KELAS : 4EB26
NPM : 24215924
MATA KULIAH : MANAJEMEN PERPAJAKAN
Pengertian Wajib Pajak adalah Orang Pribadi dan Badan, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan(Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang KUP, Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang PPh dan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009 Tentang PPN dan PPnBM serta peraturan pelaksanaannya).
2. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyetaraan modal.
o Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang mendapat dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah
modal yang disetor.
6. Iuran yang diterima atau diperoleh dari dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang bayar oleh pemberi
kerja atau pegawai.
8. Bagian laba yang diterima dari perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham-saham, perkumpulan, persekutuan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyetaraan kontrak investasi kolektif.
A. Biaya Jabatan, Biaya Pensiun, dan Iuran Pensiun/Jaminan Hari Tua Bagi
Pegawai Tetap
Pengurang yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap terdiri dari
biaya jabatan dan iuran pensiun/Jaminan Hari Tua. Sementara itu, untuk penerima
pensiun, pengurang yang diperbolehkan hanya terdiri dari biaya pensiun. Berikut
ini adalah uraian lebih detilnya untuk tahun pajak mulai 2009.
1. Besaran PTKP
Sesuai dengan Pasal 6 ayat 3 UU PPh 2008, kepada orang pribadi sebagai
Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa PTKP, yang
besarnya menurut Peraturan Dirjen Pajak No. Per-15/PJ./2006 yang berlaku
mulai tahun 2006 s.d. 2008 beserta perbandingannya sesuai dengan Pasal 7
UU PPh 2008 terlihat pada Tabel I.4 dan Tabel I.5. Untuk penghitungan PPh
Pasal 21, besarnya Penghasilan Kena Pajak dari seorang pegawai dihitung
berdasar penghasilan netonya juga dikurangi dengan PTKP dengan jumlah
seperti pada Tabel I.4.
Pengurang bagi pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya
sebelumnya diatur menurut PerMenkeu No. 254/PMK.03/2008 (lihat penjelasan
sebelumnya Tabel I.3). Ketentuan ini berakhir pada tanggal 31 Desember 2012
seiring dengan pemberlakuan PTKP baru mulai 1 Januari 2013. Ketentuan
penggantinya adalah PerMenkeu No. 206/PMK.011/2012, yang di antaranya
mengatur sbb.:
Untuk menentukan, besarnya penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri, Pasal 9 UU PPh mengatur tentang biaya-biaya yang tidak
boleh dikurangkan dari pengahasilan bruto (Non Deductible Expense), yaitu:
a. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutàng -
2) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Smpanan;
4) cadangan biaya rekiamasi untuk usaha pertambangan;
5) cadangan biaya penanaman kembali imtuk usaha kehutanan; dan
6) cadangan biaya penutupan dan pemeiharaan tempat
pembuangan llmbah industri untuk usaha pengolahan Iimbah industri,
yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
MenteriKeuangan
b. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, beasiswa yang dibayar
oeh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi
tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan. Penggantian atau imbalan yang sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan
dalam bentuk natura atau kenikmatan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan.
D. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saharn
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
e. Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan, jika memenuhi
ketentuan bahwa bagi yang menerimanya bukan objek pajak sesuai Pasat 4 Ayat
(3) huruf a :an b UU PPh, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf I, huruf j, huruf k, huruf I, dan huruf m serta zakat yang diterima
oleh badan amil acat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemenntah atau .mbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan.
f. Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan
g. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya
h. sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan, serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan
i. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mernpunyai masa manfaat Iebih dan I (satu) tahun tidak dibolehkan untuk
dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.rh
4.Perhitungan pph dengan tariff umum dan tariff dengan norma perhitungan pph
Perhitungan PPh dengan tarif umum
Pasal 17
(1) Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan kena Pajak bagi:
a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negri adalah sebagai berikut :
b. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar
25%
(2) Tarif tertinggi sebagaimana dimakusd pada ayat (1) huruf a dapat diturunkan
menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur denfan
peraturan pemerintah.
(3) Tarif sebagaimana dimakusd pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh
lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
(4) Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah
penuh.
Ayat (3)
Wajib Pajak orang pribadi yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto tersebut wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan
umum dan tata cara perpajakan.
Pencatatan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan penerapan norma dalam
menghitung penghasilan neto.
Ayat (4)
Apabila Wajib Pajak orang pribadi yang berhak bermaksud untuk menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto, tetapi tidak memberitahukannya kepada
Direktur Jenderal
Pajak dalam jangka waktu yang ditentukan, Wajib Pajak tersebut dianggap
memilih menyelenggarakan pembukuan.
Ayat (5)
Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, wajib menyelenggarakan
pencatatan, atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, tetapi:
a. tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau
pembukuan; atau
b. tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-
bukti pendukungnya pada waktu dilakukan pemeriksaan sehingga
mengakibatkan peredaran bruto dan penghasilan neto yang sebenarnya
tidak diketahui maka peredaran bruto Wajib Pajak yang bersangkutan
dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan dan penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Ayat (7)
Menteri Keuangan dapat menyesuaikan besarnya batas peredaran bruto
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memerhatikan perkembangan
ekonomi dan kemampuan
masyarakat Wajib Pajak untuk menyelenggarakan pembukuan.
Formula umum untuk mencari penghasilan neto itu : penghasilan kotor – biaya
= penghasilan neto
Untuk mencari PPh terutang untuk WP OP, penghasilan neto masih dikurangi lagi
dengan PTKP. Sehingga formula lengkap untuk mencari PPh terutang adalah :
((Penghasilan kotor x Norma) – PTKP) x Tarif = PPh Terutang