Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL PENELITIAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

HALUSINASI PENDENGARAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

REWARANGGA KABUPATEN ENDE

TAHUN 2017.

Oleh

NAMA : ELIGIUS DONATUS


NIM. PO.530320214.160

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ENDE

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan gangguan pikiran,perasaan atau

tungkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

terganggunya fungsi sehari-hari (Febrida,2007). secara umum

gangguan jiwa bisa di bedakan menjadi dua kategori yaitu psikotik dan

psikotik yang meliputi gangguan cemas ,psikoseksual, kepribadian

,alkoholisme dan menarik diri. Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di

indonesia terdapat di daerah khusus ibu kota Jakarta yaitu sebanyak

24,3% (Depkes RI,2008). Berdasarkan data Riset Kesehatan

Dasar,(2007) menunjukan bahwa prevalensi gangguan jiwa secara

nasional mencapai 5.6% dari jumlah penduduk menunjukan bahwa

setiap 1000 penduduk terdapat 4 sampai 5 orang yang mengalami

gangguan jiwa .prevalensi gangguan jiwa di Indonesia di perkirakan

akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya beban hidup

yang di hadapi oleh masyrakat di Indonesia.Hasil riskesdas 2013

prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per

mil.gangguan jiwa berat terbanyak Di Yogyakarta,Aceh,Sulewesi

Selatan,Bali dan Jawa Tengah.Proporsi RT yang pernah memasung

ART gangguan jiwa berat 14,3% dan terbanyak pada penduduk yang

tingga di pedesaan(18,2%),serta pada kelompok penduduk dengan

kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%).prevalensi orang yang

mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi berdasarkan data


Departemen Kesehatan ( Depkes) di perkirakan ada 1,74 juta orang

yang mengalami gangguan halusinasi.

Gangguan jiwa psikotik meliputi gangguan jiwa organic dan

non orgnaik.Terjadinya gangguan jiwa di akibatkan oleh faktor genetic,

depresi, narkoba, gangguan ada otak,cemasa yang

berlebihan,lingkungan sosial atau psikologis masing-maisng orang

(Depkes,2012). Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar

manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan

kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi

kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika

tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit

perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan

aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah,

2004). Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu

tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang

untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah

kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan

kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ). Upaya untuk

mengatasi permasalahan jiwa yaitu dengan melakukan pengobatan

yang baik dengan cara pemberian terapi obat,terapi kejiwaan,terapi

psikososial,terapi psikoreligius dan rehabilitasi. Selain itu peran

keluarga juga penting dalam memberi pengaruh kepada pasien,jika

pasien tidak di tangani dengan baik maka akan terus meningkat

kearah gangguan menarik diri,harga diri rendah, perilaku


kekerasan,waham,gaduh gelisah,psikosa, dimensia dan halusinasi.

(kusumawati 2010).

Halusinasi adalah gangguan penyerapan (persepsi) panca

indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua

sistem penginderaan dimana terjadi pada saat individu sadar dengan

baik.( Bruner & Sudarth,1998). Ada beberapa jenis halusinasi yaitu

halusinasi penglihatan,halusinasi penciuman,halusinasi peraba dan

halusinasi pendengaran. Tanda dan gejala Halusinasi yaitu

berbincang-bincang sendiri,merasakan ada yang memanggil tetapi

kenyataanya tidak ada,berbicara dengan benda mati . Halusinasi

Pendengaran adalah mendengar suara manusia,hewan,atau

mesin,kejadian alamiah dan music dalam keadaan sadar tanpa

adanya rangsanga apapun (Maramis,2005). Halusinasi pendengaran

adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara

sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga

klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).

Penyebab terjadinya Halusinasi Pendengaran apabila pasien dengan

gangguan harga diri rendah dan dapat menyebabkan menarik diri

sehinggan terjadinya halusinasi pendengaran dan akan

mengakibatkan terajdinya perilaku kekerasan. dan ada dua faktor

penyebab yang menyebabkan Halusinasi Pendengaran yaitu faktor

predisposisi yang dimana mengacu pada perkembanag sistem saraf

yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru

mulai di pahami, dan diman faktor presipitasi yang dnegan secara


umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah

adanya hubungan yang bermusuhan,tekanan isolasi,perasaan tidak

berguna,putus asa dan tidak berdaya. Akibat dari gangguan

Halusinasi pendengaran adalah adanya gangguan persepsi sensori

halusinasi dapat berisiko mencederai diri sendiri orang lain dan

lingkungan,suatu keadaan dimana seesorang melakukan suatu

tindakan yang dapat membahayakan secara fisk pada diri sendiri

maupun orang lain.

Menurut Data Puskesmas Rewarangga jumlah pasien

dengan gangguan jiwa pada tahun 2014 sebanyak 52 orang. tahun

2016 meningkat menjadi 54 orang dan 54 penderita gangguan jiwa

yang berkunjung ke Puskesmas Rewarangga hanya sebanyak 27

orang yang berobat pada tahun 2016 dan di tahun 2017 ( Januari –

April) dan 54 penderita gangguan jiwa hanya sebanyak 14 orang yang

berobat ke Puskesmas sedangkan sisanya tidak mencari pengobatan

di fasilitas kesehatan namun di biarkan saja di rumah atau di pasang

di hutan.Sedangkan untuk penderita dengan Gangguan Halusinasi

Pendengaran hanya sebanyak orang sajayang berobat di

Puskesmas Rewarangga (Wawancara dengan Petugas Puskesmas

Rewarangga ). Tindakan yang dapat mengatasi gangguan halusinasi

pendengaran yaitu melakukan komunikasi terapeutik,menghindari

aktivitas yang melampau ambang batas ketahanan diri,hindari

ketergantungan terhadap alkohol,mengurangi penyebab

strees,melakukan latihan relaksasi seperti latihan napas dalam dan


berbagai teknik relaksasi lain,mengajak olahraga ringan,memberikan

rangsangan yang bisa mengalihkan perhatinnya dari halusinasi.

Tujuan setelah di laksanakan tindakan dalam mengatasi pasien

dengan gangguan halusiansi pendengaran yakni pasien dapat

menghardik halusinasi ,dapat mengenal identitas diri yang

sebenarnya, dapat melakukan komunikasi dengan orang lain seperti

biasa.

Dari berbagai masalah kesehatan jiwa gangguan persepsi

sensori dengan halusinasi pendengaran banyak mengiringi penyakit-

penyakit gangguan jiwa. Bila hal ini terjadi, terkadang dapat

menimbulkan dampak yang buruk pada diri pasien sendiri maupun

orang lain di sekitarnya Berdasarkan hal-hal di atas penulis tertarik

untuk mengangkat masalah defisiit perawatan diri pada pasien

dengan Gangguann Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja

Puskesmas Rewarangga Kabupaten Ende Tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka Rumusan masalah dapat

dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah Asuhan keperawatan

pada pasien dengan masalah defisiit perawatan diri pasien Gangguan

Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Rewarangga

Kabupaten Ende Tahun 2017?.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana melakukan asuhan

keperawatan pada pasien dengan masalah defisiit perawatan diri

pasien Gangguan Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja

Puskesmas Rewarangga Kabupaten Ende Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi langka – langka melakukan pengkajian

pada pasien dengan masalah defisiit perawatan diri

pasien Gangguan Halusinasi Pendengaran di wilayah

kerja Puskesmas Rewarangga Kabupaten Ende Tahun

2017.

b. Mengidentifikasi cara menentukan diagnosa pada

pasien dengan masalah defisiit perawatan diri pasien

Gangguan Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja

Puskesmas Rewarangga Kabupaten Ende Tahun 2017.

c. Mengidentifikasi cara menentukan intervensi pada

pasien dengan masalah defisiit perawatan diri pasien

Gangguan Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja

Puskesmas Rewarangga Kabupaten Ende Tahun 2017.

d. Mengidentifikasi cara melakukan implementasi pada

pasien dengan masalah defisiit perawatan diri pasien

Gangguan Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja

Puskesmas Rewarangga Kabupaten Ende Tahun 2017.

e. Mengidentifikasi cara melakukan evaluasi pada pasien

dengan masalah defisiit perawatan diri pasien


Gangguan Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja

Puskesmas Rewarangga Kabupaten Ende Tahun 2017.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

 Bagi Intitusi Pendidikan

Sebagai bahan referensi perpustakaan Poltekes

Kemenkes Kupang Jurusan Keperawatan dan sebagai rujukan

untuk mengetahui melakukan asuhan keperawatan pada

pasien dengan masalah defisiit perawatan diri pasien

Gangguan Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja

Puskesmas Rewarangga Kabupaten Ende Tahun 2017.

 Bagi Peneliti

Untuk menambah Pengetahuan pemahaman dalam

mengidentifikasi dan mengetahui melakukan asuhan

keperawatan pada pasien dengan masalah defisiit perawatan

diri pasien Gangguan Halusinasi Pendengaran di wilayah

kerja Puskesmas Rewarangga Kabupaten Ende Tahun 2017.

1.4.2 Manfaat Praktis

 Bagi Perawat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

informasi mengenai melakukan asuhan keperawatan pada

pasien dengan masalah defisiit perawatan diri pasien

Gangguan Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja

Puskesmas Rewarangga Kabupaten Ende Tahun 2017.


 Bagi Puskesmas

Dengan peneliti melakukan penelitian dapat membantu

pihak Puskesmas untuk meninjau kembali bagaimana

keberhasilan program yang dilakukan oleh Puskesmas.

 Bagi Masyarakat

Bermanfaat untuk menambah wawasan tentang

tingkat pengetahuan keluarga tentang melakukan asuhan

keperawatan pada pasien dengan masalah defisiit perawatan

diri pasien Gangguan Halusinasi Pendengaran di wilayah

kerja Puskesmas Rewarangga Kabupaten Ende Tahun 2017.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Defisit Perawatan Diri

2.1.1.Pengertian

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia

dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan

kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi

kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika

tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit

perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan

aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting)

(Nurjannah,2004).

Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu

tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang

untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah

kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan

kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).

2.1.2. Jenis–Jenis Perawatan Diri

1) Kurang perawatan diri : Mandi / kebersiha Kurang perawatan diri

(mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan

aktivitas mandi/kebersihan diri.

2) Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.

Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan

kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.


3) Kurang perawatan diri : Makan

Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan

untuk menunjukkan aktivitas makan.

4) Kurang perawatan diri : Toileting

Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan

untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri

(Nurjannah : 2004, 79 ).

2.1.3. Etiologi

Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang

perawatan diri adalah sebagai berikut :

1. Kelelahan fisik

2. Penurunan kesadaran

Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri

adalah :

1.Faktor prediposisi

a). Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan

memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif

terganggu.

b). Biologis yaitu Penyakit kronis yang menyebabkan klien

tidak mampu melakukan perawatan diri.


c). Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa

dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan

ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk

perawatan diri.

d). Sosial yaitu Kurang dukungan dan latihan kemampuan

perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan

mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

2. Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri

adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau

perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga

menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan

diri. Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang

mempengaruhi personal hygiene adalah:

a). Body Image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat

mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan

adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli

dengan kebersihan dirinya.

b). Praktik Sosial


Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan

diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola

personal hygiene.

c). Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan

seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi

yang semuanya memerlukan uang untuk

menyediakannya.

d). Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting

karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan

kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes

mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

e). Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu

tidak boleh dimandikan.

f). Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk

tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan

sabun, sampo dan lain – lain.


g). Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk

merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk

melakukannya.

2.2 Konsep Dasar Halusinasi Pendengaran

2.2.1 Pengertian

Halusinasi dengar adalah pencerapan tanpa adanya

rangsangapapun pada panca indra seorang pasien yang terjadi

dalam keadaan sadar atau bangun. Biasanya ditandai dengan

mendengar suara – suara kebisingan yang tidak jelas sampai

kata – kata yang jelas seperti suara manusia, hewan, mesin,

barang, kejadian alamiah dan musik (Tawsend 1998)

2.2.2 Tanda dan gejala

1) Berbicara, senyum, tertawa sendiri.

2) Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, menghidu


atau mencium, merasasesuatau yang tidak nyata.

3) Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

4) Tidak dapatmembedakan hal yangnyatadantidaknyata.

5) Tidak bisa memusatkan perhatian dan konsentrasi.

6) Tidak bisa memusatkan perhatian dan konsentrasi.

7) Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.


8) Sikap curiga dan bermusuhan.

9) Menarik diri, menghindar dari orang lain.

10) Ketakutan

11)Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri, mandi, sikat


gigi, ganti pakaian, berhias yang rapi.

12) Mudah tersinggung, jengkel, marah.

13) Menyalahkan diri sendiri, orang lain.

14) Muka merah kadang pucat.

15) Tekanan darahmeningkat.

16) Napas terengah – engah nadi cepat, banyak keringat.

2.2.3 Penyebab.

Gangguan perkembangan dan fungsi otak.

Psikologi

Sosial budaya

2.2.4 Akibat

- Resti tinggi mencedarai orang lain, diri sendiri.

- Menarik diri dari lingkungan

2.3 Konsep Dasar Askep

2.3.1 Pengertian
Keperawatan : Suatu bentuk pelayanan professional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan

ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-susio dan

spiritual yang komprehensif ditunjukan kepada individu, kelompok

dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh

kehidupan manusia (Lokakarnya Keperawatan 1983).

Keperawatan Jiwa : Pelayanan keperawatan

professional berdasarkan pada ilmu prilaku, ilmu keperawatan jiwa

pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon psiko-

sosial yang maladaptive yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-

sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa

(komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan kesehatan

jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan,

mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan

jiwa klien (individu, keluarga, kelompok komunitas).

2.3.2 Tujuan Proses Keperawatan

Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga

mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan

masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi serta

diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan perawat

dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi

dan tidak unik bagi individu klien. Keperawatan jiwa merupakan

proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan


mempertahankankan prilaku sehingga klien dapat berfungsi untuk

sebagai manusia.

2.3.3 Manfaat Proses Keperawatan

a. Bagi Perawat :

1) Peningkatan otonomi, percaya diri dalam memberikan

asuhan keperawatan.

2) Tersedia pola pikir/ kerja yang logis, ilmiah, sistimatis dan

terorganisasi.

3) Pendokumentasian dalam proses keperawatan

memperlihatkan bahwa perawat bertanggung jawab dan

bertanggung gugat.

4) Peningkatan kepuasan kerja.

5) Sarana/ wahana desiminnasi IPTEK keperawatan.

6) Pengembangan karir, melalui pola pikir penelitian.

b. Bagi Klien :

1) Asuhan yang diterima bermutu dan dipertanggungjawabkan

secara ilmiah.

2) Partisipasi meningkat dalam menuju perawatan diri.

3) Terhindar dari malpraktik

2.3.4 Tahap-Tahap Proses Keperawatan Jiwa

a. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama

dari proses keperawtan. tahap pengkajian terdiri atas

pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah

kilen. data yang dikumpulkan meliputi data Biologis,


Psikologis, Social dan Spiritual data pada pengkajian

keperawatan jiwa dapat dikelompokan menjadi daktor

predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor,

sumber koping dan kemampuan koping yang dimilik klien.

cara pengkajian lain terfokus pada 5 dimensi yaitu fisik,

emosional, intelektual, social, dan spiritual. Kemampuan

perawat yang diharapkan dalam melakukan pengkajian adalah

mempunyai kesadaran/ tilik diri (self-awareness), kemampuan

mengobvervasi dengan tepat, kemampuan komunikasi

terapeutik dan senantiasa mampu berespon secara efektif

(Stuart dan Laraia 2001). Perilaku yang perlu dilakukan

perawat adalah membina hubungan saling percaya dengan

melakukan kontak mengkaji data dari klien dan keluarga,

memvalidasi data dengan klien, mengorganisasi atau

mengelompokan data, serta menetapkan kebutuhan atau

masalah klien.

b. Diagnosa Keperawatan

Pengertian diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau

penilaian tehadap pola respon klien baik actual maupun

potensial (Stuart dan Laraia 2001).

Tipe-tipe diagnosis keperawatan dalam rencana asuhan

keperawatan dan dokumentasi oleh Carpenito adalah sebagai

berikut :

1) Diagnosis aktual : Fokus intervensi untuk mengurangi

atau menghilangkan masalah


2) Diagnosis resiko/ tinggi : Fokus intervensi untuk

mengurangi faktr resiko untuk mencegah terjadinya

masaklah aktual.

3) Diagnosis kemungkinan : Focus intervensi

menggumpulkan data tambahan untuk/ atau menetapkan

tanda gejala atau factor resiko

4) Masalah kolaboratif : Focus intervensi untuk menentukan

awitan atau status masalah penatalaksanaan perubahan

status

c. Perencanaan

Perencanaan keperawatan terdiri dari 3 aspek yaitu

tujuan umum, tujuan khusus dan rencana keperawatan. tujuan

umum berfokus pada penyelesaian permasalahan sedangkan

tujuan umum dapat dicapai apabila serangkaian tujuan khusus

telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian

etiologi sehingga tujuan ini perlu di capai atau di miliki klien.

umumnya kemampuan klien pada tujuan khusus dapat menjadi

3 aspek yaitu kemampuan Kognitif, Psikomotor, dan Afektif.

rencana tindakan merupakan serangkaian tindakan yang dapat

mencapai setiap tujuan khusus.rencana tindakan ini

disesuaikan dengan standart asuhan keperawatan jiwa

Indonesia atau standarat keperawatan amerika. tindakan

keperawatan yang telah direncanakan dicatat dalam formulir

keperawatan.
d. Implementasi

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan

rencana kegiatan keperawatan. Pada situasi nyata implementasi

sering kali jauh berbeda dengan rencana. Sebelum melaksanakan

tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi

dengan singkat, apakah rencana kegiatan masih sesuai dan

dibutuhkan oleh klien saat ini. Perawat juga menilai diri sendiri,

apakah mampu melaksanakan, perawat harus menilai kembali,

apakah tindakan tersebut aman bagi klien, pada saat akan

melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak

yang isinya menjelaskan apa yang akan dikerjakan. dan peran

seta yang diharapkan dari klien. Dokumentasikan semua tindakan

yang dilakuakan.

e. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan proses berkelanjutan

menilai efek dari tindakan keperwatan pada klien.evaluasi

dilakukan terus-menerus pada respon klien tehadap tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu

evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai

melaksanakan tindakan, evaluasi sumatif atau hasil yang

dilakukan dengan membandingkan antara respon kliendan tujuan

khusus serta umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat

dilakukan dengan pendekatan SOAP.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Studi Kasus

Metode yang digunakan dalam penulisan KTI adalah studi kasus,

Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu

masalah keperawatan dengan batasan terperinci, memiliki

pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber

informasi. Penelitian studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta

kasus yang dipelajari berupa peristiwa, aktivitas atau individu (

Nursalam, 2009 ) . Penelitian studi kasus ini adalah studi untuk

mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada Pasien halusinasi

pendengaran dengan masalah defisit perawatan diri di Puskesmas

Rewarangga Kabupaten Ende Tahun 2017

3.2 Subjek Studi Kasus

Subjek studi kasus ini pada klien dengan masalah defisit

perawatan diri pasien halusinasi pendengaran di Puskesmas

Rewarangga Kabupaten Ende Tahun 2017.

3.3 Fokus Studi Kasus

Fokus kajian utama dari masalah yang akan dijadikan titik acuan

studi kasus fokus studi kasus pada penderita ini adalah kajian pada

pasien dengan masalah defisit perawatan diri

3.4 DefenisiOperasional

Defenisi operasional merupakan semua variabel dan istilah yang

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga


mempermuda pembaca atau penguji dalam mengartikan makna

penelitian ( Nursalam, 2013 )

Defenisi operasional pada studi kasus ini meliputi :

a). Defisit Perawatan diri adalah Perawatan diri adalah salah satu

kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya

guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan

kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien

dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat

melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan

diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas

perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting)

(Nurjannah,2004).

b). Halusinasi pendengaran adalah Halusinasi dengar adalah

pencerapan tanpa adanya rangsangapapun pada panca indra

seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun.

Biasanya ditandai dengan mendengar suara – suara kebisingan

yang tidak jelas sampai kata – kata yang jelas seperti suara

manusia, hewan, mesin, barang, kejadian alamiah dan musik

(Tawsend 1998)

c). Asuhan Keperawatan adalah suatu langka keperawatan yang

disusun secara terintergrasi dengan 5 langka kerja yaitu

pengkajian, diagnosa, intervensi, impelementasi dan evaluasi.

3.5 TempatdanWaktu
Studi kasus ini dilakukan di Puskesmas Rewarangga

Kabupaten Ende.

3.6 Pengumpulan Data

Penyusunan bagian awal instrument dituliskan karakteristik

responden, umur, pekerjaan, social ekonomi, jenis kelamin, jenis

instrument yang sering digunakan pada ilmu keperawatan

diklasifikasikan menjadi 5 bagian( Nursalam 2003 )

3.6.1 Biofisiologis

Adalah pengukuran yang berorentasi pada dimens ifisiologis

manusia baik invivo maupun invitro.

3.6.2 Observasi( Tersrukturdantidakterstruktur )

Observasi dapat dilaksanakan dengan mnggunakan beberapa

model instrument,antara lain :

1). catatan Anecdotal adalah mancatat gejalah – gejalah

khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian.

2).Catatan berkala adalah mencatat gejala secara

berurutan menurut waktu namun tidak terus menerus.

3). Daftar Cek List adalah menggunakan daftar yang

memuat nama observe disertai jenis gejala yang

diamati

c. wawancara ( terstrukturdantidakterstruktur )

d..Kuesioner( Pengumpulan data secara formal untuk

menjawab pertanyaan tersulit )

e. Skala penilaian

3.7 Penyajian Data


Penyajian data disesuaikan dengan desain penelitian yang dipilih.

Untuk studi kasus, data disajikan secara terkstular / narasi dan dapat

disertai dengan cuplikan ungkapan verbal dari subjek studi kasus

yang merupakan data pendukungnya.

3.8 Etik Penelitian

Dicantumkan etika yang mendasari suatu penelitian, terdiri dari :

1) Informed Consent (persetujuan menjadi responden)

2) Anonimity (tanpa nama)

3) Confidentiality (kerahasiaan)

Anda mungkin juga menyukai