Makalah Terapeutik 2
Makalah Terapeutik 2
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Adapun latar belakang pembuatan makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas
makalah juga untuk mempelajari tentang komunikasi terapeutik khususnya pada berbagai
tingkat usia dengan berbagai kondisi serta berbagai macam teknik-teknik yang terdapat di
dalamnya. Selain itu juga untuk memberi pengetahuan kepada para pembaca bagaimana tahap-
tahap komunikasi terapeutik yang baik. Serta memberi panduan kepada calon perawat bagaimana
merawat pasien dengan menggunakan komunikasi terapeutik. Selain itu komunikasi terapeutik,
akan dibahas juga mengenai bagaimana pula komunikasi Non-Terapeautik itu.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan makalah ini adalah :
1.Pengertian Komunikasi
3. Definisi Komunikasi Terapeutik
4.Tujuan Komunikasi Terapeutik5
7. Prinsip Komunikasi Terapeutik
8.Tahap-tahap Komunikasi Terapeutik
9. Sikap Perawat dalam berkomunikasi Terapeutik
10. Tehnik Komunikasi Terapeutik
11. Komunikasi Terapeutik Pada Tingkat Usia
12. Hambatan Komunikasi Terapeutik
13. Komunikasi Non-Terapeutik
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia.
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk
berhubungan dengan orang lain.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan
pengertian antar perawat dengan pasien.
D.INTERAKSI SOSIAL
Upaya awal yang dilakukan pada saat berkomunikasi dengan klien biasanya menghasilkan interaksi sosial
yang singkat. Pesan yang disampaikan masih bersifat dangkal, dimana komunikasi antara perawat dan
klien belum mencoba membahas sesuatu secara mendalam. Beberapa perubahan interpersonal cenderung
didasarkan pada respon intuitif dan bersifat otomatis. Interaksi yang dangkal tersebut membuat orang
yang terlibat di dalamnya merasa aman karena diskusi yang di lakukan tdk ada niat yang tersembunyi
untuk mengungkap tabir rahasia pribadi seseorang.
H.TAHAP-TAHAP KOMUNIKASI
a. Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1. Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya
2. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan
dirinya agar bernilai terapeutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi
teman kelompok
3. Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi
4. Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan klien.
b. Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali bertemu dengan
klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam
membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi
lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan
perasaan dan pikirannya.
Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain :
1. Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk
membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas, menerima klien apa
danya, menepati janji, dan menghargai klien;
2. Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah
interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik pertemuan;
3. Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien
mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka;
4. Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Bila tahap
ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari
Suryani,2005)
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1. Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2. Memperkenalkan diri perawat
3. Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi, topik,
tempat, dan lamanya pertemuan.
4. Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang identitas
serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
5. Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang membuat klien
meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut,
kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan lanjutan
evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
6. Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi masalah
dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi adalah
memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi
tindakan pertemuan sebelumnya.
c. Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik.Tahap ini perawat bersama klien
mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong
perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien.Tahap ini
berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang
sering digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai
persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).
d. Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina dan berada
pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat
perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama
meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini
dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan.
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
1. Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2. Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi objektif.
Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah
didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi
(Suryani,2005);
b. Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah berinteraksi atau
setelah melakukan tindakan tertentu;
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut pekerjaan
rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan
atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah
kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam;
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik, waktu
dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah bahwa pada
terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.
2. Pada Remaja
a. Pola pikir dan tingkah laku
Peralihan dari anak ke dewasa
b Bila stres, diskusi tentang masalahnya dengan teman sebaya, orang dewasa Diluar keluarga dan terbuka terhadap perawat.
c. Menolak orang yang berusaha menjatuhkan harga dirinya
1). Beri support penuh perhatian
2). Jangan melakukan intrupsi
3). Ekspresi wajah tidak menunjukkan heran
4). Hidari pertanyaan yang menimbulkan rasa malu (jaga privasi)
3. Strategi untuk memperbaiki komunikasi dengan pasien lanjut usia yaitu
1. Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian untuk bertemu, karena
pasien pasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan yang kompleks.
2. Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali (yaitu tidak bercerita dulu kepada p e r a w a t
atau asisten kemudian baru kepada anda) untuk meminimalkan frustasi
d a n kelelahan pasien.
3. Menghindarkan jargon medis.
4. Menyederhanakan dan menuliskan instruksi.
5. Menggunakan diagram, model, dan gambar.
6. Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka umumnya lebih siap darisegi waktu
dan secara klinis cenderung kurang sibuk.
7. Mengenal Kultur dan Budaya
8. ekspresi yang menyenangkan.
9. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau bahu.
10. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa menituntuk
mengekspresikan masalahnya jika mampu
11. Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
12. Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting
13. Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
14. Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.2. Gangguan kognitif
pasien
15. Jangan mengabaikan pasien.
16. Bertanyalah dengan pertanyaan sederhana yang hanya memerlukan jawaban “ya”
atau“tidak” dan bahasa tubuh sederhana.
17. Ketika melakukan pemeriksaan, berikan instruksi satu persatu.3. Pertemuan dengan keterlibatan pihak
ketiga.
18. Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan dengan 3 kursi dalam bentuk segitiga.
1.Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya.
Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami
peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari
ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens
biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses
penyelesaian masalah.
2.Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang
pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah
ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran
(displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.
3.Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada
respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks
hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu
dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas
sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan
emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat
harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang
menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat
bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses terapeutik.
Adapun Faktor-faktor penghambat komunikasi menurut Purwoto, Heri (1994), yaitu :
a. kemampuan pemahaman yanng berbeda
b. Pengamatan / penafsiran yang berbeda kerena pengalaman masa lalu
c. Komunikasi satu arah
d. Kepentingan yang berbeda
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada klien
g. Menuntut bukti
h. Membicarakan ha;-hal yang bersifat pribadi
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
j. menghentikan / mengalihkan topik pembicaraan
k. terlalu banyak bicara yang seharusnya didengarkan
l. memperlihatkan sifatjemu, pesimis
Faktor-faktor penghambat komunikasi menurut Karyoso, (1994), yaitu :
a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b. Sikap yang kurang tepat
c. Kurang pengetahuan
d. kurang memahami sistem sosial
e. Prasangka yang tidak beralasan
f. Jarak fisik,
g. Tidak ada persamaan persepsi
h. Indra yanng rusak
i. berbicara yang berlebihan
j. mendominir pembicaraan
Sedangkan Faktor-faktor penghambat komunikasi menurut Blais, Kathleen Koening,dkk (2002), yaitu :
a. Tahap perkembangan
b. Jenis kelamin
c. Peran dan hubungan
d. Karakteristik sosiokultural
e. Nilai persepsi
f. Ruang dan teritorial
g. Lingkungan
h. Kesesuaiaan
i. Sikap interpersonal
2.12 KOMUNIKASI NON-TERAPEUTIK
Komunikasi Non-Terapeutik merupakan komunikasi yang dapat merintangi atau merusak profesionalisme
hubungan yaitu :
a. Menanyakan pertanyaan pribadi
b. Memberikan pendapat pribadi
c. Mengganti subyek
d. Respon otomatis
e. Penentraman hati yang keliru
f. Simpati
g. Meminta penjelasan
h. Persetujuan atau penolakan
i. Respon bertahan
j. Respon agresif atau pasif
k. Membantah
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Komunikasi merupakan aktivitas penting manusia dalam menjalani kehidupan. Sebagai bagian dari
makhluk sosial yang syarat dengan keberagaman, kebutuhan dan kepentingan serta harapan-harapan yang
ingin dicapai, manusia tidak bisa lepas dari aktivitas komunikasi. Perawat sebagai salah satu profesi
kesehatan yang mempunyai waktu paling lama berinteraksi dengan klien dituntut mempunyai
keterampilan komunikasi yang bermakna Terapeutik.
B.SARAN
Keterampilann berkomunikasi yang baik dan benar serta efektif yang berdampak Terapeutik merupakan
kemampuan penting yang harus dimiliki oleh semua tenaga pelayanan kesehatan, terutama perawat.
Kemampuan ini perlu ditumbuh kembangkan sehingga menjadi kebiasaan bagi perawat dalam
menjalankan aktivitasnya sehari-hari.
Maka dari itu, kegiatan komunikasi bagi perawat harus dilakukan dengan penuh kejujuran dan ketulusan
disertai dengan komitmen yang kuat untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien.