Anda di halaman 1dari 12

BAB II

Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Korosi
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara
suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-
senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut
perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi.
Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara)
mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat.
Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-
merah.
Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari
besi itu berlaku sebagai anode, di mana besi mengalami oksidasi.
Fe(s) <--> Fe2+(aq) + 2e
Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang
bertindak sebagai katode, di mana oksigen tereduksi.
O2(g) + 4H+(aq) + 4e → 2H2O(l)
atau
O2(g) + 2H2O(l) + 4e → 4OH-(aq)
Ion besi(II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion
besi(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, yaitu karat besi.
Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan bagian mana
yang bertindak sebagai katode, bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat
pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu.
Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena
logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain
yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari
bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral logam besi di alam bebas ada dalam

3
4

bentuk senyawa besi oksida ataubesi sulfida, setelah diekstraksi dan diolah, akan
dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja paduan. Selama
pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi
(kembali menjadi senyawa besi oksida).

2.2 Jenis- Jenis Korosi


Jenis kerusakan yang terjadi tidak hanya tergantung pada jenis logam,
keadaan fisik logam dan keadaan penggunaan-penggunaannya, tetapi juga tergantung
pada lingkungannya. Ditinjau dari bentuk produk atau prosesnya, menurut Setyowati
tahun 2008 korosi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, di antaranya :

a. Korosi merata (Uniform Corrosion)


Korosi merata adalah korosi yang terjadi secara serentak diseluruh permukaan
logam, oleh karena itu pada logam yang mengalami korosi merata akan terjadi
pengurangan dimensi yang relatif besar per satuan waktu. Kerugian langsung akibat
korosi merata berupa kehilangan material konstruksi, keselamatan kerja dan
pencemaran lingkungan akibat produk korosi dalam bentuk senyawa yang
mencemarkan lingkungan. Sedangkan kerugian tidak langsung, antara lain berupa
penurunan kapasitas dan peningkatan biaya perawatan (preventive maintenance).

b. Korosi Celah (Crevice Corrosion)


Korosi celah adalah korosi lokal yang terjadi pada celah diantara dua
komponen. Mekanisme terjadinya korosi celah ini diawali dengan terjadi korosi
merata diluar dan didalam celah, sehingga terjadi oksidasi logam dan reduksi oksigen.
Pada suatu saat oksigen (O2) di dalam celah habis, sedangkan oksigen (O2) diluar
celah masih banyak, akibatnya permukaan logam yang berhubungan dengan bagian
luar menjadi katoda dan permukaan logam yang didalam celah menjadi anoda
sehingga terbentuk celah yang terkorosi.
5

c. Korosi Galvani (Galvanic Corrosion)


Korosi galvanik terjadi apabila dua logam yang tidak sama dihubungkan dan
berada di lingkungan korosif. Salah satu dari logam tersebut akan mengalami korosi,
sementara logam lainnya akan terlindung dari serangan korosi. Logam yang
mengalami korosi adalah logam yang memiliki potensial yang lebih rendah dan
logam yang tidak mengalami korosi adalah logam yang memiliki potensial lebih
tinggi.

d. Korosi Selektif (Selective Leaching)


Selective leaching adalah korosi yang terjadi pada paduan logam karena
pelarutan salah satu unsur paduan yang lebih aktif, seperti yang biasa terjadi pada
paduan tembaga-seng. Mekanisme terjadinya korosi selective leaching diawali
dengan terjadi pelarutan total terhadap semua unsur. Salah satu unsur pemadu yang
potensialnya lebih tinggi akan terdeposisi, sedangkan unsur yang potensialnya lebih
rendah akan larut ke elektrolit. Akibatnya terjadi keropos pada logam paduan
tersebut. Contoh lain selective leaching terjadi pada besi tuang kelabu yang
digunakan sebagai pipa pembakaran. Berkurangnya besi dalam paduan besi tuang
akan menyebabkan paduan tersebut menjadi porous dan lemah, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya pecah pada pipa.

e. Korosi antar Kristal (Intergranular Corrosion)


Korosi intergranular adalah bentuk korosi yang terjadi pada paduan logam
akibat terjadinya reaksi antar unsur logam tersebut di batas butirnya. Seperti yang
terjadi pada baja tahan karat austenitik apabila diberi perlakuan panas. Pada
temperatur 425 – 815oC karbida krom (Cr23C6) akan mengendap di batas butir.
Dengan kandungan krom dibawah 10 %, didaerah pengendapan tersebut akan
mengalami korosi dan menurunkan kekuatan baja tahan karat tersebut.
6

f. Korosi Retak Tegang (Stress Corrosion Cracking)


Korosi retak tegang (stress corrosion cracking), korosi retak fatik
(corrosionfatique cracking) dan korosi akibat pengaruh hidogen (corrosion
inducedhydrogen) adalah bentuk korosi dimana material mengalami keretakan
akibatpengaruh lingkungannya. Korosi retak tegang terjadi pada paduan logam yang
mengalami tegangan tarik statis dilingkungan tertentu, seperti : baja tahan karat
sangat rentan terhadap lingkungan klorida panas, tembaga rentan dilarutan amonia
dan baja karbon rentan terhadap nitrat. Korosi retak fatk terjadi akibat tegangan
berulang dilingkungan korosif. Sedangkan korosi akibat pengaruh hidogen terjadi
karena berlangsungnya difusi hidrogen kedalam kisi paduan.

g. Korosi Erosi
Korosi erosi adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam yang
disebabkan aliran fluida yang sangat cepat sehingga merusak permukaan logam dan
lapisan film pelindung. Korosi erosi juga dapat terjadi karena efek-efek mekanik yang
terjadi pada permukaan logam, misalnya : pengausan, abrasi dan gesekan. Logam
yang mengalami korosi erosi akan menimbulkan bagian-bagian yang kasar dan tajam

h. Korosi Lelah
Merupakan kegagalan logam akibat aksi gabungan beban dinamik dan
lingkungan korosif.

i. Pitting Corrosion
Korosi sumuran (pitting corrosion), korosi ini terjadi akibat adanya sistem
anoda pada logam, dimana daerah tersebut terdapat konsentrasi ion Cl– yang tinggi.
Korosi jenis ini sangat berbahaya karena pada bagian permukaan hanya lubang kecil,
sedangkan pada bagian dalamnya terjadi proses korosi membentuk “sumur” yang
tidak tampak.
7

Mekanisme korosi ini dapat dijelaskan dari Gambar 2.3 dibawah ini. Karena
suatu pengaruh fisik maupun metalurgis (adanya presipitasi karbida maupun inklusi)
maka pada permukaan logam terdapat daerah yang terkorosi lebih cepat dibandingkan
lainnya. Kondisi ini menimbulkan pit yang kecil, pelarutan logam yang cepat terjadi
dalam pit, saat reduksi oksigen terjadi pada permukaan yang rata. Pelarutan logam
yang cepat akan mengakibatkan pindahnya ion Cl–. Kemudian didalam pit terjadi
proses hidrolisis (seperti pada Crevice Corrosion) yang menghasilkan ion H+ dan Cl–.
Kedua jenis ion ini secara bersama – sama mempercepat terjadinya pelarutan logam
sehingga mempercepat terjadinya korosi.

Mekanisme reaksi yang terjadi yaitu:


Dengan adanya reaksi diatas pada daerah sekitar sumuran cenderung untuk menekan
laju korosi karena daerah tersebut terpasifasi dengan naiknya pH akibat timbulnya ion
OH–. Dengan kata lain sumuran secara katodik melindungi bagian lain dari
permukaan baja. Terkadang pada dasar sumuran, terdapat larutan terlarut dari
garamnya seperti kristal FeCl2.4H2O. Oleh karena korosi sumuran memiliki
kecenderungan untuk terjadi dibawah permukaan sehingga mengakibatkan kerusakan
yang lebih hebat dibandingkan dengan dipermukaan, sehingga dapat dikatakan korosi
sumuran sebagai perioda perantara terjadinya korosi merata.
Cara mencegah agar tidak terjadinya proses korosi sumuran (pitting corrosions),
yaitu:
1. Meletakkan material tegak berdiri sehingga tidak akan terjadi genangan air
pada permukaan logam
2. Melapisi permukaan logam dengan pelindung atau lazim disebut coating baik
organic maupun yang organic
3. Penambahan inhibitor yang sesuai dengan lingkungannya
4. Merubah lingkungan dengan mengurangi faktor utama penyebab dampak
korosi
8

5. Pemasangan seng anode yang sesuai dengan kondisi dimana korosi tersebut
terjadi

j. Stress Corrosion Cracking


Korosi retak tegang (SCC) adalah peristiwa pembentukan dan perambatan
retak dalam logam yang terjadi secara simultan antara tegangan tarik yang bekerja
pada bahan tersebut dengan lingkungan korosif. Proses korosi retak tegang (SCC)
dapat terjadi dalam beberapa menit jika berada pada lingkungan korosif atau beberapa
tahun setelah pemakaiannya. Hal ini terjadi karena adanya serangan korosi terhadap
bahan. Korosi retak tegang (SCC) merupakan kerusakan yang paling berbahaya,
karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya.
Dalam kondisi kombinasi antara tegangan (baik tensile, torsion, compression,
maupun thermal) dan lingkungan yang korosif maka Stainless Steel cenderung lebih
cepat mengalami korosi.
Karat yang menyebabkan berkurangnya penampang luas efektif permukaan
Stainless Steel menyebabkan tegangan kerja (working stress) pada Stainless Steel
akan bertambah besar. Korosi ini meningkat jika bagian yang mengalami tekanan
(stress) berada di lingkungan dengan kadar klorida tinggi.
Pada tahun 1998, Zhang melakukan penelitian tentang pengaruh ion
borate terhadap korosi retak tegang pada material stainless steel 304 (UNS30400)
yang disensitisasi padasodium borate (Na2B4O7) cair, pada temperatur 950 C yang
diamati pada percobaanSlow Strain Rate Testing (SSRT) dengan menggunakan
sistem observasi dinamik. Pengaruh inhibitor dari ion borate (B4O72-) pada pemicu
retak dihasilkan dari efek penahanan, pada saat pengasaman lokal membentuk lapisan
pelindung. Konsentrasi (B4O72-) yang tersedia tidak menunjukkan pengaruh
inhibitor pada kecepatan retak (CF). Ion hidroksil (OH-) juga memicu retak dengan
mengikuti distribusi probabilitas eksponen dan kecepatan retak diikuti distribusi
probabilitas Weibull.
9

Stainless steel ada 5 jenis, di antaranya adalah Austenitic Stainless


Steel dan Duplex Stainless Steel. Austenitic SS mengandung sedikitnya 16% Chrom
dan 6% Nickel (grade standar untuk 304), sampai ke grade Super Autenitic SS seperti
904L (dengan kadar Chrom dan Nickel lebih tinggi serta unsur tambahan Mo sampai
6%). Molybdenum (Mo), Titanium (Ti) atau Copper (Co) berfungsi untuk
meningkatkan ketahanan terhadap temperatur serta korosi. Austenitic cocok juga
untuk aplikasi temperature rendah disebabkan unsur Nickel membuat SS tidak
menjadi rapuh pada temperatur rendah. Sedangkan Duplex SS seperti 2304 dan 2205
(dua angka pertama menyatakan persentase Chrom dan dua angka terakhir
menyatakan persentase Nickel) memiliki bentuk mikrostruktur campuran austenitic
dan Ferritic. Duplex ferritic-austenitic memiliki kombinasi sifat tahan korosi dan
temperatur relatif tinggi atau secara khusus tahan terhadap Stress Corrosion Cracking.
Meskipun kemampuan Stress Corrosion Cracking-nya tidak sebaik ferritic SS tetapi
ketangguhannya jauh lebih baik (superior) dibanding ferritic SS dan lebih buruk
dibanding Austenitic SS. Sementara kekuatannya lebih baik dibanding Austenitic SS
(yang di annealing) kira-kira 2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex SS ketahanan
korosinya sedikit lebih baik dibanding 304 dan 316 tetapi ketahanan terhadap pitting
coorrosion jauh lebih baik (superior) dubanding 316. Ketangguhannya Duplex SS
akan menurun pada temperatur dibawah – 50oC dan diatas 300oC (Nugroho, 2008).
Materi utama pada konstruksi untuk alat proses dalam industri Farmasetika
dan Bioteknologi adalah stainless steel austenit tipe 316L. Stainless steel tipe 316L
mempunyai mikrostruktur yang terdiri dari fase austenit dan sedikit volume fase
ferrit. Hal ini dapat dicapai dengan penambahan cukup nikel pada campuran untuk
menstabilkan fase austenit. Komposisi Nikel pada SS 316L rata-rata adalah 10-11%.
Stainless steel duplex memilki komposisi kimia yang disesuaikan untuk
menghasilkan mikrostuktur yang fase ferrit dan austenitnya sama banyak. Baru-baru
ini, muncul pula duplex stainless steel tipe 2205 sebagai material industri, yang
merupakan stainless steel dengan pengurangan kandungan nikel 5% dan
10

menyesuaikan penambahan Mangaan dan Nitrogen untuk menghasilkan ferrit kira-


kira 40-50% (Fritz, 2011).
Jenis korosi yang paling umum terjadi pada stainless steel dalam aplikasi
farmasi dan bioteknologi adalah korosi sumuran pada lingkungan bantalan-
klorida. Peningkatan kadar Cr, Mo dan N di stainless steel duplex 2205 secara
substansi lebih tahan terhadap korosi pitting dan korosi celah daripada 316 L.
Resistensi pitting relatif dari stainless steel dapat ditentukan dengan mengukur suhu
yang diperlukan untuk menghasilkan pitting (pitting suhu kritis) dalam larutan uji
standar seperti besi klorida 6%. Stainless steel duplex 2205 memiliki suhu kritis
pitting (CPT) di antara tipe 316 L dan Super austenitik stainless steel 6% Mo. Perlu
dicatat bahwa pengukuran CPTs dalam larutan klorida memberikan peringkat yang
dapat diandalkan dari ketahanan pitting klorida relatif, tetapi seharusnya tidak
digunakan untuk memprediksi suhu pitting kritis dalam lingkungan bantalan-klorida
lainnya (Fritz, 2011).
Pada suhu di atas 150oF (60oC) kombinasi dari tegangan tarik dan klorida
dapat dengan mudah memecahkan kelas 316L. Mode katastropik serangan disebut
korosi stres retak klorida dan harus dipertimbangkan ketika memilih bahan untuk
proses stream panas. 316L tipe yang harus dihindari untuk aplikasi yang melibatkan
klorida dan suhu 150oF dan lebih tinggi. 2205 duplex stainless steel tahan SCC
(Stress Corrosion Cracking) dalam larutan garam sederhana sampai dengan suhu
minimal 250 F (Fritz, 2011).
Perbandingan properti mekanik antara stainless steel duplex 2205 dengan austenit
316L.

2.3 Dampak dari Terjadinya Korosi


Karatan adalah istilah yang diberikan masyarakat terhadap logam yang
mengalami kerusakan berbentuk keropos. Sedangkan bagian logam yang rusak dan
berwarna hitam kecoklatan pada baja disebut Karat. Secara teoritis karat adalah
istilah yang diberikan terhadap satu jenis logam saja yaitu baja, sedangkan secara
11

umum istilah karat lebih tepat disebut korosi. Korosi didefenisikan sebagai degradasi
material (khususnya logam dan paduannya) atau sifatnya akibat berinteraksi dengan
lingkungannya.
Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan
berlangsung dengan sendirinya, oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau
dihentikan sama sekali. Korosi hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya
sehingga memperlambat proses perusakannya.
Dilihat dari aspek elektrokimia, korosi merupakan proses terjadinya transfer
elektron dari logam ke lingkungannya. Logam berlaku sebagai sel yang memberikan
elektron (anoda) dan lingkungannya sebagai penerima elektron (katoda). Reaksi yang
terjadi pada logam yang mengalami korosi adalah reaksi oksidasi, dimana atom-atom
logam larut kelingkungannya menjadi ion-ion dengan melepaskan elektron pada
logam tersebut. Sedangkan dari katoda terjadi reaksi, dimana ion-ion dari lingkungan
mendekati logam dan menangkap elektron- elektron yang tertinggal pada logam.
Dampak yang ditimbulkan korosi sungguh luar biasa. Berdasarkan
pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya, Amerika Serikat mengalokasikan biaya
pengendalian korosi sebesar 80 hingga 126 milyar dollar per tahun. Di Indonesia, dua
puluh tahun lalu saja biaya yang ditimbulkan akibat korosi dalam bidang indusri
mencapai 5 trilyun rupiah. Nilai tersebut memberi gambaran kepada kita betapa
besarnya dampak yang ditimbulkan korosi dan nilai ini semakin meningkat setiap
tahunnya karena belum terlaksananya pengendalian korosi secara baik bidang indusri.
Dampak yang ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak
langsung. Kerugian langsung adalah berupa terjadinya kerusakan pada peralatan,
permesinan atau stuktur bangunan. Sedangkan kerugian tidak langsung berupa
terhentinya aktifitas produksi karena terjadinya penggantian peralatan yang rusak
akibat korosi, terjadinya kehilangan produk akibat adanya kerusakan pada kontainer,
tanki bahan bakar atau jaringan pemipaan air bersih atau minyak mentah,
terakumulasinya produk korosi pada alat penukar panas dan jaringan pemipaannya
akan menurunkan efisiensi perpindahan panasnya, dan lain sebagainya.
12

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh korosi diantaranya adalah:


1. Adanya kerugian teknis dan depresiasi
2. menurunnya efisiensi
3. menurunnya kekuatan konstruksi
4. Apperance yang buruk
5. karat merupakan polusi dan menambah biaya maintenance
selain menimbulkan kerugian korosi juga menguntungkan diantaranya adalah
adanya pabrik cat (coating), adanya pekerjaan cathodic protection.
Untuk memilih material agar dampak negatif dari korosi dapat dikurangi dijelaskan
sebagai berikut:
1. Ketahanan korosi, yang dimaksud disini adalah tingkat kemungkinan
bertahannya material di lingkungan yang korosif
2. Availibility, faktor ketersediaan. Material dengan jumlah ketersediaan yang
terbatas akan menimbulkan kesulitan dalam hal kapasitas produksi
3. Cost, Dalam memilih material diusahakan agar biaya material bisa ditekan
sekecil mungkin
4. Strength, Apabila kekuatan material tidak bisa dipenuhi maka material yang
telah dipilih tidak dapat dipakai
5. Appearance, sifat material akan bertambah signifikan jika dipergunakan untuk
memproduksi barang – barang yang bersifat eksotis
6. Producibilitas, perlu dianalisa bisa tidaknya dibuat sesuai fungsi barang yang
akan dibuat

2.4 Bakteri Penyebab Korosi


Fenomena korosi yang terjadi dapat disebabkan adanya keberadaan dari
bakteri. Jenis-jenis bakteri yang berkembang yaitu :
13

1. Bakteri Reduksi Sulfat


Bakteri ini merupakan bakteri jenis anaerob membutuhkan lingkungan bebas
oksigen atau lingkungan reduksi, bakteri ini bersirkulasi di dalam air aerasi termasuk
larutan klorin dan oksidiser lainnya, hingga mencapai kondisi ideal untuk mendukung
metabolisme. Bakteri ini tumbuh pada oksigen rendah. Bakteri ini tumbuh pada
daerah-daerah kanal, pelabuhan, daerah air tenang tergantung pada lingkungannya.
Bakteri ini mereduksi sulfat menjadi sulfit, biasanya terlihat dari
meningkatnya kadar H2S atau Besi sulfida.Tidak adanya sulfat, beberapa turunan
dapat berfungsi sebagai fermenter menggunakan campuran organik seperti pyruvnate
untuk memproduksi asetat, hidrogen dan CO2, banyak bakteri jenis ini berisi enzim
hidrogenase yang mengkonsumsi hidrogen.

2. Bakteri Oksidasi Sulfur-Sulfida


Bakteri jenis ini merupakan bakteri aerob yang mendapatkan energi dari
oksidasi sulfit atau sulfur. Bebarapa tipe bakteri aerob dapat teroksidasi sulfur
menjadi asam sulfurik dan nilai pH menjadi 1. bakteriThiobaccilus umumnya
ditemukan di deposit mineral dan menyebabkan drainase tambang menjadi asam.

3. Bakteri Besi Mangan Oksida


Bakteri memperoleh energi dari osidasi Fe2+ Fe3+ dimana deposit
berhubungan dengan bakteri korosi. Bakteri ini hampir selalu ditemukan di Tubercle
(gundukan Hemispherikal berlainan ) di atas lubang pit pada permukaan baja.
Umumnya oksidaser besi ditemukan di lingkungan dengan filamen yang panjang.

2.5 Cara Mencegah Terjadinya Korosi


Pencegahan korosi didasarkan pada dua prinsip berikut :
1. Mencegah kontak dengan oksigen dan/atau air
Korosi besi memerlukan oksigen dan air. Bila salah satu tidak ada, maka
peristiwa korosi tidak dapat terjadi. Korosi dapat dicegah dengan melapisi besi
dengan cat, oli, logam lain yang tahan korosi (logam yang lebih aktif seperti seg dan
14

krom). Penggunaan logam lain yang kurang aktif (timah dan tembaga) sebagai
pelapis pada kaleng bertujuan agar kaleng cepat hancur di tanah. Timah atau tembaga
bersifat mampercepat proses korosi.

2. Perlindungan katoda (pengorbanan anoda)


Besi yang dilapisi atau dihubugkan dengan logam lain yang lebih aktif akan
membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katoda. Di sini, besi berfungsi
hanya sebagai tempat terjadinya reduksi oksigen. Logam lain berperan sebagai anoda,
dan mengalami reaksi oksidasi. Dalam hal ini besi, sebagai katoda, terlindungi oleh
logam lain (sebagai anoda, dikorbankan). Besi akan aman terlindungi selama logam
pelindungnya masih ada / belum habis. Untuk perlindungan katoda pada sistem
jaringan pipa bawah tanah lazim digunakan logam magnesium, Mg. Logam ini
secara berkala harus dikontrol dan diganti.

3. Membuat alloy atau paduan logam yang bersifat tahan karat, misalnya besi
dicampur dengan logam Ni dan Cr menjadi baja stainless (72% Fe, 19%Cr, 9%Ni).

Anda mungkin juga menyukai