HIPERTENSI
Disusun oleh :
dr. Gadis Sativa
Pendamping :
dr. Alexander Bramukhair
A. Latar Belakang
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi.
Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam
tubuh. Tekanan darah selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri,
arteriola, kapiler dan sistem vena, sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap,
Jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi, maka terjadilah gangguan pada sistem
transportasi oksigen, karbondioksida, dan hasil-hasil metabolisme lainnya. Terdapat dua
macam kelainan tekanan darah darah, antara lain yang dikenal sebagai hipertensi atau
tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah.
Hipertensi telah menjadi penyakit yang menjadi perhatian di banyak Negara di dunia,
karena hipertensi seringkali menjadi penyakit tidak menular nomor satu di banyak negara.
Tekanan darah tinggi, atau yang sering disebut dengan hipertensi, merupakan salah satu
faktor risiko penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi dan kematian yang cukup tinggi
terutama di negara-negara maju dan di daerah perkotaan di negara berkembang, sepertinya
halnya di Indonesia. Hipertensi disebabkan oleh adanya tekanan darah yang tinggi melebihi
normalnya. Hipertensi dikenal juga sebagai silent killer atau pembunuh terselubung yang
tidak menimbulkan gejala atau asimptomatik seperti penyakit lain. Pada umumnya, sebagian
penderita tidak mengetahui bahwa dirinya menderita tekanan darah tinggi. Oleh sebab itu
sering ditemukan secara kebetulan pada waktu penderita datang ke dokter untuk memeriksa
penyakit lain. Kenaikan tekanan darah tidak atau jarang menimbulkan gejala-gejala yang
spesifik. Pengaruh patologik hipertensi sering tidak menunjukkan tanda-tanda selama
beberapa tahun setelah terjadi hipertensi.
Hipertensi merupakan salah satu kasus kardiovaskular yang banyak dijumpai. Lima
puluh juta penduduk AS memiliki hipertensi. Dari jumlah tersebut 68% menyadari diagnosis
penyakit mereka, 53% menerima pengobatan, dan 27% dipanatau pada nilai ambang batas
140/90 mmHg. Jumlah individu yang mengalami hipertensi meningkat sejalan dengan
meningkatnya usia dan hal ini lebih banyak dijumpai pada orang kulit hitam dibandingkan
orang kulit putih. Laju mortalitas untuk stroke dan penyakit jantung koroner yang merupakan
komplikasi utama hipertensi, telah menurun sampai 60 % dalam 3 dekade terakhir, akan
tetapi sekarang laju tersebut menetap.
Menurut Boedhi-Darmojo (2001) di Indonesia angka prevalensi hipertensi berkisar
antara 0,65-28,6%, Biasanya kasus terbanyak ada pada daerah perkotaan. Angka tertinggi
tercatat di daerah Sukabumi, diikuti daerah Silungkang, Sumatera barat (19,4%) serta yang
terendah didaerah lembah Bariem, Irian Jaya.
Hasil penelitian Zamhir (2004) menunjukkan prevalensi hipertensi di Pulau Jawa
41,9%, dengan kisaran di masing-masing provinsi 36,6%-47,7%. Prevalensi di perkotaan
39,9% (37,0%-45,8%) dan di perdesaan 44,1% (36,2%-51,7%). Semarang sebagai ibukota
provinsi Jawa tengah memiliki angka prevalensi sebesar 8,2% dari berbagai profesi. Menurut
hasil kegiatan Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2007, menyebutkan bahwa Penyakit
tidak menular saat ini sangat mempengaruhi kesehatan populasi penduduk khususnya Kota
Semarang, mengingat gaya hidup tidak sehat sudah banyak dipraktekkan diperkotaan seperti
kota semarang. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya kasus hipertensi di kota Semarang
sebesar 8,4% pada tahun 2007, data lain menunjukkan bahwa kasus hipertensi dari tahun
2003 sampai 2007 terjadi kenaikan sebesar 4 kali. Disamping itu, hipertensi esensial
menempati kedudukan pertama selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2003 sampai 2007
sebagai penyakit tidak menular yang banyak dilaporkan di kota Semarang. Data pendukung
lain menunjukkan angka kematian karena penyakit tidak menular dari tahun 2007 meningkat
tajam dibanding tahun 2003, untuk Hipertensi pada tahun 2007 terjadi kenaikan 3 kali
dibanding tahun 2003, dan merupakan urutan ketiga dari angka kematian di kota Semarang
tahun 2003-2007.
Pada tulisan ini akan disajikan kasus seorang perempuan dengan hipertensi stage II
yang mendapatkan perawatan rawat inap di RSI Kendal.
B. Tujuan
Pada laporan kasus ini disajikan kasus ”Seorang Perempuan 53 tahun dengan
hipertensi stage II” Penyajian kasus ini bertujuan untuk mempelajari lebih dalam tentang cara
mendiagnosis dan mengelola penderita dengan penyakit tersebut diatas.
C. Manfaat
Penulisan portofolio ini diharapkan dapat membantu para dokter untuk dalam
menegakkan diagnosis dan melakukan pengelolaan kasus hipertensi.
BAB 2
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny. K
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kedungasri, Ringinarum
No. RM : 00169081
Tanggal Periksa: 20 Juli 2015
B. SUBYEKTIF – ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien tanggal 20 Juli 2015 pk 14.15 WIB di Bangsal Abubakar
C. OBJEKTIF
1. PEMERIKSAAN FISIK
Abdomen: I : Datar
A : bising usus (+) normal
Pe : timpani (+), nyeri ketuk (-)
Pa : Nyeri tekan (-)
2. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
3. PEMERIKSAAN EKG:
Normo Sinus Rhytym
D. ASSESSMENT
Hipertensi stage II + parestesia + dislipidemia
E. PLAN
HIPERTENSI
Definisi hipertensi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat
istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi
adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma
arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis.
Hipertensi merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi
peningkatan tekanan darah dari normal. Kriteria hipertensi mengacu pada sistem klasifikasi
yang ada saat ini yaitu JNC 7. Klasifikasi hipertensi penting adanya untuk penentuan
diagnosis dan kebijakan praktisi dalam penanganan tekanan darah tinggi yang optimal
mengingat komplikasi yang ditimbulkan.
Klasifikasi hipertensi
Menurut JNC 7, tekanan darah dibagi dalam 4 klasifikasi yakni normal, pre-
hipertensi, ,hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2 (Tabel 1). Klasifikasi ini berdasarkan
pada nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah yang baik, yang
pemeriksaannya dilakukan pada posisi duduk dalam setiap kunjungan berobat.
Tabel.1 Klasifikasi dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi pada Orang Dewasa
Klasifikasi Tekanan Tekanan Modifikasi Obat Awal
Tekanan Darah Darah Gaya Hidup Tanpa indikasi Dengan
Darah Sistolik Diastolik Indikasi
(mmhg) (mmhg)
Normal <120 < 80 Anjuran Tidak perlu Gunakan obat
Pre Hipertensi 120 – 139 80 – 89 Ya menggunakan obat yang spesifik
anti hipertensi dengan indikasi
(risiko)
Hipertensi 140 – 159 90 – 99 Ya Untuk semua kasus Gunakan obat
Stage I gunakan diuretik yang spesifik
jenis thiazide dengan dengan indikasi
pertimbangan ACEi, (risiko).
ARB, BB, CCB, Kemudian
atau kombinasikan tambahkan
Hipertensi ≥ 160 ≥ 100 Ya Gunakan kombinasi dengan obat
Stage II 2 obat ( biasanya anti hipertensi
diuretik jenis (diuretik,
thiazide) dan ACEi, ARB,
ACEi/ARB/BB/CCB BB, CCB)
seperti yang
dibutuhkan
Pasien dengan pre-hipertensi memiliki resiko dua kali lipat untuk berkembang
menjadi hipertensi. Dimana berdasarkan dari tabel tersebut, diakui perlu adanya peningkatan
edukasi pada tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai modifikasi gaya hidup dalam
rangka menurunkan dan mencegah perkembangan tekanan darah ke arah hipertensi.
Modifikasi gayahidup merupakan salah satu strategi dalam pencapaian tekanan darah target,
mengingat hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang disebabkan oleh
perilaku gaya hidup yang salah.
PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Patogenesis hipertensi esensial multifaktorial dan sangat kompleks. Berbagai faktor
mempengaruhi tekanan darah dalam tubuh dalam rangka mempertahankan perfusi jaringan,
termasuk di dalamnya mediator humoral, reaktivitas vaskular, volume darah yang
bersirkulasi, diameter pembuluh darah, viskositas darah, cardiac output, elastisitas pembuluh
darah dan stimulasi neural.
Proses terjadinya hipertensi esensial dimulai dari suatu proses peningkatan tekanan
darah yang asimptomatik yang berkembang menjadi hipertensi persisten dimana terjadi
kerusakan pada aorta dan arteri – arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan sistem saraf pusat.
Progresivitas dimulai dari suatu kondisi prehipertensi pada individu sekitar usia 10 – 30 tahun
yang berkembang menjadi awal hipertensi di usia 20 – 40 tahun, menjadi hipertensi yang
nyata pada usia 30 – 40 tahun dan mulai muncul komplikasi pada usia 40 – 60 tahun.
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
2. Terapi Farmakologi
Terdapat beberapa data hasil percobaan klinik yang membuktikan bahwa semua kelas
obat antihipertensi, seperti angiotensin converting enzim inhibitor (ACEI), angiotensin
reseptor bloker (ARB), beta-bloker (BB), kalsium chanel bloker (CCB), dan diuretik
jenistiazide, dapat menurunkan komplikasi hipertensi yang berupa kerusakan organ target.
Diuretik jenis tiazide telah menjadi dasar pengobatan antihipertensi pada hampir semua hasil
percobaan. Percobaan-percobaan tersebut sesuai dengan percobaan yang telah dipublikasikan
baru-baru ini oleh ALLHAT (Anti hipertensive and Lipid Lowering Treatment to Prevent
Heart Attack Trial), yang juga memperlihatkan bahwa diuretik tidak dapat dibandingkan
dengan kelas antihipertensi lainnya dalam pencegahan komplikasi kardiovaskuler. Selain itu,
diuretik meningkatkan khasiat penggunaan regimen obat antihipertensi kombinasi, yang
dapat digunakan dalam mencapai tekanan darah target, dan lebih bermanfaat jika
dibandingkan dengan agen obat antihipertensi lainnya. Obat diuretik jenis tiazide harus
digunakan sebagai pengobatan awal pada semua pasiendengan hipertensi, baik penggunaan
secara tunggal maupun secara kombinasi dengan satukelas antihipertensi lainnya (ACEI,
ARB, BB, CCB) yang memperlihatkan manfaat penggunaannya pada hasil percobaan random
terkontrol.
Jika salah satu obat tidak dapat ditoleransi atau kontraindikasi, sedangkan kelas
lainnya memperlihatkan khasiat dapat menurunkan resiko kardiovaskuler, obat yang
ditoleransi tersebut harus diganti dengan jenis obat dari kelas berkhasiat tersebut. Sebagian
besar pasien yang mengidap hipertensi akan membutuhkan dua atau lebih obat antihipertensi
untuk mendapatkan sasaran tekanan darah yang seharusnya. Penambahan obat kedua dari
kelas yang berbeda harus dilakukan ketika penggunaan obat tunggal dengan dosis adekuat
gagal mencapai tekanan darah target. Ketika tekanan darah lebih dari 20/10mmHg di atas
tekanan darah target, harus dipertimbangkan pemberian terapi dengan duakelas obat,
keduanya bisa dengan resep yang berbeda atau dalam dosis kombinasi yang telahdisatukan
(tabel 3). Pemberian obat dengan lebih dari satu kelas obat dapat meningkatkan kemungkinan
pencapaian tekanan darah target pada beberapa waktu yang tepat, namun harustetap
memperhatikan resiko hipotensi ortostatik utamanya pada pasien dengan diabetes,disfungsi
autonom, dan pada beberapa orang yang berumur lebih tua. Penggunaan obat-obat generik
harus dipertimbangkan untuk mengurangi biaya pengobatan.
Saat obat antihipertensi telah diberikan, pasien diharuskan kembali untuk follow up
paling tidak dalam interval sebulan sekali sampai tekanan darah target tercapai. Kunjungan
yang lebih sering dibutuhkan untuk pasien dengan kategori hipertensi stage 2 atau jika
disertaidengan komplikasi penyakit penyerta. Pemeriksaan kadar serum kalium dan kreatinin
harus dilakukan paling tidak sebanyak 1-2 kali pertahun. Setelah tekanan darah mencapai
target dan stabil, follow up dan kunjungan harus dilakukan dalam interval 3-6 bulan sekali.
Penyakit penyerta seperti gagal jantung, dan diabetes dapat mempengaruhi frekuensi jumlah
kunjungan. Faktor resiko penyakit kardiovaskuler lainnya harus diobati untuk mendapatkan
nilai tekanan darah target, dan penghindaran penggunaan tembakau harus dilakukan.
Penggunaan aspirin dosis rendah dilakukan hanya ketika tekanan darah terkontrol, oleh
karena resiko stroke hemoragik yang meningkat pada pasien dengan hipertensi
tidak terkontrol.
BAB 4
PEMBAHASAN