Anda di halaman 1dari 4

Defisiensi Mikronutrient

1. Defisiensi Vitamin D

Terjadinya defisisensi vit D bisa terjadi karna beberapa faktor seperti terjadinya perubahan
fisiologis, misalkan terjadi oenurunan fungsi penciuman dan pengecapan serta pertumbuhan
gigi yang kurang baik dan dapat membatasi pilihan intake makanan. Terjadinya malabsorpsi
nutrisi esensial disebabkan akibat perubahan dari perubahan gastrointestinal sehingga faktor2
ini dapat berpengaruh secara kolektif atau indpenden dan menyebabkan pngurangan asupan
makanan. Vit D memiliki peran penting untuk pemeliharaan kesehatan tulang dan kekuatan
otot, seta defisiensi pada orang yang lebih tua akan berdampak padakapasitas fungsionalnya.
Adapun faktor lain yang berperan pada defisiensi vit D pada lansia seperti jenis kelamin, usia
>60, pigmentasi kulit gelap, kurangnya waktu berada diluar sehingga kuran terpapar sinar
matahari, dan obesitas.
2. Defisiensi B12
Defisiensi B12 disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya asupan makanan yang
mengandung banyak vit B12 dimana pada lansia banyak yang mengalami penurunan nafsu
makan sehingga terjadi kekurangan gizi khususnya mikronutrien/b12 tidak terpenuhi.
Penyusutan obat lambung juga merupakan faktor penyebab, karena pada lansia jika terjadi
penyusutan itu akan menyebabkan ukuran lambung menipis, sekresi HCI dan pepsin
berkurang sehingga menurunkan penyerapan vit B12. Adapun faktor lain seperti riwayat
mengidap penyakit anema persiosa dimana penyakit ini menyebabkan menurunya protein di
lambung yang berfunsi untuk mengikat vitamin B12 akibatnya terjadilah defsiensi vitamin
B12 . Konsusmsi obat obatan tertentu seperti golongan PPI, metformin, H2 antagonis dapat
menurunkan penyerapan vitamin B12
3. Defisiensi Kalsium
Pada saat usia 20 tahun, tubuh manusia akan mulai mengalami kekurangan kalsium sebanyak
1% per tahun. Dan setelah usia 50 tahun, jumlah kandungan kalsium dalam tubuh akan
menyusut sebanyak 30%. Pada usia 60 tahun itu akan terjadi penurunan penyerapan kalsium
dan pada usia 80 tahun akan terjadi malarbsobsi yang signifikan sehingga terjadilah
defisiensi kalsium.
Kekurangan ini dipicu oleh adanya kegagalan atau penurunan fungsi penyerapan kalsium
kedalam tubuh, Kekurangan vitamin D dalam bentuk aktif akan menghambat absorpsi
kalsium. Asam oksalat akan membentuk garam kalsium oksalat yang tidak larut sehingga
menghambat absorpsi kalsium. Asam phytat, ikatan yang mengandung fosfor yang terdapat
di dalam serealia, membentuk kalsium fosfat tidak dapat larut sehingga tidak dapat di
absorpsi. Serat menurunkan absorpsi kalsium karena serat menurunkan waktu transit
makanan di dalam saluran cerna sehingga mengurangi desempatan untuk di absorpsi. Stres
mental atau fisik cenderung menurunkan absorpsi kalsium dan meningkatkan eksresi. Proses
menua menurunkan efisiensi absorpsi kalsium, orang yang kurang gerak.
4. Defisiensi Zinc
Kurang zinc pada lansia biasanya terjadi karean menghindari makanan seperti daging yang
kaya zinc untuk menghindari peningkatan kadar kolestrol dan asam urat. Selain itu mereka
juga lebih banyak mengkonsumsi makananan dari olahan gandum yang kandungan zinc
kurang serta konsumsi makanan yang berserat tinggi yang mengandung fitate yang dapat
menghambat penyerapan zinc. Pada lansia membutuhkan asupan gizi mikronutrien yang
lebih dibanding dewasa muda makanya dibutuhkan asupan yang cukup khususnya zinc. Pada
lansia terjadi penurunan fungsi organ pada tractus gastrointestinal sehingga reabsorpsi zinc
terganggu jika reabsorpsi terganggu maka akan terjadi desisiensi zinc
5. Defisiensi Besi
Zat besi memegang peranan penting dalam tubuh untuk macam macam reaksi biokimia.
Didalam tubuh pria dewasa diperkirakan terdapat sekitar 50mg Fel/kgBB, sedangkan pada
wanita jumlahnya lebih kecil yaitu 35-38mg/kg BB. Dengan ikatan tubuh terkait dengan
Hemoglobin di dalam Eritrea, dan 25% berada dalam bentuk cadangan zat besi yaitu Feriti
dan Hemosiderin. Hanya sebagian kecil yang dapat ditemukan dalam plasma yang
mengandung transferin 0,1% atau dalanm enzim yang mengandung besi. Keadaan Gizi
Lansia, Terjadi kekurangan gizi pada lansia karena faktor primer atau sekunder. Primer
seperti ketidaktahuan,keadaan sosial, hidup seorang diri, kehilangan pasangan hidup,
gangguan fisik, gangguan indera, gangguan mental, dan kemiskinan hingga asupan makan
sehari-hari memang semakin berkurang. Faktor sekunder merupakan malabsorpsi,
penggunaan obat-obatan, Peningkatan kebutuhan nutrisi serta alkoholisme. Kondisi gizi
buruk pada lansia dapat membentuk KKP (kekurangan kalori protein) kronik, baik ringan
sedang maupun berat. Kekurangan zat gizi lain banyak muncul adalah defisiensi besi seperti
anemia, defisiensi B1 dan B12.
6. Defisiensi Asam Folat
Difisiensi asam folat nerhubunga dengan terjadinya difisiensi Vitamin B12 , karena Vitamin
B12 diperlukan untuk mengubah folat menjadi bentuk atif, dan dalam fungsi normal
metabolisme semua sel, terutamaa sel-sel saluran cerrna, sumsum tulang, dan jaringan saraf,
cukup asupan vitamin B12 dapat dikaitkan penurunan kognitif lebih lambat pada lanjut usia.
 Putri Rahmah Alamsyah, Dini Ririn Andrias.2016.Hubungan Kecukupan Zat Gizi Dan Konsumsi
Makanan Penghambat Zat Besi Dengan Kejadian Anemia Pada Lansia. Surabaya:Media Gizi Indonesia,
Vol. 11, No. 1
 Peacock M. Calcium metabolism in health and disease. Clinical Journal of the American Society of
Nephrology (CJN). 2010;5:23
 Jansari, Joosje.,dkk.Faktor- fktor yang mempengaruhi terjadinya Anemia Defisiensi Besi Pada Golongan
Usia Lanjut Di Kelurahan Pela Mampang Jakarta Selatan.Jakarta:Universitas Pembangunan Nasional
Veteran
 Riggs BL, Khosla S, Melton LJ. A unitary model for involutional osteoporosis: estrogendeficiency causes
both type I and type II osteoporosis in postmenopausal women and contributes to bone loss in aging men.
Journal of Bone and Mineral Research (JBMR). 1998;13(5):763
 Wong CW. Vitamin B12 deficiency in the elderly: is it worth screening? Hong Kong Med J. 2015; 21:
155–64.
 N Meunier, Importance of zinc in the elderly : the ZENITH study : European Journal Of Clinical Nutrition
(EJCN), publikasi 28 oktober 2005, https://www.nature.com/articles/1602286 p’

Anda mungkin juga menyukai