2 Juli 2016
Minarlin, SST.,M.Kes
(D3 Keperawatan STIKes Flora Medan)
Abstrak
Penyakit peradangan sendi, hampir selalu terdapat gejala nyeri dan kaku terutama
pada persendian. Nyeri merupakan sensasi subjektif dengan intensitas atau lokasi yang
kadang kala sulit digambarkan. Arthritis kronis menimbulkan rasa nyeri jika
persendiannya digerakkan, berbeda dengan rasa nyeri tajam pada penyakit saraf, yang
tidak bergantung pada gerakan. Pada penyakit ini, kaku pada pagi hari tidak mereda
setelah 1 atau 2 jam. Kadang-kadang kaku merupakan tanda awal penyakit ini.
Perandangan sendi lain dapat berupa nyeri dan keletihan yang semakin berat (Agoes,
2011).
Artritis rheumatoid merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga
melibatkan sendi tangan dan kaki. Secara secara simetris mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan
bagian dalam sendi (Hollman. DB, 2005).Pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan Total Sampling yaitu semua populasi dijadikan sampel
yaitu pada lansia yang ada di Ruang Mawar Rumah Sakit Malahati Medan yang
berjumlah 35 orang.
Faktor-faktor yang mempengarhi terjadinya artiritis rheumatoid pada lansia
berdasarkan jenis kelamin laki-laki mayoritas artritis rheumatoid definit sebanyak 5
orang (38,4%) dan minoritas artrititis rheumatoid probable sebanyak 2 orang (15,4%),
berdasarkan jenis kelamin perempuan mayoritas artritis rheumatoid possible sebanyak 7
orang (31,8%) dan minoritas artrititis rheumatoid definit sebanyak 3 orang (13,6%).
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya artritis rheumatoid pada lansia
berdasarkan umur mayoritas pada umur 60-74 tahun terjadi artritis rheumatoid klasik
dan minoritas pada umur 75-90 tahun artritis rheumatoid klasik. Diharapkan bagi
peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lanjut yang lebih baik dan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan yang maju sehingga diperoleh hasil yang sempurna
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya artritis rheumatoid pada lansia.
Kata kunci : Artritis rheumatoid
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Penderita artritis rheumatoid mencapai 15 % yang berusia 60 tahun keatas, banyak
dijumpai bahwa artritis rheumatoid dapat menyerang semua usia, dari anak sampai usia lanjut,
dan perbandingan wanita dan pria adalah 3 : 1 (Enny Sophie, 2009).
Penyakit ini dapat menyerang semua golongan usia. Namun, penyakit ini lebih banyak
menyerang kamu wanita, hamper tiga kali lipat dari pria, terutama usia 30-50 tahun. Artritis
rheumatoid merupakan pembengkakan pada jaringan ikat. Gangguan jenis ini kebanyakan
menyerang persendian tangan dan kaki. Artritis rheumatoid bersifat kambuhan. Penyebab
artritis rheumatoid tidak diketahui secara pasti. Diduga penyebab utamanya karena gangguan
automunitas dan berhubungan dengan faktor genetis dan infeksi yang tidak dikenal. Saat ini
arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik yang ditandai oleh poliatritis kronik yang
menyerang sendi bilateral simetris, perubahan erosi pada rontgen dan dengan gejala sistemik
(David Avedoff, 1995).
Penyakit peradangan sendi, hampir selalu terdapat gejala nyeri dan kaku terutama pada
persendian. Nyeri merupakan sensasi subjektif dengan intensitas atau lokasi yang kadang kala
sulit digambarkan. Arthritis kronis menimbulkan rasa nyeri jika persendiannya digerakkan,
berbeda dengan rasa nyeri tajam pada penyakit saraf, yang tidak bergantung pada gerakan. Pada
penyakit ini, kaku pada pagi hari tidak mereda setelah 1 atau 2 jam. Kadang-kadang kaku
merupakan tanda awal penyakit ini. Perandangan sendi lain dapat berupa nyeri dan keletihan
yang semakin berat (Agoes, 2011).
TINJAUAN PUSTAKA
Atritis Rheumatoid
Artritis rheumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik yang tidak diketahui
penyebabnya, dikarakteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membrane sinovial yang
menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan deformitas (Kushariyadi, 2011).
Menurut Hollman. DB (2005), Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun
dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian
dalam sendi.
Artritis Rematoid adalah suatu penyakit sistemik yang ditandai oleh poliatritis kronik
yang menyerang sendi bilateral simetris, perubahan erosi pada rontgen dan dengan gejala
sistemik (David Avedoff, 1995).
Jenis artritis rheumatoid
Menurut Hollman. DB (2005) ada 4 (empat) jenis artritis rheumatoid yaitu sebagai
berikut :
a. Artritis rheumatoid klasik : kaku pagi hari, nyeri pada pergerakan.
b. Artritis rheumatoid definit : pembengkakan yang disebabkan karena penebalan jaringan
lunak atau cairan.
c. Artritis rheumatoid probable : pembengkakan paling sedikit satu sendi lain dan masa bebas
gejala dari kedua sendi yang terkena tidak lebih dari tiga bulan.
d. Artritis rheumatoid possible : pembengkakan sendi yang simetris dan terkena sendi yang
sama pada kedua sisi yang timbul bersamaan.
Tanda-tanda fisik artritis rheumatoid
Menurut Agoes (2011), ada 4 (empat) tanda-tanda fisik artritis rheumatoid yaitu sebagai
berikut :
a. Pembengkakan sendi
Membran sinoval yang meradang membuat sendi menjadi sedikit membengkak dan terasa
sakit ketika disentuh. Pembengkakan yang besar dapat terjadi karena produksi cairan sendi
berlebihan, peradangan atau pendarahan.
b. Pembesaran sendi
Sendi yang membesar berbeda dengan pembengkakan sendi. Pembesaran tulang tanpa
pembengkakan sendi jika diraba akan terasa keras dan tidak sakit. Keadaan ini dijumpai
pada osteoarthritis atau artritis rheumatoid.
c. Keterbatasan gerak.
Tanda ini diperiksa dengan cara aktif yaitu dengan cara berjalan atau secara pasif yakni
dokter menggerakkan ekstremitas pasien sesuai kemmpuan maksimal pasien menggerakkan
anggota tubuhnya. Dengan membandingkan kedua gerakan gerakan tersebut, dokter akan
menyimpulkan penyebab kelemahan otot, bursitis, tendonitis atau kerusakan sendiri itu
sendiri. Gesekan sampai sendi terkadang dapat didengar dengan stetoskop.
d. Pemeriksaan tulang belakang
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien berdiri tegak kemudian membungkuk ke
depan sambil berusaha memegang ujung jari kaki dan sebaliknya yaitu dengan membuat
gerakan menekuk tulang punggung ke belakang atau menggerakkan tubuh ke kanan dan ke
kiri.
Patofisiologi Artritis Rheumatoid
Pada artritis rheumatoid, peradangan berlangsung terus menerus dan menyebarke
struktur-struktur sendi di sekitarnya termasuk tulang rawan sendi dan kapsul fibrosa sendi,
akhirnya ligamentum dan tendon ikut meradang. Peradangan ditandai oleh penimbunan sel
darah putih, pengaktifan komplemen, fagositosis ekstensif dan pembentukan jaringan parut.
Pada peradangan, membran sinovial mengalami hipertrofi dan menebal sehingga terjadi
hambatan aliran darah yang menyebabkan nekrosis sel dan respon peradangan berlanjut.
Sinovial yang menebal kemudian dilapisi oleh jaringan granular yang disebut panus. Panus
dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga semakin merangsang pandangan dan pembentukan
jaringan parut. Proses ini secara lambat merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta
deformitas (Yono, 2011)
Stadium artritis rheumatoid
Menurut Hollman. DB (2005), ada 3 (tiga) stadium artritis rheumatoid yaitu sebagai
berikut :
a. Stadium sinovisis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hipertermi,
edema karena kongestif, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak dan
kekakuan.
b. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan
sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan
gangguan fungsi secara menetap.
Pemeriksaan Penunjang Artritis Rheumatoid
Menurut Agoes (2011), ada beberapa pemeriksaan penunjang artritis rheumatoid yaitu
sebagai berikut :
a. Tes laboratorium
Dengan memeriksa cairan sendi atau kadang-kadang dengan melihat foto sinar-X, kita dapat
mengetahui adanya peradangan, infeksi oleh kuman. Dengan melihat gambaran pelvis dan
tulang belakang, ankylosing spondylitis dapat diketahui.
b. Tes antibody
Tes antibodi tertentu dapat menetapkan artritis. Tes faktor rheumatoid, suatu antibody yang
terdapat pada 70-80% pasien artritis rheumatoid, diperlukan untuk mendiagnosis artritis
rheumatoid.
c. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif darah
Tes ini merupakan ukuran selintas tentang derajat peradangan : semakin tinggi nilainya,
semakin parah peradangannya. Pasien osteoarthritis umumnya memiliki nilai yang normal,
tetapi pada pasien yang mengalami peradangan seperti artritis rheumatoid, nilai kedua
pemeriksaan tersebut meningkat.
d. Tes asam urat
Pada pasien ini, kadar asam urat darah biasanya juga meningkat.
e. Tes darah
Dengan mengacu pada hasil anamnesis, keberadaan penyakit lain seperti penyakit lyme trau
infeksi lain, dapat diperkuat dengan tes darah, termasuk artritis reaktif atau jenis artritis
infeksi lain.
Penatalaksanaan artritis rheumatoid
Pengobatan diarahkan pada upaya untuk meredakan gejala yaitu dengan kortikosteroid
dan imunosupresan. Pada prinsipnya, upaya penatalaksanaan bersifat simtomatik yaitu
mencegah terjadinya flares, mengurangi keparahan dan mempersingkat waktu timbulnya flares.
Pengobatan berdasarkan sistem alat tubuh yang terkena dan intensitasnya harus diukur agar
tujuan pengobatan berhasil. Penyakit dengan gejala yang ringan dan berulang tidak memerlukan
pengobatan. Jika diperlukan, pasien dapat diberikan antiinflamasi dan anti malaria.
Pengobatan farmakologis penyakit radang sendi dapat dibagi atas pemberian analgetik,
anti inflamasi non-steroid, kortikosteroid dan obat anti reumatik. Untuk mengatasi nyeri, obat
analgetik seperti asetaminofen dan anti inflamasi nonsteroid seperti ibuprofen, sering dianjurkan
(Agoes, 2011)
angsur dan dapat mencegah terjadinya komplikasi sehingga prevalensi penderita arthritis
rhematoid dapat diturunkan dan umur harapan hidup bangsa semakin meningkat.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan mengambarkan faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya artritis rheumatoid pada lansia di Ruang Mawar Rumah
Sakit Malahayati Medan..
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Malahayati Medan.
Sampel Penelitian
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Total Sampling
yaitu semua populasi dijadikan sampel yaitu pada lansia yang ada di Ruang Mawar Rumah
Sakit Malahati Medan yang berjumlah 35 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah dengan
menggunakan data sekunder yang di ambil dari data medical record.
Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Data yang telah di kumpulkan di olah dengan langkah sebagai berikut :
a. Editing (pemeriksaan data)
Lakukan pengecekan kelengkapan data-data yang telah terkumpul, bila terdapat kesalahan
atau kekurangan dalam pengumpulan data maka akan di perbaiki dan dilakukan pendataan
ulang.
b. Coding (pemberian kode)
Coding adalah memberikan tanda tertentu atau kode pada data yang tercatat dalam kartu
registrasi.
c. Tabulating (Pemasukan data ke dalam tabel)
Data yang telah lengkap sesuai dengan pariabel yang di butuhkan lalu dimasukkan ke dalam
tabel-tabel distribusi.
2. Analisa Data
Data yang dikumpulkan di analisa secara deskriptif dengan melihat persentase data
yang dikumpulkan dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi,kemudian
dicari besarnya persentase untuk masing-masing jawaban responden dari sini diambil satu
kesimpulan.
Hasil penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya artritis rheumatoid pada lansia di
Ruang Mawar Rumah Sakit Malahati Medan yang berjumlah 35 orang sebagai berikut :
Table .1
Distribusi Frekuensi Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Artritis Rheumatoid
Pada Lansia di Ruang Mawar Rumah Sakit Malahayati Medan
No Variabel Jumlah (n) Persentase (%)
1. Artritis Rheumatoid
a. Klasik 9 25,7
b. Definit 8 22,9
c. Propable 8 22,9
d. Posibble 10 28,5
Total 35 100
2 Umur
a. Laki- Laki 13 37,1
b. Perempuan 22 45,7
Total 35 100
3 Jenis Kelamin
a. Laki- Laki 13 37,1
b. Perempuan 22 62,9
Total 35 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari segi artritis rheumatoid responden
dengan artritis rheumatoid klasik sebanyak 9 orang (25.7%), responden dengan artritis
rheumatoid definit sebanyak 8 orang (22.9%), sedangkan responden dengan artritis rheumatoid
probable sebanyak 8 orang (22.9%) dan responden dengan artritis rehumatoid possible sebanyak
10 orang (28.5%). Dari segi umur responden yang berumur 60 -74 tahun sebanyak 19 orang
(54.3%), sedangkan responden yang berumur 75-90 tahun sebanyak 16 orang (45.7%). Dari segi
jenis kelamin responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (37,1%), dan
responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 22 orang (62,9%).
Table .2
Distribusi Frekuensi Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Artritis Rheumatoid
Pada Lansia Berdasarkan Umur di Ruang Mawar Rumah Sakit Malahayati Medan
Artritis Rheumatoid Persentase
No Umur Klasik Definit Probable Possible (%)
n % n % n % n % N %
1 60-74 tahun 8 42.1 2 10.5 4 21.2 5 26.3 19 100
2 75-90 tahun 1 6.3 6 37.5 4 25 5 31.2 16 100
Table .3
Distribusi Frekuensi Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Artritis Rheumatoid
Pada Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Mawar Rumah
Sakit Malahayati Medan
Artritis Rheumatoid Persentase
Jenis
No Klasik Definit Probable Possible (%)
Kelamin
n % n % n % n % N %
1 Laki-laki 3 23,1 5 38,4 2 15,4 3 23,1 13 100
2 Perempuan 6 27,3 3 13,6 6 27,3 7 31,8 22 100
DAFTAR PUSTAKA
Indriasari, D, 2010. 100% Sembuh Tanpa Dokter, A-Z Deteksi, Obat dan Cegah Penyakit.
Pustaka Grahatama, Yogyakarta.
Kushariyadi, 2010. Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika, Jakarta.
Muhammad, N, 2010. Tanya Jawab Kesehatan Harian Untuk Lansia, Tunas Publishing,
Jogjakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta.
Wijayakusuma, H, M,H, 2008. Atasi Asam Urat dan Rematik, Ala Hembing. Puspa Swara,
Jakarta.