Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

I. FLOWCHART ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

1 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

II. DESKRIPSI ALGORITMA


2.1 Asumsi U total
Terdapat hubungan antara koefisien perpindahan panas overall dan
koefisien perpindahan panas individu yaitu:
𝑑
1 1 1 𝑑𝑜 × ln( 𝑜⁄𝑑 ) 𝑑𝑜 𝑑𝑜
𝑖
= + + + +
𝑈𝑜 ℎ𝑜 ℎ𝑜𝑑 2 𝑘𝑤 𝑑𝑖 × ℎ𝑖𝑑 𝑑𝑖 × ℎ𝑖

dengan: Uo = koefisien total area di luar tabung


ho = koefisien film di bagian luar tabung
hi = koefisien film di bagian dalam tabung
hod = fouling factor di bagian luar tabung
hid = fouling factor di bagian dalam tabung
kw = konduktivitas termal dinding tabung
di = diameter bagian dalam tabung
do = diameter bagian luar tabung
Beberapa nilai koefisien perpindahan panas overall untuk shell and tube
heat exchanger dapat dilihat pada tabel 2.1. Nilai tersebut dapat
digunakan untuk mengestimasi nilai awal koefisien perpindahan panas.
Tabel 2.1 Koefisien Perpindahan Panas Overall

2 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

2.2 Nilai LMTD dan Faktor Koreksi


Nilai LMTD dihitung berdasarkan perbedaan temperatur inlet dan
outlet pada fluida panas dan fluida dingin.

(𝑇1 − 𝑡2 ) − (𝑇2 − 𝑡1 )
∆𝑇𝑙𝑚 =
(𝑇 − 𝑡2 )
𝑙𝑛 1
(𝑇2 − 𝑡1 )

dengan: T1 = temperatur fluida panas masuk


T2 = temperatur fluida panas keluar
t1 = temperatur fluida dingin masuk
t2 = temperatur fluida dingin keluar
Faktor koreksi ditambahkan untuk mengestimasi “perbedaan temperatur
yang sebenarnya” dalam mendesain shell and tube exchanger.
∆𝑇𝑚 = 𝐹𝑡 × ∆𝑇𝑙𝑚
Nilai ∆𝑇𝑚 digunakan pada perhitungan desain. Nilai faktor koreksi dapat
diestimasi melalui grafik yang menghubungkan antara Ft, S, dan R dimana
rumus untuk nilai S dan R sebagai berikut.
𝑡2 − 𝑡1 𝑇1 − 𝑇2
𝑆= 𝑅=
𝑇1 − 𝑡1 𝑡2 − 𝑡1

Gambar 2.1 Grafik Faktor Koreksi (one shell pass; two tube passes)

3 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

Gambar 2.2 Grafik Faktor Koreksi (two shell pass; four tube passes)

2.3 Luas Permukaan


Luas permukaan dapat dihitung menggunakan persamaan laju
perpindahan panas.
𝑄 = 𝑈𝑡𝑜𝑡 × 𝐴 × ∆𝑇𝑚

2.4 Penentuan Layout Heat Exchanger


2.4.1 Dimensi tube
Diameter yang digunakan berada di rentang 16 mm – 50 mm.
Untuk luas permukaan yang sudah diketahui, penggunaan tube yang lebih
panjang akan mengurangi ukuran shell dan mengurangi biaya, namun
akan meningkatkan pressure drop. Perbandingan panjang tube dan
diameter shell berada di rentang 5 sampai 10. Sebagai panduan, diameter
tube 19 mm digunakan untuk pilihan awal dalam memulai perhitungan
awal.

2.4.2 Susunan tube


Terdapat tiga jenis susunan tube yaitu triangular, square dan rotated
square. Pada pola triangular dan rotated square akan memberikan laju
perpindahan panas yang tinggi tetapi pressure drop-nya meningkan.

4 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

Sedangkan pola square atau rotated square digunakan untuk fluida dengan
fouling yang tinggi dimana dibutuhkan pembersihan secara mekanik. Jarak
antara tube yang direkomendasikan yaitu 1,25 dari Panjang diameter luar
tube.

Gambar 2.3 Jenis-jenis susunan tube

2.4.3 Tube passes


Terdapat beberapa jenis pass untuk shell and tube exchanger
dengan pengaturan layout seperti gambar berikut.

Gambar 2.4 Jenis-jenis tube-passes

5 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

2.4.4 Diameter shell-bundle


Diameter bundle dapat dihitung menggunakan persamaan
empiris sebagai berikut.

dimana 𝑁𝑡 = jumlah tube


𝐷𝑏 = diameter bundle (mm)
𝑑𝑜 = diameter tube (mm)
Nilai konstanta untuk persamaan di atas dapat dicari menggunakan tabel
berikut.

Tabel 2.2 Nilai konstanta pada persamaan diameter bundle

6 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

2.4.5 Diameter dalam shell


Diameter shell dapat dicari melalui grafik hubungan diameter
bundle dan diameter dalam shell.

Gambar 2.5 Grafik Diameter Dalam Shell dan Bundle

2.4.6 Tipe shell


Standar TEMA pada penentuan tipe shell. Shell tipe E adalah tipe
yang paling banyak digunakan. Selain itu, terdapat juga shell G dan J
yang digunakan untuk menurunkan hilang tekan pada bagian shell.

7 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

Gambar 2.6 Tipe shell

2.4.7 Baffle
Baffle berfungsi untuk mengarahkan aliran dalam shell,
meningkatkan laju alir fluida, serta meningkatkan laju alir perpindahan
panas. Tipe baffle single segmental merupakan tipe yang umum
digunakan.
Pada baffle, terdapat bagian yang terpotong yang disebut buffle
cut. Pada umumnya baffle cut berada di sekitar 15 – 45% dan nilai
optimumnya berada di rentang 20 – 25%. Hubunhan antara diameter
shell dan diameter buffle dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Hubugan diameter shell dan baffle

8 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

2.4.8 Posisi fluida


Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan apabila tidak
terdapat perubahan fasa pada fluida. Faktor-faktot tersebut yaitu:
• Korosi
Fluida dengan resiko korosi dialirkan di tube sehingga dapat
mengurangi biaya
• Fouling
Fluida dengan resiko fouling dialirkan di tube sehingga kecepatan
fluida di tube akan lebih tinggi dan fouling lebih mudah dibersihkan.
• Temperatur
Fluida dengan temperatur sangat tinggi dialirkan di tube sehingga
mengurangi biaya.
Untuk fluida dengan temperatur moderat, maka fluida panas
ditempatkan di tube sehingga mengurangi hilang panas ke
lingkungan.
• Tekanan operasi
Fluida dengan batas hilang tekan yang lebih kecil dialirkan di tube.
• Viskositas
Apabila aliran di shell tidak dapat mencapai turbulen, maka fluida
dengan viskositas yang lebih tinggi dialirkan di tube.
• Laju alir
Fluida dengan laju alir yang lebih tinggi ditempatkan di tube.

2.5 Koefisien Perpindahan Panas Overall (Hasil Perhitungan)


Nilai koefisien perpindahan panas dievaluasi kembali dengan
menggunakan nilai luas permukaan kontak yang didapat dari perhitungan
sebelumnya. Perhitungan dilakukan dengan persamaan sebagai berikut.

𝑄 = 𝑈𝑐𝑎𝑙𝑐 × 𝐴 × ∆𝑇𝑚

9 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

2.6 Perhitungan Galat


Nilai koefisien perpindahan panas hasil perhitungan harus lebih
kecil dari besar galat yang diperbolehkan terhadap tebakan awal koefisien
perpindahan panas. Dalam hal ini, nilai error yang diperbolehkan yaitu
maksimal 30%. Error dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
Apabila error melebihi batas, maka dilakukan perhitungan ulang dengan
nilai koefisien hasil perhitungan dijadikan nilai tebakan awal yang baru.

|𝑇𝑒𝑏𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 −𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑘𝑎𝑙𝑘𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖|


Error = × 100%
𝑇𝑒𝑏𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙

2.7 Hilang Tekan


Hilang tekan dapat dihitung menggunakan Metode Kern dan
Metode Bell.
2.7.1 Metode Kern
Prosedur yang dilakukan pada metode ini adalah sebagai berikut.
a. Menghitung luas permukaan aliran cross-flow

dimana 𝑝𝑡 = tube pitch


𝐷𝑠 = diameter shell (m)
𝑑𝑜 = diameter tube
𝑙𝐵 = jarak antar-baffle (m)
b. Menghitung laju alir massa dan laju alir linier

dimana 𝑊𝑠 = laju alir fluida dalam shell (kg/s)


𝜌 = densitas fluida dalam shell (kg/m3)
c. Menghitung diameter ekivalen
• Untuk susunan pola square:

10 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

• Untuk susunan pola equilateral triangular

d. Menghitung bilangan Reynold

e. Menentukan nilai jh

Nilai jh didapat dari grafik sesuai dengan susunan tube yang


dipilih serta bersanya baffle cut.

Gambar 2.7 Grafik Faktor Perpindahan Panas

11 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

f. Menentukan hilang tekan


Tentukan terlebih dahulu friction factor menggunakan grafik.

Gambar 2.8 Grafik friction factor

Nilai beda tekan kemudian dihitung dengan persamaan:

2.7.2 Metode Bell


Prosedur untuk Metode Bell adalah sebagai berikut.
a. Koefisien perpindahan panas

dimana ℎ𝑜𝑐 = koefisien perpindahan panas cross-flow ideal


𝐹𝑛 = Faktor koreksi baris tube
𝐹𝑤 = faktor koreksi baffle window
𝐹𝑏 = faktor koreksi aliran bypass
𝐹𝐿 = faktor koreksi kebocoran

12 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

• Koefisien perpindahan panas cross-flow ideal (hoc)

Gambar 2.9 Grafik koefisien perpindahan panas cross-flow

• Faktor koreksi baris tube (Fn)


Apabila aliran tubulen gunakan grafik di bawah

Gambar 2.10 Grafik faktor koreksi baris tube

13 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

• Faktor koreksi window

Gambar 2.11 Grafik faktor koreksi baris window

• Faktor koreksi aliran bypass (Fb)

Gambar 2.12 Faktor koreksi aliran bypass

14 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

• Faktor koreksi kebocoran (FL)

Gambar 2.13 Faktor koreksi kebocoran

b. Menentukan Hilang Tekan

• Hilang tekan zona cross-flow

Hilang tekan ideal

Faktor koreksi bypass (F’b)


Perhitungan sama seperti Gambar 2.11.
Faktor koreksi kebocoran (FL)
Perhitungan sama seperti Gambar 2.12.

15 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

• Hilang tekan zona window

• Hilang tekan zona akhir

2.8 Estimasi Biaya


Biaya dapat dianalisis dari dengan memperhatikan beberapa aspek
yaitu:
(1) material body alat penukar panas yang digunakan
(2) material penyusun heat exchanger pada bagian shell and tube
(3) energi yang diperlukan pompa dalam mengalirkan fluida, dan faktor-
faktor lain seperti biaya operasional, maintenance, dan sebagainya.

16 | KELOMPOK A.08
LAPORAN II ALGORITMA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

PUSTAKA

Sinnot, R. K. 2005. Chemical Engineering Design, Vol. 6, 4th Edition. Oxford:


ELSEVIER

17 | KELOMPOK A.08

Anda mungkin juga menyukai