Anda di halaman 1dari 21

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Distosia Persalinan

Dosen Pengampu : Ns. Tatiana Siregar, S.Kep, MM

Disusun oleh :
Kris Prihatin 1610711020
Lilis Sari 1610711022
Nada Saskia 1610711028
Tia Amelia Agustin 1610711031
Mei Diana Arminiarti 1610711033
Diah Ayu Kusumaningrum 1610711067
Farah Nabila 1610711068
Siti Febri Yanti 1610711085

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNOIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2018
I. PREVALENSI

Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2013, AKI di
Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34/1000
kelahiran hidup umumnya kematian terjadi pada saat melahirkan. Namun hasil SDKI 2012
tercatat, angka kematian ibu melahirkan sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat sebesar 102
per seratus ribu kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per seribu kelahiran hidup
karena distosia.

Dalam artikel review tentang definisi dan kejadian distosia bahu diantara 28 publikasi
dengan lebih dari 16 juta kelahiran total, presentasi distosia bahu adalah 0,4%. Sejak tahun 2002
dari semua kelahiran, tingkat distosia bahu mendekati 1,4% jika publikasi bergantung pada
International Classification of Disease (ICD). Pendarahan pasca persalinan terjadi sekitar 4%
sampai 6% dari semua kehamilan. Royal College of Obstetricians and Gynecologists (RCOG)
memperkirakan 3 dari 1000 mengalami pendarahan parah.

II. PENGERTIAN

Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan . distosia Karena kelainan tenaga (his)
yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancaran persalinan.
Dibawah ini dikemukakan lagi ringkasan dari his normal :

 Tonus ototrahim diluar his tidak seberapa tinggi , lalu meningkatkan pada waktu his . pada
kala pembukaan servik ada 2 fase : fase laten dan fase aktif yang digambarkanpada
ssrvikogram menurut friedman.
 Kontraksi Rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim, sebelah kanan atau kiri, lalu
menjalar keseluruh otot rahim
 Fundus utri berkontraksi lebih dulu ( fundus dominan ) lebih lama dari bagian bagian lain
bagian tengah berkontraksi agak lebih lambat, lebih singkat dan tidak sekuat kontraksi
fundus uteri bagian bawah dan servik tetap pasif atau hanya berkontraksi sangat lemah .
 Sifat sifat his, lamanya, kuatnya keteraturannya, seringnya dan relaksasinya , serta sakitnya
III. FAKTOR RESIKO

Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan


dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.

 Faktor Resiko Distosia Bahu :


1. Maternal
 Kelainan anatomi panggul
 Diabetes Gestational
 Kehamilan postmatur
 Riwayat distosia bahu
 Tubuh ibu pendek
2. Fetal
 Dugaan macrosomia
3. Masalah persalinan
 Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum)
 “Protracted active phase” pada kala I persalinan
 “Protracted” pada kala II persalinan

IV. TANDA DAN GEJALA


 Dapat dilihat dan diraba,perut terasa membesar kesamping
 Pergerakan janin pada bagian kiri lebih dominan
 Nyeri hebat dan janin sulit untuk dikeluarkan
 Terjadi distensi berlebihan pada uterus
 Dada teraba seperti punggung, belakang kepala terletak berlawanan dengan letak dada,
teraba bagian – bagian kecil janin dan denyut jantung janin terdengar lebih jelas pada dada.

V. ETIOLOGI

Kelainan his sering dijumai pada pirimigravida tua sedangkan uteri sering dijumpai pada
multigravida dan grandemulti. Faktor herediter mungkin memegang pula peranan dalama kelainan
his dan juga faktor emosi(ketakutan) mempengaruhi kelainan his. Salah satu penyebab yang
penting dalam kelainan his inersia uteri ialah apabila bahwa janin tidak berhubungan. rampat
dengan segmen bawah rahim ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan di proposir
sefalopelvik. Salah pimpinan persalinan atau salah pemberian obat penenang. Kelainan pada uterus
misalnya uterus birkornis unikolis dapat pula mengkibatkab kelainan his

 Distosia dapat disebabkan oleh :


1. Distosia karena kelainan presentasi
Malpersentasi adalah semua persentasi janin selain vertex sementara malposisi adalah
posisi kepala janin relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referens,masalah
;janin yang dalam keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus
lama
2. Distosia karena kelainan posisi janin
a. letak sunsang disebabkan oleh prematuritas karena bentuk rahim relative kurang
lonjong,air ketuban masih banyak dan kepala relative besar,hidramion anak mudah
bergerak,plasenta previa Karena mengahalangi turunnya kepala kedalam pintu atas
panggul,bentuk rahim yang abnormal,kelainan bentuk kepala seperti amemsefalus dan
hidrosefalus (obsteri patologi;134)
b. letak lintang disebabkan oleh fiksasi kepala tidak ada indikasi CPD,
hidrosefalus,ansefalus,plasenta previa,dan tumor pelvis ,janin mudah bergerak karena
hidramion,multiparitas,pertumbuhan janin terhambat, atau janin mati,gemeli, kelainan
uterus,lumbar skoliosis, monster, pelvic kidney,dan kandung kemih serta rectum
penuh.
3. Distosia karena kelainan tenaga/ His
Disebabkan oleh sering dijumpai pada primigravida tua dan inersia uteri sering dijumpai
pada multi gravid,factor herediter,emosi dan kekuatan ,salah pimpinan persalinan pada kala
II atau salah pemberian obat seperti oksitosin dan obat penenang.
4. Distosia karena kelainan alat kandungan dan jalan lahir
Berkaitan dengan variasi ukuran dan tulang pelvis ibu atau keabnormalan saluran
reproduksi yang dapat mengganggu dorongan atau pengeluaran janin
5. Distosia karena kelainan janin
a. Bayi besar
a) Diabetes mellitus
DM mengakibatkan ibu melahirkan bayi besar dengan berat lahir mencapai 4000-
5000 gram atau lebih
b) Keturunan
Seorang ibu gemuk berisiko 4 sampai 12 kali untuk melahirkan bayi besar
c) Multiparitas dengan riwayat makrosomia sebelumnya
Bila bumil punya riwayat melahirkan bayi makrosomia sebelumnya,maka ia
berisiko 5-10 kali lebih tinggi untuk kembali melahirkan makrosomia dibandingkan
wanita yang belum pernah melahirkan bayi makrosomia karena umumnya berat
seorang bayi yang akan lahirv berikitnya bertambah sekitar 80-120 gr.
b. Hydrosefalus
Terjadi penyumbatan aliran cairan serebrospinal pada salah satu tempat antara tempat
pembentukan CSS dalam sistem ventrikeldan tempat absorpsi dalam ruang
subaraknoid.
c. Anensefalus
Disebabkan factor mekanik,factor infeksi,factor obat,factor umur ibu,factor hormonal.
d. Kembar siam
Terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna.karena
terjadinya pemisahan yang lambat,maka pemisah anak tidak sempurna dan terjadi
kembar siam (UNPAD 1998).
e. Gawat janin
a) Infusiensi uteruplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus plasenta dalam waktu
singkat) berupa : aktivitas uterus,yang berlebihan,dapat dihubungkan dengan
pemberian oksitosin,hipotensi ibu,kompresi venakava,posisi terlentang,perdarahan
ibu,solusio plasenta,plasenta previa.
b) Infusiensi uteruplasenter kronik (kurang aliran darah uterus plasenta dalam waktu
lama) berupa penyakit hipertensi,
c) Diabetes melliltus
Pada ibu penderita DM maka kemungkinan pada bayi akan mengalami
hipoglikemia karena pada ibu yg diabetes mengalami toleransi glukosa
terganggu,dan dan seringkali disertai hipoksia.
d) Isoimunisasi rh,postmaturnitas atau dismaturnitas,kompresi (penekanan)tali pusat
VI. PATOFISIOLOGIS DISTOSIA PERSALINAN

1. Patofisiologi distosia gangguan pada jalan lahir

 Kelainan bentuk panggul


Menurut Caldwell dan Moloy bentuk panggul di bagi dalam empat
jenis pokok. Jenis – jenis panggul ini dengan ciri – ciri pentingnya ialah ;
 Panggul Ginekoid
Ciri pentingnya pintu panggul yang bundar,
atau dengan diameter transversa yang lebih panjang sedikit daripada
diameter anteroposterior dan dengan panggul tegah serta pintu bawah panggul
yang cukup luas.
 Panggul Antropoid
Ciri pentingnya diameter anteroposterior yang lebih panjangdaripada diameter
transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
 Panggul Android
Ciri pentingnya pintu atas panggul yang berbentuk sebagai
segitiga berhubungan dengan penyempitan kedepan dengan spina iskiadika
menonjol kedalam dan dengan arkus pubis menyempit.
 Panggul Platipelloid
Ciri pentingnya dengan diameter anteroposterior yang lebih jelaslebih pendek
daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dandengan arkus pubis yang
luas.

Bentuk panggul dipengaruhi oleh banyak factor terutama ras dan social ekonomi,
frekuensi, dan ukuran – ukuran jenis – jenis panggul
yang berbeda diantara berbagai bangsa. Dengan demikian standar panggu lnormal
pada seorang wanita Eropa berbeda dengan standar seorang wanita Asia Tenggara.

Pada panggul dengan ukuran normal, apapun pokoknya,kelahiran pervaginam


janin dengan berat badan yang normal tidak akan mengalami kesukaran. Akan
tetapi karena pengaruh gizi, lingkungan atauhal – hal lain, ukuran – ukuran panggul
dapat lebih kecil daripada
standar normal, sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalinan pervagina terutama
kelainan pada panggul android dapat menimbulkan distosia yangsukar diatasi.
Selain dari ukuran – ukuran empat jenis panggul diatas yang kurang dari normal,
terdapat pula penyebab panggul sempit yang lain, yang umumnya juga disertai
perubahan dalam bentuknya.

 Kesempitan panggul
 Kesempitan Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau konjugata vera kurang dari 10 cm
atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. kesempitan pada konjugata vera
(panggul picak) umumnya lebih menguntungkan daripada kesempitan pada semua
ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul sempit
kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka
dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat
mengakibatkan inersia uteriserta lambannnya pendataran dan pembukaan serviks.
Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna
oleh kepala janin, ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula
terjadinya prolapsus funikuli. Pada panggul turunnya kepala bisa tertahan dengan
akibat terjadinya defleksi kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya
ditemukan rintangan pada semua ukuran; kepala memasuki rongga panggul dengan
hiperfleksi.
Bisa juga melalui perkiraan diameter AP – Pintu Atas Panggul dilakukan
melalui pengukuran Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian
dikurangi 1.5 cm ; sehingga kesempitan pintu atas panggul sering ditegakkan bila
ukuran CD kurang dari 11,5 cm. Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata diameter
biparietal – BPD 9.5 – 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang normal tidak mungkin
dapat melalui panggul bila diameter AP – Pintu Atas Panggul .
Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul
yang kecil namun anak dalam kandungannya biasanya juga kecil. Dalam keadaan
normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik terjadi melalui tekanan hidrostatik
pada selaput ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan
langsung bagian terendah janin terhadap servik. Pada kasus kesempitan panggul
dimana kepala janin masih berada diatas Pintu Atas Panggul, semua tekanan
hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium uteri
internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus
kesempitan Pintu Atas Panggul. Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan
hidrostatik selaput ketuban pada servik dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan
kontraksi uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya persalinan.
Kesempitan Pintu Atas Panggul merupakan predisposisi
terjadinya kelainan presentasi. Pada wanita dengan kesempitan panggul, angka
kejadian letak muka dan letak lintang meningkat 3 kali lipat dan angka
kejadian prolapsus talipusat meningkat 5 – 6 kali lipat.
 Kesempitan Bidang Tengah Panggul
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskiadika tidak
menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan
menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Apabila ukurannya kurang dari
9,5 cm, perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan,
apalagi bila diameter sagitalis posterior juga pendek. Pada panggul tengah yang
sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi
kepala dalam posisi lintang tetap (transverse arrest). Kejadian ini lebih sering
terjadi dibandingkan kesempitan Pintu Atas Panggul. Kejadian ini sering
menyebabkan kejadian “deep tranverse arrest” ( LETAK MALANG
MELINTANG RENDAH ) pada perjalanan persalinan dengan posisi occipitalis
posterior ( sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah
Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah
simfisis pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan
antara vertebra sacralis 4 – 5. Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi
Bidang Tengah Panggul menjadi bagian anterior dan bagian posterior. Batas
anterior bagian anterior Bidang Tengah Panggul adalah tepi bawah Simfisis Pubis
dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior Bidang
Tengah Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum
sacrospinosum.
Ukuran rata-rata Bidang Tengah Panggul :
 Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm
 Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) 11.5 cm
 Diameter Sagitalis Posterior – DSP ( titik pertengahan diameter
interspinous dengan pertemuan S4 – S5) 5 cm

Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti halnya


kesempitan PAP. Chen dan Huang ( 1982) : BTP diperkirakan mengalami
kesempitan bila jumlah dari Diameter Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm
= 15.5 cm) kurang dari 13.5 cm. Dengan demikian maka BTP diduga mengalami
penyempitan bila diameter interspinous. Dugaan klinik adanya kesempitan BTP
adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan spina ischiadica
yang menyolok.
 Kesempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul merurpakan bidang yang tidak datar, tetapi terdiri atas
segitiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni
distansia tuberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil daripada biasa,
maka sudut arkus pubis mengecil pula (kurang dari 80°). Agar kepala janin dapat
lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah
panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup panjang persalinan per
vaginaan dapat dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada perineum. PBP
berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama ( berupa diameter
intertuberous) dan tidak terletak pada bidang yang sama.
Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis. Apex segitiga
posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx).
Terjadi kesempitan pada Pintu Bawah Panggul bila diameter intertuberosa.
Berkurangnya nilai diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga
anterior sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan
konskuensi pada persalinan terjadi robekan perineum yang luas. Distosia akibat
kesempitan Pintu Bawah Panggul saja jarang terjadi mengingat bahwa kesempitan
PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan Bidang Tengah Panggul.

2. Patofisiologi distosia kelainan power/kekuatan


His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian
menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada
fundus uteri di mana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi
secara merata dan menyeluruh hingga tekanan dalam ruang amnion balik ke asalnya ± 10
mmHg.
Incoordinate uterine action yaitu sifat His yang berubah. Tonus otot uterus
meningkat, juga di luar His dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak
ada sinkronasi kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi
bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan His tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan.
Disamping itu, tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih
keras dan lama bagi ibu dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His ini juga di sebut
sebagai Incoordinate hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama
dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan His ini menyebabkan spasmus sirkuler
setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan
lingkaran kontraksi atau lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi
dimana-mana, tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen
bawah uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam,
kecuali kalau pembukaan sudah lengkap sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam
kavum uteri.
Selanjutnya yaitu Inersia Uteri (Hypotonic uterine contraction ) adalah kelainan his
dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau
mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering
dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang
terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia,
grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik.
Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala
pengeluaran.
Inersia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
a. Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat
( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit
untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
b. Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada
keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes Prenatal : Untuk memastikan penyulit persalinan seperti: janin besar, malpresentasi

Pelvimetri Sinar X : Mengevaluasi arsitektur pelvis, presentasi dan posisi janin

Pengambilan sample kulit kepala janin: Mendeteksi atau mencegah asidosis

Ultrasonografi: Menentukan usia gestasi ukuran janin, presentasi janin, jumlah kehamilan, jumlah
cairan amnion, malformasi jaringan lunak atau tulang janin, adanya gerakan jantung janin, dan
lokasi plasenta.

Selain itu ada beberapa pemeriksaan penunjang lainnya yaitu:

- Hitung darah lengkap dengan diferensial: menentukan adanya anemia dan infeksi, serta
tingkat hidrasi.
- Golongan darah dan faktor Rh bila tidak dilakukan sebelumnya.
- Urinalisi : Menunjukkan infeksi traktus urinarius, protein atau glukosa.
- Rasio lesitin terhadap sfingomielin(rasio L/S): Memastikan pecah ketuban.
- Ph kulit kepala : menandakan derajat hipoksia
VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Fase laten yang memanjang
Selama ketuban masih utuh dan passage serta passanger normal, pasien dengan fase laten
memanjang sering mendapat manfaat dari hidrasi dan istirahat terapeutik. Apabila
dianggap perlu untuk tidur, morfin (15 mg) dapat memberikan tidur 6-8 jam. Apabila
pasien terbangun dari persalinan, diagnose persalinan palsu dapat ditinjau kembali, berupa
perangsangan dengan oksitosin.
b. Protaksi
Dapat di tangani dengan penuh harapan, sejauh persalinan mau dan tidak ada bukti
disproporsi sevalopelvik, mal presentasi atau fetal distress. Pemberian oksitosin sering
bermanfaat pada pasien dengan suatu kontraksi hipotonik.
c. Kelainan penghentian
Apabila terdapat disproporsi sevalopelvik di anjurkan untuk dilakukan seksio sesarea.
Perangsangan oksitosin hanya dianjurkan sejauh pelviks memadai untuk dilalui janin dan
tidak ada tanda-tanda fetal distress.

 Penatalaksanaan yang lainnya:


1. Mengatasi masalah yang muncul pada kondisi umum pasien seperti kelelahan, dehidrasi
dan perhatikan gizi pasien agar dapat terpenuhi dengan baik.
2. Berikan sedative lalu nilai kembali pembukaan serviks setelah 12 jam.
3. Pemberian antibiotic pada proses persalinan yang memanjang terutama pada kasus dengan
membrane plasenta telah pecah untuk menghindari adanya infeksi intrauteri.
4. Memberi efek stimulasi kontraksi uterus dengan oksitosin, 5 unit oksitosin (syntocinon)
dalam 500 cc glukosa 5% diberikan melalui intravena. Jika stimulasi tidak berhasil maka
dilakukan operasi cesar sesario pada pasien.
5. operasi cesar sesario dapat dilakukan jika ada kontraindikasi terhadap pemberian unit
oksitosi maupun distress fetal sebelum terjadi dilatasi servikal.
6. Pemberian infus pada persalinan lebih 18 jam untuk mencegah timbulnya gejala-gejala
atau penyulit dalam persalinan. Tetesan infus mulai dari 10 tetes/menit, dan kemudian
meningkat secara bertahap sehingga mendapatkan kontraksi uterus rata-rata 3x dalam 10
menit.
7. Stimulasi pitosin dapat dilakukan untuk mencapai kemajuan persalinan.
IX. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Yang perlu dikaji pada klien, biasanya klien pernah mengalami distosia sebelumnya,
biasanya ada penyulit persalinan sebelumnya seperti hipertensi, anemia, panggul
sempit, biasanya ada riwayat DM, biasanya ada riwayat kembar dll.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya dalam kehamilan sekarang ada kelainan seperti: : kelainan letak janin
(lintang, sunsang) apa yang menjadi presentasi dll
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit kelainan darah, DM, eklamsi dan
pre eklamsi
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala, rambut tidak rontok, kulit kepala bersihtidak ada ketombe
b. Mata, biasanya konjungtiva anemis
c. Thorak, Inpeksi pernafasan : frekuensi, kedalam, jenis pernafasan, biasanya ada bagian
paru yang tertinggal saat pernafasan
d. Abdomen, kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak awal
persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi dan sikap
anak normal atau tidak, raba fundus keras atau lembek, biasanya anak kembar/ tidak,
lakukan perabaab pada simpisis biasanya blas penuh/ tidak untuk mengetahui adanya
distensi usus dan kandung kemih.
e. Vulva dan Vagina, lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edema
pada vulva/ servik, biasanya teraba promantorium, ada/ tidaknya kemajuan persalinan,
biasanya teraba jaringan plasenta untuk mengidentifikasi adanya plasenta previa
f. Panggul, lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk panggul dan
kelainan tulang belakang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak efektif
2. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD
3. Resiko tinggi kekurangan cairan b/d hipermetabolisme, muntah, pembatasan masukan
cairan
4. Resiko tinggi cedera maternal b/d kerusakan jaringan lunak karena persalinan lama,
intervensi penanganan lama
5. Resiko tinggi infeksi b/d rupture membrane, tindakan invasive SC atau VT
6. Kecemasan b/d persalinan lama

C. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji sifat, lokasi dan durasi nyeri,
keperawatan selama 3x24 jam kontraksi uterus, hemiragic dan
diharapkan nyeri berkurang dengan nyeri tekan abdomen
kriteria hasil : R/Membantu dalam mendiagnosa
1. Klien tidak merasakan nyeri dan memilih tindakan, penekanan
lagi kepala pada servik yang
2. Klien tampak rileks berlangsung lama akan
3. Kontraksi uterus efektif menyebabkan nyeri
4. Kemajuan persalinan baik 2. Kaji intensitas nyeri klien dengan
skala nyeri
R/Setiap individu mempunyai
tingkat ambang nyeri yang
berbeda, dengan skala dapat
diketahui intensitas nyeri klien
3. Kaji stress psikologis/ pasangan
dan respon emosional terhadap
kejadian
R/Ansietas sebagai respon
terhadap situasi darurat dapat
memperberat derajat
ketidaknyamanan karena sindrom
ketegangan takut nyeri
4. Berikan lingkungan yang
nyaman, tenang dan aktivitas
untuk mengalihkan nyeri, bantu
klien dalam menggunakan
metode relaksasi dan jelaskan
prosedur
R/Teknik relaksasi dapat
mengalihkan perhatian dan
mengurangi nyeri
5. Berikan dukungan social/
dukungan keluarga
R/Dengan kehadiran keluarga
akan membuat klien nyaman, dan
dapat mengurangi tingkat
kecemasan dalam melewati
persalinan, klien merasa
diperhatikan dan perhatian
terhadap nyeri akan terhindari
6. Kolaborasi dalam pemberian obat
(narkotik dan sedatif) sesuai
indikasi
R/ Pemberian narkotik atau
sedative dapat mengurangi nyeri
hebat
2 Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan manuver Leopold untuk
keperawatan selama 3x24 jam menentukan posis janin dan
diharapkan cedera pada janin dapat presentasi
dihindari dengan kriteria hasil : R/Berbaring tranfersal atau
1. DJJ dalam batas normal dengan presensasi bokong memerlukan
rentang 120-130 dpm kelahiran sesarea. Abnormalitas
2. Kemajuan persalinan baik lain seperti presentasi wajah,
dagu, dan posterior juga dapat
memerlukan intervensi khusus
untuk mencegah persalinan yang
lama
2. Kaji data dasar DJJ secara manual
dan atau elektronik, pantau
dengan sering perhatikan variasi
DJJ dan perubahan periodic pada
respon terhadap kontraksi uterus
R/DJJ harus direntang dari 120-
160 dengan variasi rata-rata
percepatan dengan variasi rata-
rata, percepatan dalam respon
terhadap aktivitas maternal,
gerakan janin dan kontraksi
uterus.
3. Catat kemajuan persalinan
R/ Persalinan lama/ disfungsional
dengan perpanjangan fase laten
dapat menimbulkan masalah
kelelahan ibu, stress berat, infeksi
berat, haemoragi karena atonia/
rupture uterus. Menempatkan
janin pada resiko lebih tinggi
terhadap hipoksia dan cedera
4. Infeksi perineum ibu terhadap
kutil vagina, lesi herpes atau
rabas klamidial
R/Penyakit hubungan kelamin
didapat oleh janin selama proses
melahirkan karena itu persalinan
sesaria dapat diidentifikasi
khususnya klien dengan virus
herpes simplek tipe II
5. Catat DJJ bila ketuban pecah
setiap 15 menit
R/ Perubahan pada tekanan caitan
amnion dengan rupture atau
variasi deselerasi DJJ setelah
robek dapat menunjukkan
kompresi tali pusat yang
menurunkan transfer oksigen
kejanin
6. Posisi klien pada posisi punggung
janin
R/Meningkatkan perfusi
plasenta/ mencegah sindrom
hipotensif telentang
3 Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi penyebab kekurangan
keperawatan selama 3x24 jam volume cairan
diharapkan kebutuhan cairan R/Sebagai data dasar dalam
terpenuhi dengan kriteria hasil : menetapkan intervensi
1. Tidak ada tanda-tanda 2. Kaji tanda-tanda dehidrasi
kekurangan volume cairan
R/Untuk mengetahui secara dini
adanya tanda-tanda dehidrasi dan
ditangani cesara cepat dan tepat
3. Ukur intake dan output cairan
R/Untuk mengetahui
keseimbangan cairan
4. Kolaborasi pemberian terapi
cairan sesuai indikasi
R/Membantu untuk memenuhi
kebutuhan cairan
4 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji frekuensi kontraksi uterus
keperawatan selama 3x24 jam R/Memberikan data dasar untuk
diharapkan tidak terjadi cidera menentukan intervensi
dengan kriteria hasil : selanjutnya
1. Persalinan adekuat untuk 2. Pantau kemajuan dilatasi servik
menghasilkan dilatasi dan pendataran
2. Terjadi kelahiran tanpa R/Untuk mengetahui
komplikasi maternal perkembangan dilatasi servik
3. Pantau masukan dan haluaran
R/Untuk mengetahui
keseimbangan cairan tubuh
4. Kaji adanya dehidrasi
R/Untuk memberikan
penanganan secara cepat dan
tepat
5. Beri oksitosin sesuai program
R/Oksitosin berperan untuk
merangsang kontaksi
5 Setelah dilakukan asuhan 1. Cuci tangan dengan sabun anti
keperawatan selama 3x24 jam mikroba
diharapkan infeksi tidak terjadi R/Untuk mencegah kontaminasi
dengan kriteria hasil : mikroba
1. Tidak didapatkan tanda-tanda 2. Gunakan universal precaution
infeksi dan sarung tangan steril jika
2. Integritas kulit mengalami melakukan Vaginal Toucher
peningkatan (jika dilakukan R/Mengurangi transmisi mikroba
SC) sebagai pencegahan infeksi
3. Kaji suhu badan setiap 4 jam
R/Peningkatan suhu tubuh
merupakan tanda adanya infeksi
4. Kaji turgor, warna, dan tekstur
kulit ibu setelah dilakukan SC
R/Untuk mengetahui adanya
tanda-tanda infeksi
5. Berikan perawatan luka yang
tepat jika dilakukan SC pada ibu
R/Perawatan luka yang tepat
mengurangi resiko infeksi
6. Kolaborasi pemberian antibiotik
sesuai indikasi
R/Antibiotik berperan sebagai
anti infeksi
6 Setelah dilakukan asuhan 1. Anjurkan klilen untuk
keperawatan selama 3x24 jam mengemukakan hal-hal yang
diharapkan klien tidak cemas dan dicemaskan.
dapat mengerti tentang keadaannya R/Untuk mengeksternalisasikan
dengan kriteria hasil : kecemasan yang dirasakan
1. Klien tidak cemas, penderita 2. Beri penjelasan tentang kondisi
tenang, klien tidak gelisah. janin
R/Mengurangi kecemasan
tentang kondisi / keadaan janin.
3. Beri informasi tentang kondisi
klien
R/Mengembalikan kepercayaan
dan klien.
4. Anjurkan untuk manghadirkan
orang-orang terdekat
R/Dapat memberi rasa aman dan
nyaman bagi klien
5. Menjelaskan tujuan dan tindakan
yang akan diberikan
R/Membina hubungan saling
percaya sehingga dapat
mengurangi kecemasan

D. Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik. Selanjutnya rencana
tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dan terpadu guna
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan

E. Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan terhadap perilaku
dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan
umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

HK, Joseph dan S, Nugroho.2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstretri. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Ralph C. 2009. Buku Saku Obstretri dan Ginekologi Ed. 9.Jakarta: EGC.

Sastrawinata, Sulaiman. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi Obstretri Patologi Ed. 2. Jakarta: EGC.

Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas Edisi II. Jakarta: EGC.

Prawiroharjo Sarwono, 2002, ilmu kebidanan, Jakarta: yayasan bina pustaka sarwono
prawiroharjo

Pusdiknaskes.2003.asuhan antenatal.WHO-JHPIEGO

NANDA NIC NOC

Anda mungkin juga menyukai