Disusun oleh :
Kris Prihatin 1610711020
Lilis Sari 1610711022
Nada Saskia 1610711028
Tia Amelia Agustin 1610711031
Mei Diana Arminiarti 1610711033
Diah Ayu Kusumaningrum 1610711067
Farah Nabila 1610711068
Siti Febri Yanti 1610711085
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2013, AKI di
Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34/1000
kelahiran hidup umumnya kematian terjadi pada saat melahirkan. Namun hasil SDKI 2012
tercatat, angka kematian ibu melahirkan sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat sebesar 102
per seratus ribu kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per seribu kelahiran hidup
karena distosia.
Dalam artikel review tentang definisi dan kejadian distosia bahu diantara 28 publikasi
dengan lebih dari 16 juta kelahiran total, presentasi distosia bahu adalah 0,4%. Sejak tahun 2002
dari semua kelahiran, tingkat distosia bahu mendekati 1,4% jika publikasi bergantung pada
International Classification of Disease (ICD). Pendarahan pasca persalinan terjadi sekitar 4%
sampai 6% dari semua kehamilan. Royal College of Obstetricians and Gynecologists (RCOG)
memperkirakan 3 dari 1000 mengalami pendarahan parah.
II. PENGERTIAN
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan . distosia Karena kelainan tenaga (his)
yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancaran persalinan.
Dibawah ini dikemukakan lagi ringkasan dari his normal :
Tonus ototrahim diluar his tidak seberapa tinggi , lalu meningkatkan pada waktu his . pada
kala pembukaan servik ada 2 fase : fase laten dan fase aktif yang digambarkanpada
ssrvikogram menurut friedman.
Kontraksi Rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim, sebelah kanan atau kiri, lalu
menjalar keseluruh otot rahim
Fundus utri berkontraksi lebih dulu ( fundus dominan ) lebih lama dari bagian bagian lain
bagian tengah berkontraksi agak lebih lambat, lebih singkat dan tidak sekuat kontraksi
fundus uteri bagian bawah dan servik tetap pasif atau hanya berkontraksi sangat lemah .
Sifat sifat his, lamanya, kuatnya keteraturannya, seringnya dan relaksasinya , serta sakitnya
III. FAKTOR RESIKO
V. ETIOLOGI
Kelainan his sering dijumai pada pirimigravida tua sedangkan uteri sering dijumpai pada
multigravida dan grandemulti. Faktor herediter mungkin memegang pula peranan dalama kelainan
his dan juga faktor emosi(ketakutan) mempengaruhi kelainan his. Salah satu penyebab yang
penting dalam kelainan his inersia uteri ialah apabila bahwa janin tidak berhubungan. rampat
dengan segmen bawah rahim ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan di proposir
sefalopelvik. Salah pimpinan persalinan atau salah pemberian obat penenang. Kelainan pada uterus
misalnya uterus birkornis unikolis dapat pula mengkibatkab kelainan his
Bentuk panggul dipengaruhi oleh banyak factor terutama ras dan social ekonomi,
frekuensi, dan ukuran – ukuran jenis – jenis panggul
yang berbeda diantara berbagai bangsa. Dengan demikian standar panggu lnormal
pada seorang wanita Eropa berbeda dengan standar seorang wanita Asia Tenggara.
Kesempitan panggul
Kesempitan Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau konjugata vera kurang dari 10 cm
atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. kesempitan pada konjugata vera
(panggul picak) umumnya lebih menguntungkan daripada kesempitan pada semua
ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul sempit
kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka
dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat
mengakibatkan inersia uteriserta lambannnya pendataran dan pembukaan serviks.
Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna
oleh kepala janin, ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula
terjadinya prolapsus funikuli. Pada panggul turunnya kepala bisa tertahan dengan
akibat terjadinya defleksi kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya
ditemukan rintangan pada semua ukuran; kepala memasuki rongga panggul dengan
hiperfleksi.
Bisa juga melalui perkiraan diameter AP – Pintu Atas Panggul dilakukan
melalui pengukuran Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian
dikurangi 1.5 cm ; sehingga kesempitan pintu atas panggul sering ditegakkan bila
ukuran CD kurang dari 11,5 cm. Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata diameter
biparietal – BPD 9.5 – 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang normal tidak mungkin
dapat melalui panggul bila diameter AP – Pintu Atas Panggul .
Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul
yang kecil namun anak dalam kandungannya biasanya juga kecil. Dalam keadaan
normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik terjadi melalui tekanan hidrostatik
pada selaput ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan
langsung bagian terendah janin terhadap servik. Pada kasus kesempitan panggul
dimana kepala janin masih berada diatas Pintu Atas Panggul, semua tekanan
hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium uteri
internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus
kesempitan Pintu Atas Panggul. Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan
hidrostatik selaput ketuban pada servik dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan
kontraksi uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya persalinan.
Kesempitan Pintu Atas Panggul merupakan predisposisi
terjadinya kelainan presentasi. Pada wanita dengan kesempitan panggul, angka
kejadian letak muka dan letak lintang meningkat 3 kali lipat dan angka
kejadian prolapsus talipusat meningkat 5 – 6 kali lipat.
Kesempitan Bidang Tengah Panggul
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskiadika tidak
menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan
menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Apabila ukurannya kurang dari
9,5 cm, perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan,
apalagi bila diameter sagitalis posterior juga pendek. Pada panggul tengah yang
sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi
kepala dalam posisi lintang tetap (transverse arrest). Kejadian ini lebih sering
terjadi dibandingkan kesempitan Pintu Atas Panggul. Kejadian ini sering
menyebabkan kejadian “deep tranverse arrest” ( LETAK MALANG
MELINTANG RENDAH ) pada perjalanan persalinan dengan posisi occipitalis
posterior ( sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah
Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah
simfisis pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan
antara vertebra sacralis 4 – 5. Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi
Bidang Tengah Panggul menjadi bagian anterior dan bagian posterior. Batas
anterior bagian anterior Bidang Tengah Panggul adalah tepi bawah Simfisis Pubis
dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior Bidang
Tengah Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum
sacrospinosum.
Ukuran rata-rata Bidang Tengah Panggul :
Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm
Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) 11.5 cm
Diameter Sagitalis Posterior – DSP ( titik pertengahan diameter
interspinous dengan pertemuan S4 – S5) 5 cm
Tes Prenatal : Untuk memastikan penyulit persalinan seperti: janin besar, malpresentasi
Ultrasonografi: Menentukan usia gestasi ukuran janin, presentasi janin, jumlah kehamilan, jumlah
cairan amnion, malformasi jaringan lunak atau tulang janin, adanya gerakan jantung janin, dan
lokasi plasenta.
- Hitung darah lengkap dengan diferensial: menentukan adanya anemia dan infeksi, serta
tingkat hidrasi.
- Golongan darah dan faktor Rh bila tidak dilakukan sebelumnya.
- Urinalisi : Menunjukkan infeksi traktus urinarius, protein atau glukosa.
- Rasio lesitin terhadap sfingomielin(rasio L/S): Memastikan pecah ketuban.
- Ph kulit kepala : menandakan derajat hipoksia
VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Fase laten yang memanjang
Selama ketuban masih utuh dan passage serta passanger normal, pasien dengan fase laten
memanjang sering mendapat manfaat dari hidrasi dan istirahat terapeutik. Apabila
dianggap perlu untuk tidur, morfin (15 mg) dapat memberikan tidur 6-8 jam. Apabila
pasien terbangun dari persalinan, diagnose persalinan palsu dapat ditinjau kembali, berupa
perangsangan dengan oksitosin.
b. Protaksi
Dapat di tangani dengan penuh harapan, sejauh persalinan mau dan tidak ada bukti
disproporsi sevalopelvik, mal presentasi atau fetal distress. Pemberian oksitosin sering
bermanfaat pada pasien dengan suatu kontraksi hipotonik.
c. Kelainan penghentian
Apabila terdapat disproporsi sevalopelvik di anjurkan untuk dilakukan seksio sesarea.
Perangsangan oksitosin hanya dianjurkan sejauh pelviks memadai untuk dilalui janin dan
tidak ada tanda-tanda fetal distress.
C. Intervensi
D. Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik. Selanjutnya rencana
tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dan terpadu guna
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan
E. Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan terhadap perilaku
dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan
umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
HK, Joseph dan S, Nugroho.2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstretri. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Ralph C. 2009. Buku Saku Obstretri dan Ginekologi Ed. 9.Jakarta: EGC.
Sastrawinata, Sulaiman. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi Obstretri Patologi Ed. 2. Jakarta: EGC.
Prawiroharjo Sarwono, 2002, ilmu kebidanan, Jakarta: yayasan bina pustaka sarwono
prawiroharjo
Pusdiknaskes.2003.asuhan antenatal.WHO-JHPIEGO