Anda di halaman 1dari 21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis akan membahas tentang laporan kasus asuhan

keperawatan inkontinensia urinarius fungsional pada Tn. S dan Tn. A post

operasi BPH dengan kegel exercise di Ruang Edelweis RSUD Prof. Dr.

Margono Soekardjo Purwokerto yang meliputi pengkajian, diagnosa,

intervensi, implementasi dan evaluasi. Asuhan keperawatan ini dilakukan

selama 3 hari di Rumah Sakit yaitu pada Tn. S tanggal 10 April 2019 sampai

12 April 2019 dan Tn. A pada tanggal 12 April 2019 sampai 14 April 2019

serta dilanjutkan dirumah untuk keduanya.

A. Hasil Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Hasil pengkajian pada Tn. S (Pasien I), tanggal 10 April 2019

di Ruang Edelweis RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

dengan sumber data dari pasien, keluarga pasien, perawat ruangan ,

anggota tim medis lainnya dan status pasien diperoleh data bahwa

pasien bernama Tn. S berusia 69 tahun, beragama Islam, bertempat

tinggal di desa Sindang Langu RT 04/08, Dayeuhluh adalah seorang

laki-laki, bekerja sebagai buruh, berstatus menikah dan memiliki 2

anak. Pendidikan terakhir pasien yaitu Sekolah Dasar (SD). Pasien

datang ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo pada tanggal 07 April


2

2019 dengan diagnosa medis BPH dan dilakukan pengelolaan asuhan

keperawatan selama tiga hari dengan post operasi BPH di Ruang

Edelweis. Adapun yang bertanggung jawab atas Tn. S adalah Ny. A

yaitu istri Tn. S berusia 57 tahun, beragama Islam, pendidikan terakhir

SD dan bekerja sebagai buruh.

Sedangkan pada Tn. A (Pasien II) tanggal 12 April 2019 di

Ruang Edelweis RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

dengan sumber data dari pasien, keluarga pasien, perawat ruangan ,

anggota tim medis lainnya dan status pasien diperoleh data bahwa

pasien bernama Tn. A berusia 67 tahun, beragama Islam, bertempat

tinggal di desa Pliken RT 02/04, Kembaran adalah seorang laki-laki,

bekerja sebagai buruh, berstatus menikah dan memiliki 4 anak.

Pendidikan terakhir pasien yaitu Sekolah Dasar (SD). Pasien datang

ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo pada tanggal 09 April 2019

dengan diagnosia medis BPH dan dilakukan pengelolaan asuhan

keperawatan selama tiga hari dengan post operasi BPH di Ruang

Edelweis. Adapun yang bertanggung jawab atas Tn. A adalah Tn. S

yaitu anak Tn. A berusia 42 tahun, beragama Islam, pendidikan

terakhir SMA dan bekerja sebagai wiraswasta.


3

b. Riwayat Penyakit

1) Keluhan utama

a) Tn. S (Pasien I)

Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 10 April 2019

post operasi TURP dengan keluhan utama yang dirasakan Tn.

S adalah nyeri pada blas dengan provokatif (P) : nyeri karena

post operasi, quality (Q): disayat-sayat, regional (R): blas,

Scale (S): skala 4, Time (T): sering.

b) Tn. A (Pasien II)

Pada pengkajian yang dilakukan tanggal 12 April 2019 post

operasi TURP keluhan utama yang dirasakan Tn. A juga nyeri

pada blas dengan provokatif (P) : nyeri karena post operasi,

quality (Q): disayat-sayat, regional (R): blas, Scale (S): skala

3, Time (T): sering.

2) Keluhan tambahan

a) Tn. S (Pasien I)

Keluhan tambahan lain yang Tn. S alami adalah

BAK masih dibantu alat setelah operasi, terasa panas dan

nyeri ketika urin keluar, air kencing bercampur darah dan

berwarna merah terang ± 120cc selama 2 jam dari jam 06.30

sampai jam 08.30..


4

b) Tn. (Pasien II)

Tn. A mengalami keluhan tambahan lain juga yaitu

BAK masih dibantu menggunakan alat setelah operasi, merasa

panas ketika urin keluar dan air kencing pasien bejumlah ±

150cc selama 3 jam dari jam 04.30 sampai jam 07.30 berwarna

merah terang bercampur darah.

3) Riwayat penyakit sekarang

a) Tn. S (Pasien I)

Tn. S pada hari Sabtu 06 April 2019 sudah ke RS

Majenang karena BAK tidak lancar, terasa nyeri dan berwarna

merah. Pada hari Minggu 07 April 2019 Tn. S dirujuk ke

RSUD Prof. DR Margono Soekardjo dan masuk ke IGD. Tn. S

saat ini dirawat di Ruang Edelweis bed 19 dan sudah dilakukan

operasi pada hari Senin 08 April 2019, Tn. S sampai masih

dalam pantauan dan masih dalam proses penyembuhan.

b) Tn. A (Pasien II)

Tn. A pada hari Senin 08 April 2019 sudah ke

Puskesmas 2 Sokaraja karena BAK terasa nyeri, panas,

alirannya menetes. Pada hari Selasa 09 April 2019 Tn. A

dirujuk ke RSUD Prof. DR Margono Soekardjo dan masuk ke

IGD. Tn. A saat ini dirawat di Ruang Edelweis bed 22 dan

sudah dilakukan operasi pada hari Rabu 10 April 2019.


5

4) Riwayat penyakit dahulu

a) Tn. S (Pasien I)

Tn. S mengatakan sebelumnya sudah pernah

mengalami sulit ketika BAK, keluarnya sedikit-sedikit, terasa

sakit, setelah BAK tidak merasa plong dan ketika keluar terasa

panas dan bercampur darah. Hal ini terjadi ± 1 tahun yang lalu.

tetapi ketika kambuh di bawa ke RS Majenang dan dipasang

kateter BAK kembali lancar. Pasien mengatakan memiliki

riwayat penyakit hipertensi. Pasien juga mengatakan tidak

memiliki riwayat alergi obat ataupun makanan.

b) Tn. A (Pasien II)

Tn. A juga mengungkapkan sebelumnya pernah

mengalami BAK sulit keluar, terasa sakit dan panas ketika

BAK ± 6 bulan yang lalu. Pasien mengatakan tidak memiliki

riwayat penyakit lainnya seperti jantung, hipertensi, diabetes,

pernafasan dan penyakit keturunan lainnya. Pasien juga

mengatakan tidak memiliki riwayat alergi obat ataupun

makanan.

5) Riwayat penyakit keluarga

a. Tn. S (Pasien I)

Tn. S menyatakan keluarganya tidak ada yang memiliki

penyakit seperti beliau dan juga keluarga tidak ada yang


6

mempunyai penyakit keturunan seperti hipertensi, jantung,

diabetes, pernafasan dan penyakit keturunan lainnya.

b. Tn. A (Pasien II)

Tn. A juga mengatakan keluarganya tidak ada yang

memiliki penyakit seperti beliau dan juga keluarga tidak ada

yang mempunyai penyakit keturunan seperti hipertensi,

jantung, diabetes, pernafasan dan penyakit keturunan lainnya.

c. Pola Fungsional Gordon

1) Tn. S (Pasien I)

Pada pengkajian 11 pola fungsional gordon

ditemukan masalah nutrisi Tn. S mengatakan sebelum

operasi nafsu makannya baik 3 kali sehari dan minum

kurang lebih 8 gelas perhari, namun setelah operasi Tn. S

hanya menghabiskan ± ½ porsi dari porsi makan yang

disediakan RS dan minum ± 6 gelas perhari, terlihat ada

sisa makanan di meja Tn. S.

Masalah eliminasi yang dikeluhkan Tn. S adalah

BAK masih dibantu selang DC sejak post operasi, warna

urin pasien merah terang sebanyak 120cc dalam 2 jam dari

jam 06.30 sampai jam 08.30. Setelah operasi hari kedua

Tn. S mengatakan belum BAB. Dalam aktivitasnya Tn. S

ada yang dibantu oleh keluarga seperti mandi, berpakaian,

mobilisasi ditempat tidur, dan ambulasi. Tn. S mengalami


7

masalah pada pola tidur, hal ini dikarenakan nyeri yang

dialami setelah operasi masih sering timbul dan membuat

Tn. S terbangun.

2) Tn. A (Pasien II)

Saat pengkajian 11 pola fungsional Gordon pada

Tn. A juga ditemukan hal yang sama yaitu masalah nutrisi

Tn. A mengatakan sebelum operasi nafsu makannya baik

3 kali sehari dan minum kurang lebih 6-7 gelas perhari,

namun setelah operasi Tn. A hanya menghabiskan ± ½

porsi dari porsi makan yang disediakan RS dan minum ± 5

gelas perhari, terlihat ada sisa makanan di meja Tn. A.

Masalah eliminasi yang dikeluhkan Tn. A adalah

belum BAB setelah operasi hari ke 2, BAK masih dibantu

selang DC, warna urin pasien merah tidak begitu terang

sebanyak 150cc dalam 3 jam dari jam 04.30 sampai jam

07.30. Dalam aktivitasnya Tn. A ada yang dibantu oleh

keluarga seperti mandi, berpakaian, mobilisasi ditempat

tidur, dan ambulasi. Tn. A mengalami masalah pada pola

tidur, hal ini dikarenakan nyeri yang dialami setelah

operasi masih hilang timbul dan membuat Tn. A sering

terbangun.
8

d. Pemeriksaan Fisik

1) Tn. S (Pasien I)

Keadaan umum Tn. S baik dan mempunyai kesadaran

composmentis GCS 15 (E4 M6 V5). Tanda-tanda vital

pasien mencakup tekanan darah: 140/80 mmHg, respirasi:

20x/menit, nadi: 82 x/menit dan suhu: 36,2 oC. Pada

pemeriksaan genetalia terpasang DC three way ukuran 22

+ irigasi NaCl 0,9% setelah operasi, dan pada pemeriksaan

ekstermitas atas terpasang infus NacL 20 tpm pada tangan

sebelah kiri.

2) Tn. A (Pasien II)

Pada pemeriksaan kondisi umum Tn. A juga baik

dan mempunyai kesadaran composmentis GCS 15 (E4 M6

V5). Tanda – tanda vital pasien mencakup tekanan darah

140/90 mmHg, respirasi 22 x/menit, nadi 84 x/menit dan

suhu 36, 5 0C. Pada pemeriksaan genetalia terpasang DC

three way ukuran 20 + irigasi NaCl 0,9% setelah operasi.

Pada pemeriksaan ekstermitas atas terpasang infus NaCl

20 tpm pada tangan sebelah kiri.

e. Pemeriksaan Penunjang

1) Tn. S (Pasien I)

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada

tanggal 07 April 2019 pada pemeriksaan darah lengkap


9

menunjukan hasil hemoglobin 13.2 (13.2-17.3) g/dL,

leukosit 6380 (3800-10600) U/L, hematokrit L 38 (40-52)

%, eritrosit L 4.2 (4.4-5.9) 10^6/UL, trombosit 238.000

(150.000-440.000) /uL, MCV 89.2 (80-100) fL, MCH 31.1

(26-34) pg/cell, MCHC 34.9 (32-36) %, RDW 13.6 (11.5-

14.5) %, MPV L 8.3 (9.4-12.4) fL. Untuk hitung jenis

diperoleh hasil basofil 0,5 (0-1) %, eosinofil H 2 (2-4) %,

batang L 0.3 (3-5) %, segmen 62.7 (50-70) %, limfosit L

24.1 (2540) %, monosit H 8.2 (2-8) %, PT 10,8 (9.9-11.8)

detik, APTT 36.3 ( 26.4-37.5) detik. Pada pemeriksaan

Kimia klinik SGOT 21 (15-37) U/L, SGPT 21 (16-63)

U/L, ureum darah 15.90 (14.98-3852) mg/dL, kreatinin

darah 1.09 (0.70-1.30) mg/dL, glukosa sewaktu 109

(<=200) mg/dL, natrium 142 (134-146) mEq/L, kalium 3.8

(3.4-4.5) mEq/L, klorida H 111 (96-108) mEq/L.

Pemeriksaan USG urologi pada tanggal 07 April

2019 didapatkan hasil bahwa terdapat Ren dextra : ukuran

dan echostructure normal, batas cortex dan medulla tegas,

SPC tak melebar, tak tampak massa/batu, Ren sinistra :

ukuran dan echostructure normal, batas cortex dan medulla

tegas, SPC tak melebar, tak tampak massa/batu, Vesica

urinaria : terisi cairan, dinding tampak irreguler tebal, tak

tampak batu maupun massa, Prostat : volume lk. 72.6 cm3


10

dengan protusio lk. 2,62 cm dan echostructure normal, tak

tampak massa

2) Tn. (Pasien II)

Pemeriksaan yang dilakukan pada Tn. A pada

tanggal 09 April 2019, pemeriksaan darah lengkap

menunjukkan hasil hemoglobin 14.9 (13.2-17.3) g/dL,

leukosit 7480 (3800-10600) U/L, hematokrit L 36 (40-52)

%, eritrosit L 4.0 (4.4-5.9) 10^6/UL, trombosit 328.000

(150.000-440.000) /uL, MCV 86.2 (80-100) fL, MCH 31.2

(26-34) pg/cell, MCHC 35.1 (32-36) %, RDW 13.4 (11.5-

14.5) %, MPV L 8.2 (9.4-12.4) fL. Untuk hitung jenis

diperoleh hasil basofil 0,5 (0-1) %, eosinofil H 2 (2-4) %,

batang L 0.7 (3-5) %, segmen 62.7 (50-70) %, limfosit L

24.1 (2540) %, monosit H 8.2 (2-8) %, PT 10,8 (9.9-11.8)

detik, APTT 33.2 ( 26.4-37.5) detik. Pada pemeriksaan

Kimia klinik SGOT 191 (15-37) U/L, SGPT 20 (16-63)

U/L, ureum darah 16.90 (14.98-3852) mg/dL, kreatinin

darah 1.09 (0.70-1.30) mg/dL, glukosa sewaktu 119

(<=200) mg/dL, natrium 140 (134-146) mEq/L, kalium 3.8

(3.4-4.5) mEq/L, klorida H 102 (96-108) mEq/L.

Pemeriksaan USG urologi pada tanggal 09 April

2019 didapatkan hasil bahwa terdapat Ren dextra : ukuran

dan echostructure normal, batas cortex dan medulla tegas,


11

SPC tak melebar, tak tampak massa/batu, Ren sinistra :

ukuran dan echostructure normal, batas cortex dan medulla

tegas, SPC tak melebar, tak tampak massa/batu, Vesica

urinaria : terisi cairan, dinding tampak irreguler tebal, tak

tampak batu maupun massa, Prostat : volume lk. 72.6 cm3

dengan protusio lk. 2,62 cm dan echostructure normal, tak

tampak massa.

2. Masalah Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian serta analisa data, maka masalah

keperawatan yang muncul pada pasien I adalah nyeri akut berhubungan

dengan agen cedera fisik, risiko inkontinensia urinarius fungsional

berhubungan dengan keterbatasan neuromuskular, risiko infeksi

berhubungan dengan prosedur invasif, defisiensi pengetahuan

berhubungan dengan keterbatasan kognitif. Pada pasien II juga didapatkan

masalah keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

fisik, risiko inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan

keterbatasan neuromuskular, risiko infeksi berhubungan dengan prosedur

invasif, defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan

kognitif. Adapun prioritas masalah dari diagnosa keperawatan yang

diambil dari kedua klien yaitu risiko inkontinensia urinarius fungsional

berhubungan dengan keterbatasan neuromuskular.


12

3. Perencanaan

Sesuai dengan masalah Tn. S dan Tn. A penulis telah menemukan

empat masalah keperawatan dengan satu prioritas masalah yaitu

inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan keterbatasan

neuromuskular maka dibuatlah sebuah rencana asuhan keperawatan untuk

mengatasi agar tidak terjadi inkontinensia urinarius fungsional setelah

kateter dilepas. Tujuan umum adalah setelah mendapatkan perawatan

selama 3 x 24 jam dan setelah kateter dilepas diharapkan pasien tidak

mengalami inkontinensia urinarius fungsional. NIC 1 : manajemen

eliminasi perkemihan : monitor eliminasi urin, pantau tanda dan gejala

retensi urin, anjurkan pasien/keluarga untuk mencatat output urine yang

sesuai, catat input & output urine. NIC 2 : Ajarkan perawatan

inkontinensia urin : identifikasi faktor apa saja penyebab inkontinensia

pada pasien, instruksikan pasien untuk minum minimal 1500cc air

perhari, anjurkan pasien untuk menggerakkan pinggul, anjurkan pasien

untuk melakukan kegel exercise.

4. Pelaksanaan

Berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat, maka penulis

melakukan implementasi selama 3 x 24 jam dilanjutkan setelah pasien

pulang kerumah. Pada hari pertama melakukan observasi eliminasi urin

(konsistensi, bau, volume dan warna) dengan hasil konsistensi keruh, bau

khas, volume 120 cc/ 2 jam (jam 07.30 sampai 08.30) (Tn. S) dan volume
13

150 cc/3 jam (jam 04.30 sampai 07.30) (Tn. S), warna urin merah terang

(Tn. S) dan merah tidak begitu terang (Tn. A). Memberikan terapi

ceftriaxone 1gr, ketorolac 30 mg, ranitidin 50 mg, kalnex 3500 mg

melalui intravena, menganjurkan pasien untuk minum ± 1400 – 1600 cc

perhari. Melakukan penkes tentang penyakit BPH dan cara penangannnya

menggunakan kegel exercise yang dilakukan 3x sehari selama 3-5 menit.

Selanjutnya menghitung balance cairan Tn. S untuk memantau asupan

dan haluaran yang seimbang, dan diperoleh hasil balance cairan + 962, 5

cc/24 jam sedangkan pada Tn. A diperoleh balance cairan + 982, 5 cc/24

jam.

Pada pelaksanaan hari kedua, perawat mengobservasi (konsistensi,

bau, volume dan warna) dengan hasil konsistensi keruh, bau khas, warna

urin kuning pekat pada kedua pasien. Memberikan terapi ceftriaxone 1 g

melalui intravena, menganjurkan pasien melakukan kegel exercise 3 x

sehari, menganjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan,

menghitung balance cairan, dan diperoleh hasil + 762, 5 cc/24 jam (Tn.

S) dan + 962, 5 cc/24 jam (Tn. A).

Implementasi pada hari ke tiga, perawat mengkaji (konsistensi,

bau, volume dan warna) dengan hasil konsistensi tidak terlalu keruh, bau

khas, warna urin kuning tidak begitu pekat. Memberikan terapi

ceftriaxone 1gr, ketorolac 30 mg, ranitidin 50 mg, kalnex 500 mg melalui

intravena, menganjurkan pasien tetap melakukan kegel exercise 3 x

sehari. Melepas selang irigasi dan infus, memberikan discharge planning


14

mengenai tetap memonitor urin, menjaga pola makan dan menganjurkan

kontrol tepat waktu pada Tn. S dan Tn. A.

Pelaksanaan keempat saat kunjungan rumah kedua pasien (hari ke 7)

tindakan yang dilakukan yaitu mengobservasi eliminasi urin pasien dan

didapatkan hasil observasi Tn. S dan Tn. A masih terpasang DC three way,

konsistensi jernih, warna kuning jernih, bau khas, dan jumlah urin 1300 cc/ 6

jam (Tn. S) dan 1200 cc/ 6 jam (Tn. A). Menanyakan penggunaan kegel

exercise selama dirumah dan menganjurkan pasien tetap melakukan kegel

exercise 3 x sehari serta mengingatkan kembali untuk kontrol pada tanggal

22 April 2019 kepada Tn.S dan pada tanggal 24 April kepada Tn. A.

Saat kunjungan kerumah untuk pelaksanaan ke lima yaitu pada hari ke

10 (Tn. S) dan hari ke 12 (Tn. A), kedua pasien sudah lepas kateter di Rumah

Sakit Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. Perawat melakukan

monitoring eliminasi urin dan didapatkan hasil konsistensi jernih, bau khas

dan berwarna kuning, tetapi Tn. S dan Tn. A belum mampu mengontrol

keluarnya urin, aliran urin tidak terlalu lancar, menanyakan penggunaan

kegel exercise, menganjurkan pasien tetap melakukan kegel exercise dirumah

3 kali sehari.

Pelaksanaan keenam pada Tn. S (hari ke 21) perawat memonitorng

kondisi pasien, perkembangan eliminasi urin mengenai konsistensi, warna,

bau dan pancaran.


15

5. Evaluasi

Penulis mengevaluasi tindakan selama tiga kali pertemuan di rumah

sakit dan dilanjutkan dirumah yang telah dilakukan kepada Tn. S dan Tn. A

untuk mengatasi inkontinensia urinarius fungsional. Pada pertemuan pertama

pada Tn. S, pasien mengatakan BAK masih dibantu menggunakan selang

DC, masih terasa sakit dan panas ketika kencing keluar. Aliran urin lancar

namun masih berwarna merah terang, urin masih keruh dan berbau khas.

Pasien mampu melakukan kegel exercise dengan bantuan perawat.

Sedangkan pada Tn. A, pasien mengatakan BAK masih dibantu

menggunakan selang DC, masih terasa sakit dan panas ketika kencing keluar.

Aliran urin lancar namun masih berwarna merah tidak begitu terang, urin

masih keruh dan berbau khas. Pasien mampu melakukan kegel exercise

dengan bantuan perawat.

Pada hari kedua, Tn. S dan Tn. A mengatakan kencing masih

dibantu dengan DC, ketika urin keluar masih terasa panas. Kedua pasien

masih tepasang DC three way dan selang irigasi 0,9%, aliran urin

mengalir lancar namun warna urin keruh, berbau khas dan warna urin

kuning pekat. Untuk pertemuan ke tiga di Rumah Sakit kedua pasien

mengatakan kencing masih dibantu DC, masih terasa panas ketika urin

sedang keluar. Tn. S dan Tn. A terpasang DC three way, aliran urin lancar

berwarna kuning jernih , namun sudah tidak terlalu pekat, berbau khas

dan pasien mampu melakukan kegel exercise.

Pada pertemuan ke empat saat kunjungan kerumah Tn. S dan Tn. A

(hari ke 7) kedua pasien masih terpasang selang kateter, warna urin


16

kuning jernih, berbau khas dan berjumlah 1300 cc/ 6jam (Tn.S) dan 1200/

6 jam (Tn. A). Tn. S dan Tn. A mengatakan selama dirumah masih tetap

melakukan kegel exercise sesuai yang dianjurkan perawat.

B. Pembahasan

Pembahasan berisi tentang dua analisis kasus yang sama namun

respon setiap pasien berbeda, analisis yang dibahas yaitu mengenai

inkontinensia urinarius fungsional. Pada tindakan keperawatan penulis

berfokus pada cara mengatasi inkontinensia urinarius fungsional pada

pasien post operasi BPH dengan kegel exercise.

Pengkajian pada Tn. S dan Tn. A diapat data yaitu pasien kencing

masih dibantu menggunakan DC dan Tn. S dan Tn. A merupakan pasien

post operasi hari ke 2, hasil urin kedua pasien masih berwarna merah

terang, berbau khas dan konsistensi Tn. S 120cc/ 2 jam sedangkan Tn.A

150cc/ 3 jam. Hal ini sesuai dengan pendapat Smeltzer & Bare, 2002

(dalam Majid 2009) bahwa, pasien BPH yang mengalami pembedahan

mengalami gangguan eliminasi urin yang dapat berupa hematuria, disuria

dan aliran yang lemah. Pasien terpasang DC three way + irigasi NaCl

0,9%. Sesuai dengan pernyataan Maryudianto, dkk (2014) bahwa kateter

yang dipakai pada pasien post operasi BPH terutama operasi TURP adalah

kateter three way. Pada kasus ini kedua pasien tidak mengalami dribbling,

aliran urin pasien lancar, dan tidak terjadi retensi urin. Kondisi itu tidak

sesuai dengan yang dikatakan Laberge, 2000 (dalam Majid 2009) bahwa
17

salah satu komplikasi pasca TURP adalah tidak mampu mengontrol urin

setelah miksi yang ditandai dengan aliran yang menetes setelah miksi yang

disebut dribbling

Pada laporan kasus inkontinensia urinarius fungsional merupakan

diagnosa yang bersifat potensial dan sulit mendapatkan data untuk

menunjang diagnosa. Walaupun demikian, menurut Escudero, 2006

(dalam Prayitno, 2014) juga mengatakan diantara perubahan-perubahan

eliminasi urin pada pasien post operasi prostat, yang paling sering (64%)

adalah inkontinensia urin. Hal ini terjadi karena adanya kelemahan otot

destrusor kandung kemih yang diakibatkan adanya perlukaan pasca

operasi prostat. Pemasangan kateter yang lama menyebabkan penurunan

sesnsitivitas dan kemampuan sfingter uretra untuk mengontrol proses

berkemih. Oleh karena perlu dilakukan latihan otot dasar pelvic secara dini

untuk mencegah supaya pasien post operasi BPH tidak mengalami

inkontinensia urin.

Tindakan yang dibahas pada laporan kasus masalah inkontinensia

urinarius fungsional, penulis memfokuskan tindakan pada latihan otot

dasar pelvic atau kegel exercise. Seperti yang dikatakan Majid (2009)

bahwa, latihan kegel exercise dapat memperbaiki fungsi urodinamik pasca

operasi TURP. Latihan ini dapat dilakukan dengan posisi berbaring dan

lutut ditekuk tanpa saling berdekatan. Latihan bisa dilakukan meski pasien

masih terpasang kateter. Seperti dikatakan Sari (2016), kegel exercise

dapat dilakukan pada pasien yang dilakukan pemasangan kateter cukup


18

lama, yang akan dilakukan pelepasan kateter, yang mengalami

inkontinensia retention urin dan pasien post operasi. Menurut Wallace &

Frahm, 2009 (dalam Majid, 2009), kegel exercise dilakukan seperti

menahan buang angina selama 10 detik, dilakukan selama 10 kali selama

3-5 menit dan dilakukan pagi, siang, sore. Sebelum dilakukan latihan,

penulis menjelaskan kepada kedua pasien dan keluarga tentang fungsi

kegel exercise, penulis melibatkan pasien dan keluarga dalam mengajarkan

latihan kegel exercise dengan benar. Selama latihan kegel exercise

berlangsung, respon pasien tampak senang, mengikuti prosedur latihan dan

dapat mendemonstrasikan latihan dengan benar. Dalam melakukan latihan,

pasien selalu dipantau oleh penulis, keluarga dan perawat ruangan. Tn. S

telah melakukan kegel exercise selama 10 hari dan Tn. A telah melakukan

kegel exercise selama 12 hari mulai dari hari kedua post operasi TURP

sampai setelah kateter dilepas. Nursalam, 2008 (dalam Majid 2009)

mengatakan kegel exercise harus dilakukan secara rutin untuk memperkuat

penutupan uretra dan secara reflek menghambat kontraksi kandung kemih.

Kegel exercise dapat meningkatkan resistensi uretra dan disertai dengan

penggunaan otot secara sadar oleh pasien sehingga mencegah dribbling

pasca operasi TURP (Hall & Brody, 2005 dalam Majid, 2009).

Setelah melakukan latihan kegel exercise secara rutin, keberhasilan

kegel exercise pada Tn. S tercapai pada hari ke 10 sedangkan Tn. A belum

tercapai karena keterbatasan waktu evaluasi. Tingkat keberhasilan itu

dipengaruhi oleh faktor pendukung dan faktor penghambat. Seperti yang


19

dijelaskan Sari (2016) bahwa, faktor penghambat keberhasilan latihan

kegel exercise untuk menangani inkontinensia urin bisa berupa karena

tidak rutin dalam melakukan latihannya dan durasi atau sesi latihan tidak

sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Sedangkan faktor

pendukungnya adalah pasien setuju untuk melakukan latihannya dengan

rutin dan durasi serta sesi latihan sesuai dengan yang ditetapkan. Pada

laporan kasus ini keberhasilan kegel exercise adalah karena pasien mau

menjadi responden dan mau melakukan latihan secara rutin dan sesuai

prosedur yang ditetapkan. Keberhasilan ditandai oleh Tn. S yang sudah

tidak merasakan sakit atau panas ketika miksi, mampu mencapai toilet

ketika ingin berkemih, pengeluaran urin lancar, merasa lega setelah miksi

dan tidak terdapat sisa pengeluaran urin, serta urin berwarna kuning jernih

dan mempunyai bau yang khas. Hal tersebut didukung oleh teori menurut

Bulechek, dkk (2016), bahwa keberhasilan kegel exercise menangani

inkontinensia urin diantaranya pasien mengatakan sudah tidak sakit saat

miksi, mampu mencapai waktu toilet antara waktu dorongan dan

pengeluaran urin, urin keluar lancar, aliran tidak terhambat, tidak terdapat

sisa pengeluaran urin, urin berwarna jernih dengan bau yang khas. Kendala

terkait dengan dengan pelaksanaan kegel exercise adalah pasien harus

termotivasi untuk melakukan latihan tersebut, pasien harus melanjutkan

penggunaan latihan ini untuk mempertahankan keefektifannya setelah

dirumah sampai kateter dilepas. Keberhasilan kegel exercise pada Tn. S

tercapai pada minggu ketiga setelah latihan. Hal tersebut seperti dikatakan

Sulistyaningsih (2015) bahwa, latihan otot dasar pelvic dapat memperbaiki


20

kemampuan berkemih dengan resiko yang lebih kecil dengan lama waktu

latihan berkisar antara 3 minggu sampai 12 minggu.

Anda mungkin juga menyukai