Konsep Kebahagiaan
Konsep Kebahagiaan
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Seseorang dikatakan memiliki kebahagiaan yang tinggi jika mereka
merasa puas dengan kondisi hidup mereka, sering merasakan emosi positif dan
jarang merasakan emosi negatif, selain itu kebahagiaan juga dapat timbul karena
adanya keberhasilan individu dalam mencapai apa yang menjadi dambaannya, dan
dapat mengolah kekuatan dan keutamaan yang dimiliki dalam kehidupan sehari-
hari, serta dapat merasakan sebuah keadaan yang menyenangkan (Diener dan
Larsen, 1984, dalam Edington,2005).
3
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan
1. Gender
2. Usia
3. Pendidikan
4
4. Tingkat Pendapatan
5. Pernikahan
6. Pekerjaan
5
melakukan bunuh diri yang tinggi dibandingkan individu yang bekerja
(Oswald, 1997; Platt & Kreitman, 1985; dalam Eddington & Shuman, 2005).
7. Kesehatan
8. Agama
6
membuat diri seseorang merasa bahwa ia menjadi bagian kelompok orang
yang memegang nilai dan kepercayaan yang sama.
7
wilayah yang juga mampu mempengaruhi tingkat kebahagiaan masyarakat
yang tinggal di dalamnya. Adapun faktor-faktor tersebut, yaitu:
A. Tingkat Kesejahteraan
8
2.3 Konsep Kebahagiaan dalam Islam
1
Quraish Shihab, Al-Misbah, jilid 5 Hal.784
9
dorongan bagi manusia untuk berlomba-lomba mencapai, meraih, dan
mendapatkan kebahagiaan yang dijanjikan.2
Q.S. Hud : 10
Q.S. Al-An’am : 54
2
ibid
3
Ibid , hal.562 - 563
4
Ibid , hal. 563
10
Ayat ini mengisyaratkan salam (kebahagiaan) yang diterima
oleh orang-orang lemah ketika mereka hendak bertaubat dari dosa
yang mereka perbuat.5
5
Qurais Shihab, Al-Misbah, Vol. 3 Hal.458
11
Menurut Hamka, Islam mengajarkan pada manusia empat jalan
untuk menuju kebahagiaan. Pertama, harus ada i’tiqad, yaitu motivasi
yang benar-benar berasal dari dirinya sendiri. Kedua, yaqin, yaitu
keyakinan yang kuat akan sesuatu yang sedang dikerjakannya.
Ketiga, iman, yaitu yang lebih tinggi dari sekedar keyakinan, sehingga
dibuktikan oleh lisan dan perbuatan. Tahap terakhir adalah ad-diin,
yaitu penyerahan diri secara total kepada Allah, penghambaan diri
yang sempurna. Mereka yang menjalankan ad-diin secara sempurna
tidaklah merasa sedih berkepanjangan, lantaran mereka benar-benar
yakin akan jalan yang telah Allah pilihkan untuknya.6
6
Ir. Akmal, Bahagia Menurut Hamka, INSISI.or.id
7
ibid
12
Maka selayaknya seorang melakukan apa yang diperintahkan
Allah SWT untuk bisa memperoleh makna kebahagiaan yang
sebenarnya, sebagaimana pesan Hamka.
“ Oleh karena itu, pesan Hamka, jika ingin jadi orang kaya,
maka cukupkanlah apa yang ada, peliharalah sifat qana’ah, jangan
bernafsu mendapatkan kepunyaan orang lain, hiduplah sepenuhnya
dalam ketaatan kepada Allah saja. Kekayaan hakiki ialah
mencukupkan apa yang ada, baik banyak maupun sedikitnya, sebab ia
adalah nikmat dari Allah. Jika kekayaan melimpah, ingatlah bahwa
harta itu untuk menyokong amal dan ibadah. Harta tidak dicintai
karena ia harta, melainkan hanya karena ia pemberian Allah, dan ia
dipergunakan untuk sesuatu yang bermanfaat. Inilah jiwa yang
bahagia!”8
8
ibid
9
Taqwa dan Bahagia, INSIST.or.id
13
hanya dapat dinikmati dalam alam fikiran dan nazar-akali belaka.
Kesejahteraan dan kebahagiaan itu merujuk kepada keyakinan diri
akan Hakikat Terakhir yang Mutlak yang dicari-cari itu – yakni:
keadaan diri yang yakin akan Hak Ta’ala – dan penuaian amalan yang
dikerjakan oleh diri itu berdasarkan keyakinan itu dan menuruti titah
batinnya.”10
c. Imam Ghozali
Al-Ghazali berkata :
10
ibid
11
ibid
14
Akan tetapi untuk mencapai kebahagiaan tersebut –cinta kepada
Allah dengan taqwa– tidaklah mudah sebab dalam menempuh
jalannya dipenuhi dengan tanjakan dan terjalan. Al-Ghazali
menggambarkan jalan menuju bahagia tersebut
12
ibid
13
ibid
15
BAB III
PENUTUP
Kebahagiaan merupakan cita-cita semua inisan di dunia, baik muslim
maupun non-musli, baik kaya mauupn miskin, baik laki-laki maupun perempuan.
Namun ketika cara pandang tentang kebahagiaan itu sendiri rancu atau bahkan
salah, maka hanya akan menimbulkan kekacauan baik individu maupun sosial.
Seperti yang terjadi di Barat.
Maka Islam sebagai agama yang diterima di sisi Allah menjelaskan arti
dan mengajarkan kebahagiaan hakiki yang harus ditemupuh manusia. Yaitu
kebahagiaan yang kekal di Akhirat kelak, namun bukan berarti kebahagiaan hanya
didapatkan di akhirat melainkan di dunia pun manusia sudah bisa memperoleh
kebahagiaan dengan sifat rahman Allah, dengan syarat jalan yang ditempuh
merupakan jalan yang penuh dengan ridho-Nya. Dengan cara menjalankan
perintahnya dan menjauhi larangannya.
16
DAFTAR PUSTAKA
17