Anda di halaman 1dari 19

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Hidung
2.1.1. Hidung Luar
Hidung bagian luar menonjol pada garis tengah antara pipi dan bibir atas.
Struktur hidung luar terbagi atas 3 bagian, yaitu:
a. Atas : Kubah tulang yang tidak bisa digerakkan
b. Tengah : Kubah tulang kartilago yang bisa sedikit digerakkan
c. Bawah : Lobulus hidung yang mudah digerakkan
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung.2
Kerangka tulang terdiri atas :
a. Tulang hidung
b. Prosesus frontalis os maksila
c. Prosesus nasalis os frontal
Kerangka tulang rawan terdiri atas :
a. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
b. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior(kartilago ala mayor)
c. Tepi anterior kartilago septum.3
2.1.2. Hidung Dalam
Bagian hidung dalam terdiri atas bagian yang terdapat antara os internum
di sebelah anterior hingga ke koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung
dengan nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum. Tiap kavum nasi mempunyai
4 dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah adalah konka inferior, yang lebih kecil ialah konka medial, lebih
kecil lagi konka superior, dan yang paling kecil adalah konka suprema. Konka
suprema ini biasanya rudimenter.
3

Diantara konka inferior dan dasar hidung terdapat meatus inferior, diantara
konka media dan konka inferior terdapat meatus medial, dan disebelah atas konka
media terdapat meatus superior.3

Gambar 2.1. Anatomi Hidung Gambar 2.2. Anatomi Hidung

Gambar 2.3. Anatomi Hidung Gambar 2.4. Anatomi Hidung


4

2.1.3. Anatomi Pembuluh Darah Hidung


Hidung diperdarahi oleh arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna.
Bagian atas rongga hidung diperdarahi oleh arteri etmoidalis anterior dan
posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dan arteri karotis interna.
Bagian bawah rongga hidung diperdarahi oleh cabang arteri maksilaris interna,
diantaranya yaitu ujung arteri palatina mayor dan arteri sphenopalatina. Bagian
depan hidung diperdarahi oleh cabang dari arteri fasialis.3
Pleksus Kiesselbach merupakan anastomosis dari arteri etmoidalis
anterior, arteri palatina mayor, arteri sphenopalatina, dan arteri labialis superior
yang terletak di anterior rongga hidung. Pleksus Kiesselbach letaknya superficial
dan tidak terlindungi sehingga mudah cedera karena trauma. Lebih dari 90%
kasus epistaksis terjadi akibat perdarahan di pleksus Kiesselbach atau sering
disebut Little’s area di septum nasal.3
Perdarahan posterior berasal dari pleksus Woodruff yang terletak di rongga
hidung bagian belakang atas atau konka media yang merupakan anastomosis dari
arteri sphenopalatina dan arteri etmoidalis posterior.

Gambar 2.5. Pembuluh Darah Hidung


5

Gambar 2.6. Pembuluh Darah Hidung


2.2. Penyebab Tumor Sinonasal
Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh banyak faktor
(multifaktor) dan bersifat individual atau tidak sama pada setiap orang. Faktor-
faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya tumor sinonasal antara lain :
1. Penggunaan tembakau Penggunaan tembakau (termasuk di dalamnya adalah
rokok, cerutu, rokok pipa, mengunyah tembakau, menghirup tembakau) adalah
faktor resiko terbesar penyebab kanker pada kepala dan leher.7
2. Alkohol Peminum alkohol berat dengan frekuensi rutin merupakan faktor
resiko kanker kepala dan leher.7
3. Inhalan spesifik Menghirup substansi tertentu, terutama pada lingkungan kerja,
mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker kavum nasi dan sinus
paranasal, termasuk diantaranya adalah :
a. Debu yang berasal dari industri kayu, tekstil, pengolahan kulit/kulit sintetis,
dan tepung.
b. Debu logam berat : kromium, asbes
c. Uap isoprofil alkohol, pembuatan lem, formaldehyde, radium
d. Uap pelarut yang digunakan dalam memproduksi furniture dan sepatu.1,4,7,8,9
4. Sinar ionisasi : Sinar radiasi; Sinar UV9
5. Virus : Virus HPV, Virus Epstein-barr7,9
6. Usia, Penyakit keganasan ini lebih sering didapatkan pada usia antara 45 tahun
hingga 85 tahun.7
7. Jenis Kelamin Keganasan pada kavum nasi dan sinus paranasalis ditemukan
dua kali lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita. 7 Efek paparan ini
mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan
menetap setelahnya. Paparan terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif juga
menjadi faktor resiko tambahan. 1,4,8

2.3. Patofisiologi
Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh multifaktor
seperti yang sudah dipaparkan diatas dan bersifat individual. Faktor resiko
terjadinya tumor sinonasal semisal bahan karsinogen seperti bahan kimia inhalan,
6

debu industri, sinar ionisasi dan lainnya dapat menimbulkan kerusakan ataupun
mutasi pada gen yang mengatur pertumbuhan tubuh yaitu gen proliferasi dan
diferensiasi. Dalam proses diferensiasi ada dua kelompok gen yang memegang
peranan penting, yaitu gen yang memacu diferensiasi (proto-onkogen) dan yang
menghambat diferensiasi (antionkogen). Untuk terjadinya transformasi dari satu
sel normal menjadi sel kanker oleh karsinogen harus melalui beberapa fase yaitu
fase inisiasi dan fase promosi serta progresi. Pada fase inisiasi terjadi perubahan
dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas akibat suatu
onkogen, sedangkan pada fase promosi sel yang telah mengalami inisiasi akan
berubah menjadi ganas akibat terjadinya kerusakan gen. Sel yang tidak melewati
tahap inisiasi tidak akan terpengaruh promosi sehingga tidak berubah menjadi sel
kanker. Inisiasi dan promosi dapat dilakukan oleh karsinogen yang sama atau
diperlukan karsinogen yang berbeda.9,10 Sejak terjadinya kontak dengan
karsinogen hingga timbulnya sel kanker memerlukan waktu induksi yang cukup
lama yaitu sekitar 15-30 tahun. Pada fase induksi ini belum timbul kanker namun
telah terdapat perubahan pada sel seperti displasia. Fase selanjutnya adalah fase in
situ dimana pada fase ini kanker mulai timbul namun pertumbuhannya masih
terbatas jaringan tempat asalnya tumbuh dan belum menembus membran basalis.
Fase in situ ini berlangsung sekitar 5-10 tahun. Sel kanker yang bertumbuh ini
nantinya akan menembus membrane basalis dan masuk ke jaringan atau organ
sekitarnya yang berdekatan atau disebut juga dengan fase invasif yang
berlangsung sekitar 1-5 tahun. Pada fase diseminasi (penyebaran) sel-sel kanker
menyebar ke organ lain seperti kelenjar limfe regional dan atau ke organ-organ
jauh dalam kurun waktu 1-5 tahun.9,10 Sel-sel kanker ini akan tumbuh terus tanpa
batas sehingga menimbulkan kelainan dan gangguan. Sel kanker ini akan
mendesak (ekspansi) ke sel-sel normal sekitarnya, mengadakan infiltrasi, invasi,
serta metastasis bila tidak didiagnosis sejak dini dan di berikan terapi.10

2.4. Klasifikasi Tumor Sinonasal


Tumor Jinak
a. Papiloma Skuamosa
7

Tumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa. Secara makroskopis


mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak mengkilap.
Etiologinya mungkin disebabkan oleh virus, namun perubahan epitel pada
papiloma skuamosa dapat bervariasi dalam berbagai derajat diskeratosis.
Lesi seringkali diamati pada sambungan mukoutaneus hidung anterior,
terutama pada batas kaudal anterior dan septum. Untuk kepentingan
diagnosis ataupun pengobatan, eksisi lesi dilakukan dengan anestesi lokal
dan di periksakan untuk biopsi.1,8
b. Papiloma Inversi
Papiloma inversi ini membalik ke dalam epitel permukaan. Jarang
ditemukan pada hidung dan sinus paranasalis, seringkali berasal dari
dinding lateral hidung dan secara makroskopis terlihat hanya seperti
gambaran polip. Tumor ini bersifat sangat invasif, dapat merusak jaringan
sekitarnya. Tumor ini sangat cenderung untuk residif dan dapat berubah
menjadi ganas (pada 10% kasus). Lebih sering dijumpai pada laki-laki usia
tua. Terapi pada tumor ini adalah bedah radikal misalnya rinotomi lateral
atau maksilektomi media.1,7,8
c. Displasia Fibrosa
Displasa fibrosa sering mengacu pada tumor fibro-oseus tak berkapsul
yang melibatkan tulang-tulang wajah dan sering mengenai sinus
paranasalis. Etiologinya tidak diketahui, tumor ini merupakan tumor yang
tumbuh lambat, jarang disertai nyeri dan cenderung timbul sekitar waktu
pubertas dimana pasien datang dengan alasan kosmetik akibat asimetri
wajah. Karena pertumbuhan tumor kembali melambat dengan
bertambahnya usia, maka kebutuhan akan pengobatan bergantung pada
derajat deformitas atau ada tidaknya nyeri. Meskipun reseksi total
diperlukan pada terapi tumor ini tapi pada mayoritas kasus hanya
dilakukan pengangkatan sebagian tumor saja untuk memulihkan kontur
dan fungsi wajah.8
d. Angiofibroma Nasofaring Juvenil
8

Tumor jinak angiofibroma nasofaring sering bermanifestasi sebagai massa


yang mengisi rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh rongga sinus
paranasal dan mendorong bola mata keanterior.1,8
Tumor Ganas
a. Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma sel skuamosa adalah jenis yang paling umum yang sering
ditemukan pada karsinoma sinonasal, sekitar 60% dari semua kasus.
Kebanyakan karsinoma sel skuamosa sinonasal yang timbul dalam hidung
atau sinus maksila, tapi ketika pertama kali dilihat tumor biasanya sudah
melibatkan hidung, sel ethmoidal dan antrum/maksila. Karsinoma sel
skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal dari
epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe
keratinizing dan nonkeratinizing. Karsinoma sel skuamosa sinonasal
terutama ditemukan di dalam sinus maksilaris (sekitar 60-70%), diikuti
oleh kavum nasi (sekitar 10-15%) dan sinus sfenoidalis dan frontalis
(sekitar 1%). Gejala berupa rasa penuh atau hidung tersumbat, epistaksis,
rinorea, nyeri, parastesia, pembengkakan pada hidung, pipi atau palatum,
luka yang tidak kunjung sembuh atau ulkus, adanya massa pada kavum
nasi, pada kasus lanjut dapat terjadi proptosis, diplopia atau
lakrimasi.1,8,11,12 Pemeriksaan radiologis, CT scan atau MRI didapatkan
perluasan lesi, invasi tulang dan perluasan pada struktur-struktur yang
bersebelahan seperti pada mata, pterygopalatine atau ruang infratemporal.
Secara makroskopik, karsinoma sel skuamosa kemungkinan berupa
exophytic, fungating atau papiler. Biasanya rapuh, berdarah, terutama
berupa nekrotik, atau indurated, demarcated atau infiltratif. 3 Secara umum,
lesi dini (T1-T2) dapat dilakukan terapi bedah maupun radioterapi,
sedangkan pada tahap lanjut (T3-T4) dilakukan multimodal terapi seperti
terapi bedah diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi post operatif.
a) Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carcinoma Secara histologi,
tumor ini identik dengan karsinoma sel skuamosa dari lokasi mukosa
lain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa, di
9

dalam bentuk keratin ekstraseluler atau keratin intraseluler (sitoplasma


merah muda, sel-sel diskeratotik) dan/atau intercellular bridges. Tumor
tersusun di dalam sarang-sarang, massa atau sebagai kelompok kecil
sel-sel atau sel-sel individual. Invasi ditemukan tidak beraturan. Sering
terlihat reaksi stromal desmoplastik. Karsinoma ini dinilai dengan
diferensiansi baik, sedang atau buruk. 1,3,7,8
b) Mikroskopik Non-Keratinizing Karsinoma (Cylindrical Cell,
transitional) Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus
sinonasal yang di karakteristikkan dengan pola plexiform atau ribbon-
like growth pattern. Dapat menginvasi ke dalam jaringan dibawahnya
dengan batas yang jelas. Tumor ini dinilai dengan diferensiasi sedang
ataupun buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal sebagai skuamosa, dan
harus dibedakan dari olfactory neuroblastoma atau karsinoma
neuroendokrin.3,7

Gambar Karsinoma sel skuamosa, non-keratinizing.

b. Undifferentiated Carcinoma Merupakan karsinoma yang jarang ditemukan,


sangat agresif dan histogenesisnya tidak pasti. Undifferentiated carcinoma
berupa massa yang cepat memperbesar sering melibatkan beberapa tempat
(saluran sinonasal) dan melampaui batas-batas anatomi dari saluran
sinonasal. Gambaran mikroskopik berupa proliferasi hiperselular dengan
pola pertumbuhan yang bervariasi, termasuk trabekular, pola seperti
lembaran, pita, lobular, dan organoid. Sel-sel tumor berukuran sedang
hingga besar dan bentuk bulat hingga oval dan memiliki inti sel
pleomorfik dan hiperkromatik, anak inti menonjol, sitoplasma eosinofilik,
10

rasio inti dan sitoplasma tinggi, aktivitas mitosis meningkat dengan


gambaran mitosis atipikal.7,8

Gambar Undifferentiated Carcinoma


c. Rhabdomyosarkoma
Kejadian Rhabdomyosarcoma pada daerah kepala dan leher berkisar antara
35-45% kasus, 10% terjadi pada traktus sinonasal. Secara histologi, tumor
Rhabdomyosarcoma ini terbagi atas lima kategori besar yaitu, embrional
(paling sering), alveolar, botryoid embrional, spindel sel embrional dan
anaplastik. Jenis embrional dan alveolar merupakan tumor yang sering
terjadi pada anak-anak dan dewasa muda meskipun begitu kejadian
anaplastik pun juga sering terjadi pada usia dewasa. Angka keberhasilan
terapi dan bertahan hidup dalam jangka lima tahun 35% lebih rendah pada
orang dewasa.4,7,8,12 Rhabdomyosarcoma yang terjadi pada traktus
sinonasal atau tumor diluar parameningeal orbita akan berkembang lebih
agresif dibanding tumor yang berada dilokasi yang lain. Metastase
sistemik maupun regional sering terjadi. Penatalaksanaan yang diperlukan
melibatkan banyak modalitas terapi seperti kemoterapi, radioterapi, dan
pembedahan. 4,7,8,12
d. Chondrosarkoma
Chondrosarcoma merupakan tumor dengan pertumbuhan tumor lambat
yang berasal dari struktur kartilago. Angka kejadiannya berkisar antara 5-
10% pada kepala dan leher, terbanyak pada maxilla dan mandibula. Tumor
ini berkembang dari tingkat I ke tingkat III berdasarkan pada kecepatan
mitosis, seluler, dan ukuran sel. Ukuran tumor memiliki korelasi dengan
kemajuan agresivitas, kecepatan metastasis dan kemampuan bertahan
hidup pasien. Pilihan terapi untuk Chondrosarcoma adalah pembedahan.
11

Radiasi pasca pembedahan dianjurkan utamanya jika ditemukan hasil


grade tumor yang tinggi setelah pemeriksaan histologi.7,12
e. Limfoma Maligna Sinonasal
Limfoma pada sinonasal ditemukan sekitar 5.8-8% dari limfoma
ekstranodal pada kepala dan leher. Meskipun jarang, tumor ini merupakan
tumor ganas non epithelial yang sering ditemukan pada keganasan hidung.
Kebanyakan limfoma yang timbul di dalam kavum nasi berasal dari sel
natural killer (NK). Meskipun demikian, beberapa laporan kasus
mengindikasikan bahwa limfoma primer dapat juga berasal dari sel B dan
T. Limfoma pada sinonasal jarang ditemukan di negara barat, umumnya
dijumpai di negara-negara Asia. Limfoma sinonasal dengan origin sel T
maupun sel NK sering ditemukan pada usia muda dan berkaitan dengan
infeksi virus Epstein-Barr. Nekrosis koagulatif luas dan apoptotic bodies
selalu ditemukan. Terkadang hiperlasia pseudoepiteliomatosa pada pelapis
epitel skuamosa dapat ditemukan, menyerupai karsinoma sel skuamosa
berdiferensiasi baik. Terapi pada tumor ini adalah radioterapi untuk lesi
lokal dan kemoterapi untuk keterlibatan sistemik dan rekurensi sistemik.
Angka ketahanan hidup 5 tahun pada segala jenis tipe limfoma ini adalah
52%.3,4,7,12,13
f. Adenokarsinoma Sinonasal
Adenokarsinoma dikenal sebagai tumor glandular maligna dan tidak
menunjukkan gambaran spesifik. Adenokarsinoma dijumpai 10 hingga
14% dari keseluruhan tumor ganas nasal dan sinus paranasal. Secara klinis
merupakan neoplasma agresif lokal, sering ditemukan pada lakilaki
dengan usia antara 40 hingga 70 tahun. Tumor ini timbul di dalam kelenjar
salivari minor dari traktus aerodigestivus bagian atas. Sering ditemukan
pada sinus maksilaris dan etmoid. Gejala utama berupa hidung tersumbat,
nyeri, massa pada wajah dengan deformasi dan atau proptosis dan
epistaksis, bergantung pada lokasinya. Gambaran histologi yang dapat
ditemukan adalah tipe cribriform, tubular, dan solid. Tipe cribriform paling
sering ditemukan dengan gambaran khas penampakan “swiss cheese”.
12

Adenokarsinoma menyebar dengan menginvasi dan merusak jaringan


lunak dan tulang di sekitarnya dan jarang bermetastasis. Terapi
pembedahan dan adjuvant radioterapi adalah pengobatan pilihan yang
umum digunakan untuk terapi pada adenokarsinoma. Prognosisnya jelek
dan biasanya penderita meninggal dunia disebabkan penyebaran lokal
tanpa adanya metastasis.3,4,7,12
g. Olfactory Neuroblastoma Esthesioneuroblastoma (ENB)
Olfactory Neuroblastoma Esthesioneuroblastoma (ENB) atau dikenal
dengan nama neuroblastoma olfaktorius adalah tumor ganas yang muncul
dari epitel olfaktorius pada dinding superior nasi. Merupakan 7-10%
keganasan yang ditemukan di sinonasal pada kisaran usia 10-20 dan 50-60
tahun baik pada wanita maupun laki-laki. Secara mikroskopis, tumor
terdiri dari gambaran sel bulat berbentuk rosette, pseudorosette, ataupun
berbentuk lembaran dan cluster. Tumor ini mengekspresikan penanda
neuroendokrin seperti neuron-specific enolase (NSE), chromogranin, dan
synaptophysin yang sangat berguna dalam membedakannya dengan small
cell carcinoma lainnya. Terapi bedah eksisi tumor dengan batas bebas
tumor merupakan pilihan terapi pada tumor ini. Penambahan terapi dengan
radioterapi postoperatif meningkatkan angka kesembuhan pada penyakit
ini.4,7,12
h. Mukosal Melanoma Maligna
Sekitar 1% kasus melanoma maligna ditemukan pada 20% kasus
melanoma maligna dengan origin kepala dan leher. Umumnya didapatkan
pada daerah kavum nasi kemudian pada sinus maxillaris dan kavum oral.
Biasanya ditemukan pada usia 50 tahun. Tidak ada perbedaan yang
signifikan antara pria dan wanita, dapat ditemukan pada kedua jenis
kelamin. Secara makroskopik, didapatkan massa polipoid berwarna keabu-
abuan atau hitam kebiru-biruan pada 45% kasus. Tumor ini menyebar
melalui aliran darah atau secara limfatik. Metastasis nodul servikal dapat
ditemukan pada pemeriksaan awal. Melanoma bisa terjadi sebagai sindrom
autosomal dominan familial sekitar 8% dari 12 % semua kasus. Terapi
13

bedah yaitu reseksi tumor dengan batas yang jelas adalah pilihan utama
pengobatan dilanjutkan dengan pemberian radioterapi lokoregional.3,4,7,13

2.5. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap dan menyeluruh sangat diperlukan dalam penegakkan
diagnosis keganasan di hidung dan sinus paranasal. Kurang lebih 9-12 %
keganasan di hidung dan sinus paranasal stadium awal bersifat asimptomatis.
Riwayat terpapar bahan-bahan kimia karsinogen yang dihubungkan dengan
pekerjaan atau lingkungan perlu diketahui untuk mencari kemungkinan faktor
resiko.1 Gejala yang dikeluhkan oleh pasien tergantung dari asal primer tumor
serta arah dan perluasannya. Gejala yang dikeluhkan dapat dikategorikan sebagai
berikut:
a) Gejala nasal.
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Jika ada
Sekret, sering sekret yang timbul bercampur darah atau terjadi epistaksis.
Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi
deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena
mengandung jaringan nekrotik.1,7,13
b) Gejala orbital
Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau
penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.1,7,14
c) Gejala oral
Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di
palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak
pas lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi
karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah
dicabut.1,4,7
d) Gejala fasial
Perluasan tumor akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri,
anesthesia atau parestesia muka jika sudah mengenai nervus trigeminus.1,4,7
14

e) Gejala intrakranial
Perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan sakit kepala hebat,
oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang
keluar melalui hidung ini terjadi apabila tumor sudah menginvasi atau menembus
basis cranii. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf otak lainnya
bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya
muskulus pterigoideus disertai anestesia dan parestesia daerah yang dipersarafi
nervus maksilaris dan mandibularis.1,4,7
2. Pemeriksaan Fisik
Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah terdapat
asimetri atau tidak. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan
nasofaring melalui rinoskopi anterior dan posterior. Permukaan yang licin
merupakan pertanda tumor jinak sedangkan permukaan yang berbenjol-benjol,
rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding lateral
kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di sinus maksila.
Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan tumor
pada stadium dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun
tumor ini jarang bermetastasis ke kelenjar leher.1
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Biopsi
Biopsi adalah pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk pemeriksaan dibawah
mikroskop. Apusan sampel di ambil untuk mengevaluasi sel, jaringan, dan organ
untuk mendiagnosa penyakit. Ini merupakan salah satu cara untuk
mengkonfirmasi diagnosis apakah tumor tersebut jinak atau ganas. Untuk yang
ukuran kecil, tumor dapat diangkat seluruhnya, sedangkan untuk ukuran besar
maka tumor hanya diambil sebagian untuk contoh pemeriksaan tumor yang sudah
diangkat.7 Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) dengan cara seperti inilah
yang dijadikan gold standart atau diagnosis pasti suatu tumor. Bila hasilnya jinak,
maka selesailah pengobatan tumor tersebut, namun bila ganas atau kanker, maka
ada tindakan pengobatan selanjutnya apakah berupa operasi kembali atau
diberikan kemoterapi atau radioterapi.7
15

b) Pemeriksaan Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi menggunakan alat endoskop yaitu berupa pipa
fleksibel yang ramping dan memiliki penerangan pada ujungnya sehingga
dapat membantu untuk melihat area sinonasal yang tidak dapat terjangkau
dan terevaluasi dengan baik melalui pemeriksaan rhinoskopi. Pemeriksaan
endoskopi dapat merupakan pemeriksaan penunjang sekaligus dapat
berfungsi sebagai media biopsi dan juga terapi bedah pada tumor sinonasal
yang jinak.7
c) Pemeriksaan X-ray
Normal sinus x-ray dapat menunjukkan sinus dipenuhi dengan gambaran
seperti udara.. Tanda-tanda kanker pada pemeriksaan x-ray sebaiknya
dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT scan.7

Gambar Foto polos kepala tampak kista didalam sinus maksilaris

d) CT - Scan
CT scan lebih akurat dari pada plain film untuk menilai struktur tulang sinus
paranasal. Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri
persisten yang berat, neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit
sinonasal dan dengan gejala persisten setelah pengobatan medis yang
adekuat seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan CT scan axial dan
coronal dengan kontras. CT scan merupakan pemeriksaan superior untuk
menilai batas tulang traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak.
Penggunaan kontras dilakukan untuk menilai tumor, vaskularisasi dan
hubungannya dengan arteri karotis.3
16

Gambar CT Scan Sinus Paranasal menunjukkan sebuah tumor yang


berbentuk lobus tajam sehingga terjadi peningkatan di kedua rongga
hidung yang dapat meluas ke sinus etmoid, sinus sphenoid dan nasofaring.
Lesi menonjol ke dalam orbit kiri dan kedua sinus maksilaris.

2.6. Tatalaksana
Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis
menggunakan pendekatan holistik multidisiplin ilmu. Setiap pasien menerima
rencana pengobatan yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pilihan
pengobatan utama untuk tumor sinus paranasal meliputi:
1. Pembedahan
Terapi bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif dengan reseksi
bedah. Pengobatan terapi bedah ini umumnya berdasarkan staging dari masing-
masing tumor. Secara umum, terapi bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi
dini (T1-T2). Terkadang, pembedahan dengan margin/batas yang luas tidak
dapat dilakukan karena dekatnya lokasi tumor dengan struktur-struktur penting
pada daerah kepala, serta batas tumor yang tidak jelas. Radiasi post operatif
sangat dianjurkan untuk mengurangi insiden kekambuhan lokal. Pada beberapa
kasus eksisi paliatif ataupun debulking perlu dilakukan untuk mengurangi nyeri
yang hebat, ataupun untuk membebaskan dekompresi saraf optik dan rongga
orbita, serta untuk drainase sinus paranasalis yang mengalami obstruksi. Jenis
reseksi dan pendekatan bedah yang akan dilakukan bergantung pada ukuran
tumor dan letaknya/ekstensinya.4,7 Tumor yang berlokasi di kavum nasi dapat
17

dilakukan berbagai pendekatan bedah seperti reseksi endoskopi nasal,


transnasal, sublabial, sinus paranasalis, lateral rhinotomy atau kombinasi dari
bedah endoskopi dan bedah terbuka (open surgery). Tumor tahap lanjut
mungkin membutuhkan tindakan eksenterasi orbita, total ataupun parsial
maksilektomi ataupun reseksi anterior cranial base, dan kraniotomi.
Maksilektomi kadang-kadang direkomendasikan untuk tatalaksana kanker
sinus paranasal, dan umumnya dapat menyelamatkan organ vital seperti mata
yang berada dekat dengan kanker sedangkan reseksi kraniofasial atau skull
base surgery sering direkomendasikan untuk keganasan pada sinus paranasal.
Terapi ini mengharuskan untuk membebaskan beberapa jaringan tambahan
disamping dilakukannya maksilektomi.1,7,13 Kontraindikasi absolut untuk terapi
pembedahan adalah pasien dengan gangguan nutrsi, adanya metastasis jauh,
invasi tumor ganas ke fascia prevertebral, ke sinus kavernosus, dan keterlibatan
arteri karotis pada pasien-pasien dengan resiko tinggi, serta adanya invasi
bilateral tumor ke nervus optik dan chiasma optikum. Keuntungan dari
pendekatan bedah endoskopik adalah mencegah insisi pada daerah wajah,
angka morbiditas rendah, dan lamanya perawatan di rumah sakit lebih
singkat.4,13 Reseksi luas dari tumor kavum nasi dan sinus paranasalis dapat
menyebabkan kecacatan/kerusakan bentuk wajah, gangguan berbicara dan
kesulit an menelan. Tujuan utama dari rehabilitasi post pembedahan adalah
penyembuhan luka, penyelamatan/preservasi dan rekonstruksi dari bentuk
wajah, restorasi pemisahan oronasal, hingga memfasilitasi kemampuan
berbicara, menelan, dan pemisahan kavum nasi dan kavum cranii.1,4,7
2. Radioterapi
Terapi radiasi juga disebut radioterapi kadang-kadang digunakan sendiri pada
stadium I dan II, atau dalam kombinasi dengan operasi dalam setiap tahap
penyakit sebagai adjuvant radioterapi (terapi radiasi yang diberikan setelah
dilakukannya terapi utama seperti pembedahan). Pada tahap awal kanker sinus
paranasal, radioterapi dianggap sebagai terapi lokal alternatif untuk operasi.
Radioterapi melibatkan penggunaan energi tinggi, penetrasi sinar untuk
menghancurkan sel-sel kanker di zona yang akan diobati. Terapi radiasi juga
18

digunakan untuk terapi paliatif pada pasien dengan kanker tingkat lanjut. Jenis
terapi radiasi yang diberikan dapat berupa teleterapi (radiasi eksternal) maupun
brachyterapi (radiasi internal).2,9
3. Kemoterapi
Kemoterapi biasanya diperuntukkan untuk terapi tumor stadium lanjut. Selain
terapi lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam
tubuh adalah dengan menggunakan terapi sistemik (terapi yang mempengaruhi
seluruh tubuh) dalam bentuk suntikan atau obat oral. Bentuk pengobatan ini
disebut kemoterapi dan diberikan dalam siklus (setiap obat atau kombinasi
obatobatan biasanya diberikan setiap tiga sampai empat minggu). Tujuan
kemoterapi untuk terapi tumor sinonasal adalah sebagai terapi tambahan (baik
sebagai adjuvant maupun neoadjuvant), kombinasi dengan radioterapi
(concomitant), ataupun sebagai terapi paliatif. Kemoterapi dapat mengurangi
rasa nyeri akibat tumor, mengurangi obstruksi, ataupun untuk debulking pada
lesi-lesi masif eksternal. Pemberian kemoterapi dengan radiasi diberikan pada
pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk rekurensi seperti pasien dengan hasil
PA margin tumor positif setelah dilakukan reseksi, penyebaran perineural,
ataupun penyebaran ekstrakapsular pada metastasis regional.4

2.7. Komplikasi
Komplikasi keganasan sinus terkait dengan pembedahan dan rekonstruksi.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
1. Perdarahan : untuk menghindari perdarahan arteri etmoid anterior dan posterior
dan arteri sfenopalatina dapat dikauter atau diligasi.4
2. Kebocoran cairan otak : cairan otak dapat bocor dekat dengan basis cranii.
Tanda dan gejala yang terjadi termasuk rinorhea yang jernih, rasa asin dimulut,
dan tanda halo. Perawatan konservatif dengan tirah baring dan drainase lumbal
dapat dilakukan selama 5 hari bersama antibiotik. Jika gagal, harus dilakukan
intervensi pembedahan.4
3. Epifora : hal ini sering terjadi saat pembedahan disebabkan oleh obstruksi pada
aliran traktus lakrimalis. Endoskopik lanjutan dan tindakan dakriosisto
rhinostomi mungkin perlu dilakukan.4
19

4. Diplopia : perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci untuk menghindari
komplikasi ini. Jika terjadi diplopia, penggunaan kacamata prisma merupakan
terapi yang paling sederhana.4

2.8. Prognosis
Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi
prognosis keganasan pada sinonasal. Faktor-faktor tersebut seperti perbedaan
diagnosis histologi, asal tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang
diberikan sebelumnya, status batas sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status
imunologis, lamanya follow up dan banyak lagi faktor lain yang dapat
berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang tentunya
berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini.1,3 Angka ketahanan hidup 5
tahun berdasarkan penelitian Patel dkk, low-grade neoplasma seperti
esthesioneuroblastoma 78%, adeno- karsinoma 52%, karsinoma sel skuamos 44%,
undifferentiated carcinoma 37%, serta mucosal melanoma 18%. 4 Walaupun
demikian, pengobatan multimodalitas akan memberikan hasil yang terbaik dalam
mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka ketahanan hidup 5 tahun
sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor.1 Karsinoma sinonasal adalah penyakit
di mana sel-sel kanker ditemukan dalam jaringan sinus paranasal dan jaringan
sekitar hidung. Pria terkena 1,5 kali lebih sering dibandingkan wanita, dan 80%
dari tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85 tahun. Sekitar 60-70% dari
keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30% terjadi pada rongga
hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sinus ethmoidal dengan
minoritas sisa neoplasma ditemukan di sinus frontal dan sphenoid.3 Paparan asap
hasil sisa industri, terutama debu kayu, merupakan faktor resiko utama yang telah
diketahui untuk tumor ganas sinonasal. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40
tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian
paparan. Pasien dengan tumor sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis
menggunakan pendekatan holistik multidisiplin ilmu.4,7 Tingkat rata-rata
ketahanan hidup bagi pasien dengan tumor sinus maksilaris sekitar 40% selama 5
tahun. Tumor yang berada pada tahap awal memiliki angka kesembuhan hingga
20

80%. Pasien dengan tumor yang dioperasi dan dilakukan terapi radiasi memiliki
tingkat kelangsungan hidup kurang dari 20%.3

Anda mungkin juga menyukai