Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, yang maha mengetahui dan maha melihat hamba-

hambanya. Alhamdulillah karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat

menyelesaikan tugas makalah Ulumul Qur’an ini. Adapun maksud dan tujuan kami disini

yaitu menyajikan beberapa hal yang menjadi materi dari makalah kami. Makalah ini

membahas mengenai “Sejarah Turunnya, Penulisan dan Penghafalan Al-Qur’an”.

Makalah ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti untuk para pembacanya.

Kami menyadari bahwa didalam makalah kami ini masih banyak kekurangan,

kami mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami agar lebih

baik dan dapat berguna semaksimal mungkin. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih

kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan dan penyempurnaan

makalah ini.

Medan, 12 September 2018

Penulisan

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ 1


BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 3
BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................... 5
A. Sejarah Turunnya Al-Qur’an ....................................................... 5
1. Pengertian Al-Qur’an Secara Etimologi ................................ 5
2. Pengertian Al-Qur’an Secara Terminologi ............................ 6
3. Proses Turunnya Al-Qur’an ................................................... 7

B. Proses Penulisan Al-Qur’an ......................................................... 9


1. Pada Masa Nabi Muhammad SAW ....................................... 9
2. Pada Masa Khulafa’urrasyidin ............................................... 10

C. Proses Penghafalan Al-Qur’an ..................................................... 11


D. Pemeliharaan Al-Qur’an .............................................................. 12
1. Penjelasan Pemeliharaan Al-Qur’an ...................................... 12
2. Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Nabi SAW ................... 13
3. Pemeliharaan Pada Masa Khulafa’urrasyidin ........................ 14

BAB III. PENUTUP ........................................................................................ 17


A. Kesimpulan ................................................................................. 17
B. Saran ........................................................................................... 17

Daftar Pustaka ...................................................................................................... 18

2
BAB I

PENDAHULUAN

Al-Qur’an turun tidak dalam suatu ruang dan waktu yang hampa nila,melainkan

didalam masyarakat yang sarat dengan berbagai nilai budaya dan religius.Dikawasan-

kawasan timur tengah ketika itu sudah ada 3 kekuatan yang cukup berpengaruh yaitu romawi

Kristen,Persia Zoroaster,dan kerjaan-kerajaan kecil diArabia selatan dengan beradaban yang

keras seperti kerajaan himyar pada abad ke-6. Sistem-sistem social kemasyarakatan dan

lembaga-lembaga pemerintahan sudah dikenal dikawasan tersebut. Beberapa daerah arab

yang menjadi kawasan penyangga ketika itu berada dibawah pengaruh imperium

besar,Byzantium dan Persia.Disebelah utara agak kebarat ada gas an yang berada dibawah

pengaruh Byzantium.Sementara sebelah utara agak ke timur ada hira yang berada dipengaruh

Persia. Daerah-daerah penyangga ini membuat hijaz dan thaif dibagian selatan yang dikenal

juga sebagai basis perjuangan nabi,tidak terdapat pengaruh politik secara langsung dari kedua

imperium tersebut. Kehadiran islam dikawasan ini bias dilihat sebagai kelanjutan tradisi

agama-agama monoteistik (yahudi/Kristen). Agama-agama ini menurut fazrul Rahman telah

berjasa dalam melakukan proses peragian (fermentasion proses). Islam tidak dirasakan

sebagai sesuatu yang terlalu asing dinegeri arab,karena monoteisme yang merupakan inti

ajarannya telah dikenal luas diwilayah jajahan-jajahan imperium romawi timur (Byzantium).

Al-Qur’an turun dalam kurun waktu 23 tahun yang dapat dibagi kepada dua fase,yaitu

ayat-ayat yang turun dimekah sebelum hijrah (makkiah) dan ayat-ayat yang turun sesudah

nabi hijrah kemadinah (madaniah). Semua ini membuktikan adanya hubungan dialektis

dengan ruang dan waktu ketika ia diturunkan. Dengan demikian studi tentang al-quran tidak

bias dilepaskan dari konteks kesejaraannya,yang meliputi nilai-nilai sosial, budaya, politik,

ekonomi, dan nilai-nilai religius yang hidup ketika itu sebagai kitab suci yang menghadapi

3
masyarakat dengan kebudayaan dan peradaban terus berkembang dan maju,didalamnya

terdapat ayat-ayat kealaman dan kemasyarakatan. Ayat-ayat ini dapat dijadikan

pedoma,motivasi dan etika dalam rekayasa masyarakat dan rekayasa teknik. Rekayasa

masyarakat adalah penciptaan tatanan kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi objektif

setiap komunitas masyarakat dengan tetap bersendi kepada prinsip-prinsip umum yang

ditetapkan al-Qur’an. Substansi ajaran al-Qur’an tidak bermaksud menciptakan masyarakat

seragam diseluruh belahan bumi dan disepanjang masa,tetapi memberikan prinsip-prinsip

umum yang memungkinkan terwujudnya pola keseimbangan hiudup didalam masyarakat

tertentu dan pada gilirannya suasana ketentraman dibawah ridha tuhan,atau menurut istilah

al-Qur’an terciptanya baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur.

Ungkapan ulumul Quran berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata ulum dan Al-

Qur’an. Kata ulum merupakan bentuk jamak dari kata ilmu. Ilmu yang dimaksud disini

sebagaimana didefinisikan abu syahbah,adalah sejumlah materi pembahasan yang dibatasi

kesatuan tema atau tujuan. Adapun al-Qur’an,sebagaimana didefinisikan ulama ushul,ulama

fiqih,dan ulama bahasa adalah kalam allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya,Muhammad

SAW. Yang lafaz-lafazNya mengandung mukjizat,membacanya mempunyai nilai ibadah,dan

diturunkan secara mutawatir. Ulumul Qur’an adalah ilmu (pembahasan) yang berkaitan

dengan al-Qur’an.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH TURUN NYA AL-QURAN

1. Pengertian Al-Qur’an secara etimologi

Para ulama telah berbeda pendapat di dalam menjelaskan kata al Qur’an dari

sisi: derivasi (isytiqaq), cara melafalkan (apakah memakai hamzah atau tidak), dan

apakah dia merupakan kata sifat atau kata jadian. Para ulama yang mengatakan

bahwa cara melafalkannya menggunakan hamzah pun telah terpecah menjadi dua

pendapat :

a. Sebagian dari mereka, diantaranya Al-Lihyani, berkata bahwa kata “Al-

Qur’an” merupakan kata jadian dari kata dasar “qara’a” (membaca)

sebagaimana kata rujhan dan ghufran. Kata jadian ini kemudian dijadikan

sebagai nama bagi firman allah yang dituurunkan kepada Nabi kita

Muhammad SAW. Penamaan ini termasuk ke dalam kategori “tasmiyah al-

maf’ul bi al-mashdar”( penamaan isim maf’ul dengan isim mashdar). Mereka

merujuk firman Allah pada Q.S Al- Qiyamah [75] ayat 17-18:

Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di

dadamu) dan ( membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai

membacakannya,maka ikutilah bacaannya itu.”

b. Sebagian dari mereka, di antaranya Al-Zujaj, menjelaskan bahwa kata “Al –

Qur’an” merupakan kata sifat yang berasal dari kata dasar”al-qar”yang artinya

menghimpun. Kata sifat ini kemudian dijadikan nama bagi firman Allah yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,karena kitab itu menghimpun

surat,ayat, kisah, perintah, dan larangan. Atau karena ini menghimpun kitab

kitab suci sebelumnya.

5
Para ulama yang mengatakan bahwa cara melafalkan kata “Al-Qur’an” dengan tidak

menggunakan hamzah pun terpecah menjadi dua kelompok:

a. Sebagian dari mereka, di antaranya adalah Al-Asy’ari, mengatakan bahwa kata

Al-Qur’an diambil dari kata kerja “qarana”(menyatakan) karena Al-Qur’an

menyertakan surat, ayat, dan huruf-huruf.

b. Al-Farra’ menjelaskan bahwa kata “Al- Qur’an” diambil dari kata dasar

“qara’in”(pemuat) karena Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat yang saling

menguatkan, dan terdapat kemiripan antara satu ayat dan ayat-ayat lainnya.

Pendapat lain bahwa Al-Qur’an sudah merupakan sebuah nama personal (al-‘alam asy-

syakhsyi), bukan merupakan derivasi, bagi kitab yang telah diturunkan kepada Muhammad

SAW. Para ulama telah menjelaskan bahwa penamaan itu menunjukan bahwa Al-Qur’an

telah menghimpun intisari kitab-kitab Allah yang lain, bahkan seluruh ilmu yang ada.

2. Pengertian Al-quran secara terminologi

 Menurut Manna’ Al-Qaththan : Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW, dan membacanya memperoleh pahala.

 Menurut Al-Jurjani : Yang Diturunkan kepada Rasulullah SAW, yang

ditulis di dalam mushaf dan yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa

keraguan.

 Menurut Abu Syahbah : Kitab Allah yang diturunkan-baik lafazh maupun

maknanya- kepada nabi terakhir, yang diriwayatkan secara mutawatir,

yakni penuh kepastian dan keyakinan, yang di tulis pada mushaf mulai

dari surat Al-Fatihah sampai An-Nas.

 Menurut Kalangan Pakar Ushul Fiqih, Fiqih, dan Bahasa Arab : Kalam

Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW, yang lafazh

6
nya mengandung mukjizat, membacanya bernilai ibadah, yang diturunkan

secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-

Farihah sampai surat An-Nas.1)

3. Proses Turunnya Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai wahyu ilahi disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui

proses yang disebut inzal, yaitu proses perwujudan Al-Qur’an(Izhhar Al-Qur’am) dengan

cara Allah mengajarkan kepada malaikat Jibril kemudian Jibril menyampaikannya kepada

Nabi Muhammad.

Terdapat beberpa pendapat mengenai proses turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad

SAW, antara lain sebagai berikut:

1. Al-Qur’an di turunkan sekaligus ke al-lawh al-mahfuzh, sebagaimana firman allah

dalam Qur’an surah Al-Buruj/85:21-22.

2. Al-qur’an diturunkan ke al-lawh al-mahfuzh kelangit bumi sekaligus kemudian

diturunkan berangsur-angsur kepada nabi mummad selama 23 tahun sebagaimana

firmannya dalam Q,s al-Baqarah/2:185.

Bentuk lahir al-Qur’an berbahasa arab, karena itu kedudukan bahasa arab menjadi penting.

Bahasa arab dimuliakan bukan karena ia sebagai bahasa kultural atau bahsa ilmiah, sebab

dalam hal ini bahsa persia juga memegang peranan penting tetapi tidak sama posisinya

dengan bahasa arab.

Jumhur ulama berpendapat bahwa Al-Qur’an di turunkan kepada Nabi Muhammad

selama kurang lebih 23 tahun. Al-Quran mulai diturunkan ketika Nabi Muhammad sedang

berkhalwat seorang diri di gua Hira pada malam senin tanggal 17 Ramadhan tahun 41 dari

kelahiran bertepatan tanggal 6 Agustus 610M.

1) Anwar Rosihon, Ulumul Qur’an, pustaka setia, Bandung, 2000. Hlm.29-33.

7
Masa turunnya Al-Qur’an dapat dibagi kedalam dua periode. Periode pertama disebut

periode Makkiyah, yaitu masa ayat-ayat yang turun ketika Nabi Muhammad masih bermukim

di Mekah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari, persisnya sejak 17 Ramadhan tahun 41 dari

kelahiran Nabi sampai permulaan Rabi’ul awal tahun 54 dari kelahiran Nabi. Periode ke dua

disebut periode Madaniyah, yaitu masa ayat-ayat yang turun setelah Nabi hijah ke Madinah,

yaitu selama 9 tahun 9 bulan 9 hari persisnya dari permulaan Rabi’ul awal tahun 54 dari

kelahiran Nabi sampai 9 zulhijah tahun 63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 Hijriyah.

Diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun,

menandakan bahwa Al-Qur’an mempunyai hubungan dialektis dengan situasi dan tempat ia

diturunkan. Tentu saja Al-Qur’an bukan hanya memberi petunjuk bagi masyarakat tempat ia

diturunkan, tetapi juga untuk masyarakat sepanjang masa dan ditempat mana pun. Karena

itulah, ajaran al-Qur’an bersifat universal.

Turunnya al- Qur’an secara berangsur-angsur mempunyai beberapa hikmah. Menurut

Manna’ al-Qattan sebagai berikut:

1. Untuk meneguhkan hati Nabi Muhammad saw. Mengingat watak keras masyarakat

yang dihadapi Nabi, dengan turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur memperkuat

hati Nabi. Tidak sedikit ayat yang secara langsung meminta Nabi untuk bersabar

dalam mengembangkan misinya, seperti Q.s al-An’am/6:33-34 dan Q.s al-

Ahqaf/46:35.

2. Sebagai mu’jizat. Mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi Nabi dari kaum

kafir, termasuk pertanyaan-pertanyaan yang bernada memojokkan, seperti tentang

hal-hal gaib, Nabi merasa terbantu dengan turunnya ayat yang menjelaskan

pertanyaan tersebut. Hal ini juga diakui dalam Q.s al- Furqon/25:33

8
3. Untuk memudahkan hafalan dan pemahaman al- Qur’an. Sekiranya al-Qur’an turun

sekaligus, sulit untuk segera dihafal dan dipahami isinya.

4. Untuk menerapkan hokum secara bertahap. Penghapusan beberapa tradisi masyarakat

arab secara serentak amat sulit. Dengan proses dan pentahapan, lambat laun

masyarakat tersebut lebih bisa menerima hokum-hukum dari al- Qur’an.

5. Sebagai bukti bahwa al-Qur’an adalah bukan rekayasa nabi Muhammad atau manusia

biasa. Sekalipun rangkaian ayat-ayat-nya turun selama 23 tahun, tetapi kandungan nya

tetap konsisten secara keseluruhan.2)

B. PROSES PENULISAN AL-QUR’AN

1. Pada Masa Nabi Muhammad SAW

Proses penulisan al-Qur’an sangat sederhana. Mereka menggunakan alat tulis

sederhana berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang-belulang, dan batu.

Diantara factor yang mendorong penulisan al-Quran pada masa Nabi adalah:

a. Mem-back-up hapalan yang telah dilakukan oleh nabi dan para

sahabatnya,

b. Mem presentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena

bertolak dari hapalan para sahabat saja tidak cukup karena terkadang

mereka lupa atau sebagian dari mereka sudah wafat. Adapun tulisan akan

tetap terpelihara walaupun pada masa Nabi, al-Quran tidak ditulis ditempat

tertentu.

2) Shihab M.Quraish, Sejarah & Ulum Al-Qur’an, pustaka firdaus, Jakarta, 1999. Hlm.18-21.

9
Uraian diatas memperlihatkan bahwa karakteristik penulisan al-Quran pada

masa Nabi adalah bahwa al-Quran ditulis tidak pada satu tempat melainkan

pada tempat yang terpisah-pisah.

2. Pada masa Khulafa’ Al-Rasyidin

a. Pada masa Abu Bakar SH – siddiq

Pada dasarnya seluruh al-Quran sudah ditulis pada waktu Nabi masih

ada. Hanya saja pada saat itu surat-surat dan ay at-ayatnya ditulis

dengan terpencar pencar. Dan orang yang pertama kali menyusun-nya

dalam satu mushaf adalah Abu-Bakar as-siddiq oleh karena itu, Abu-

Bakar Abdillah Al- Muhasibi berkata didalam kitabnya, fahm As –

sunan , ” penulisan al-Quran bukanlah sesuatu yang baru sebab,

Rasulullah pernah memerintahkan nya hanya saja, saat itu tulisan al-

Qur’an terpencar-pencar pada pelepah kurma, batu halus, kulit, tulang

unta, dan bantalan dari kayu.

b. Pada masa Utsman bin Affan

Penjelasan tradisional, berupa hadis nabi yang diriwayatkan Al-

Bukhari, tentang alasan yang menyebabkan diambil langkah

selanjutnya dalam menetapkan bentuk al-Quran menyiratkan bahwa

perbedaan-perbedaan serius dalam qira’at( cara membaca) al-Quran

terdapat dalam salinan-salinan al-Quran yang ada pada masa Utsman

bin Affan diberbagai wilayah. Dikisahkan kepada kita bahwa selama

pengiriman ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan, perselisihan

tentang bacaan al-Quran muncul di kalangan tentara-tentara muslim,

yang sebagian nya direkrut dari Syiriah sebagian lagi dari Irak.

10
Az-zarqani mengemukakan pedoman pelaksanaan tugas yang diemban oleh Zaid bin T sabit

sebagai berikut:

a. Tidak menulisa sesuatu dalam mushaf , kecuali telah diyakini bahwa itu adalah ayat al-

Quran yang dibaca nabi pada pemeriksaan Jibril dan tilawah –nya tidak mansukh.

b. Untuk menjamin ketujuh huruf turunnya al-Qur’an , tulisan mushaf bebas dari titik dan

syakal.

c. Lafazh yang tidak dibaca dengan bermacam-macam bacaan ditulis dengan bentuk unik,

sedangkan lafazh yang dibaca dengan lebih satu qira’at ditulis dengan Rasm yang berbeda

pada tiap-tiap mushaf.

d. Berkaitan dengan terjadinya perbedaan mengenai bahasa, ditetapkan bahasa Quraisy yang

digunakan karena al-Quran diturunkan dalam bahasa tersebut.3)

C. PROSES PENGHAFALAN

Kedatangan wahyu merupakan sesuatu yang dirindukan Nabi. Oleh karena itu, begitu wahyu

dating, Nabi langsung menghafal dan memahaminya. Dengan demikian, Nabi adalah ornag

yang paling pertama menghafal Al-Qur’an. Tindakan Nabi itu sekaligus suri teladan yang

diikuti para sahabat nya. Imam Al-Bukhari mencatat sekitar 7 orang sahabat Nabi yang

terkenal dengan hafalan Al-Qur’annya. Mereka adalah ‘Abdullah bin Mas’ud, Salim bin

Mi’qal (maula’-nya Abu Hudzaifah), Mu’adz bin Jabal, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu

Zaid bin As-Sakan, dan Abu ad-Darda’.

Penyebutan ketujuh sahabat itu kaitannya dengan penghafalan Al-Qur’an terkesan

tidak rasional dan tidak realistis, mengingat selain ke tujuh sahabat itu, tercatat pula sahabat-

3) Anwar Rosihon, Ulum Al-Qur’an, pustaka setia, Bandung, 2007. Hlm. 38-45.

11
sahabat lain yang juga ikut menghafalkan Al-Qur’an termasuk ketika Nabi masih ada.

Bahkan, ada dikalangan sahabat wanita yang juga tercatat sebagai penghafal Al-Qur’an,

seperti ‘Aisyah, Hafshah, Ummu Salah, dan Ummu Waraqah. Untuk menjawab persoalan ini,

Syahbah menjelaskan bahwa pembatasan ke tujuh sahabat di atas tidak secara otomatis

menunjukkan bahwa tidak ada sahabat lain yang tercatat sebagai penghafal Al-Qur’an.

Khusus mengenai riwayat Anas, Syahbah menegaskan bahwa pembatasan itu tidak bersifat

mutlak, kecuali Anas menjumpai setiap sahabat dan menanyakan perihal hafalan Al-

Qur’annya dan ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilakukannya.

Ada pula yang menjelaskan bahwa pembatasan di atas menunjukkan bahwa ke tujuh

sahabat itu menghafalkan seluruh Al-Qur’an dan membacakannya di hadapan Nabi. Jadi,

sanadnya langsung kepada Nabi, sedangkan para penghafal selain ke tujuh sahabat itu tidak

memiliki karakteristik tersebut.4

D. PEMELIHARAAN AL-QUR’AN

1. Penjelasan pemeliharaan Al-Qur’an

Al-Qur’an Al-Karim turun kepada nabi yang Ummi (tidak bisa baca tulis). Karena itu

perhatian Nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayati, agar ia dapat

menguasai Al-Qur’an yang diturunkan. Setelah ia membacakannya kepada orang-orang

dengan berita terang agar mereka dapat menghafalkannya serta menerapkannya. Yang jelas

bahwa Nabi adalah seorang yang Ummi dan diutus oleh Allah SWT dikalangan orang-orang

yang Ummi pula.

Dengan kondisi bangsa arab yang Ummi, Nabi memerintahkan kuttab untuk

menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an, agar ayat-ayat Al-Qur’an tidak berceceran dimana-mana

4) Anwar Rosihon, Ulum Al-Qur’an, pustaka setia, Bandung, 2007. Hlm. 37-38.

12
dan demi memelihara kemurnian Al-Qur’an. Maka Nabi mengutus para sahabat untuk

menulis ayat-ayat Al-Qur’an walaupun pada saat itu tidak tersedia kertas, namun para sahabat

menulis ayat-ayat Al-Qur’an pada pelepah-pelepah kurma, kepingan batu, kulit/daun kayu,

tulang binatang, dan sebagainya. Setelah penulisan, wahyu itu disimpan di rumah Rasullulah

SAW.

2. Pemeliharaan Al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW

Pada masa Rasullulah SAW, upaya memelihara dan mengumpulkan Al-Qur’an dilakukan

dengan dua cara :

a. Penghafalan

Setiap kali Rasul menerima wahyu, beliau sendiri langsung menghafalkannya, setelah itu

beliau juga menyampaikannya dan membacakannya kepada sahabat agar mereka

menghafalkannya pula. Upaya Rasullulah SAW menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an yang

turun terlihat sangat antusias, bahkan terkesan sangat tergesa-gesa. Indikasi ini dapat

dipahami dari teguran Allah SWT terhadap Nabi Muhammad SAW agar tidak tergesa-gesa

dalam menerima bacaab ayat-ayat Al-Qur’an.

Untuk meningkatkan motivasi dan insensitas penghafalan Al-Qur’an dikalangan

sahabat, Rasullulah SAW menganjurkan agar Al-Qur’an yang sudah di hafal itu di baca

dalam shalat, sehingga hafalan mereka terpelihara. Selain itu, Rasul juga sangat

menganjurkan membaca Al-Qur’an diluar shalat. Hal ini terlihat dari sabda beliau yang

menyatakan bahwa pahala bacaan Al-Qur’an dihitung berdasarkan huruf yang diucapkannya.

Bahkan setiap huruf dipergandakan pahalanya menjadi sepuluh kali lipat.5)

5) https://almanhaj.or.id/2198-penulisan-al-quran-dan-pengumpulannya.html

13
b. Penulisan

Selain melalui penghafalan, upaya pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi juga dilakukan

dengan cara penulisan. Setiap Rosul menerima wahyu beliau membacakannya kepada

sahabat, serta mendiktekannya kepada para juru tulis wahyu untuk menuliskannya. Setelah

penulisan wahyu disimpan dirumah Nabi, selain itu ada juga para penulis wahyu menulis

wahyu untuk disimpan dirumah mereka masing-masing. Hal ini mereka lakukan untuk

menjaga terpeliharanya hafalan mereka dari kemungkinan adanya ayat-ayat yang terlupakan.

Sebagaimana diketahui, masyarakat Arab yang hidup ada masa itu dikenal sebagai

masyarakat yang Ummi (tidak bisa baca dan tulis), namun tidak berarti semuanyaUmmi.

Begitu pula dengan alat-alat tulis yang ada, sungguh tidak ada kertas yang dapat dijadikan

sarana, namun dengan perantara seadanya dengan pengganti kertas, yang berupa tulang-

tulang unta, kulit kambing, pelepah kurma, batu dan lain-lain tidak mengurangi antusias para

sahabat untuk menulis Al-Qur’an.

3. Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Khulafa’urrasyidin

Ketika Rasulullah SAW wafat, Al-Qur’an telah ditulis seluruhnya pada tulang-tulang,

pelepah kurma, batu tipis, permukaan batu besar, kulit binatang dan juga telah dihafalkan

oleh para hafiz muslim.

Sebelum wafat, Rasulullah SAW telah mencocokkan Al-Qur’an yang diturunkan

Allah SWT kepada beliau dengan Al-Qur’an yang dihafal oleh para hafiz, surat demi surat,

ayat demi ayat. Maka Al-Qur’an yang telah dihafal oleh para hafiz itu merupakan duplikat

Al-Qur’an yang telah dihafal oleh Rosul. Namun timbullah perasaan khawatir, suatu saat para

hafiz pasti akan meninggal, sedangkan orang-orang yang menukil dari mereka tidak

mempunyai catatan yang lengkap pada saat iti, maka Allah SWT membangkitkan umat

14
muslim untuk menjaga Al-Qur’an, karena para qori Al-Qur’an banyak yang gugur pada

perang Yammah, maka dari itu Umar Ibn Khatab melaporkan kepada Khalifah Abu Bakar

tentang kekhawatirannya akan gugurnya para qari ditempat lainnya, sehingga kaum muslimin

kehilangan penghimpunan Agama.

Mula mula Abu Bakar ragu akan permintaan Umar untuk menulis Al-Qur’an, kemudian

beliau memutuskan untuk menerima saran Umar, karena setelah dipertimbangkan, ternyata

ada segi keselamatan terpeliharanya Al-Qur’an dan Allah SWT melapangkan dada beliau

untuk suatu pekerjaan yang sangat mulia itu. Kemudian mengutus seseorang untuk datang

kepada Zait Ibn Tsabit dan menyerahkan urusan ini kepedanya, sekaligus minta kepadanya

supaya mau mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf.

Dalam penyalinan kembali Al-Qur’an, Abu Bakar menetabkan pedoman sebagai berikut :

1. Penulisan berdasarkan pada sumber tulisan Al-Qur’an yang pernah ditulis pada masa

Rasulullah SAW, yang tersimpan dikediaman Rasulullah SAW.

2. Penulisan berdasarkan sumber hafalan para sahabat penghafal Al-Qur’an.

Hal ini menunjukan ketelitian beliau dalam menuliskan Al-Qur’an sehingga Ia tidak

menerima ayat yang akan dituliskannya sehingga disaksikan oleh dua orang saksi. Pekerjaan

ini dapat di selesaikan dalam waktu satu tahun yaitu pada tahun ke-13 dibawah penguasaan

Abu Bakar, Umar dan para tokoh sahabat lainnya.

Setelah Abu Bakar wafat Shuhuf-shuhuf itu dipegang oleh Umar. Menurut suatu riwayat

Umar menyuruh menyalin Al-Qur’an dari shuhuf-shuhuf itu pada suatu shahifah(lembaran).

Namun seteleh Umar wafat shuhuf-shuhuf Al-Qur’an itu, di simpan oleh Hafsah tidak oleh

Usman sebagai khalifah adalah karena :

15
1. Hafsah adalah istri Rasullulah SAW dan anaknya Khalifah.

2. Hafsah itu pandai menulis dan membaca.

Pada masa kekhalifahan Usman, terjadi perbedaan-perbedaan dalam bacaan, terdapat dalam

salinan-salinan Al-Qur’an yang ada pada masa Usman diberbagai wilayah. Perselisihan

tentang bacaan-bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan tentara-tentara muslim, yang

sebagiannya direkrut daru syiria dan sebagian lagi dari Irak. Perselisihan ini cukup serius

hingga menyebabkan pimpinan tentara muslim Hudhayf, melaporkan kepada khalifah Usman

dan mendesaknya agar mengambil langkah guba mengakhiri perbedaan bacaan tersebut.

Maka timbulah usaha dari para sahabat untuk meninjau kembali shuhuf-shuhuf yang

telah ditulis oleh Zaid bin Thasit. Maka Usman meminta kepada Hafsah supaya memberikan

shuhuf-shuhuf yang ada padanya untuk disalin beberapa mushaf. Sesudah shuhuf-shuhuf itu

diterima, beliaupun menyuruh Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash,

Abdurahman bin Harist bin Hisyam menyalin shuhuf-shuhuf itu ke mushaf. Pedoman yang

diberikan kepada pedoman badan tersebut, apabila terjadi perselisihan qiraat antara Zaid bin

Tsabit beliau ini bukan orang Quraisy hendaknya ditulis qiraat yang quraisy.6)

6) https://wiwinazizahblog.wordpress.com/2016/11/05/sejarah-turunnya-al-quran-dan-
pemeliharaannya/

16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Al-Qur’an diturunkan secara mutawatir (berangsur-angsur) pada bulan Ramadhan

tepatnya pada malam Lailatul Qadr. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW

selama kurang lebih 22 tahun,yaitu kurang lebih sekitar 12 tahun di Mekkah dan sekitar 9

tahun di Madinah. Terdapat perbedaan pendapat oleh para ulama mengenai asal muasal yang

menjadi kata dasar dari Al-Qur’an baik dari segi derivasi maupun pelafalan. Cara

pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW yaitu dengan penghafalan dan

penulisan,sedangkan pada proses kodifikasi Al-Qur’an dilakukan pada masa sahabat,tepatnya

pada masa Khulafaurrasyidin.

B. SARAN

Makalah yang telah tersusun ini masih terdapat banyak kekurangan atau dapat

dikatakan jauh dari kata sempurna, tetapi kami sebagai tim penyusun makalah telah menjadi

tugas kami,sepenuhnya mengucapkan syukur. Kami selaku tim penyusun makalah ini

mengharapkan agar makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat untuk diri kami sendiri

dan orang lain, tidak lupa kami mengharapkan partispasi dari teman- teman pembaca agar

menyalurkan aspirasinya baik berbentuk saran ataupun kritikan yang membangun yang dapat

memberi kami sebagai tim penyusun motivasi agar menjadi lebih baik lagi di hari yang

mendatang.

17
DAFTAR PUSTAKA

Shihab, H.M.Quraish, sejarah & ulum al-Qur’an, pustaka firdaus, Jakarta,1999.


Anwar, Rosihon, ulumul qur’an, pustaka setia, Bandung, 2000.
Anwar, Rosihon, ulum al-qur’an, pustaka setia, Bandung, 2007.
https://wiwinazizahblog.wordpress.com/2016/11/05/sejarah-turunnya-al-quran-dan-
pemeliharaannya/
http://menulisnn.blogspot.com/2016/11/resume-buku-ulum-al-quran-karya-prof-
dr.html
https://almanhaj.or.id/2198-penulisan-al-quran-dan-pengumpulannya.html

18

Anda mungkin juga menyukai