Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


II.1.2 Evaporasi dan Evaporator
Evaporasi adalah proses untuk memekatkan suatu larutan dengan
menguapkan zat pelarutnya. Sedangkan Evaporator adalah alat untuk
menguapkan zat pelarut pada suatu larutan (Geankoplis, 1997).

II.1.2 Sifat yang Mempengaruhi Proses Penguapan


Menurut Geankoplis, Sifat kimia dan fisika larutan yang akan dipekatkan
mempunyai pengaruh besar pada jenis evaporator yang digunakan. Berikut adalah
sifat- sifat penting dari zat cair yang dievaporasikan yang mempengaruhi proses
evaporasi :
 Konsentrasi larutan
Biasanya umpan cair yang akan dipekatkan pada evaporator
konsentrasinya encer, memiliki viskositas rendah, hampir sama dengan air
dan koefisien perpindahan panas relatif tinggi. Selama proses penguapan,
konsentrasi larutan dapat menjadi lebih pekat sehingga dapat
menyebabkan koefisien perpindahan panas menurun. Agar koefisien
perpindahan panas tidak menurun maka harus menaikkan sirkulasi produk
dan memperbesar turbulensi aliran udara.
 Kelarutan
Saat larutan dipanaskan maka konsentrasi zat terlarut atau garam
meningkat, dan kristal akan terbentuk. Kelarutan membatasi konsentrasi
maksimum larutan yang dipekatkan.
 Kesensitifan bahan terhadap suhu
Banyak produk, minuman dan bahan biologi lainnya, yang mana sensitif
terhadap suhu, akan rusak ketika dipanaskan pada suhu tinggi.

II-1
II-2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

 Busa
Pada beberapa bahan yang kental seperti susu skim, selama proses
penguapan akan menimbulkan busa, yang akan menyebabkan sebagian
cairan terbawa dalam aliran uap.
 Tekanan dan suhu
Titik didih larutan berhubungan dengan tekanan pada sistem. Semakin
besar tekanan operasi pada evaporator menyebabkan titik didih larutan
semakin tinggi.
 Pembentukan endapan dan bahan konstruksi
Beberapa larutan membentuk endapan yang disebabkan karena
dekomposisi produk atau kelarutannya menurun, sehingga menyebabkan
penurunan koefisien perpindahan panas. Bahan konstruksi untuk
evaporator perlu diperhatikan unutuk meminimalkan korosi. Maka dari itu
harus sering dibersihkan.

II.1.3 Variabel yang Mempengaruhi Operasi Penguapan


Menurut Geankoplis, terdapat beberapa variabel yang dapat
mempengaruhi proses evaporasi, diantaranya:
 Suhu umpan
Suhu umpan mempunyai pengaruh besar pada operasi evaporator. Apabila
umpan yang masuk dibawah suhu jenuhnya, maka diperlukan pemanasan
awal pada umpan sebelum terjadi penguapan sehingga diperlukan luas
perpindahan panas untuk pemanasan awal. Jika umpan yang masuk
suhunya diatas suhu jenuh, akan terjadi penguapan secara flash.
 Tekanan operasi
Dalam beberapa hal diharapkan driving force perbedaan suhu yang besar,
karena semakin besar driving force perbedaan suhu, luas perpindahan
panas dan biaya penguapan semakin menurun. Biasanya digunakan unit
penghampaan untuk menurunkan tekanan operasi. Selain itu dapat juga
dengan penghembusan uap-gas untuk menurunkan tekanan parsial uap.

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA III


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
II-3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

 Suhu media pemanas


Semakin besar suhu media pemanas yang digunakan semakin besar
perbedaan suhunya, yang akan menyebabkan semakin kecil luas
perpindahan panas. Sehingga ukuran dan biaya evaporator menjadi kecil.
 Waktu tinggal
Semakin lama waktu tinggal menyebabkan semakin banyak terjadi
penguapan. Tetapi untuk bahan yang sensitif terhadap panas, waktu tinggal
yang terlalu lama harus dihindari karena akan merusak larutan yang akan
dipekatkan.
 Turbulensi
Adanya turbulensi dapat menaikkan koefisien perpindahan panas karena
adanya konveksi.
 Kerak
Kerak dan bahan konstruksi; beberapa bahan dapat mudah membentuk
kerak pada permukaan pemanas akibat dekomposisi ataupun penururnan
kelarutan. Ini akan menyebabkan penurunan koefisien perpindahan panas.
Sedangkan bahan konstruksi evaporator hendaknya dipilih yang tidak
mudah terkorosi dan tahan secara mekanik maupun panas.
 Foaming
Pembusaan (foaming); beberapa bahan yang mengandung soda, lerutan
susu dan asam lemak dapat membentuk busa selama pendidihan. Hal ini
akan menghambat pembentukan dan pengeluaran uap sehingga terjadi
tumpah (entrainment).

II.1.4 Klasifikasi Evaporator


Menurut Fitri Kurniawan, evaporator dapat dibagi dalam empat kategori
menurut prinsip perpindahan panas yang diterapkan, yaitu sebagai berikut :
1. Evaporasi film cairan.
2. Evaporasi cairan dengan pembentukan nucleate boiling pada permukaan
yang panas.

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA III


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
II-4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. Evaporasi cairan yang disebabkan karena pengurangan tekanan, yang lebih


dikenal dengan nama flashing.
4. Evaporasi cairan karena kontak langsung dengan fluida panas, baik itu gas
maupun cairan.

II.1.5 Tipe Evaporator


Beberapa tipe evaporator menurut Fitri Kurniawan, antara lain :
a. Batch Pan
Pada umumnya digunakan untuk evaporasi minyak bumi, tipe ini adalah
metode yang paling tua digunakan. Membutuhkan waktu evaporasi yang
cukup lama. Batch Pan bisa menggunakan model pemanas external shell
and tube heater. Luas perpindahan panas umumnya cukup sempit
tergantung pada volume vessel dan koefisien perpindahan panas umumnya
rendah dibawah kondisi konveksi alamiah. Biasanya digunakan untuk
evaporasi kapasitas rendah.
b. Tubular Evaporator
 Natural Circulation
Evaporasi dengan menggunakan natural circulation di tujukan untuk
penggunaan beberapa tube yang pendek pada bagian batch pan, atau
dengan menggunakan external shell and tube heater dibagian luar
dari vessel utama. Aplikasi yang paling umum pada tipe ini adalah
sebagai unit reboiler pada bagian bawah kolom distilasi.
 Rising Film Tubular
Sistemnya menggunakan tube yang vertikal dengan steam yang di
kondensasi pada bagian luar permukaan. Larutan pada bagian tube di
didihkan, dengan uap yang di generasikan pada bagian dalam tube.
Pada perkembangannya tipe ini dijadikan sebagai perubahan besar-
besaran pada evaporator terutama pada kualitas produk. Pada laju
alir yang lebih tinggi menghasilkan film larutan yang tipis dan
bergerak lebih cepat pada bagian tube. Ini menghasilkan koefisien

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA III


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
II-5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

perpindahan panas yang lebih tinggi dan waktu tinggal produk lebih
cepat.
 Falling film Evaporator
Pada umumnya tidak terlalu memiliki perbedaan suhu yang terlalu
besar, biasanya digunakan untuk pemisahan komponen yang sensitif
terhadap panas, membutuhkan pressure drop yang rendah diperlukan
perbedaan suhu sebagai driving force yang rendah juga. Dimana
sistemnya cairan masuk pada bagian atas tube dan mengalir ke
bawah pada dindingnya sebagai film yang tipis. Pemisahan larutan
dan uap umumnya terjadi di bagian bawah, sehingga ini adalah
alasan falling film evaporator ini digunakan secara luas untuk
mengentalkan material yang sensitif.
 Forced Circulation Evaporator
Dikembangkan untuk memproses cairan dimana cairan tersebut
mudah terjadi kerak atau mengkristal. Cairan disirkulasi dengan laju
yang cepat pada heat.
c. Plate Type Evaporator
Plate Evaporator dikembangkan sebagai alternatif dari sistem turbular.
Pada plate evaporator diperoleh permukaan perpindahan panas yang lebar
sehingga bisa di peroleh kapasitas yang tinggi, serta diperoleh waktu
tinggal yang rendah.

II.1.6 Metode Operasi Evaporator


Menurut Geankoplis, untuk mencapai tingkat efisiensi dan steam yang
tinggi, maka dalam penggunaannya evaporator dioperasikan dalam berbagai
metoda operasi adalah sebagai berikut:
a. Single-effect evaporator.
b. Forward-feed multiple effect evaporator.
c. Backward-feed multiple efect evaporator.
d. Parallel feed multiple effect evaporator.
Sedangkan untuk membantu pencapaian efisiensi dan steam ekonomi yang
tinggi seperti diatas, biasanya dibantu dengan penambahan vakum pada bagian
keluaran destilat atau produk uap terakhir.

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA III


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
II-6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1.7 Evaporator Falling Film


Pada evaporator falling film, umpan mengalir ke bawah sebagai lapisan
film pada bagian tube yang dipanasi dengan media pemanas (steam). Pemisahan
uap dan cairan biasanya pada bagian bawah. Film cairan yang terbentuk
tergantung pada gaya gravitasi, viskositas cairan serta kecepatan alir cairan. Film
evaporator dirancang untuk menguapkan suatu cairan yang mengalir membentuk
suatu film tipis di atas permukaan yang dipanasi. Panas dipindahkan secara
konduksi dan konveksi. Evaporator Falling film menghasilkan film yang tipis dan
mengalir cepat, sehingga koefisien perpindahan panasnya lebih tinggi.
Dalam perpindahan panas evaporator falling film, salah satu hal utama yang
berperan penting adalah laju penguapan film. Metode-metode yang dapat
digunakan untuk meningkatkan laju penguapan film tipis adalah :
1. Menaikkan suhu permukaan yang dipanasi, Tw
2. Menurunkan tahanan panas film, misal dengan menaikkan koefisien
perpindahan panas, h
3. Menurunkan suhu permukaan cairan, Ts
a. Dalam keadaan uap murni yaitu dengan menurunkan tekanan total
b. Dalam keadaan campuran uap-gas yaitu dengan
menurunkan tekanan parsial uap.
Metode 1 terbatas karena sering terjadi nucleate boiling yang sulit
dihindari. Metode 2 digunakan pada film tipis. Metode 3.a. mempunyai
pemasalahan kebocoran dalam sistem vakum. Metode 3.b. secara luas digunakan
untuk mengatasi masalah pada metode 3.a. salah satunya dengan hembusan udara.
Evaporator Falling film memiliki kelebihan dan kelemahan :
 Aplikasi waktu tinggalnya singkat dan digunakan untuk fluida sensitif
terhadap panas
 Hanya dibutuhkan ruang yang kecil untuk penempatannya
 Digunakan untuk cairan dengan kandungan padatan rendah
 Koefisien perpindahan panas tinggi

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA III


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
II-7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prinsip penting yang harus diperhatikan dalam desain evaporator falling


film adalah:
1. Cairan superheat harus cukup rendah untuk membatasi terbentuknya
nucleate boiling, yang akan menyebabkan deteriorasi dan fouling.
2. Dibutuhkan perbedaan yang cukup antara suhu permukaan yang dipanasi
dengan suhu jenuh sesuai dengan tekanan uap parsialnya.
3. Film cairan tipis dengan koefisien perpindahan panas yang memadai.
4. Laju alir umpan harus cukup besar untuk mencegah agar film larutan
menjadi tidak merata.
5. Pada sistem aliran counter-current, laju alir gas keluar harus lebih kecil
daripada batas flooding.
6. Sistem distribusi larutan pada bagian permukaan larutan memungkinkan
untuk menghasilkan ketebalan film yang seragam.
Gas keluar Cairan masuk

Gambar 2.1 Evaporator falling film berlawanan arah


Cairan masuk
Gas masuk

Gambar 2.2 Evaporator falling film searah


Jenis distributor yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Overflow Weir Distributor

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA III


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
II-8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada distributor ini umpan masuk pada bagian (a) dan mengalir secara
overflow ke bagian (b) dan kemudian overflow dari bagian ini akan
membasahi dinding tube dengan membentuk film (Gambar. 2.3)
umpan

Weir

(b)

(a 30 mm 42 mm

Gambar 2.3 Overflow Distributor

2. Plugflow Distributor
Pada distributor jenis plugflow, aliran mengalir melalui lubang-lubang
kecil dan membentuk film di sepanjang tube.(Gambar. 2.4)

plugflow distributor

3,17 mm
2 baris
15,87 mm
9 lubang

15,87 mm 1 mm
40
o

Gambar 2.4 Plugflow Distributor

II.1.8 Macam-macam fluida


 Fluida Newtonian

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA III


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
II-9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fluida yang mengikuti hukum Newton untuk viskositas, yaitu pada aliran

fluida dalam pipa adalah, dimana viskositas fluida adalah

konstan dan grafik hubungan antara shear stress dan shear rate linier.
 Fluida non-Newtonian
Yaitu fluida yang sifat alirannya tidak dapat dideskripsikan dengan satu
nilai viskositas yang konstan. Pada grafik hubungan antara shear stress
dan shear rate tidak linier. Ada beberapa model untuk fluida non-

Newtonian, antara lain model power law yang dinyatakan dengan

. dimana n dan m adalah parameter viskositas pada

model power law. Bila n>1 maka fluida disebut dilatant dalam hal ini
viskositas fluida naik dengan kenaikan stress. Sedangkan n<1, fluida
disebut pseudoplastik, dalam hal ini viskositas turun dengan kenaikan
stress. Grafik fluida Newtonian dan non-Newtonian dapat dilihat pada
gambar 2.5 dibawah ini :

Bingham Plastic

Pseudoplastic Fluid

s,
es Dilatant Fluid
Str
r
ea
Sh
Newtonian Fluid

2.5 Fluida Newtonnian


Shear dan
Rate,non-Newtonnian
k

Gambar 2.5 Fluida Newtonian


LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA III
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
II-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1.9 Metode Perhitungan Perpindahan Massa dan Panas Single Effect


Evaporator
Menurut Geankoplis, persamaan-persamaan ataupun rumus –rumus
untuk perhitungan kapasitas pada single effect evaporator diturunkan dai
persamaan dan rumus dasar perpindahan panas dan massa sebagai berikut :

q = U A ∆T (1)

Dimana :
q : jumlah panas yang berpindah dalam evaporator (W atau btu/h)
U : koefisien perpindahan panas overall (W/m2 K atau btu/h.ft3.oF)
A : luas penampang perpindahan panas (m2 atau ft2)
ΔT : beda suhu antara steam jenuh dan cairan yang mendidih dalam
evaporator (K atau oC atau oF

Untuk menyelesaikan persamaan diatas, dibuat neraca massa dan


panas evaporator yang digambarkan seperti pada flow diagram berikut :

Gambar 2.6 Evaporator Single Efect


Dimana :
F : Feed (kg/h atau lbm/h)
TF : Suhu masuk feed (K atau oC atau oF)
xF : Fraksi massa zat terlarut dalam feed
hF : Entalpi dari feed (J/kg atau btu/lbm)

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA III


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
II-11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

L : Produk (concentration liquid)(kg/h atau lbm/h)


T1 : Suhu liquid dalam evaporator = suhu produk = suhu uap hasil
evaporasi (K atau oC atau oF)
xL : Fraksi massa zat terlarut dalam produk
hL : Entalpi dari produk (J/kg atau btu/lbm)
V : Uap hasil evaporasi (kg/h atau lbm/h)
yV : Fraksi massa zat terlarut dalam uap hasil evaporasi (yV = 0)
HV : Entalpi uap hasil evaporasi (J/kg atau btu/lbm)
s : Steam jenuh masuk = kondensat keluar (kg/h atau lbm/h)
TS : Suhu steam jenuhmasuk = suhu kondensat keluar (isoterm)
(K atau oC atau oF)
HS : Entalpi steam masuk (J/kg atau btu/lbm)
HS : Entalpi kondensat keluar (J/kg atau btu/lbm)

Dari steam yang masuk dan kondensat yang keluar (isotermal), ini berarti
panas yang dipakai untuk penguapan hanya diambil dari panas laten(panas
pengembunan) dari steam tersebut yang berarti :
λ = Hs – hs (2)

disini suhu uap keluar dan suhu produk serta suhu liquid dalam evaporator adalah
sama, karean uap (V) dan liquid (L) berada dalam kesetimbangan. Neraca massa
untuk proses diatas (dianggap steady state) dapat dituiskan :

Rate of mass in = rate of mass out (3)

Sehingga neraca massa totalnya:

F= L+V (4)

Dan neraca komponen (solute) nya :

F.xF = L xL (5)

(karena yV=0, maka V. yV=0)


Sedangkan neraca panasnya dapat ditulis :

Total panas masuk = total panas keluar (6)

Dengan menganggap tidak ada panas yang hilang karena radiasi dan konveksi,
maka persamaan (7) dapat ditulis :

F. hF + S.Hs = L.hL + V.HV + S.hs (7)

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA III


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
II-12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Substitus persamaan (2) ke persamaan (7) di dapat :

F.hF + S.λ = L.hL + V.Hv (8)

Dan panas yang berpindah dalam evaporator adalah :

q = S (Hs-hs) = S.λ (9)

Pada persamaan-persamaan diatas, panas laten steam (λ) pada suhu steam
jenuh Ts mudah di dapat dari tabel. Tetapi entalpi dari feed dan produk sulit dicari
karena memang sering datanya tidak tersedia. Untuk itu maka kadang-kadang
perlu dilakukan aproksimasi untuk dapat menyelesaikan perhitungan diatas
(Geankoplis, 1997).

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA III


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

Anda mungkin juga menyukai