Refka
Refka
PENDAHULUAN
Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang sakit.
Tulang dapat menjadi lemah akiba kanker, infeksi, atau proses penuaan alami.
Pada tulang belakang, ini biasanya terjadi pada cancellous badan vertebra, yang
mengarah ke fraktur kompresi vertebra.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.2. Payudara
2
dibatasi jaringan fibrosa. Setiap lobus berisi kumpulan lobulus yang juga
berisi banyak alveolus yang dilapisi oleh sel-sel mioepitel yang akan
berkontraksi bila diransang oleh oksitosin sehingga mengalirkan air susu
ke dalam ductus lactiferus.4
2.2.2 Vertebra
3
vertebra/annulus, bagian tengah yaitu ligamentum longitudinal posterior
dan 1/3 posterior dari vertebra/annulus dan bagian posterior yaitu Pedikel,
lamina, proses spinosus, dan ligamen. Kurva tulang belakang normal terbagi
atas cervical bentuk Lordosis, thoracal bentuk Kyphosis, lumbal bentuk
Lordosis dan sakral bentuk kyphosis.5
Regio Spine
C1-C2: tulang khas yang memungkinkan untuk stabilisasi
cervical oksipital ke kolom vertebra dan rotasi kepala. Gerakannya
berupa rotasi dan fleksi/ekstensi.
Relatif kaku dikarnakan adanya sendi kosta. Gerakannya
Thorakal
berupa rotasi, Fleksi/ekstensi minimal.
Orientasi transisi dari semikoronal ke sagital. Segmennya
Thorakal-
mobile. bagian yang paling umum terjadinya cedera tulang
Lumbal
belakang bagian bawah.
Vertebra terbesar. tempat yang paling sering
Lumbal menyebabkan rasa sakit. Tempat dari cauda equina.
Gerakannya berupa fleksi/ekstensi dan Rotasi minimal.
merupakan pusat panggul dan tidak ada gerakan pada
Sakral
bagian ini.
4
T3 skapula
T7 Xiphoid
T10 Umbilical
L1 Konus medulla
L3 Bifurcasio Aorta
L4 Krista Iliaka
Fraktur patologis adalah yang terjadi pada tulang yang telah melemah
oleh kondisi sebelumnya. Fraktur patologis terjadi pada kondisi proses
patologik, seperti neoplasia, osteomalasia, osteomielitis, dan penyakit
lainnya.7
2.2.2 Epidemiologi
5
Di indonesia, penelitian yang di lakukan Di Rsup Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar tahun 2017 bahwa jumlah penderita kanker
payudara yang mengalami metastase ke tulang sebanyak 40 penderita.
Penderita kanker payudara yang mengalami metastase tulang paling
banyak pada rentang usia 40-49 tahun. Gejala klinis yang paling sering
yaitu berupa nyeri sebanyak 30 (75%) penderita dan nyeri disertai
kelemahan pada kedua tungkai sebanyak 10 (25%) penderita. Lokasi
tulang tempat kanker bermetastase paling banyak ditemukan pada tulang
vertebra yaitu sebanyak 19 (47,5%) penderita. Berdasarkan hasil radiologi
jenis lesi yang paling banyak yaitu lesi osteolitik pada 27 (67,5%) penderita.9
6
atau CXCL12); ekspresi RANK (receptor activator of NF-kappaB ligand)
tumor payudara memediasi pengikatan pada RANKL di tulang; Ekspresi
sialoprotein oleh kanker paru-paru yang memfasilitasi pengikatan pada
kolagen tipe I dalam tulang.
b. Dukungan lingkungan mikro: Hipotesa benih dan tanah memberi tahu
kita bahwa lingkungan mikro menyediakan tanah yang subur (tanah),
untuk kelangsungan hidup dan metastasis pertumbuhan sel kanker
(benih). Pembentukan tulang dan pelepasan reabsorpsi mengaktifkan
faktor kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang dapat berpengaruh
pada perkembangan metastasis tulang.
c. Epitel - Transisi mesenkim: sel normal dapat kehilangan karakteristik
epitelnya dan memperoleh karakteristik mesenkim. Proses ini disebut
transisi epithelial-mesenchymal dan memungkinkan sel-sel epitel
bermigrasi ke lingkungan yang baru. Ini terjadi terutama selama
embriogenesis, tetapi dalam sel kanker proses ini memberikan invasif
fenotip.8
7
Gambaran lain berupa hipercalcemia disebabkan oleh peningkatan
proses absorbsi tulang oleh osteoclast. Gejala yang muncul oleh
hipercalcemia yaitu dehidrasi, mual, muntah, kejang, ileus, dan
perubahan gambar EKG.9
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium juga berguna untuk mencari petunjuk
dimana tumor primer berada. Anemia, leukopenia, dan trombositopenia
menunjukkan bahwa tumor sudah berada dalam stadium lanjut. Mieloma
dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektroforesis protein serum untuk
melihat adanya gamapati monoklonal. Alkali fosfatase menunjukkan derajat
8
kerusakan tulang; bila kadarnya 1,25 kali lebih tinggi dari batas normal,
prognosisnya buruk.6
Roentgen
Walaupun kurang sensitif untuk melihat metastasis tulang, foto
Roentgen sangat membantu untuk melihat karakter kerusakan tulang.
Pemeriksaan Roentgen dilakukan pada daerah-daerah yang sering terkena
metastasis. Gambaran lesi metastasis pada foto Roentgen bergantung pada
respons tulang. Bila proses osteolitik lebih dominan, akan tampak gambaran
litik dengan tepi lesi berbatas tegas (geographic), tidak rata (moth eaten),
dan permeatives sementara itu reaksi periosteum serta keterlibatan jaringan
lunak jarang terjadi. Bila terjadi pembentukan tulang secara dominan, akan
tampak gambaran sklerotik atau osteoblastik.6
Ct-Scan
CT-scan tidak digunakan sebagai moda pemeriksaan awal metastasis,
tetapi sangat berguna seba- gai pemeriksa tambahan, khususnya jika
pemeriksaan foto Roentgen negatif tetapi pada skintigrafi ditemukan lesi.
CT-scan sangat berguna untuk memeriksa tulang yang strukturnya
kompleks seperti vertebra dan pelvis. CT-scan juga lebih sensitif
dibandingkan dengan foto Roentgen dalam menilai destruksi korteks dan
ekspansi ke jaringan lunak.6
9
MRI
MRI sangat sensitif untuk mendeteksi metastasis tulang. Sensitivitas
MRI didasarkan pada deteksi perbedaan kadar air jaringan. Kadar air sel
ganas relatif lebih tinggi dibanding kadar air korteks dan sumsum tulang.
Pada TI-weighted, air akan menunjukkan sinyal yang berintensitas rendah
(tampak gelap); sedangkan pada T2-weighted, air akan menunjukkan sinyal
berintensitas tinggi. Lesi metastatik akan terlihat gelap pada Tl-weighted,
namun terlihat terang pada T2-weighted. MRI sangat berguna untuk
mendeteksi metastasis vertebra karena dapat menilai tulang, jaringan lunak
di sekitarnya, serta kompresi pada medula spinalis. MRI sama sensitifnya
dengan skintigrafi dalam mendeteksi metastasis, tetapi MRI memiliki
kelemahan yakni hanya dapat melihat satu regio tertentu pada satu saat.6
2.2.7 Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada terapi definitif yang dapat menyembuhkan
tumor metastasis, sehingga terapinya bersifat paliatif dengan tujuan untuk
memperbaiki kualitas hidup penderita sampai penderita meninggal dunia.
Tiga problem utama yang harus diatasi adalah nyeri, osteolisis, dan
komplikasi yang terjadi.6
10
yaitu (1) hiperkalsemia humoral, yaitu jaringan neoplasma memproduksi
mediator aktif, seperti parathyroid-hormone related peptide (PTHrP), yang
akan mengaktifkan metabolisme tulang dengan merangsang aktivitas
osteoklas secara berlebihan; (2) faktor lokal yang dihasilkan tumor seperti
interleukin-6, TGF alfa, prostaglandin, dan lain-lain juga dapat
mengaktifkan osteoklas; dan (3) walaupun sangat jarang, hiperkalsemia juga
dapat disebabkan oleh metabolisme vitamin D yang abnormal. Sampai saat
ini, terapi utama hiperkalsemia adalah pemberian bisfosfonat.6
11
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. NR
Umur : 44 Tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Sungai Lewara, Palu Barat
Tanggal Masuk : 26 - 02 – 2019
Ruangan : Teratai
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pinggang
12
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum :
Status Generalisata:
GCS: E4 M6 V5
VAS : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Vital Sign
Tekanan Darah :120/70 mmHg Nadi :84x/menit
Pernapasan :20x/menit Suhu :36,8oC
Primary Survey :
A: Bebas
B: RR : 20x/menit
C: Bleending (-),TD 120/70 mmHg, N :84x/menit,reguler, akral hangat
D: GCS E4V5M6
Secondary Survey :
Kepala:
Wajah : Jejas (-), Edem (-)
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephal (+)
Mata:
Konjungtiva : Anemis (+/+)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor (+/+), ukuran (3mm/3mm)
Mulut : Sianosis (-)
Leher:
Kelenjar GB : Pembesaran (-)
Tiroid : Pembesaran (-)
13
Thorax:
Paru-Paru
Inspeksi : Simetris Bilatera (+)
Palpasi : Vokal Fremitus Kanan (+) kiri, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+)
Auskultasi :Vesikuler (+/+), Rhonci (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis Tidak Tampak (+)
Palpasi : Ictus Cordis teraba
Perkusi : Batas Jantung Normal (+)
Auskultasi : Bunyi Jantung I/II murni regular (+)
Abdomen:
Inspeksi : Kesan datar (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Tympani (+)
Palpasi :Nyeri tekan (-), Hepatomegaly (-), Spleenomegaly (-)
Anggota Gerak:
Atas : Akral Hangat (+/+), Edema (-/-)
Bawah : Akral Hangat (+/+), Edema (-/-)
Status Lokalis
Regio : Vertebra Thorakal
Inspeksi : massa (-), benjolan (-), kemerahan (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada area Th X
ROM : Pasif
NVD : Baik
Sensoris : tidak mengalami gangguan
14
Motoris : Derajat kekuatan otot
Pemeriksaan Tambahan :
Refleks Fisiologis : Refkes Patella (-) dan reflesk achilles (-)
Refleks patologis : Refleks Babinski (-)
IV. RESUME
15
HCT : 26.3%
PLT : 152 x x 103/mm3
GDS : 103.2 mg/dL
UREUM :17.5 mg/dL
CREAT : 0.37mg/dL
HbSAg : Non-Reaktif
Radiologi :
16
VII. DIAGNOSIS AKHIR : Fraktur patologis thorakal X e.c Tumor
mamae bilateral
VIII. PENATALAKSANAAN
Non operatif :
Medikamentosa :
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
- Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
- Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Operatif :
- Laminectomy dekompresi
- Biopsi trans radikuler
- FNAB
IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia
Ad Sanationam : dubia ad malam
Ad Functionam : dubia ad malam
X. FOLLOW UP
17
2. Tanggal 05 maret 2019
S: Nyeri luka bekas op (+), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK
dan BAB (+) biasa
O:
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
Thorax : pada payudara tampak benjolan kecil, konsistensi pada
kenyal, tidak berbatas tegas dan terfiksasi.
A: post Laminectomy dekompresi H-0
Biopsi trans Radikuler a/i Fraktur kompresi vertebra thorakal X
Susp. Ca Mammae
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ambacin 1 gr/12jam/iv
Inj. Gentamicin 40mg/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
18
Inj. Gentamicin 40mg/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Konsul Bedah umum
19
Biopsi trans Radikuler a/i Susp. Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ambacin 1 gr/12jam/iv
Inj. Gentamicin 40mg/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
20
A: post Laminectomy dekompresi H-5
Biopsi trans Radikuler a/i Susp. Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ambacin 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
21
FNAB : Carcinoma Mamae bilateral.
A: post Laminectomy dekompresi H-7
Biopsi trans Radikuler a/i Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ambacin 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
22
Nadi : 78x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-9
Biopsi trans Radikuler a/i Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Morphine Sulfate 15mg 2 x 1
New diatab 3 x 2
23
13. Tanggal 16 maret 2019
S: Nyeri (+), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK biasa dan
BAB (+) cair 4x
O:
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-11
Biopsi trans Radikuler a/i Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Morphine Sulfate 15mg 2 x 1
New diatab 3 x 2
24
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Morphine Sulfate 15mg 2 x 1
25
Ranitidin 150mg 2 x 1
Cefadroxil 500mg 2 x 1
26
BAB IV
PEMBAHASAN
27
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien di diagnosis Fraktur patologis thorakal X e.c Tumor mamae bilateral.
28
BAB V
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
2. Jae Hwan Cho, Jung-Ki Ha, Chang Ju Hwang. 2015. Patterns of Treatment
for Metastatic Pathological Fractures of the Spine: The Efficacy of Each
Treatment Modality. Clinics in Orthopedic Surgery, Vol. 7 No.4.
[Online]Tersedia Dari :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4667116/pdf/cios-7-
476.pdf
6. Sjamsuhidayat, R Dan Wim De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3.
EGC: Jakarta
30
8. Filipa Macedo, Katia Ladeira, Filipa Pinho. 2017. Bone metastases: an
overview. Oncology Reviews 2017; volume 11:321. [Online]Tersedia Dari :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5444408/pdf/onco-11-1-
321.pdf
31