadi hambatan, termotivasi untuk menolong,
….eee harus eee…pasang ventilator atau pasang dan perkembangan respon psikologis.
apa harus ke ruangan apa gitu”. (I1) Perawat merasakan ketertarikan
“Kalau seperti itu keluarganya tidak kita terhadap pekerjaannya. Berikut pernyataan
fasilitasi di dalam dulu, kita pasti suruh keluar mengenai perasaaan perawat tersebut:
dulu dan keluarga yang lain suruh “Perasaan awal-awalnya seneng banget karena
menenangkan, misalkan pasiennya sudah selesai kerjanya tidak monoton, kalau di ruangan
semuanya baru keluarganya kita panggil lagi ke merawat pasien seperti injeksi, masang infus itu
dalam … apa lagi itu istrinya atau suaminya dia kan monotan ya, bikin askep, kalau di IGD kan
jelas harus mendapatkan KIE....(I1) nggak…ada seninya kalau menurut saya”. (I4)
Perawat menjelaskan kepada keluarga “Itu cuma dijabarkan dengan dua kata saja,
tentang berbagai hal yang dibutuhkan keluarga. senang dan menarik…yang kedua nggak
Perawat juga taat memantau pasien. boring”. (I5)
Pemantauan yang dilakukan adalah memantau Perasan senang lain yang juga
perubahan hemodinamik pasien setelah diberi menyertai perawat selama bekerja di IGD adalah
obat-obatan emergensi apakah ada perbaikan perasaan bangga. Perawat merasa lebih pandai
kondisi atau sebaliknya pasien memburuk dari perawat-perawat lain yang tidak bekerja di
“…terus diobservasi selama pemberian itu IGD.
bagaimana selama setengah jam resusitasi itu

38
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

“…yang ketiga update ilmunya cepet, terus saya “kalau menangani pasien cardiac arrest, kita
itu merasanya lebih pinter. Maksudnya eeee sebagai perawat semua medis di sini sebisa
disinikan ada banyak kegiatan tu, magang mungkin kalau pas intinya gini, kalau pasien
mahasiswa, pelatihan,update-update ilmunya datang jelek datang ke IGD apapun itu harapan
lebih cepet”. (I5) kita keluar dari UGD itu baik, baik itu istilahnya
“…ketiga kita bekerja sambil belajar kalau di balik, kan cardiac arrest dia eee apa namanya ee
sini karena apa, ya itu tadi di sini kan rumah nadinya to akan balik lagi, istilahnya terdeteksi
sakit besar rumah sakit pendidikan, ilmu selalu nadinya paling gak gitu dulu”. (I7)
update nah itu makanya sukanya saya di situ”. Respon psikologis lain yang dirasakan
(I7) perawat adalah capek. Namun, capek tidak
“Tapi lama kelamaan pasien henti nafas henti menjadi hambatan bagi perawat dalam bekerja
jantung itu ya lama- lama biasa aja, kita lebih menangani pasien henti jantung maupun
tenang. … tapi kalau pertama-pertama memang menangani pasien yang lain di P1.
bingung wah gimana ya saya harus ngapaian? “Perasaannya kalau di sini tu…kalau sukanya tu
Pasienne gek-gek selak gimana nanti jangan- aslinya kita tergantung dari kita, mbak kalau di
jangan tidak tertolong. Yang penting kita sini tu emang kalau dibilang capek ya capek,
berusaha masalah tertolong tidak tertolong lebih emang harus dituntut kamu harus kuat fisik”.
ikhlas daripada yang dulu”.(I5) (I7)
Perkembangan psikologis perawat Respon lain yang juga turut
tergambar dari ungkapan informan ke-5 tersebut. berkontribusi dalam menangani pasien henti
Ketika awal bekerja perawat mengalami jantung adalah perasaan tidak tega.
kebingungan. Lama-kelamaan perawat tidak lagi “…istilahnya itu nggak mentolo melihat pasien
merasa khawatir melainkan lebih rela walaupun gagal atau meninggal, apalagi itu saya kenal ya
pasien tidak tertolong. jadi kayak keluarga sendiri”. (I3)
Perasaan lain yang muncul adalah “NGT itu menyakitkan, mbak walupun kayak
perasaan termotivasi untuk menolong. orang meninggal, melakukan dengan kasar pada
“Menurut saya apa yang diajarkan di pelatihan jenazah kan merasa kasihan ya walaupun kalau
memang beda dengan apa yang di lapangan. orang meninggal…pencabutan alat juga harus
Maksudnya beda ternyata menurut teorinya hati-hati kayak gitu. Jadi, ada rasa empati gitu,
tidak bisa dipertahankan, ternyata dengan ikut merasakan”. (I4)
tindakan RJP banyak juga yang terselamatkan, “Kalau dokter biasanya berfokus pada
mbak selama cardiac arrest tidak lebih dari 5 penyakitnya, kalau kita lebih memainkan
menit bisa terselamatkan juga sampek pasiennya psikologis”.(I5)
pindah masuk ke ruangan jantung”.(I4) “..ya kasian! Apalagi kalau pasien cardiac
“Selain jadi perawat, di IGD kita dituntut arrest yang masih muda, kadang juga sebagai
sebagai asisten istilahnya mitra soalnya kita tulang punggung keluarga” (I6)
dituntut sebagai ee kamu harus bisa lho main Tema 7: Harapan untuk optimalisai asuhan
kayak obat-obatan dosisnya berapa istilahnya keperawatan
sub spesialis ya tertawa) …”.(I7)

39
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

Harapan untuk optimalisasi asuhan keperawatan yang lebih maksudnya simple tapi
keperawatan adalah suatu keinginan perawat bukan menyimpelkan ya jadi eee terfokus, mbak.
terhadap peningkatan kualitas asuhan Terfokus maksudnya gini, kalau kita buat
keperawatan pada pasien henti jantung di IGD. sebanyak itu keperawatan kayak evaluasi
Beberapa sub tema yang membangun tema ini panjang lebar itu efektifkah di UGD?... “. (I7)
antara lain tersedianya obat di dalam IGD, “…kalau seandainya di luar kan pake elektronik
tersedianya sistem dokumentasi simple & tinggal pencet tut..tut…tut..tut sudah ada semua,
menyeluruh dengan komputer, belajar bahasa kalau di sini kan masih manual hehehe
dan kultur Madura, dan pelatihan untuk (tertawa)”. (I7)
menenangkan keluarga pasien. Harapan lain yang muncul dari
Sub tema tersedianya obat di dalam informan yaitu belajar bahasa dan kultur
IGD didapatkan dari pernyataan informan ke-4 Madura. Perawat mengharapkan hal ini sebab
yang menyatakan bahwa obat-batan tidak mereka menemui kesulitan ketika ada pasien
disediakan di dalam IGD melainkan di apotek. henti jantung yang berasal dari daerah Madura.
Berikut pernyataan tersebut: Seperti diungkapkan oleh informan sebagai
“Nek obat-obatan kan ngambilnya harus di berikut:
apotek, harusnya kan disediakan di sini tapi “Kalau budaya itu mungkin lebih ke..mungkin
karena di sini banyak orang jadi inventarisnya kalau Suku Madura itu ada beberapa orang yang
susah, sekarang dipusatkan di apotek, jadi kalau sama sekali gak bisa bahasa Indonesia juga
ada pasien masuk kita lari ambil ke apotek”. (I4) ada…itu dari keluarga pasien kita panggil temen
Harapan yang lain adalah tersedianya kita yang bisa gitu hehehe..(tertawa)..iya gitu
sistem dokumentasi simple & menyeluruh dulu pernah ada”.(I1)
dengan komputer. Dokumentasi yang dirasa “Pernah kadang kayak gitu ndak nerima denial
belum efektif mendorong perawat gitu’! Biasanya kan kayak gitu kan orang-orang
memilikikeinginan besar akan adanya suatu Madura hehe (tertawa) mesti gitu, mbak”. (I2)
sistem dokumentasi yang mudah dikerjakan dan “Sering, mbak. Dokter-dokternya bilang itu dari
tidak menyita banyak waktu. Seperti ungkapan Madura, jadi keluarganya ngomong apa,
informan berikut ini: dokternya ndak paham, untungnya kita punya
“Emmm….dokumentasi ! karena kita mungkin temen dari Madura itu banyak, jadi bisa jadi
nasional kita belum punya asuhan keperawatan translaterhehehe..(tertawa)
yang betul-betul ciamik supaya spesifik IGD, kan penerjemahnya”.(I4)
mesti sebagian besar literature yang kita peroleh “Ada. Orang sana itu karakteristiknya
itu kan mesti asuhan keperawatan ruangan, yang menggerombol, kalau ada yang sakit di dalem
emergency itu kan nggak ada, sehingga kita nggak mau ikut aturan gitu, mbak. Disuruh 1 aja
ngadop…”. (I5) yang di dalem ndak mau ngotot minta semuanya
“Harapannya asuhan keperawatn itu..khusus masuk ke dalam…”.(I4)
asuhan keperawatan cardiac arrest itu sebisa “Naahh…aspek budaya itu yang..kita kalau saya
mungkin optimal sebisa mungkin ada di UGD lho ya..kalau saya amati secara pribadi di
khususnya, harapan saya itu ada asuhan tempat ini cuman mencover cultur Jawa sama

40
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

Madura aja kayaknya. Kalau Madura Madura penjelasannya tu butuh ekstra, ngedhem-
banget itu mesti hambatan bahasa sehingga ngedheminya itu butuh ekstra. (I5)
komunikasinya ndak efektif.(I5) Ungkapan - ungkapan tersebut
Beberapa ungkapan tersebut mencerminkan bahwa perawat membutuhkan
menggambarkan bahwa bahasa menjadi pelatihan untuk menenangkan keluarga
tantangan tersendiri bagi perawat ketika pasien.
menghadapi keluarga pasien henti jantung yang “…Jadi, selama ini kita hanya memfasilitasi
berasal dari Daerah Madura. keluarga untuk mendoakan di telinga pasien
“Karena kita di sini mengkover bahasa Jawa, gitu…gitu..(sambil menunjuk ke arah pasien)”.
Madura, Indonesia…kalau ndak tahu bahasanya (I1)
kan kita sulit misalkan memberi ketenangan “Iya…bimbingan rohani, tapi..waktu itu
ibaratnya mau membuka pintu tapi nggak ada kesulitan orangnya…orangnya yang bertugas
kuncinya kan sulit”. (I5) sebagai bimroh ini siapa? … Di situ memang ada
Ungkapan tersebut menggambarkan panduannya tapi karena di sini belum ditunjuk
bahwa bahasa menjadi kunci bagi terwujudnya siapa timnya diharapkan dengan buku itu kita
komunikasi yang efektif antara perawat dengan bisa mendampingi keluarga”. (I1)
pasien dan keluarga pasien. “Kalau di sini mungkin juga harus butuh banyak
Perawat juga kadang mengalami orang ya untuk itu karena pasien kita di ruangan
kesulitan dalam upaya menenangkan keluarga juga banyak atau mungkin ditunjuk perorangan
pasien henti jantung. Kesulitan tersebut terjadi yang ada di ruangan masing-masing ditunjuk
ketika keluarga pasien mengalami respon orang untuk melakukan bimroh itu”. (I1)
berduka pada saat pasien meninggal. Upaya menenangkan pasien dapat
“Pernah, mbak malah nambah-nambahi pasien dilakukan pula dengan bimbingan rohani seperti
hehe..(tertawa), akhirnya kan malah dibopong diungkapkan informan pertama tersebut. Namun,
dibawa ke brankar dan kita titipkan di p3 kondisi yang ada sekarang tidak ada petugas
sementara aja hehe (tertawa)”. (I4) khusus untuk itu. Perawat juga menyadari bahwa
“Keluarga kita suruh untuk menyelesaikan ketrampilan ini juga dibutuhkan perawat.
proses pendaftaran … nanti ndak ngribeti, ndak Perawat seharusnya mampu untuk melakukan
semapot ndek kono”. (I4) manajemen penenangan keluarga.
“… kalau nggak paham mesti kadang-kadang
malah merepotkan kita mw RJP diganduli “kok PEMBAHASAN
digenjoti?” gitu”.(I5) Perawat yang bekerja di IGD memiliki
“…kita harus nyiapkan keluarganya, persepsi yang berbeda-beda terhadap asuhan
menyiapkan keluarganya supaya eee keluarga keperawatan. Persepsi individu dapat berbeda,
itu pasien macem-macem ada yang ruwet ada sebab stimulus yang diterima oleh masing-
yang gampang. Kalau pas gampang enak, tapi masing individu tidak sama. Penerimaan respon
kalau pas yang ruwet begitu naa itu memang tersebut akan berbeda bergantung respon
harus butuh ekstra apa namanya..eee..ngasih individu itu sendiri. Perasaan, kemampuan
berfikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki

41
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

individu pun tidak sama, maka dalam IGD dan perawat menganggap sebagai hal yang
mempersepsikan sesuatu stimulus akan berbeda tidak terpisahkan. Sehingga multitasking
antar individu satu dengan individu lain.12 Dari dianggapadalah sesuatu yang menarik.14
penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa Diantara tugas yang banyak tersebut
perbedaan cara pandang adalah suatu hal yang adalah tindakan-tindakan invasive seperti
wajar terjadi. memasang infus dan menyuntik obat. UU
Beberapa perawat memandang asuhan Keperawatan pasal 29 ayat 1 huruf e yang
keperawatan sebagai suatu kegiatan mengasuh menyebutkan bahwa “dalam menyelenggarakan
pasien yang dimulai dari pengkajian sampai praktik keperawatan, perawat bertugas sebagai
dengan evaluasi dengan memperhatikan prinsip- pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan
prinsip keutuhan dimensi manusia yang disebut wewenang”. Tugas yang sebenarnya adalah
dengan holistik. Pandangan ini diperoleh sebagaimana tercantum dalam UU No. 38 tahun
berdasarkan pengetahuan mereka yang mereka 2014 tentang Keperawatan pasal 29 ayat 1 huruf
dapatkan saat menempuh pendidikan a disebutkan bahwa perawat bertugas sebagai
Hal ini sesuai dengan konsep pemberi Asuhan Keperawatan. Lebih lanjut
sebagaimana telah dijelaskan oleh Betty dijelaskan dalam pasal 32 ayat 1 bahwa
Newman dalam konsep holism-nya, yaitu pelimpahan wewenang hanya dapat diberikan
manusia adalah satu kesatuan utuh yang terdiri secara tertulis oleh tenaga medis kepada perawat.
dari bio-psiko-sosio-cultural-spiritual.13 Tata laksana pasien henti jantung
Penerapan prinsip-prinsip holistik pada pasien di diperlukan ketrampilan pemasangan infus secara
4
IGD menjadi kendala tersendiri bagi perawat. cepat untuk memasukkan obat-oabatan
Sehingga perawat memiliki persepsi bahwa emergensi. Selain itu juga CPR harus dilakukan
penerapan prinsip-prinsip holistik tidak bisa selama siklus penanganan henti jantung dan
diaplikasikan pada pasien henti jantung karena obat-obatan diberikan 3-5 menit, yaitu
pasien dalam keadaan tidak sadar. Perawat epinephrine intra vena, atau amiodarone jika
menyampaikan bahwa ada satu kebutuhan yang VT/VF sulit diterapi.15 Ini tidak hanya menjadi
tidak dimiliki oleh pasien henti jantung, yaitu tugas dokter, namun juga menjadi tugas perawat
kebutuhan psikologis. yang memiliki kompetensi ACLS. Bagi perawat
Asuhan keperawatan juga dipersepsikan yang belum memiliki sertifikat kompetensi
sebagai suatu yang merepotkan bagi perawat tersebut mungkin tidak memiliki keberanian
sendiri. Persepsi merepotkan ini timbul karena untuk melakukannya. Kompetensi ACLS
perawat merasa harus melakukan banyak hal di menjadi modal bagi perawat untuk berkolaborasi
IGD sehingga merasa direpotkan jika harus dengan dokter. Informan yang memiliki perasaan
melakukan setiap tahap proses keperawatan yang tersisih dan merasa tugasnya hanya membantu
memerlukan waktu yang lama. dokter adalah perawat yang belum memiliki
Hal tersebut bertolak belakang dengan sertifikat ACLS dan berpendidikan D3, serta
persepsi perawat di Swedia. Seperti penelitian pengalaman kerja kurang dari 10 tahun. Jenjang
yang dilakukan oleh Forsberg HH bahwa pendidikan yang masih rendah dibanding dokter
pekerjaan yang banyak merupakan bagian dari yang berpendidikan spesialis menambah

42
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

perasaan tersisih karena kompetensi yang Diagnosis keperawatan itu sendiri tidak
dimiliki juga jauh berbeda. Sehingga perasaan sebatas mengklasifikasikan tetapi harus
tersisih muncul pada diri perawat sebagai didokumentasikan dengan cara yang dapat
manifestasi kehilangan peran sebagai pemberi dimengerti oleh rekan-rekan dan anggota tim
asuhan keperawatan. kesehatan lainnya.18 Hal ini tidak dapat dilakukan
Ketidakadekuatan perumusan diagnosa oleh perawat di IGD sebab tidak ada tuntutan
keperawatan adalah ketidakmampuan perawat untuk menulis diagnosa keperawatan dalam
menentukan diagnosa keperawatan sesuai dokumentasi pasien. hal ini pulalah yang
dengan panduan yang ada. Dalam pelaksanaan menjadikan perawat akhirnya menjadi lupa
standar asuhan keperawatan perawat harus dengan diagnosa keperawatan.
melaksanakn kelima proses keperawatan yaitu Sistem layanan di IGD berbeda dengan
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, di ruang rawat inap. Di IGD dituntut memberikan
dan evaluasi. Dan diagnosa keperawatan yang pelayanan yang serba cepat, dalam situasi ini
dirumuskan harus spesifik dan dilengkapi dibutuhkan perekaman data/pencatatan yang
dengan etiologi untuk menetapkan intervensi akurat terlebih ketika pasien membutuhkan
yang sesuai.16 Hasil penelitian ini menunjukkan resusitasi, tentu setiap menit bahkan detik
bahwa ada kelemahan perawat dalam kondisi pasien cepat berubah dan hal ini
merumuskan diagnosa keperawatan. membutuhkan cara khusus dalam mencatat
Tidak adekuatnya perumusan diagnosa setiap perubahan dan terapi tersebut.19
keperawatan ini terjadi oleh banyak Pencatatan atau dokumentasi untuk
kemungkinan. Diantaranya dari hasil wawancara pasien henti jantung di IGD tidak hanya
ditemukan bahwa perawat lupa dengan kalimat dilakukan pada saat pasien masuk, namun juga
diagnose keperawatan yang benar. Hal ini terjadi berlangsung seiring dengan proses resusitasi. Hal
karena perawat tidak terbiasa melakukannya. esensi yang lain yang seharusnya dicatat saat
Sesuatu yang tidak pernah dikerjakan akan pasien datang di IGD adalah mengenai hasil-
menajadikan seseorang lupa dengan sesuatu itu. hasil pemeriksaan awal, meliputi keluhan utama,
Sebaliknya apabila sering melakukan, maka akan penggolongan triage, dan intervensi apa yang
terbiasa dan cenderung ingat. Kebiasaan yang sudah dilakukan selama di rumah atau tempat
dilakukan perawat adalah menetapkan masalah serangan jantung maupun selama proses
20
tanpa merumuskan diagnosa. transportasi.
Merumuskan diagnosa keperawatan Dokumentasi merupakan perwujudan
yang benar menuntut keterampilan berpikir kerja perawat di manapun bekerja, baik di IGD
kritis, pengetahuan ilmiah, keterampilan sosial maupun di pelayanan kesehatan lainnya.
dan pengetahuan multi-sisi tentang pasien dan Dokumentasi yang tidak efektif ditemukan
situasinya.17 Jika hal ini tidak dimiliki oleh dalam penelitian ini sebagai tema ke 4. Masalah
perawat, maka perawat akan mengalami ketidakefektivan dokumentasi merupakan hal
kesulitan terus menerus dalam merumuskan penting di IGD. Penerimaan pasien di IGD
diagnose keperawatan. merupakan cerminan pelayanan suatu rumah
sakit. Sehingga di IGD membutuhkan pelayanan

43
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

yang prima. Pasien dan keluarga akan menilai yaitu berkomunikasi kepada keluarga. Hal ini
pelayanan sejak pertama kali mereka diterima sesuai dengan konsep caring dari Kristen M.
dan dilayani di sana. Mereka akan puas jika Swanson bahwa ada enabling. Enabling berarti
pelayanan di IGD cepat dan tidak bertele-tele. kemampuan untuk memfasilitasi orang lain
Tuntutan-tuntutan pasien semacam itu juga harus untuk melalui sebuah transisi kehidupan dengan
didukung dengan sistem pelayanan yang baik memberikan informasi, penjelasan, dukungan,
pula. Sistem yang baik meliputi berbagai hal dan memahami perasaan, mencarikan sebuah solusi
sistem pendokumentasian tidak kalah pentingnya alternative, serta memberi umpan balik terhadap
dan bahkan menjadi kegiatan yang sangat apa yang diberikan kepada sesama. Hal ini
penting karena berkaitan dengan aspek legal. dilakukan perawat IGD dengan memberi
Ketidakefektivan dokumentasi ini informasi secara terbuka dan juga KIE kepada
merupakan hal yang terjadi juga di banyak rumah keluarga pasien.
sakit di Indonesia. Namun, hingga kini, masih Ketaatan yang lain adalah melakukan
banyak rumah sakit di Indonesia yang belum pemantauan kepada pasien. Perawat IGD harus
menemukan solusi yang tepat. Informan dalam melakukan evaluasi yang terkait dengan tingkat
penelitian ini menemui kendala dalam keefektivan intervensi yang telah diberikan
menyelesaikan dokumentasi yang banyak dan dengan melihat tingkat kesadaran, status
tebal. Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi hemodinamik, suara napas, pulse oximetry serta
perawat untuk melaksanakan asuhan frekuensi nadi dan irama jantung. Hal yang
keperawatan pada pasien henti jantung di IGD. menjadi pendorong bagi perawat untuk tetap
Sebab, penggunaan waktu yang cukup lama konsisten terhadap prosedur adalah dorongan
untuk menyelesaikan dokumentasi telah untuk melayani pasien dan keluarga dengan
mengurangi waktu bagi perawat untuk lebih baik.21
memperhatikan pasien. Perawat tetap berusaha menjaga
Meskipun demikian, perawat tetap keprofesionalannya agar dapat memberi
melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan pelayanan kepada pasien dan keluarga dengan
standar yang ada. Standar dimaksud di sini baik. Ini adalah wujud dari Being with, yaitu
diantaranya adalah kesesuaian terhadap respon emosional untuk berbagi dan saling
guidelines dari AHA tahun 2010. Upaya merasakan arti pengalamn hidup.22 Perawat
penyelamatan pasien ditujukan untuk mencegah memahami bahwa setiap pasien yang datang ke
berhentinya fungsi jantung karena jika otak tidak IGD memiliki tujuan yang sama yaitu
mendapatkan aliran darah, maka oksigen juga memperoleh pertolongan karena suatu
tidak akan terpebuhi. Hal ini dapat permasalahan kesehatan yang sedang
15
mengakibatkan kematian otak permanen. dialaminya. Hal ini lah yang menjadi penggerak
Ketaatan terhadap prosedur yang ada juga perawat untuk tetap konsisten atau taat terhadap
penting bagi sebuah pekerjaan. prosedur yang ada.
Hal ini menggambarkan suatu Dalam kondisi kelelahanpun tetap
komitmen yang kuat dari perawat untuk tetap dijalaninya dengan tetap memperhatikan
melaksanakan tugas-tugasnya. Ketaatan lainnya prosedur yang ada termasuk menjaga privasi. Hal

44
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

ini muncul dari diri perawat dimana perawat juga merupakan tantangan tersendiri bagi perawat.
berusaha menempatkan diri sebagai pasien yang Perawat memandanng bahwa rasa capek adalah
memiliki rasa malu. Ini juga perwujudan dari konsekuensi bekerja di IGD. Hal ini juga
caring. Dalam konteks caring terkandung dipengaruhi oleh respon senang perawat yang
makna holistik, yaitu memandang manusia menyukai pekerjaannya. Seseorang yang senang
sebagai individu yang unik, utuh dan dinamis dengan pekerjaannya, maka seseorang tersebut
dimana perawat siap dan selalu ada untuk akan cenderung menikmati pekerjaan. Lebih-
mendampingi pasien tidak hanya secara fisik lebih ada perasaan bangga yang juga
tetapi juga secara emosional.22 Dalam konteks menyertainya.
asuhan keperawatan pada pasien henti jantung, Harapan perawat secara umum adalah
perawat bertanggungjawab memberikan optimalisai pelaksanaan asuhan keperawatan.
pelayanan secara holistik baik kepada pasien Salah satu harapan tersebut adalah tersedianya
maupun keluarga pasien. Menjaga privasi pasien obat di dalam IGD. Situasi gawat darurat
adalah salah satu aspek holistik yang terkait membutuhkan akses pengambilan obat secara
dengan aspek psikologis pasien. cepat. Namun, pada situs penelitian ini, perawat
Respon psikologis lain yang muncul harus berlari menuju apotek yang terletak di luar
pada diri perawat adalah motivasi untuk ruang P1 untuk mengambil obat ketika ada
menolong. Itu diwujudkan dengan melakukan pasien hrnti jantung. Meskipun perawat bisa
tindakan-tindakan perawat seperti RJP. Tindakan melakukannya, tetapi akan lebih efektif jika
perawat adalah wujud dari doing for dan akses pengambilan obat mudah. Meskipun jarak
enabling pada struktur caring Kristen M. antara ruang P1 dengan apotek tidak terlalu jauh,
Swanson. Doing for merupakan tindakan yang namun hal ini akan mengurangi waktu perawat
dilakukan dengan usaha semaksimal mungkin beberapa menit untuk melakukan tindakan lain
untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam yang lebih bermanfaat bagi pasien.
hal ini hasil yang diharapkan perawat adalah Perawat juga berharap mendapat
berhasilnya pertolongan pasien henti jantung. pelatihan menenangkan keluarga pasien. Ujung
Dimana kriteria keberhasilan tindakannya adalah dari upaya menenangkan keluarga pasien adalah
munculnya nadi dan pernapasan pada pasien. kepuasan keluarga. Respon-respon yang cukup
Motivasi perawat untuk memberikan membuat panik merupakan hal yang
pertolongan pada pasien henti jantung juga berkontribusi menyebabkan tidak optimalnya
dipengaruhi oleh perasaan iba/kasihan. Hal ini asuhan keperawatan.Jika dalam situasi ini
sesuai dengan konsep caring dimana cara perawat mampu melayani dengan komunikasi
perawat mengasuh pasien atau merawat yang baik, maka pasien dan keluarga akan puas.20
seseorang mengandung nilai dan rasa Tetapi tidak mudah untuk
tanggungjawab dan komitmen personal.22 melaksanakan hal itu, desakan waktu yang begitu
Rasa capek tidak menjadi hambatan singkat kadang kala komunikasi menjadi kurang
bagi perawat untuk tetap berusaha melayani efektif. Komunikasi secara verbal dan non verbal
pasien dan keluarga dengan baik. Namun, justru yang tidak efektif kepada pasien diakibatkan
kebutuhan akan tenaga yang lebih tersebut karena perawat IGD mengalami ketegangan.23

45
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

Penyelamatan nyawa dan upaya-upaya menarik adalah semuanya menjadi lebih seragam
menenangkan keluarga merupakan tugas-tugas atau terstandar dan selalu cocok dengan
yang tidak bisa dielakkan oleh perawat di IGD. kebijakan yang ditentukan oleh rumah sakit.25
Oleh sebab itu diperlukan suatu pelatihan khusus Keprofesionalan antar profesi pun juga
bagi perawat agar dapat melakukan manajemen dapat terbantuk dengan metode komputerisasi.
penenangan keluarga pasien. Baik dokter, perawat maupun tenaga yang lain
Upaya menenangkan keluarga pasien akan menginput data pasien di computer,
diperlukan komunikasi yang efektif. Namun, sehingga segala informasi tentang pasien dapat
dalam hal ini perawat mengalami hambatan terekam dengan baik. Siapapun yang terlibat
bahasa terutama pasien yang berasal dari daerah dapat membuka dokumen tersebut dan
Madura. Bahasa menjadi kunci komunikasi pencatatannya pun lebih rapid an sistematis. Hal
interpersonal. Berbica adalah modalitas dasar tersebut akan mendukung komunikasi yang
komunikasi di dalam semua kultur. Masalah efektif antara dokter dengan perawat, antara
komunikasi sering terjadi karena perbedaan perawat dengan teman sejawat, dan antar profesi
bahasa, dalam situasi antar budaya perbedaan ini yang lainnya yang turut mengelola pasien
dapat menimbulkan masalah. Namun, penelitian trauma. Terlebih di IGD, maka kecepatan analisa
ini menemukan bahwa perawat tidak menjadi prioritas.
menempatkan bahasa sebagai sebuah hambatan IMPLIKASI KEPERAWATAN
melainkan tantangan. Oleh sebab itu perawat Dihasilkannya tema-tema dalam
mengharapkan adanya kesempatan belajar penelitian ini memberikan gambaran umum
bahasa dan kultur Madura yang difasilitasi oleh pelaksanaan asuhan keperawatan pad pasien
pihak rumah sakit. henti jantung di IGD. Di dalamnya termasuk
Harapan perawat yang lain adalah kesulitan perawat dan respon-respon psikologis
tersedianya sistem dokumentasi yang simpel dan serta persepsi perawat tentang asuhan
efektif dengan komputer. Penggunaan komputer keperawatan. Sehingga, hasil penelitian ini
sebagai metode pendokumentasian telah banyak memiliki kontribusi untuk mengembangkan
digunakan di negara-negara maju. Diantaranya, keilmuan terkait aplikasi penerapan tahap-tahap
Amerika, Australia, Jerman, Inggris, Kanada, proses keperawatan pada setting gawat darurat.
Prancis. Sebagai contoh END-IT (Emergency Beberapa harapan perawat juga memiliki
Nurse Department–Improvement Tool) di kontribusi untuk perbaikan pola asuhan
Pennsylvania, Computer-Based Patient Record, keperawatan di IGD.
dan Wearable Auto-Event-Recording of Medical KETERBATASAN PENELITIAN
Nursing Automatic System for Auto-Supervision. Penelitian ini memiliki keterbatasan,
Negara-negara tersebut telah merasakan manfaat yaitu peneliti tidak mengeksplorasi terkait
dari menggunakan komputer sebagai alat faktor-faktor yang mempengaruhi tercapainya
24
dokumentasi keperawatan. Diantara manfaat kondisi well being pasien, dalam hal ini adalah
yang mereka rasakan antara lain, pekerjaan tercapainya kondisi ROSC (Return Of
menjadi lebih mudah, menghemat waktu Spontaneous Circulation). Selain itu, penelitian
menulis, kesalahan dapat dicegah, dan yang ini hanya dilakukan terbatas di satu rumah sakit

46
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

yang tentunya memiliki perbedaan karakteristik Perawat IGD diharapkan perlu


dan budaya dengan rumah sakit yang lainnya. meningkatkan pengetahuan bagaimana
Sehingga hasilnya mungkin tidak dapat dijadikan merumuskan diagnosa keperawatan dan
gambaran kondisi IGD pada umumnya di pelaksanaan asuhan keperawatan dapat lebih
Indonesia. optimal.
Perlu dilakukan penelitian terkait
KESIMPULAN pengalaman perawat dalam melaksanakan
Keseluruhan proses asuhan asuhan keperawatan pada pasien henti jantung di
keperawatan pada pasien henti jantung yang IGD yang berfokus pada eksplorasi pengalaman
dilakukan oleh perawat IGD dapat dikatakan keberhasilan hingga tercapai kondisi well being
belum optimal. Belum optimalnya pelaksanaan pada pasien henti jantung.
asuhan keperawatan ini dapat dilihat dari adanya
krisis peran dalam melaksanakan asuhan DAFTAR PUSTAKA
keperawatan, adanya perasaan tidak bisa
1. Nystrom, M. (2002). Inadequate
merumuskan diagnosa keperawatan secara nursing care in an emergency care unit
adekuat, dan adanya hambatan perawat dalam in Sweden. Lack of a holistic
perspective. Journal of holistic nursing,
mendokumentasikan asuhan keperawatan. 20(4), 403-417.
Meskipun demikian perawat tetap berusaha 2. Parker, M. E., & Smith, M. C. (Eds.).
(2010). Nursing theories & nursing
menjalankan pekerjaannya sesuai prosedur yang practice (3 ed.). Philadelphia, USA:
ada, yaitu melakukan tindakan resusitasi sesuai F.A Davis Company.
3. Fawcett (Ed.). (2002). The Nurse
dengan guidelines. Perawat juga memberikan Theorist: 21st Century Update-Jean
hak-hak pasien dan keluarga. Watson. Nursing Science Quarterly
(Vol. 15).
4. Mary, K., & Maura, D. (2008). Working
SARAN in an Overcrowded Accident and
Emergency Department: Nurses'
Pihak rumah sakit diharapkan Narratives. Australian Journal of
menyusun suatu formula dokumentasi asuhan Advanced Nursing, Vol. 25, No. 2, 21-
27.
keperawatan yang cocok diaplikasikan di IGD 5. Yana, C., Weia, L., & Hua-rongb, W.
dan merepresentasikan asuhan keperawatan; (2011). The Application of Asuhan
keperawatan Optimization during
diharapkan pula pihak rumah sakit membuat Cardiopulmonary Resuscitation.
suatu sistem pendokumentasian berbasis Medical & Pharmaceutical Journal of
Chinese People’s Liberation Army.
komputer untuk memudahkan dokumentasi 6. Dezra E. J., Theresa M.A., Cathie G.E.,
sehingga perawat dapat fokus melaksanakan Angela C.P., Jorie K.D., Ellen T., Amy
C.O. (2001). Family Presence During
asuhan keperawatan. Invasive Procedures and Resuscitation:
Peningkatan kompetensi perawat perlu Hearing the Voice of the Patient.
American Journal of Nursing
difasilitasi oleh pihak rumah sakit, dalam hal ini 7. Leong B, in Ooi, S., & Manning, P.
adalah pelatihan ACLS bagi perawat di P1 yang (Eds.). (2015). Guided to the essentials
in emergency medicine (second ed.):
belum memiliki sertifikat kompetensi ACLS. National University Hospital,
Selain itu diharapkan ada pelatihan khusus untuk Singapore.
8. Sandroni, C., Nolan, J., Cavallaro, F., &
manajemen menenangkan keluarga pasien Antonelli, M. ( 2007 ). In-hospital CA:

47
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

incidence, prognosis and possible thinking in diagnostic processes in


measures to improve survival. Intensive nursing. Online Brazilian Journal of
Care Med, 33, 237-245. Nursing, 11(2).
9. Thom T, H. N., Rosamond W, Howard 18. Paans, W., Nieweg, R. M. B., Schans,
VJ, et al. (2006). American Heart C. P. v. d., & W, S. (2011). Factors
Association Statistics Committee and influencing the prevalence and accuracy
Stroke Statistics Subcommittee. Heart of nursing diagnoses. Journal of
disease and stroke statistics: 2006 Clinical Nursing, 20, 2386-2403.
update: a report from the American 19. Blair, W., & Smith, B. (2012). Nursing
Heart Association Statistics Committee Documentation: Frameworks and
and Stroke Statistics Subcommittee. . barriers. Nursing Documentation,
Circulation 2010, 113, e85-151. 41(2).
10. Nichol G, T. E., Callaway CW, Hedges 20. Berg, G. M., Spaeth, D., Lippoldt, D.,
J, Powell JL, Aufderheide TP, Rea T, Sook, C., & Burdsal, C. (2012). Trauma
Lowe R, Brown T, Dreyer J, Idris A, Patient Perceptions Of Nursing
Stiell I. (2008). Regional variation in Care.Journal of Trauma Nursing, 19(2).
out-of-hospital CA incidence and 21. Jordan K.S. (2000). Emergency
outcome. JAMA, 300, 1423-1431. Nursing Care Curriculum. Fifth Edition.
11. Braun and Clarke. (2006). Using Saunders Company. USA. p 356-358
thematic analysis in psychology. 22. Tomey, A. M & Alligood, M. R.,.
Qualitative Research in Psychology, 3 (Eds.). (2010). Nursing Theorist and
(2). pp. 77-101. ISSN 1478-0887 Their Work (7 ed.). Missouri: Mosby
12. Braun MJ. (2008). The Structures of Elsevier.
Perception: An Ecological Perspective. 23. Wiman, E., & Wikblad, K. (2003).
Kritike. Vol. 2. pp. 123-144 ISSN 1908- Caring and uncaring encounters in
7330 nursing an emergency department.
13. Kozier, E.B, Erb, G. L, et. All. Journal of Clinical Nursing, 13(Issues
Fundamental of Nursing: Concept, in clinical nursing), 422-429.
Process and Practice.5 th ed. 24. Probst, C., Paffrath, T., Krettek, C., &
California: Addison-Wesley Publ. Pape, H. C. (2006). Comparative
1995. Leach. (2008). Planning: a Update on Documentation of Trauma in
necessary step in clinical care. Journal Seven National Registries. European
of Clinical Nursing Vol. 17. p. 1728– Journal of Trauma 32.
1734 25. Krogh, G. V., & Naden, D. (2008). A
14. Forsberg, H.H, Athlin A.M., U.T. Nursing Spesific Model Of EPR
(2015). Nurses’ perceptions of Documentation : Organizational and
multitasking in the emergency Professional Requirement. Journal of
department:Effective, fun and Nursing Scholarship, 40(1), 68.
unproblematic (at least for me)–
aqualitative study. International
Emergency Nursing, 23, 59-64.
15. Neumar, R. W., Otto, C. W., Link, M.
S., Kronick, S. L., Shuster, M.,
Callaway, C. W., et al. (2011). Adult
Advanced Cardiovascular Life Support
2010 American Heart Association
Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circulation 2010,
122:S729-S767.
16. Müller-Staub, M., I, N., M.A, L., & T,
v. A. (2006). Nursing Diagnoses,
interventions and outcomes -
application and impact on nursing
practice: systematic review. Journal of
Advanced Nursing, 36(5), 514-531.
17. Gouveia, D. B. G. K., & M, d. G. O. C.
(2012). Theoretical model of critical

48

Anda mungkin juga menyukai