Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang sakit.
Tulang dapat menjadi lemah akiba kanker, infeksi, atau proses penuaan alami.
Pada tulang belakang, ini biasanya terjadi pada cancellous badan vertebra, yang
mengarah ke fraktur kompresi vertebra.1

Metastasis tulang belakang adalah metastasis tulang yang paling sering.


Ini dapat menyebabkan nyeri aksial atau radikuler atau kelemahan motorik karena
invasi tumor pada struktur saraf. Fraktur patologis vertebra biasanya
menyebabkan nyeri hebat atau defisit neurologis progresif, oleh karena itu,
pencegahan merupakan tujuan utama dalam pengobatan metastasis tulang
belakang.2

Pada penelitian yang di lakukan di turki dengan total 96 pasien dilibatkan


dalam penelitian (51 pria, 45 wanita, usia rata-rata 64,5 tahun, rentang usia, 45-87
tahun). Tumor primer yang menyebabkan metastasis tulang di antara pasien
dengan tumor payudara pada 30 pasein (31,3%), tumor paru-paru pada 18 pasien
(18,8%) dan tumor prostat pada 9 pasein (9,4%). Sisa pasien menunjukkan tumor
metastasis hati, ginjal, dan limfoma.3

Diagnosis metastasis vertebra sering lambat untuk terdiagnosis, karena


timbulnya gejala terjadi setelah invasi tumor mengenai saraf atau perkembangan
fraktur patologis pada kasus atau pada klinis lainnya. Oleh karena itu, fraktur
patologis vertebra adalah manifestasi awal dalam banyak kasus metastasis tulang
belakang. pengobatan tumor metastasis spinal, termasuk kompresi vertebra dan
kontrol nyeri, telah menjadi fokus pada beberapa penelitian. Pilihan pengobatan
untuk pasien dengan tumor metastasis tulang belakang yaitu dengan kemoterapi,
suntikan steroid, radioterapi (RT), vertebroplasti (VP)/kyphoplasty (KP) atau
operasi (OP). Sampai sekarang, sangat sedikit studi tentang pengobatan fraktur
patologis vertebra metastasis, meskipun penting karena manifestasi klinis sering
didapatkan.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.2. Payudara

Payudara atau mammae terletak pada regio thorax yang berada di


samping sternum dan meluas setinggi antara costa kedua dan keenam.
Payudara melekat pada musculus pectoralis major dan digantung oleh
ligamentum suspensorium dan diliputi oleh lapisan lemak yang bervariasi.4

Gambar 1. Anatomi Payudara

Masing-masing payudara berbentuk tonjolan setengah bola dan


mempunyai ujung yang meluas ke axilla (axillari space). Pada payudara
terdapat bagian ujung berupa areola yaitu lingkaran yang terdiri dari
kulit yang longgar dan mengalami pigmentasi merah muda pada wanita
yang berkulit cerah, lebih gelap pada wanita yang berkulit coklat. Pada
pusat areola mammae costa keempat, terdapat papilla mammae berlubang-
lubang berupaaa ostium papillare yang merupakan muara ductus
lactiferus. Ductus lactiferus ini dilapisi oleh epitel.4

Payudara terususun atas jaringan kelenjar dan lemak dan ditutupi


oleh kulit. Jaringan kelenjar ini dibagi menjadi 15-20 lobus yang

2
dibatasi jaringan fibrosa. Setiap lobus berisi kumpulan lobulus yang juga
berisi banyak alveolus yang dilapisi oleh sel-sel mioepitel yang akan
berkontraksi bila diransang oleh oksitosin sehingga mengalirkan air susu
ke dalam ductus lactiferus.4

2.2.2 Vertebra

Gambar 2. Anatomi Vertebra

Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 Vertebra dengan


pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sakral, dan 4
coccygeal. Tulang belakang dibagi menjadi 3 kolom pada bagian Anterior
yaitu ligamentum longitudinal anterior dan 2/3 anterior dari

3
vertebra/annulus, bagian tengah yaitu ligamentum longitudinal posterior
dan 1/3 posterior dari vertebra/annulus dan bagian posterior yaitu Pedikel,
lamina, proses spinosus, dan ligamen. Kurva tulang belakang normal terbagi
atas cervical bentuk Lordosis, thoracal bentuk Kyphosis, lumbal bentuk
Lordosis dan sakral bentuk kyphosis.5

Tabel 1. Regio Vertebra5

Regio Spine
C1-C2: tulang khas yang memungkinkan untuk stabilisasi
cervical oksipital ke kolom vertebra dan rotasi kepala. Gerakannya
berupa rotasi dan fleksi/ekstensi.
Relatif kaku dikarnakan adanya sendi kosta. Gerakannya
Thorakal
berupa rotasi, Fleksi/ekstensi minimal.
Orientasi transisi dari semikoronal ke sagital. Segmennya
Thorakal-
mobile. bagian yang paling umum terjadinya cedera tulang
Lumbal
belakang bagian bawah.
Vertebra terbesar. tempat yang paling sering
Lumbal menyebabkan rasa sakit. Tempat dari cauda equina.
Gerakannya berupa fleksi/ekstensi dan Rotasi minimal.
merupakan pusat panggul dan tidak ada gerakan pada
Sakral
bagian ini.

Tabel 2. Stuktur yang berhubungan dengan vertebra5

Level Struktur yang berhubungan


C2-C3 Mandibula
C3 Kartilago Hyoid
C4-5 Kartilago Thyroid
C6 Kartilago Cricoid
C7 Prominensia vertebra

4
T3 skapula
T7 Xiphoid
T10 Umbilical
L1 Konus medulla
L3 Bifurcasio Aorta
L4 Krista Iliaka

2.2 Fraktur Patologis


2.2.1 Fraktur Patologis
Metastasis tulang merupakan penyebaran sel-sel kanker primernya
ke tulang. Jarak antara tumor primer dan munculnya metastasis bervariasi dan
tidak menentu, misalnya pada kanker payudara. Nyeri tulang merupakan
gejala yang paling sering dijumpai pada proses metastasis ke tulang.
Terjadinya metastasis ke tulang dapat menyebabkan struktur pada tulang
menjadi lebih rapuh dan berisiko untuk mengalami fraktur.6

Fraktur patologis adalah yang terjadi pada tulang yang telah melemah
oleh kondisi sebelumnya. Fraktur patologis terjadi pada kondisi proses
patologik, seperti neoplasia, osteomalasia, osteomielitis, dan penyakit
lainnya.7

2.2.2 Epidemiologi

Insiden relatif metastasis tulang berdasarkan jenis tumor, pada pasien


dengan penyakit metastasis lanjut, adalah: 65-75% pada payudara; 65-75%
pada prostat; 60% di tiroid; 30-40% di paru-paru; 40% dalam kandung
kemih; 20-25% pada karsinoma sel ginjal dan 14-45% pada melanoma.
Kelangsungan hidup rata-rata dari diagnosis metastasis tulang adalah 6 bulan
pada melanoma; 6-7 bulan pada paru-paru; 6-9 bulan pada kandung kemih;
12 bulan pada karsinoma sel ginjal; 12-53 bulan pada prostat; 19-25 bulan
pada payudara dan 48 bulan pada tiroid.8

5
Di indonesia, penelitian yang di lakukan Di Rsup Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar tahun 2017 bahwa jumlah penderita kanker
payudara yang mengalami metastase ke tulang sebanyak 40 penderita.
Penderita kanker payudara yang mengalami metastase tulang paling
banyak pada rentang usia 40-49 tahun. Gejala klinis yang paling sering
yaitu berupa nyeri sebanyak 30 (75%) penderita dan nyeri disertai
kelemahan pada kedua tungkai sebanyak 10 (25%) penderita. Lokasi
tulang tempat kanker bermetastase paling banyak ditemukan pada tulang
vertebra yaitu sebanyak 19 (47,5%) penderita. Berdasarkan hasil radiologi
jenis lesi yang paling banyak yaitu lesi osteolitik pada 27 (67,5%) penderita.9

2.2.3 Mekanisme metastasis ke tulang

Metastasis tulang hampir selalu multipel dan melibatkan kerangka


aksial. Disarankan bahwa distribusi ini dapat berhungan aktif dengan
hematopoetik jaringan myeloid. Ada jaringan paravertebral yang berperan
dalam perkembangan metastasis tulang. Teori ini didasarkan pada tingginya
insiden metastasis tulang tanpa lesi di paru-paru (rute alternatif penyebaran
disarankan) lingkungan mikro harus menguntungkan untuk kelangsungan
hidup sel tumor.8

Setelah sel tumor beredar, dibutuhkan:


a. Adhesi dan ekstravasasi vaskular: sel berinteraksi dengan endotelium
untuk ekstravasasi dan menetap di jaringan tertentu. Molekul
chemoattractive dan adhesi memainkan peran penting dalam retensi sel
selektif dalam pembuluh darah sumsum tulang. Sel kanker menggunakan
molekul setara dengan vascular cell adhesion molecule (VCAM) dan E-
selectin untuk melekat pada endotelium. Kita juga tahu bahwa kemokin,
integrin, osteopontin, sialoprotein tulang dan kolagen tipe I sangat
penting untuk kolonisasi oleh sel-sel kanker. Contoh interaksi tersebut
adalah: ekspresi CXCR4 oleh tumor neuroblastoma yang memediasi
pengikatan faktor I yang berasal dari stromalcel dalam tulang (SDF-1

6
atau CXCL12); ekspresi RANK (receptor activator of NF-kappaB ligand)
tumor payudara memediasi pengikatan pada RANKL di tulang; Ekspresi
sialoprotein oleh kanker paru-paru yang memfasilitasi pengikatan pada
kolagen tipe I dalam tulang.
b. Dukungan lingkungan mikro: Hipotesa benih dan tanah memberi tahu
kita bahwa lingkungan mikro menyediakan tanah yang subur (tanah),
untuk kelangsungan hidup dan metastasis pertumbuhan sel kanker
(benih). Pembentukan tulang dan pelepasan reabsorpsi mengaktifkan
faktor kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang dapat berpengaruh
pada perkembangan metastasis tulang.
c. Epitel - Transisi mesenkim: sel normal dapat kehilangan karakteristik
epitelnya dan memperoleh karakteristik mesenkim. Proses ini disebut
transisi epithelial-mesenchymal dan memungkinkan sel-sel epitel
bermigrasi ke lingkungan yang baru. Ini terjadi terutama selama
embriogenesis, tetapi dalam sel kanker proses ini memberikan invasif
fenotip.8

2.2.4 Gejala Klinis

Pada saat kanker payudara telah menyebar ke tulang, gejala


klinis yang muncul dapat bermacam-macam dan bisa saja tanpa gejala pada
awalnya hingga yang menunjukkan gejala yang sangat serius. Gambaran
klinis yang muncul dapat berupa nyeri pada tulang, fraktur patologik,
kompresi pada medulla spinalis, dan hipercalcemia. Keluhan nyeri tulang
dapat menunjukkan adanya fraktur patologis, namun pada beberapa kasus
tanpa disertai nyeri. Tempat yang paling sering yaitu vertebra, pelvis,
pangkal tulang femur, tulang rusuk, tulang kepala dan tulangtulang
panjang pada kaki. Fraktur yang terjadi pada tulang vertebra dapat
menyebabkan fragmen fraktur melukai atau menekan spinal cord
sehingga memberikan gambaran defisit neurologis, mulai dari kelemahan
otot hingga inkontinensia.9

7
Gambaran lain berupa hipercalcemia disebabkan oleh peningkatan
proses absorbsi tulang oleh osteoclast. Gejala yang muncul oleh
hipercalcemia yaitu dehidrasi, mual, muntah, kejang, ileus, dan
perubahan gambar EKG.9

2.2.5 Diagnosis metastasis tulang

Diagnosis metastase tulang dapat dinilai secara klinis,


laboratorium, maupun radio imaging. Diagnosis pasti tentu saja secara
histopatologi, tetapi hal ini jarang dilakukan, hanya saja pada lesi metastasis
di tulang yang lesi primernya tidak diketahui hal ini perlu dilakukan.
Menurut NCCN 2006, bila terdapat kelainan raadiografi pada tulang yang
tanpa nyeri pada pasien < 40 tahun, maka pasien harus dirujuk ke dokter
onkologi orthopedik untuk dibiopsi. Pada pasien usia >40 tahun harus di
work up, karena ada kemungkinan suatu metastaase tulang, bone xcan,
thorax foto, CT scan abdomen pelvis, PSA dan mammografi harus
dikerjakan. Bila ditemukan lesi primer terapi selanjutnya sesuai lesi primer.9

Secara klinis, keluhan utama biasanya adalah nyeri. Pada


keadaan lebih lanjut dapat dijumpai gangguan neurologi dan tanda-tanda
fraktur/dislokasi tergantung dari lokasi metastasisnya. Secara laboratorium
dapat ditemukan peningkatan alkalin phosphatase, calcium darah dan
LDH. Pada pemeriksaan radio imaging umumnya yang rutin dilakukan
adalah pemeriksaan Bone Scanning atau skintigrafi planar yang
menggunakan radio farmaka dan foto X-ray/Bone Survey.9

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium juga berguna untuk mencari petunjuk
dimana tumor primer berada. Anemia, leukopenia, dan trombositopenia
menunjukkan bahwa tumor sudah berada dalam stadium lanjut. Mieloma
dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektroforesis protein serum untuk
melihat adanya gamapati monoklonal. Alkali fosfatase menunjukkan derajat

8
kerusakan tulang; bila kadarnya 1,25 kali lebih tinggi dari batas normal,
prognosisnya buruk.6

Roentgen
Walaupun kurang sensitif untuk melihat metastasis tulang, foto
Roentgen sangat membantu untuk melihat karakter kerusakan tulang.
Pemeriksaan Roentgen dilakukan pada daerah-daerah yang sering terkena
metastasis. Gambaran lesi metastasis pada foto Roentgen bergantung pada
respons tulang. Bila proses osteolitik lebih dominan, akan tampak gambaran
litik dengan tepi lesi berbatas tegas (geographic), tidak rata (moth eaten),
dan permeatives sementara itu reaksi periosteum serta keterlibatan jaringan
lunak jarang terjadi. Bila terjadi pembentukan tulang secara dominan, akan
tampak gambaran sklerotik atau osteoblastik.6

Skintigrafi Tulang (Bone Scan)


Isotop Tc99m sangat berguna untuk mengevaluasi dan menetapkan
stadium metastasis tulang serta dapat memberikan gambaran mengenai
seluruh kondisi tulang. Isotop akan terikat oleh fosfor dalam mineral
hidroksi-apatit tulang pada daerah peningkatan uptake, yang disebut hot
spot. Untuk melihat lesi metastasis multipel, pemeriksaan terbaik adalah
skintigrafi tulang, tetapi tidak semua jenis tumor dapat memberikan hasil
yang positif, terutama bila turn over tulang rendah, seperti pada mieloma
multipel dan metastasis karsinoma sel ginjal.6

Ct-Scan
CT-scan tidak digunakan sebagai moda pemeriksaan awal metastasis,
tetapi sangat berguna seba- gai pemeriksa tambahan, khususnya jika
pemeriksaan foto Roentgen negatif tetapi pada skintigrafi ditemukan lesi.
CT-scan sangat berguna untuk memeriksa tulang yang strukturnya
kompleks seperti vertebra dan pelvis. CT-scan juga lebih sensitif
dibandingkan dengan foto Roentgen dalam menilai destruksi korteks dan
ekspansi ke jaringan lunak.6

9
MRI
MRI sangat sensitif untuk mendeteksi metastasis tulang. Sensitivitas
MRI didasarkan pada deteksi perbedaan kadar air jaringan. Kadar air sel
ganas relatif lebih tinggi dibanding kadar air korteks dan sumsum tulang.
Pada TI-weighted, air akan menunjukkan sinyal yang berintensitas rendah
(tampak gelap); sedangkan pada T2-weighted, air akan menunjukkan sinyal
berintensitas tinggi. Lesi metastatik akan terlihat gelap pada Tl-weighted,
namun terlihat terang pada T2-weighted. MRI sangat berguna untuk
mendeteksi metastasis vertebra karena dapat menilai tulang, jaringan lunak
di sekitarnya, serta kompresi pada medula spinalis. MRI sama sensitifnya
dengan skintigrafi dalam mendeteksi metastasis, tetapi MRI memiliki
kelemahan yakni hanya dapat melihat satu regio tertentu pada satu saat.6

2.2.7 Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ada terapi definitif yang dapat menyembuhkan
tumor metastasis, sehingga terapinya bersifat paliatif dengan tujuan untuk
memperbaiki kualitas hidup penderita sampai penderita meninggal dunia.
Tiga problem utama yang harus diatasi adalah nyeri, osteolisis, dan
komplikasi yang terjadi.6

Proses osteolisis tulang bila tidak diatasi akan menimbulkan fraktur


patologis dan hiperkalsemia. Pem berian bisfosfonat akan menghambat
osteolisis karena (1) menghambat kerja osteoklas; (2) secara tidak osteoklas;
(3) mengurangi jumlah osteoklas dengan cara memperpendek masa hidup
osteoklas dan menghambat rekrutmen preosteoklas.6

Hiperkalsemia dan fraktur patologis merupakan komplikasi yang perlu


mendapat perhatian serius pada penderita metastasis tulang. Hiperkalsemia
terjadi pada 10-40 % pasen , dengan gejala anoreksia , nausea, muntah,
hingga koma. Terjadinya hiperkalsemia dapat langsung menghambat
osteoblas untuk mengaktivasi rekrutmen preosteoklas melalui 3 mekanisme,

10
yaitu (1) hiperkalsemia humoral, yaitu jaringan neoplasma memproduksi
mediator aktif, seperti parathyroid-hormone related peptide (PTHrP), yang
akan mengaktifkan metabolisme tulang dengan merangsang aktivitas
osteoklas secara berlebihan; (2) faktor lokal yang dihasilkan tumor seperti
interleukin-6, TGF alfa, prostaglandin, dan lain-lain juga dapat
mengaktifkan osteoklas; dan (3) walaupun sangat jarang, hiperkalsemia juga
dapat disebabkan oleh metabolisme vitamin D yang abnormal. Sampai saat
ini, terapi utama hiperkalsemia adalah pemberian bisfosfonat.6

Terapi pembedahan biasanya dilakukan untuk mengatasi fraktur


patologis, dekompresi saraf vertebra, dan mengatasi nyeri. Tujuan
pembedahan bukan untuk menyembuhkan, melainkan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain
keadaan umum pasien, kemungkinan hidup penderita (bila lebih dari 6-12
minggu dipertimbangkan untuk operasi) dan masa pemulihan pasien harus
cepat (tidak melebihi kemungkinan hidup pasien).6

11
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. NR
Umur : 44 Tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Sungai Lewara, Palu Barat
Tanggal Masuk : 26 - 02 – 2019
Ruangan : Teratai

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pinggang

Anamnesis Terpimpin : Nyeri pinggang di rasakan sejak 1


minggu setelah gempa akibat terkena tsunami di jembatan pusat rekreasi
masyarakat, awalnya pasien merasakan nyeri hilang timbul lalu nyeri
menjalar ke sebelah kaki dan mulai merasa lemas. Awal bulan januari
pasien mulai merasakan mati rasa pada kedua kaki dan tidak bisa di
gerakan sehingga pasien tidak bisa berjalan. Pasien juga mengeluh mual
(+), Muntah (-), sudah tidak merasakan buang air kecil dan Susah BAB.

Mekanisme Trauma : Saat terjadi gempa pasien yang berada di


pusat rekreasi masyarakat kemudian lari menaiki jembatan namun tersapu
air dari belakang dan terjatuh lalu pasien terbawa air.

Riwayat Penyakit Sebelumnya : Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-),


Riwayat Tumor di sangkal,

Riwayat Penyakit dalam Keluarga : Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-)

Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah melakukan pengobatan


sebelumnya

12
III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum :
Status Generalisata:
GCS: E4 M6 V5
VAS : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Vital Sign
Tekanan Darah :120/70 mmHg Nadi :84x/menit
Pernapasan :20x/menit Suhu :36,8oC

Primary Survey :
A: Bebas
B: RR : 20x/menit
C: Bleending (-),TD 120/70 mmHg, N :84x/menit,reguler, akral hangat
D: GCS E4V5M6

Secondary Survey :
Kepala:
Wajah : Jejas (-), Edem (-)
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephal (+)

Mata:
Konjungtiva : Anemis (+/+)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor (+/+), ukuran (3mm/3mm)
Mulut : Sianosis (-)

Leher:
Kelenjar GB : Pembesaran (-)
Tiroid : Pembesaran (-)

13
Thorax:
Paru-Paru
Inspeksi : Simetris Bilatera (+)
Palpasi : Vokal Fremitus Kanan (+) kiri, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+)
Auskultasi :Vesikuler (+/+), Rhonci (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis Tidak Tampak (+)
Palpasi : Ictus Cordis teraba
Perkusi : Batas Jantung Normal (+)
Auskultasi : Bunyi Jantung I/II murni regular (+)

Abdomen:
Inspeksi : Kesan datar (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Tympani (+)
Palpasi :Nyeri tekan (-), Hepatomegaly (-), Spleenomegaly (-)

Anggota Gerak:
Atas : Akral Hangat (+/+), Edema (-/-)
Bawah : Akral Hangat (+/+), Edema (-/-)

Status Lokalis
Regio : Vertebra Thorakal
Inspeksi : massa (-), benjolan (-), kemerahan (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada area Th X
ROM : Pasif
NVD : Baik
Sensoris : tidak mengalami gangguan

14
Motoris : Derajat kekuatan otot

Ekstremitas Dextra Sinistra


atas 5 5
bawah 0 0

Pemeriksaan Tambahan :
Refleks Fisiologis : Refkes Patella (-) dan reflesk achilles (-)
Refleks patologis : Refleks Babinski (-)

IV. RESUME

Pasien Perempuan usia 44 tahun dengan keluahan nyeri pinggang


di rasakan sejak 1 minggu setelah gempa akibat terkena tsunami di
jembatan pusat rekreasi masyarakat, awalnya nyeri hilang timbul lalu nyeri
menjalar ke sebelah kaki. Awal bulan januari pasien mulai merasakan mati
rasa pada kedua kaki dan tidak bisa di gerakan sehingga pasien tidak bisa
berjalan. Pasien juga mengeluh mual (+), Muntah (-), sudah tidak
merasakan buang air kecil dan Susah BAB. Pada pemeriksaan fisik
kesadaran komposmentis, Tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 84x/menit,
Respirasi : 20x/menit, suhu : 36.8 oC. pemeriksaan status lokalis pada regio
vertebra thorakal didapatkan nyeri tekan pada thorakal X, ROM pasif,
Motorik derajat kekuatan otot 0, Refleks fisologis negatif dan Refleks
patologis negatif.

V. DIAGNOSIS KERJA : Paraplegia e.c Susp. Fraktur


Kompresi

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG:

WBC : 5.85 x 103/mm3


RBC : 3.24 x 106/mm3
HB : 8.8 g/dL

15
HCT : 26.3%
PLT : 152 x x 103/mm3
GDS : 103.2 mg/dL
UREUM :17.5 mg/dL
CREAT : 0.37mg/dL
HbSAg : Non-Reaktif

Radiologi :

Kesan : fraktur kompresi pada thorakal X dan adanya gambaran lesi


osteolitik – sklerotik pada vertebra.

16
VII. DIAGNOSIS AKHIR : Fraktur patologis thorakal X e.c Tumor
mamae bilateral

VIII. PENATALAKSANAAN
Non operatif :
Medikamentosa :
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
- Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
- Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv

Operatif :
- Laminectomy dekompresi
- Biopsi trans radikuler
- FNAB

IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia
Ad Sanationam : dubia ad malam
Ad Functionam : dubia ad malam

X. FOLLOW UP

1. Tanggal 04 maret 2019


S: Nyeri pada pinggang, demam (-), mual (-), muntah (-), BAK dan
BAB (+) biasa
O:
Tekanan Darah: 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,8 ºC
A: Fraktur Kompresi vertebra thirakal X
P:IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Konsul Anastesi
Sedia darah 2 WB dan 2 PRC
Rencana Laminectomy dekompresi

17
2. Tanggal 05 maret 2019
S: Nyeri luka bekas op (+), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK
dan BAB (+) biasa
O:
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
Thorax : pada payudara tampak benjolan kecil, konsistensi pada
kenyal, tidak berbatas tegas dan terfiksasi.
A: post Laminectomy dekompresi H-0
Biopsi trans Radikuler a/i Fraktur kompresi vertebra thorakal X
Susp. Ca Mammae
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ambacin 1 gr/12jam/iv
Inj. Gentamicin 40mg/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv

3. Tanggal 06 maret 2019


S: Nyeri luka bekas op (+), Nyeri pada payudara (+), demam (-),
mual (-), muntah (-), BAK dan BAB (+) biasa
O:
Tekanan Darah: 120/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-1
Biopsi trans Radikuler a/i Susp. Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ambacin 1 gr/12jam/iv

18
Inj. Gentamicin 40mg/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Konsul Bedah umum

4. Tanggal 07 maret 2019


S: Nyeri luka bekas op (+), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK
dan BAB (+) biasa
O:
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-2
Biopsi trans Radikuler a/i Susp. Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ambacin 1 gr/12jam/iv
Inj. Gentamicin 40mg/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Aff Drain

5. Tanggal 08 maret 2019


S: Nyeri luka bekas op (+), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK
dan BAB (+) biasa
O:
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-3

19
Biopsi trans Radikuler a/i Susp. Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ambacin 1 gr/12jam/iv
Inj. Gentamicin 40mg/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv

6. Tanggal 09 maret 2019


S: Nyeri luka bekas op (+), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK
dan BAB (+) biasa
O:
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-4
Biopsi trans Radikuler a/i Susp. Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ambacin 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv

7. Tanggal 10 maret 2019


S: Nyeri luka bekas op (+), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK
dan BAB (+) biasa
O:
Tekanan Darah: 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC

20
A: post Laminectomy dekompresi H-5
Biopsi trans Radikuler a/i Susp. Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ambacin 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv

8. Tanggal 11 maret 2019


S: Nyeri luka bekas op (-), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK
dan BAB (+) biasa
O:
Tekanan Darah: 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-6
Biopsi trans Radikuler a/i Susp. Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ambacin 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv

9. Tanggal 12 maret 2019


S: Nyeri (-), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK dan BAB (+)
biasa
O:
Tekanan Darah: 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC

21
FNAB : Carcinoma Mamae bilateral.
A: post Laminectomy dekompresi H-7
Biopsi trans Radikuler a/i Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ambacin 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv

10. Tanggal 13 maret 2019


S: Nyeri (+), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK biasa dan
BAB (+) cair 5x
O:
Tekanan Darah: 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-8
Biopsi trans Radikuler a/i Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Morphine Sulfate 15mg 2 x 1
New diatab 3 x 2

11. Tanggal 14 maret 2019


S: Nyeri (+), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK biasa dan
BAB (+) cair 10x
O:
Tekanan Darah: 120/80 mmHg

22
Nadi : 78x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-9
Biopsi trans Radikuler a/i Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Morphine Sulfate 15mg 2 x 1
New diatab 3 x 2

12. Tanggal 15 maret 2019


S: Nyeri (+), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK biasa dan
BAB (+) cair 14x
O:
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-10
Biopsi trans Radikuler a/i Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Morphine Sulfate 15mg 2 x 1
New diatab 3 x 2

23
13. Tanggal 16 maret 2019
S: Nyeri (+), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK biasa dan
BAB (+) cair 4x
O:
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-11
Biopsi trans Radikuler a/i Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Morphine Sulfate 15mg 2 x 1
New diatab 3 x 2

14. Tanggal 17 maret 2019


S: Nyeri (+), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK biasa dan
BAB (-)
O:
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-12
Biopsi trans Radikuler a/i Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv

24
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Morphine Sulfate 15mg 2 x 1

15. Tanggal 18 maret 2019


S: Nyeri (+), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK biasa dan
BAB (-)
O:
Tekanan Darah: 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-13
Biopsi trans Radikuler a/i Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8jam/iv
Morphine Sulfate 15mg 2 x 1

16. Tanggal 19 maret 2019


S: Nyeri (-), demam (-), mual (-), muntah (-), BAK dan BAB biasa
O:
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: post Laminectomy dekompresi H-14
Biopsi trans Radikuler a/i Fraktur patologis thorakal X
Ca. Mammae bilateral
P:BPL
Morphine Sulfate 15mg 2 x 1

25
Ranitidin 150mg 2 x 1
Cefadroxil 500mg 2 x 1

26
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, dalam menegakkan diagnosis kita membutuhkan


anamnesis, pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang

Pasien Perempuan usia 44 tahun dengan keluahan nyeri pinggang di


rasakan sejak 1 minggu setelah gempa akibat terkena tsunami di jembatan pusat
rekreasi masyarakat, awalnya nyeri hilang timbul lalu nyeri menjalar ke sebelah
kaki. Awal bulan januari pasien mulai merasakan mati rasa pada kedua kaki dan
tidak bisa di gerakan sehingga pasien tidak bisa berjalan. Pasien juga mengeluh
mual (+), Muntah (-), sudah tidak merasakan buang air kecil dan Susah BAB.
Riwayat penyakit sebelumnya tidak ada. Riwayat pengobatan pasien belum
pernah melakukan pengobatan sebelumnya
Pada pemeriksaan fisik kesadaran komposmentis, Tekanan darah 120/70
mmHg, Nadi 84x/menit, Respirasi : 20x/menit, suhu : 36.8 oC. pemeriksaan status
lokalis pada regio vertebra thorakal didapatkan nyeri tekan pada thorakal X, ROM
pasif, Motorik derajat kekuatan otot 0, Refleks fisologis negatif dan Refleks
patologis negatif. Pemeriksaan laboratorium di dapatkan WBC 5.85 x 103/mm3 ,
HB 8,8 mg/dl, PLT 152 x x 103/mm3. Pada pemeriksaan Foto Ct-scan tanggal 27
Februari 2019, Kesan : fraktur kompresi pada thorakal X dan adanya gambaran
lesi osteolitik – sklerotik pada vertebra.
karena dari hasil pemeriksaan tersebut didapatkan gambaran yang
dicurigai adanya fraktur patologis dengan kemungkinan metastasis bone
disease maka dilakukan pemeriksaan yang menunjang diagnostik lebih lanjut
untuk mengetahui asal tumor primer yang memungkinkan penyebaran ke
tulang. Dilakukan pemeriksaan head to toe, biopsi trans radikuler dan FNAB.
Pada pemeriksaan payudara di dapatkan tampak beberapa benjolan kecil,
konsistensi pada kenyal, tidak berbatas tegas dan terfiksasi pada kedua payudara.
Hasil FNAB kesan : Carcinoma Mamae bilateral.

27
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien di diagnosis Fraktur patologis thorakal X e.c Tumor mamae bilateral.

Proses yang memungkinkan terjadinya metastase ke tulang diterangkan


dengan Hipotesis “seed and soil” yang diungkapkan oleh Stephen Paget pada
tahun 1889. Aliran darah yang sangat tinggi pada daerah sumsum tulang,
menjadi predileksi terjadinya metastasis pada tempat tersebut. Lebih jauh
lagi, sel tumor memproduksi molekul adhesive yang mengikat secara erat ke sel
stromal dari sumsum tulang dan matriks tulang. Interaksti tersebut
menyebabkan sel tumor meningkatkan produksi faktor angiogenesis dan bone
resorpsing yang lebih lanjut lagi akan meningkatkan pertumbuhannya di
tulang. Tulang juga merupakan tempat bagi beberapa faktor pertumbuhan,
termasuk di dalamnya transforming growth factor, insulin-like growth factor I
dan II, fibroblast growth factor, platelet-derived growth factor, bone
morphogenetic proteins, dan kalsium. Faktor-faktor pertumbuhan tersebut, yang
dilepaskan dan teraktivasi selama proses resorpsi tulang, menyediakan tempat
yang subur bagi pertumbuhan sel tumor.

Karena metastase mungkin memberikan gejala dalam jangka waktu


yang lama. Umumnya gejala yang muncul adalah nyeri dan lemah dan
sering ditemukan fraktur patologis. Yang perlu diketahui adalah pemeriksaan
radiologis kadang–kadang tidak dapat mendeteksi suatu tumor primer/sekunder
tulang. Pemeriksaan radiologis terutama bermakna bila tumor menyebabkan
adanya osteolitik, sklerotik atau reaksi tulang.

Pada pasien ini dilakukan tindakan Laminectomy dekompresi, Tujuan


pembedahan bukan untuk menyembuhkan, melainkan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain
keadaan umum pasien, kemungkinan hidup penderita (bila lebih dari 6-12 minggu
dipertimbangkan untuk operasi) dan masa pemulihan pasien harus cepat.

28
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan mengenai kasus ini, dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut.
1. Fraktur patologis adalah yang terjadi pada tulang akibat kondisi proses
patologik, salah satunya seperti neoplasia.
2. Diagnosis metastasis vertebra sering lambat untuk terdiagnosis dan fraktur
patologis vertebra adalah manifestasi awal dalam banyak kasus metastasis
tulang belakang.
3. Jarang dapat dikenali tumor primer dari mana metastase berasal. Karena
tampak sama. metastase mungkin memberikan gejala dalam jangka waktu
yang lama. Umumnya gejala yang muncul adalah nyeri dan lemah.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Riswanda Noorisa, Dwi Apriliwati, Abdul Aziz, Sulis Bayusentono. 2017.


The Characteristic Of Patients With Femoral Fracture In Department Of
Orthopaedic And Traumatology Rsud Dr. Soetomo Surabaya 2013 – 2016.
Journal OfOrthopaedi & Traumatology Surabaya, Vol 6 No. 1, Issn 2460-
8742. [Online]Tersedia Dari :
http://www.mmj.eg.net/temp/MenoufiaMedJ302555-3892532_104845.pdf

2. Jae Hwan Cho, Jung-Ki Ha, Chang Ju Hwang. 2015. Patterns of Treatment
for Metastatic Pathological Fractures of the Spine: The Efficacy of Each
Treatment Modality. Clinics in Orthopedic Surgery, Vol. 7 No.4.
[Online]Tersedia Dari :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4667116/pdf/cios-7-
476.pdf

3. Resit Sevimli, Mehmet Fatih Korkmaz. 2018. Analysis of orthopedic


surgery of patients with metastatic bone tumors and pathological fractures.
Journal of International Medical Research, Vol. 46 No.8. [Online]Tersedia
Dari : https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/0300060518770958

4. Dashner, R. A. 2012. Clinical Anatomy of The Breast. Ohio University.

5. Jon C. Thompson. 2010. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd


edition. Saunders Elsevier : china

6. Sjamsuhidayat, R Dan Wim De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3.
EGC: Jakarta

7. Zairin Noor Helmi. 2014.Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Salemba


Medika : Jakarta

30
8. Filipa Macedo, Katia Ladeira, Filipa Pinho. 2017. Bone metastases: an
overview. Oncology Reviews 2017; volume 11:321. [Online]Tersedia Dari :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5444408/pdf/onco-11-1-
321.pdf

9. Sucitra. 2017. Karakteristik Penderita Kanker Payudara Yang Mengalami


Metastase Ke Tulang Berdasarkan Gejala Klinis Dan Radiologi Periode
2015-2017 Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Universitas
Hasanuddin, [Online]. Tersedia Dari:
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/NDEw
OWM0ZTVmZm

31

Anda mungkin juga menyukai