Anda di halaman 1dari 64

EVALUASI JARAK PANDANG PADA ALINEMEN

VERTIKAL DAN HORIZONTAL PADA TIKUNGAN JALAN


LUAR KOTA

(STUDI KASUS SEI RAMPAH-TEBING TINGGI)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas


dan memenuhi syarat untuk menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil

Oleh:

PIETER L. HUTAGALUNG
050404134

BIDANG STUDI TRANSPORTASI


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Ruas Sei Rampah-Tebing Tinggi merupakan sistem jaringan


jalan yang penting, yang menghubungkan suatu kabupaten dengan
kabupaten lainnya. Untuk itu perencanaan geometrik yang baik
meliputi jarak pandang yang aman bagi pengemudi agar dapat
dengan aman dan cepat melakukan perjalanan sangat diperlukan
guna menghemat biaya operasional kendaraan, waktu perjalanan,
dan mengurangi tingkat kecelakaan pada jalan luar kota. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan jarak padang pada
ruas tersebut untuk dijadikan dasar menentukan kelayakan geometrik
jalan luar kota. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan pada daerah
yang rawan kecelakaan dengan menggunakan theodolite sebagai alat
bantu untuk pemetaan kondisi lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Alinemen vertikal pada


seluruh lokasi yang ditinjau di Desa Firdaus Km 56 Kecamatan Sei
Rampah dan Kecamatan Sei Bamban Km 71 tidak memenuhi syarat
perencanaan geometrik sedangkan pada Alinemen Horizontal untuk
lokasi Desa Pon Km 65 Kecamatan Sei Rampah dan Kecamatan Sei
Bamban Km 71 pada tikungan pertama memenuhi syarat
perencanaan geometrik. Untuk tikungan kedua pada Kecamatan Sei
Bamban Km 71 tidak memenuhi syarat perencanaan.

Untuk mengantisipasi perencanaan yang kurang baik yang


dapat menyebabkan kecelakaan di ruas Sei Rampah-Tebing Tinggi
tersebut perlu dibuat rambu pengurangan kecepatan dan untuk
dikemudian hari perlu adanya evaluasi perencanaan geometrik untuk
mendapatkan kondisi geometrik yang baik dan benar.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang tiada hingga kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu

memberikan rahmat dan hidayahNya hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas

Akhir ini..

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Evaluasi Jarak Pandang

Pada Alinemen Vertikal dan Horizontal Pada Tikungan Pada Jalan Luar

Kota. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas

dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis mengucapkan

terima kasih atas segala bantuan, motivasi dan doa yang diberikan hingga penulis

dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara, terutama kepada :

1. Bapak Ir. Joni Harianto , selaku Dosen Pembimbing yang telah

berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk

membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga

selesainya tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


4. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, Bapak Irwan S. Sembiring, S.T.,

M.T., Bapak Yusandi Aswad, S.T., M.T., selaku Dosen

Pembanding/Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan

yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc. selaku Koordinator Sub

Jurusan Transportasi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan masukan kepada penulis hingga selesainya tugas

akhir ini.

6. Bapak/Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas

Sumatera Utara yang telah membekali penulis dengan berbagai

ilmu pengetahuan hingga selesainya tugas akhir ini.

7. Bapak/Ibu Staf Tata Usaha Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam

menyelesaikan dan menyukseskan tugas akhir ini.

8. Ayahanda, Ir. Boas Hutagalung, M.Sc dan Ibunda (Almh) dr.

Katharina Sihombing, M.Kes tercinta yang selalu mendukung dan

memotivasi penulis dalam menjalani hidup dengan penuh kasih

sayang. Merupakan suatu kebahagian bila ananda bisa selalu

membahagiakan ibu dan ayah tercinta.

9. Abanganda Immanuel B. Hutagalung S.T. dan Adinda Stefani

Hutagalung yang telah mendukung dan memberikan semangat.

10. Teman-teman seperjuangan angkatan ’05, abang-abang angkatan

’02 ’03 ’04, dan adik-adik angkatan ’06 ’07 ’08 ’09. Terima kasih

atas bantuan dan dukungannya baik secara langsung maupun tidak

Universitas Sumatera Utara


langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini, sehingga tugas akhir

ini dapat selesai dengan baik dan tanpa menemui hambatan serta

rintangan yang berarti.

11. My Castle Corp, Rudolf, Niel, N’gok, Murra, Marthin, Marshall,

Juju dan yang tak tersebutkan namanya.

Tiada gading yang tak retak, demikian juga dengan Tugas Akhir ini yang

masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, segala saran, masukan dan kritikan

yang sifatnya membangun akan penulis terima dengan tangan terbuka demi

perbaikan tugas akhir ini. Harapan penulis, semoga tugas akhir ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2010

Hormat Saya,

Penulis

Pieter L. Hutagalung

NIM : 05 0404 134

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi

DAFTAR NOTASI ...................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

I.1. Uraian Umum ................................................................... 1

I.2. Latar Belakang ................................................................. 2

I.3 Perumusan Masalah Penelitian........................................... 3

I.4.Pembatasan Masalah........................................................... 4

I.5. Tujuan Penelitian .............................................................. 4

I.6. Manfaat Penelitian ............................................................ 5

I.7. Metodologi Pembahasan ................................................... 5

I.8. Sumber Data dan Standar Perencanaan ............................. 6

Universitas Sumatera Utara


I.9. Sistematika Pembahasan ................................................... 5

BAB II DASAR TEORI.................................................................... 9

II.1. Jarak Pandang Henti ........................................................ 9

II.1.1 Jarak Tanggap …………………………………….. 10

II.1.2 Jarak Mengerem ...................................................... 12

II.1.3 Pengaruh Landai Jalan Terhadap Jarak Pandang Henti

Minimum ............................................................... 16

II.1.3.1 Pertimbangan-pertimbangan Penentuan Besarnya

Jarak Mengerem Pada Jalan yang Berlandai ........ 17

II.1.4 Jarak Pandangan Henti Berdasar Kendaraan Truk .. . 18

II.2 Jarak Pandang Menyiap ...................................................... 19

II.2.1 Pengaruh Kelandaian Terhadap Jarak Pandang

Menyiap ……………………………………………. 24

II.2.2 Frekwensi Pengadaan Jarak Pandang Menyiap ……... 25

II.3 Jarak Kebebasan Pandang Pada Lengkung

Horizontal ........................................................................... 26

II.3.1 Jarak Kebebasan Pandang Sama Atau Lebih Kecil Dari

Lengkung Horizontal (Jh ≤ L) ……………………. 27

Universitas Sumatera Utara


II.3.2 Jarak Kebebasan Pandang Lebih Besar Dari Lengkung

Horizontal (Jh > L) ……………………………….. 27

II.4. Jarak Kebebasan Pandang Pada Alinemen Vertikal ............ 31

II.4.1. Jarak Kebebasan Pandang Pada Lengkung

Vertikal cembung ................................................... 32

II.4.1.1.Jarak Kebebasan Pandangan Seluruhnya

Dalam Daerah Lengkung (S<L)......................... 32

II.4.1.2 Jarak Kebebasan Pandangan Seluruhnya

Diluar Daerah Lengkung (S<L) ........ ................. 34

II.4.2 Jarak Pandangan Pada Lengkung Vertikal cekung .. 36

II.4.2.1Jarak Penyinaran Lampu Kendaraan ..................... 37

II.4.2.1.1 Lengkung Vertikal Cekung Dengan Jarak

Penyinaran lampu Depan < L.......................... 37

II.4.2.1.2 Lengkung Vertikal Cekung Dengan Jarak

Jarak Penyinaran Lampu depan > L ................ 38

II.4.2.2 Jarak Pandangan Bebas Dibawah

Bangunan Pada Lengkung Vertikal Cekung ........ 38

Universitas Sumatera Utara


II.4.2.2.1. Jarak Pandangan Bebas Dibawah

Bangunan Pada Lengkung Vertikal

Cekung Dengan S<L .................................... 40

II.4.2.2.2. Jarak Pandangan Bebas Dibawah

Bangunan Pada Lengkung Vertikal

Cekung Dengan S>L .................................... 41

II.4.2.2.3. Bentuk Visual Lengkung Vertikal Cekung ... 42

II.4.2.2.4. Kenyamanan Mengemudi Pada Lengkung

Vertikal Cekung .......................................... 42

II.4.3 Perhitungan Elevasi Kelengkungan Pada Lengkung

Vertikal................................................................... 43

II.4.3.1. Perhitungan Elevasi Pada Lengkung Vertikal

Cembung dan Cekung ........................................... 43

II.5.Tipe-Tipe Kecelakaan pada Jalan Raya ……………………………… 45

BAB III INFORMASI LOKASI STUDI DAN

METODOLOGI.......................................................................... 47

III.1. Lokasi Penelitian ............................................................ 47

Universitas Sumatera Utara


III.2. Identifikasi Daerah Penelitian ......................................... 49

III.3. Pengumpulan Data ......................................................... 49

III.4. Pengolahan Data ............................................................ 50

BAB IV ANALISA DATA .................................................................... 49

IV.1. Perencanaan Pada Alinemen Hortizontal .......................... 54

IV.1.1 Analisa Tikungan Km 65 Desa Pon .................... 54

IV.1.2. Analisa Tikungan Di Km 71 Desa Sei

Bamban .......................................................... 56

IV.2. Perencanaan Pada Alinemen Vertikal ............................. 58

IV.2.1. Analisa Lengkung Vertikal I Pada Km 56

Desa Firdaus ..................................................... 59

IV.2.2. Analisa Lengkung Vertikal II Pada Km 56

Desa Firdaus ........................................................ 62

IV.2.3. Analisa Lengkung Vertikal I Pada Km 56

Desa Sei Bamban .................................................. 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 71

V.1. Kesimpulan .................................................................. 71

Universitas Sumatera Utara


V.2. Saran ................................................................................ 73

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Bagan Penelitian ………………………………………… 8

Gambar 2.1. Grafik Koefisien Gesekan Memanjang Jalan ................... 14

Gambar 2.2. Proses Gerakan Menyiap Pada Jalan dua lajur dua arah ... 21

Gambar 2.3. Grafik Korelasi Antara t1 dan t2 .................................... 24

Gambar 2.4. Jarak Pandang Pada Lengkung Horizontal ...................... 26

Gambar 2.5. Grafik Jarak Pengahalang (m) dari lajur

sebelah dalam .................................................................. 28

Gambar 2.6. Jarak Kebebasan Pandang Pada Lengkung Vertikal

Cembung (S<L) .............................................................. 32

Gambar 2.7. Jarak Pandangan Pada Lengkung Vertikal

Cembung (S>L) ................................................................ 34

Gambar 2.8. Jarak Pandangan Pada Lengkung Vertikal

Cekung (S<L) ..................................................................... 37

Gambar 2.9. Jarak Pandangan Pada Lengkung

Vertikal Cekung (S>L) .......................................................38

Gambar 2.10. Jarak Pandangan Bebas Dibawah Bangunan

Universitas Sumatera Utara


Pada Lengkung Vertikal Cekung (S<L) .......................... 40

Gambar 2..11. Jarak Pandangan Bebas Dibawah Bangunan

Pada Lengkung Vertikal Cekung (S>L) ........................... 41

Gambar 2.12. Segmen Untuk Lengkung Vertikal Cembung .................. 44

Gambar 2.13. Segmen Untuk Lengkung Vertikal Cekung ......................40

Gambar 3.1 Lokasi Kasus ...................................................................... 49

Gambar 3.2 Bagan Pengolahan Data........................................................ 53

Gambar 4.1. Alinemen Horizontal di Tikungan Km 65 ........................ 55

Gambar 4.2. Alinemen Horizontal di Tikungan Km 71 ........................ 58

Gambar 4.3 Alinemen Vertikal I Km 56 .............................................. 68

Gambar 4.4 Alinemen Vertikal II Km 56 ............................................. 69

Gambar 4.5 Alinemen Vertikal Km 71 ................................................ 70

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Jarak Pandang Henti Dengan Hitungan perlambatan ........... 15

Tabel 2.2. Jarak Pandang Henti Minimum ........................................... 15

Tabel 2.3. Nilai E untuk Jh<Lt ............................................................ 29

Tabel 2.4 Nilai E untuk Jh ≥ Lt ........................................................... 30

Tabel 2.5. Nilai E untuk Jh-Lt ............................................................ 31

Tabel 2.6. Panjang Minimum Lengkung Vertikal ................................ 34

Tabel 2.7. Nilai Lv Berdasar AASHTO 2001 ..................................... 33

Tabel 2.8. Perbedaan h1 dan h2 antara AASTHO dan Bina Marga ...... 39

Tabel 3.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan ……………..………........... 48

Tabel 3.2 Kecepatan Rencana Sesuai Fungsi dan Klasifikasi

Medan Jalan ………………...……………………………… 48

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

Jh min = Jarak pandang henti minimum (meter)

fm = koefisien gesekan antara ban dengan permukaan aspal

V = Kecepatan Kendaraan (Km/Jam)

G = Berat kendaraan (Ton)

a = perlambatan kendaraan (deaccelerate), (m/s2)

L = besarnya kelandaian dalam desimal

E = Jarak dari penghalang ke sumbu lajur sebelah dalam (meter)

Ǿ = Setengah sudut pusat lengkung sepanjang Lt

Lt = Panjang Busur Lingkaran (meter)

R = Jari-jari tikungan (meter)

S = Jarak Pandangan (meter)

C = Konstanta garis pandangan

A = Perbedaan kelandaian (dalam persen)

h1 = Tinggi mata pengemudi (meter)

h2 = Tinggi objek (meter)

Y = Selisih antara Elevasi rencana dengan Elevasi akhir (meter)

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Ruas Sei Rampah-Tebing Tinggi merupakan sistem jaringan


jalan yang penting, yang menghubungkan suatu kabupaten dengan
kabupaten lainnya. Untuk itu perencanaan geometrik yang baik
meliputi jarak pandang yang aman bagi pengemudi agar dapat
dengan aman dan cepat melakukan perjalanan sangat diperlukan
guna menghemat biaya operasional kendaraan, waktu perjalanan,
dan mengurangi tingkat kecelakaan pada jalan luar kota. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan jarak padang pada
ruas tersebut untuk dijadikan dasar menentukan kelayakan geometrik
jalan luar kota. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan pada daerah
yang rawan kecelakaan dengan menggunakan theodolite sebagai alat
bantu untuk pemetaan kondisi lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Alinemen vertikal pada


seluruh lokasi yang ditinjau di Desa Firdaus Km 56 Kecamatan Sei
Rampah dan Kecamatan Sei Bamban Km 71 tidak memenuhi syarat
perencanaan geometrik sedangkan pada Alinemen Horizontal untuk
lokasi Desa Pon Km 65 Kecamatan Sei Rampah dan Kecamatan Sei
Bamban Km 71 pada tikungan pertama memenuhi syarat
perencanaan geometrik. Untuk tikungan kedua pada Kecamatan Sei
Bamban Km 71 tidak memenuhi syarat perencanaan.

Untuk mengantisipasi perencanaan yang kurang baik yang


dapat menyebabkan kecelakaan di ruas Sei Rampah-Tebing Tinggi
tersebut perlu dibuat rambu pengurangan kecepatan dan untuk
dikemudian hari perlu adanya evaluasi perencanaan geometrik untuk
mendapatkan kondisi geometrik yang baik dan benar.

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Jalan dibangun dengan salah satu mayoritas fungsi yaitu membuat orang

dan barang dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Fungsi tersebut

harus didukung dengan kondisi jalan yang terencana dengan baik dan tepat.

Dewasa ini peranan transportasi merupakan salah satu unsur yang sangat

menentukan perkembangan ekonomi suatu negara, khususnya suatu daerah.

Kemajuan dalam bidang transportasi menyebabkan jarak antara satu

daerah dengan daerah lainnya dirasakan menjadi lebih dekat. Selain itu arus

barang dari suatu tempat ke tempat lainnya menjadi lebih lancar dan dapat

menyebar lebih luas sehingga menunjang pemerataan ekonomi dan pertumbuhan

ekonomi suatu daerah.

Jalan adalah salah satu prasarana transportasi darat yang meliputi segala

bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya dan

diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas

permukaan tanah, dibawah permukaan tanah, dan/atau air, kecuali jalan kereta api,

jalan lori, dan jalan kabel (Undang-Undang No. 38, 2004).

Untuk mendapatkan jalan yang baik dan nyaman, sesuai dengan kelas

jalan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu Direktorat Jenderal Bina Marga

maka perlu ditinjau aspek geometriknya sebagai dasar perencanaan untuk

menentukan kecepatan rencana yang layak untuk jalan tersebut. Kecepatan

Universitas Sumatera Utara


rencana (VR) adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik

yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman

dengan kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang dan pengaruh samping

jalan yang tidak berarti. (Sukirman S, 1994)

Untuk mendapatkan standar kecepatan rencana, diperlukan kondisi jalan

yang baik, bebas, dan pandangan yang tidak terhalang baik oleh alinemen jalan

yang berbukit maupun hambatan samping yang menggangu. Untuk itu

perencanaan dan ketersediaan jarak pandang perlu diperhatikan agar pengemudi

dapat berkendara dengan aman dan tidak terhalang.

Ketersediaan jarak pandang ini meliputi ketersediaan jarak pandang pada

alinemen vertikal dan ketersediaan pada alinemen horizontal.

I.2 Latar Belakang

Jalan luar kota merupakan sistem dari jaringan jalan yang didesain dengan

kecepatan rencana yang tinggi dan memiliki perencanaan geometrik yang baik

sehingga pengguna jalan dapat dengan cepat dan nyaman sampai ke daerah

tujuan.

Kondisi jalan luar kota yang baik dapat memicu pertumbuhan suatu

wilayah karena dipengaruhi oleh aksesibilitas transportasi yang tinggi.

Salah satu jalan lintas Sumatera yang memiliki kriteria seperti diatas

adalah ruas jalan Sei Rampah-Tebing Tinggi yang merupakan jalan dengan

aksesibilitas yang tinggi dengan kondisi rawan terjadi kecelakaan. Kondisi ini

didukung oleh data kecelakaan yang terjadi pada daerah tersebut dalam beberapa

tahun yang didapat dari Polres Serdang Bedagai. Karena tingkat kecelakaan cukup

Universitas Sumatera Utara


tinggi maka daerah tersebut menjadi daerah “blackspot”. Blackspot adalah lokasi

pada jaringan jalan dimana frekwensi kecelakaan atau jumlah kecelakaan lalu

lintas dengan korban mati atau kriteria kecelakaan pertahunnya lebih besar dari

jumlah minimal yang ditentukan. (Sukirman, 1994)

Kondisi dengan aksesibilitas yang tinggi dan rawan kecelakaan tersebut

sangat dipengaruhi oleh ketersediaan jarak pandang baik jarak pandang untuk

mendahului maupun jarak pandang untuk berhenti. Untuk itu perencanaan

geometrik yang baik meliputi jarak pandang aman bagi pengemudi agar dapat

dengan aman dan cepat melakukan perjalanan sangat diperlukan sehingga

menghemat biaya operasi kendaraan, waktu perjalanan, dan mengurangi tingkat

kecelakaan pada jalan luar kota.

Untuk menganalisa kelayakan jarak pandang, data yang diperlukan antara

lain adalah data kondisi daerah tikungan dan data-data lain yang mendukung.

Pentingnya perhitungan jarak pandang yang memadai adalah sebagai

koreksi rencana geometrik, rencana daerah pemanfaatan jalan yang meninjau

halangan yang menghalangi penglihatan pada saat mendahului, pada saat

pengereman dan memasuki tikungan.

Untuk itu penulis coba mengkaji dan mengevaluasi ketersediaan jarak

pandang yang ada pada daerah tersebut apakah memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan atau tidak.

I.3 Perumusan Masalah Penelitian

Dalam tugas akhir ini, permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai

ketersediaan jarak pandang, baik jarak pandang henti maupun pada tikungan dan

Universitas Sumatera Utara


pada saat melewati lengkung vertikal jalan luar kota Sei Rampah-Tebing Tinggi.

Ruas jalan yang diambil adalah pada area “black spot” atau daerah rawan

kecelakaan. Pada studi kasus ini diambil pada Km 70-71 Kecamatan Sei Bamban,

Km 65 Desa Pon, dan Km 56 Desa Firdaus Kabupaten Serdang Bedagai karena

dari data yang diperoleh pada tahun 2009 jumlah kecelakaan yang terjadi cukup

tinggi.

I.4 Pembatasan Masalah

Untuk pembatasan masalah pada tugas akhir ini adalah:

• Alinemen Horizontal

Untuk alinemen horizontal, masalah yang ditinjau adalah ketersediaan

jarak pandang pada tikungan di Km 65 Desa Pon dan Km 71 Desa Sei

Bamban.

• Alinemen Vertikal

Untuk alinemen vertikal, masalah yang ditinjau adalah ketersediaan jarak

pandang pada lengkung vertikal di Km 56 Desa Firdaus dan Km 71 Desa

Sei Bamban.

I.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah:

 Untuk mengetahui kelayakan jarak pandang yang ada pada jalan

luar kota Sei Rampah-Tebing Tinggi yang merupakan dasar untuk

Universitas Sumatera Utara


menentukan kelayakan desain geometrik jalan luar kota Sei

Rampah-Tebing Tinggi.

 Untuk mengetahui kelayakan ruas jalan Sei rampah-Tebing Tinggi

ditinjau dari alinemen vertikal dan horizontal.

I.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu

pengetahuan, khususnya tentang perencanaan jarak pandang yang memenuhi yang

mengacu pada perencanaan geometrik yang baik.

I.7 Metodologi Pembahasan

Metode pembahasan yang dilakukan pada penulisan tugas akhir ini adalah

sebagai berikut :

1. Melakukan identifikasi terhadap hal-hal yang diperlukan untuk

menghitung jarak pandang pada alinemen vertikal dan horizontal.

2. Menganalisa tingkat kecelakaan yang terjadi pada daerah kasus

sehingga dapat dijadikan acuan masalah.

3. Menganalisa data geometrik yang telah didapat dari survey di lapangan

dalam bentuk koordinat dan elevasi sehingga dapat diubah kedalam

bentuk gambar.

4. Menghitung jarak pandang yang diperlikan untuk tiap alinemen dari

jalan tersebut dengan metode-metode yang telah ditentukan.

Universitas Sumatera Utara


5. Menarik suatu kesimpulan dari data yang telah diubah kedalam bentuk

gambar, apakah sesuai dengan perhitungan yang telah didapat.

I.8 Sumber Data dan Standar Perencanaan

Pada tugas akhir ini data yang diperlukan antara lain :

• Data Primer, yaitu data survey geometrik dan lalu lintas dari

daerah kasus.

• Data Sekunder, yaitu data kecelakaan yang terjadi dalam kurun

waktu beberapa tahun pada daerah kasus.

Standar perencanaan antara lain meliputi kecepatan rencana, lebar jalur,

lebar bahu, kelandaian, dan jarak pandang yang ada dilapangan.

I.9 Sistematika Pembahasan

Penulisan Tugas Akhir ini disusun dalam beberapa bab, agar tiap-tiap bab

menjelaskan isi atau maksud tulisan tersebut secara lebih spesifik, sesuai sub judul

masing-masing.

Bab I, berisikan Pendahuluan yang menjelaskan mengenai penjelasan

umum, latar belakang, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metodologi pembahasan, sumber data dan standar perencanaan serta

sistematika pembahasan.

Universitas Sumatera Utara


Bab II, berisikan dasar teori untuk menganalisa data geometrik maupun

teori untuk perencanaan, baik itu pada alinemen vertikal maupun pada alinemen

horizontal agar didapat jarak pandang yang sesuai pada daerah Kecamatan Sei

Bamban Km 71, Desa Pon Km 65, dan Desa Firdaus Km 56.

Bab III, berisi data hasil survey yang telah dilakukan pada lokasi dan

teknik pengambilan data.

Bab IV, berisi analisa data yang telah didapat di lokasi dan perhitungannya

serta gambar keadaan pada jalan luar kota di Kecamatan Sei Bamban Km 70-71,

Desa Pon Km 65, dan Desa Firdaus Km 56.

Bab V, berisi kesimpulan akhir dari penulisan Tugas Akhir ini mengenai

jarak pandang pada alinemen horizontal dan vertikal pada jalan luar kota di

Kecamatan Sei Bamban Km 70-71, Desa Pon Km 65, dan Desa Firdaus Km 56.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1.1 Bagan Penelitian
MULAI

STUDI
PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA

Pengumpulan bahan refrensi


& studi literatur

DATA PRIMER DATA SEKUNDER

Survey dan data geometrik yang ada Data Korban Kecelakaan

PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN DATA

Menggunakan Microsoft Excel dan Autocad

ANALISA DAN DISKUSI

Membahas hasil yang diperoleh oleh


penulis dari pengolahan data dan
menganalisa apa saja yang menjadi
inti pengolahan

KESIMPULAN DAN SARAN

SELESAI

Universitas Sumatera Utara


BAB II

DASAR TEORI

Pada jalan luar kota dengan kecepatan yang rencana yang telah ditentukan

harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya

kecelakaan akibat terhalangnya penglihatan dari pengemudi akibat benda ditepi

jalan maupun dari kendaraan lain. Jarak pandang minimum harus terpenuhi untuk

mendapatkan hasil geometrik yang baik dan dapat mengurangi tingkat kecelakaan

akibat kesalahan desain. Menurut kegunaannya jarak pandang dapat

diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1. Jarak Pandang Henti

2. Jarak Pandang Menyiap (Mendahului)

II.1 Jarak Pandang Henti

Jarak pandang pengemudi kendaraan yang bergerak pada lajur tepi sebelah

dalam lajur seringkali dihalangi oleh gedung-gedung, pepohonan, spanduk, iklan,

tebing galian, struktur bangunan seperti jembatan maupun benda-benda lain.

Untuk itu ketersediaan jarak pandang harus dipenuhi disepanjang lengkung

horizontal maupun vertikal. Dengan tercapainya syarat tersebut maka terdapat

batas minimum antara kendaraan dengan penghalang.

Jarak pandang henti adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk dapat

menghentikan kendaraan yang bergerak setelah melihat adanya rintangan pada

Universitas Sumatera Utara


lajur jalannya. Rintangan itu dilihat dari tempat duduk pengemudi dengan tinggi

mata pengemudi 120 cm serta tinggi benda 10 cm dan setelah menyadari adanya

adanya rintangan, maka pengemudi tersebut mengambil keputusan untuk berhenti

( Direktorat Jenderal Bina Marga, 2005).

Jarak pandang henti terdiri dari dua elemen jarak, yaitu:

1. Jarak tanggap yaitu adalah jarak yang diperlukan suatu kendaraan

sejak pengemudi melihat rintangan yang menyebabkan ia harus

berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem.

2. Jarak mengerem

II.1.1 Jarak Tanggap

Dengan pengertian seperti diatas ketersediaan dari jarak pandang henti

minimum sangat diperlukan. Jarak pandangan henti minimum adalah jarak

minimum yang ditempuh pengemudi selama menyadari adanya rintangan sampai

menginjak rem, ditambah jarak untuk mengerem. Waktu yang dibutuhkan untuk

bereaksi mengambil keputusan disebut waktu PIEV (Perception, Identification,

Emotion, Volition). Jadi waktu PIEV adalah waktu yang dibutuhkan untuk proses

deteksi, pengenalan dan pengambilan keputusan. Waktu ini dipengaruhi dari

kondisi dari pengemudi, kebiasaan, cuaca, penerangan juga kondisi dari mental

pengemudi. Waktu ini diperkirakan sekitar 1,5 detik. (Mannering, 1990)

Setelah pengambilan keputusan untuk menginjak rem, maka pengemudi

memerlukan waktu sampai ia menginjak rem. Waktu itu memerlukan sekitar 0,5

Universitas Sumatera Utara


sampai 1 detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1 detik. Maka waktu yang

dibutuhkan sekitar 2,5 detik. (Bina Marga, 2005)

Jarak yang ditempuh selama waktu tersebut adalah d1

(2.1)

d1 = jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem (meter)

V = Kecepatan (Km/Jam)

t = Waktu Reaksi = 2,5 detik

maka dengan mengalikan t = 2,5 detik ke persamaan (2.1) didapat persamaan :

(Bina Marga, 2005)

Pada kondisi malam hari, jarak pandang dibatasi oleh kemampuan

penyinaran dan ketinggian letak lampu besar dari kendaraan serta hal-hal lain

seperti sifat dari pemantulan dari benda-benda. Untuk penentuan jarak pandangan

pada malam hari adalah jarak pandangan henti, sedangkan jarak pandangan

menyiap, dimana bahaya yang timbul diakibatkan oleh kendaraan yang datang

akan terlihat lebih nyata. Untuk itu faktor yang menentukan untuk penglihatan

pada malam hari adalah faktor lampu besar. Kesilauan lampu besar dari kendaraan

yang berlawanan arah merupakan faktor utama penurunan kemampuan

penglihatan untuk malam hari. (AASHTO, 2001)

Universitas Sumatera Utara


II.1.2 Jarak Mengerem (Braking Distance)

Jarak mengerem adalah jarak yang ditempuh kendaraan dari menginjak

pedal rem sampai kendaraan itu berhenti (Bina Marga, 2005). Banyak faktor yang

mempengaruhi jarak mengerem ini, antara lain :

• Faktor ban

• Sistem pengereman itu sendiri

• Kondisi muka jalan

• Kondisi perkerasan jalan

Untuk penelitian yang dikembangkan oleh AASHTO pada tahun 2001,

secara umum kendaraan mengurangi kecepatannya dengan perlambatan lebih

besar dari 4,5 m/s2 atau setara dengan 14,8 ft/s2 ketika melihat rintangan dengan

seketika pada jalan raya. Hampir 90 % pengendara mengurangi kecepatan

kendaraannya dengan perlambatan 3,4 m/s2 atau sekitar 11,2 ft/s2. Perlambatan ini

membuat pengendara untuk tetap di lajur dan dapat mengendalikan stiur selama

pengereman di permukaan yang basah. Pada umumnya, hampir semua kondisi

jalan mampu menyediakan perlambatan sampai dengan angka yang dimaksud.

Pada sistem pengereman kendaraan, terdapat beberapa keadaan, salah

satunya penurunan putaran roda dan gesekan antara ban dengan permukaan jalan

akibat dari terkuncinya roda. Tapi untuk perencanaan yang diperhitungkan

hanyalah gesekan antara ban dengan permukaan jalan.

Universitas Sumatera Utara


Dengan mengeliminasi G didapat :

Jh min = Jarak pandang henti minimum (meter)

fm = koefisien gesekan antara ban dengan permukaan aspal dalam arah

memanjang jalan

d2 = jarak pengereman (meter)

V = Kecepatan Kendaraan (Km/Jam), untuk ini dipakai kecepatan rencana jalan.

G = Berat kendaraan (Ton)

(Bina Marga, 2005)

Untuk menentukan koefisien gesekan antara permukaan aspal dengan ban didapat

dengan gambar 2.1

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Koefisien Gesekan Memanjang Jalan
sumber : Spesifikasi Standar Untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota,
(Bina Marga, 2005)

Untuk perencanaan dengan metode AASHTO tahun 2001 maka jarak pengereman

dapat dirumuskan :

V = Kecepatan Rencana (Km/Jam)

a = perlambatan kendaraan (deaccelerate), (m/s2), ditetapkan 3.4 m/s2

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Jarak Pandang Henti dengan Perhitungan Perlambatan

Metric

Jarak Pandangan Henti


Kecepatan Jarak Jarak
Rencana Tanggap Mengerem Dengan Pada

(Km/Jam) (meter) (meter) Perhitungan Perencanaan


(meter) (meter)
20 13.9 4.6 18.5 20
30 20.9 10.3 31.2 35
40 27.8 18.4 46.2 50
50 34.8 28.7 63.5 65
60 41.7 41.3 83.0 85
70 48.7 56.2 104.9 105
80 55.6 73.4 129.0 130
90 62.6 92.9 155.5 160
100 69.5 114.7 184.2 185
110 76.5 138.8 215.3 220
120 83.4 165.2 248.6 250
130 90.4 193.8 2842.2 285
Sumber : A policy on Geometric Design of Highways And Streets, (AASHTO , 2001)

Untuk tinggi rintangan pada lajur jalan dan tinggi mata pengemudi diukur

dari tempat duduk pengemudi mobil penumpang. Berikut ini ketentuan yang telah

diberikan oleh Bina Marga dan AASHTO 2001.

Tabel 2.2. Tabel Jarak Pandang Henti Minimum

Kecepatan Rencana (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Jh min 250 175 120 75 55 40 27 16

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrk Jalan Antar Kota , ( Bina Marga ,1997)

Universitas Sumatera Utara


Perbedaan perhitungan Jarak Pandangan Henti antara AASHTO tahun

2001 dengan Bina Marga 1997 disebabkan karena, AASHTO 2001 menggunakan

perlambatan sebesar 0,34 m/s2 sedangkan pada Bina Marga 1997 menggunakan

perlambatan sebesar 0,4 m/s2.

II.1.3 Pengaruh Landai Jalan Terhadap Jarak Pandang Henti Minimum

Pada umumnya jalan antar kota dibangun dengan mengikuti contour

daerah yang ada tetapi dengan memperhitungkan tingkat keamanan dan

kenyamanannya. Oleh sebab itulah medan jalan yang ada merupakan salah satu

faktor penting yang harus diperhatikan untuk perencanaan geometrik.

Pada jalan-jalan yang memiliki kemiringan (berlandai), berat kendaraan

menjadi salah satu faktor dalam penentuan Jarak Pandang Henti Minimum, karena

berat sejajar permukaan memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam

penentuan jarak mengerem. Pada jalan menurun, jarak mengerem akan bertambah

panjang karena kecenderungan kendaraan untuk turun yang disebabkan oleh gaya

tarik gravitasi. Sedangkan pada jalan mendaki, jarak mengerem akan bertambah

pendek akibat bantuan dari gaya gravitasi untuk memperlambat laju kendaraan.

Dengan demikian rumus dari jarak pandangan henti minimum pada jalan

berlandai :

dimana :

Universitas Sumatera Utara


Jh min = jarak pandang henti minimum (m)

V = Kecepatan rencana (Km/Jam)

fm = koefisien gesekan memanjang jalan

t = waktu reaksi (2,5 detik)

L = besarnya kelandaian dalam desimal

(+) = apabila jalan mendaki

(-) = apabila jalan menurun

AASHTO 2001 juga memberikan rumusan untuk penentuan jarak

pandangan henti minimum pada jalan berlandai, yaitu :

dimana :

a = perlambatan (m/s2)

G = landai jalan dibagi dengan 100

II.1.3.1 Pertimbangan-pertimbangan penentuan besarnya jarak mengerem

pada jalan yang berlandai

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan besarnya jarak

mengerem, yaitu:

1. Untuk jalan dua arah tidak terpisah

Universitas Sumatera Utara


Untuk jalan dengan landai yang menurun (-L) jarak mengerem

yang dibutuhkan lebih besar dari jalan dengan landai mendaki.

Tetapi karena dipakai untuk 2 arah tak terpisah maka sebaiknya

diambil jarak mengerem = jarak mengerem pada jalan datar.

2. Untuk jalan 1 arah

Jarak mengerem harus benar-benar dipertimbangkan agar sesuai

dengan landai yang ada.

II.1.4 Jarak Pandangan Henti Berdasar Kendaraan truk

Penentuan Jarak pandang pada umumnya berdasarkan kendaraan

penumpang. Untuk kendaraan yang lebih tinggi seperti halnya truk memerlukan

beberapa ketentuan. Pada kenyataannya truk memiliki ukuran lebih besar, lebih

tinggi, berkecepatan lebih rendah, dan memiliki kemampuan pengereman yang

berbeda dengan mobil penumpang. Atas dasar inilah truk membutuhkan jarak

pandangan henti yang lebih besar.

Tetapi secara umum jarak pandangan henti minimum untuk truk dapat

diambil sama dengan jarak pandangan henti minimum untuk mobil penumpang,

karena :

1. Tinggi mata pengemudi truk lebih tinggi daripada tinggi mata

pengemudi mobil penumpang, karena tempat duduk yang lebih

tinggi, maka biasanya diambil 180 cm diukur dari permukaan

perkerasan.

2. Kecepatan truk yang lebih lambat dari mobil penumpang.

Universitas Sumatera Utara


Tetapi adakalanya beberapa keadaan-keadaan yang tidak dapat diabaikan

bila terjadi pada kondisi penurunan yang sangat panjang, karena :

1. Tinggi mata pengemudi truk yang lebih tinggi tidak berarti lagi.

2. Kecepatan truk hampir sama dengan kecepatan mobil penumpang.

Dalam kondisi seperti ini maka jarak pandangan henti minimum sebaiknya

diambil lebih panjang daripada keadaan normal. Hal ini bertujuan untuk

memberikan jarak yang aman untuk pengereman.

II.2 Jarak Pandang Menyiap (Mendahului)

Pada umumnya jalan luar kota dengan kecepatan yang cukup tinggi hanya

memiliki satu jalur, dua lajur dua arah dengan tidak terbagi. Keadaan seperti ini

mengakibatkan banyak kendaraan mendahului kendaraan lain yang memiliki

kecepatan yang lebih rendah sehingga pengemudi dapat mempertahankan

kecepatan sesuai dengan yang diinginkannya. Jika jarak mendahului dari

kendaraan terencana dengan aman, pengemudi dari kendaraan yang mendahului

dapat melihat jarak yang cukup, bebas dari lalu lintas yang mendekat, sehingga

dapat mendahului dengan aman tanpa bertemu dengan kendaraan dari arah yang

berlawanan ketika mendahului. Gerakan menyiap dilakukan dengan mengambil

lajur untuk arah yang berlawanan. Jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga

dapat melakukan gerakan menyiap (mendahului) dengan aman dan dapat melihat

kendaraan dari arah berlawanan dengan bebas dinamakan jarak pandang menyiap.

Universitas Sumatera Utara


Pada lokasi kasus memiliki keadaan dengan dua lajur dan dua arah yang

relatif sempit. Untuk itu, perencanaan jarak pandang menyiap yang baik untuk

lokasi sangat diperlukan.

Jarak pandang menyiap standar dihitung berdasarkan atas panjang jalan

yang diperlukan untuk dapat melakukan gerakan menyiap suatu kendaraan dengan

sempurna. Perencanaan untuk jarak pandang menyiap ini disituasikan bukan

untuk banyak kendaraan yang melewati atau dilewati, tetapi disituasikan dengan

hanya satu kendaraan yang melewati kendaraan lainnya.

Jarak pandangan menyiap standar pada jalan dua lajur dua arah dihitung

berdasarkan beberapa asumsi terhadap sifat arus lalu lintas dan kondisi pengemudi

yaitu :

1. Kendaraan yang akan disiap (didahului) harus mempunyai

kecepatan yang tetap.

2. Sebelum melakukan gerakan menyiap, kendaraan harus

mengurangi kecepatannya dan mengikuti kendraan yang akan

disiap dengan kecepatan yang sama.

3. Apabila kendaraan yang akan menyiap sudah pada lajur untuk

menyiap, maka pengemudi harus punya waktu untuk menentukan

apakah gerakan menyiap dapat diteruskan atau tidak.

4. Kecepatan dari kendaraan yang akan menyiap harus mempunyai

perbedaan sekitar 15 Km/Jam dengan kecepatan kendaraan yang

akan disiap pada waktu melakukan gerakan menyiap.

Universitas Sumatera Utara


5. Pada saat kendaraan yang menyiap telah berada kembali pada lajur

jalannya, maka harus tersedia jarak yang cukup dengan kendaraan

yang bergerak dari arah berlawanan.

6. Tinggi mata pengemudi diukur dari dari permukaan perkerasan

adalah 3,5 Ft atau sekitar 1,08 meter dan tinggi objek yaitu

kendaraan yang akan disiap adalah 4,25 Ft atau sekitar 1,25 meter

(menurut AASHTO 2001). Untuk jalan urban, Bina Marga 2005

mengambil tinggi mata pengemudi sama dengan tinggi objek yaitu

1,00 meter.

7. Kendaraan yang bergerak dari arah berlawanan mempunyai

kecepatan yang sama dengan kendaraan yang menyiap

Gambar 2.2. Proses Gerakan Menyiap Pada Jalan dua lajur dua arah

sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota , (Bina Marga
1997)

Universitas Sumatera Utara


Keterangan gambar :

d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan yang hendak

menyiap dan membawa kendaraannya yang hendak membelok ke lajur kanan.

d2 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap selama berada pada lajur

sebelah kanan.

d3 = Jarak bebas yang harus ada antara kendraan yang akan menyiap dengan

kendaraan yang berlawanan arah setelah gerakan menyiap dilakukan.

d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan arah selama 2/3 dari

waktu yang diperlukan oleh kendaraan yang menyiap berada pada lajur

sebelah kanan atau sama dengan 2/3 d2.

Maka Jarak Pandangan menyiap standar adalah :

Jd = d1 + d2 + d3 + d4 (2.9)

dimana :

t 1= waktu reaksi, yang besarnya tergantung dari kecepatan yang dapat

ditentukan dengan korelasi t1 = 2,12 + 0,026 V (menggunakan gambar 2.3)

m= perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap,

diambil 15 km/jam.

V= Kecepatan rata-rata kecepatan kendaraan menyiap, dapat diambil sama

dengan kecepatan rancana.

Universitas Sumatera Utara


a= percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata

kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan menggunakan

korelasi a = 2,052 + 0,0036 V (menggunakan gambar 2.3)

d2 = 0,278. V. t2 (2.11)

dimana :

t2 = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yang

dapat ditentukan dengan menggunakan korelasi t2 = 6,56 + 0,048 V

d3 = diambil 30 sampai 100 m

Di dalam perencanaan seringkali kondisi jarak pandangan menyiap standar

ini terbatasi oleh kekurangan biaya, sehingga jarak pandangan menyiap yang

dipergunakan dapat menggunakan jarak pandangan menyiap minimum (d min),

dengan ketentuan d4 = 2/3 d2.

Jd min = d1+ d2 + d3 + 2/3 d2 (2.12)

Dimana :

Jd min = jarak pandangan menyiap minimum (meter)

Untuk mencari nilai dari t1 dan t2 dapat menggunakan grafik dari gambar 2.3

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3 Korelasi antara t1 dan t2

sumber : Rekayasa Jalan (Sony Sulaksono Wibowo, 2009)

II.2.1 Pengaruh Kelandaian Terhadap Jarak Pandang Menyiap

Kelandaian merupakan faktor yang mempengaruhi terhadap jarak yang

diperlukan untuk mendahului. Mendahului akan menjadi lebih mudah pada jalan

dengan kelandaian menurun dibandingkan dengan jalan mendaki sebab kendaraan

bisa dengan singkat memacu kecepatannya sehingga mengurangi waktu

penyiapan.

Ketersediaan jarak untuk menyiap pada jalan yang mendaki

diperhitungkan lebih panjang daripada jalan datar. Ini disebabkan akibat

menurunnya kecepatan pada kendaraan yang ingin mendahului akibat faktor

kelandaian. Kompensasi dari keadaan ini berdampak pada truk yang biasanya

kehilangan kecepatan akibat beban yang berat. Untuk itu para pengendara,

khususnya mobil penumpang harus sadar akan kondisi ini.

Universitas Sumatera Utara


Perhitungan yang khusus untuk membahas masalah ini tidak ditemui.

Solusi untuk masalah ini adalah cara membuat jarak menyiap yang lebih dari hasil

yang didapat sebagai “safety” dalam perencanaan.

II.2.2 Frekwensi Pengadaan Jarak Pandang Menyiap

Frekwensi untuk pengadaan jarak pandang menyiap pada seluruh panjang

jalan akan sangat mempengaruhi volume pelayanan dari jalan tersebut (level of

service). Keadaan topografi dan kecepatan rencana mempengaruhi pengadaan

jarak pandang menyiap. Sebagai perencana, haruslah membandingkan effisiensi

dari ketersediaan jarak pandang menyiap dan biaya pembangunan jalan yang

disesuaikan dengan fungsi dari jalan itu sendiri.

Frekwensi penyiapan juga bergantung kepada tingkat volume dari

kendaraan yang ada. Apabila volume kendaraan tinggi, maka untuk terjadinya

penyiapan sangat rendah. Ini disebabkan dari pendeknya ketersediaan jarak untuk

mengambil lajur sebelah kanan sebelum bertemu kendaraan lain.

Untuk pengadaan jarak pandang menyiap, Bina Marga menyarankan 30%

dari panjang keseluruhan jalan, dan sekurang-kurangnya 10%. Untuk AASHTO

2001 menyarankan 40% dari keseluruhan panjang jalan harus tersedia untuk

penyiapan.

Universitas Sumatera Utara


II.3 Jarak Kebebasan Pandang Pada Lengkung Horizontal

Pada saat mengemudikan kendaraan pada kecepatan tertentu, ketersediaan

jarak pandang yang baik sangat dibutuhkan apalagi sewaktu kendaraan menikung

atau berbelok. Keadaan ini seringkali terganggu oleh gedung-gedung (perumahan

penduduk), pepohonan, hutan-hutan kayu maupun perkebunan, tebing galian dan

lain sebagainya. Untuk menjaga keamanan pemakai jalan, panjang dari sepanjang

jarak henti minimum seperti yang sudah dibahas diatas harus terpenuhi sepanjang

lengkung horizontal. Dengan demikian terdapat batas minimum jarak antara

sumbu lajur dalam dengan penghalang (E).

Gambar 2.4 Jarak Pandang pada Lengkung Horizontal

sumber : Principles of Highway Engineering And Traffic Analysis (Mannering,

1990)

Universitas Sumatera Utara


II.3.1 Bila Jarak Kebebasan Pandang Sama Atau Lebih Kecil Dari

Lengkung Horizontal (Jh ≤ L).

Maka perhitungan dengan :

Garis AB = Garis Pandang

Lengkung AB = Jarak Pandangan

E = Jarak dari penghalang ke sumbu lajur sebelah dalam

(meter)

Ǿ = Setengah sudut pusat lengkung sepanjang Lt

Jh = Jarak Pandang (meter)

Lt = Panjang Busur Lingkaran

R = Jari-jari tikungan

II.3.2 Bila Jarak Kebebasan Pandang Lebih Besar Dari Lengkung

Horizontal (Jh > Lt).

Universitas Sumatera Utara


dimana :

E = Jarak dari penghalang ke sumbu lajur sebelah dalam (meter)

Jh = Jarak Pandang (meter)

Lt = Panjang Busur Lingkaran

R = Jari-jari tikungan

Gambar 2.5 Jarak penghalang (m), dari sumbu lajur sebelah dalam

sumber : Rekayasa Jalan (Sony Sulaksono Wibowo, 2009)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3 berisi nilai E dalam satuan meter yang dihitung dengan persamaan

diatas dengan pembulatan-pembulatan untuk Jh<Lt.

sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota , (Bina Marga
1997)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.4 berisi nilai E dalam satuan meter yang dihitung dengan persamaan

diatas dengan pembulatan-pembulatan untuk Jh ≥ Lt.

sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota , (Bina Marga
1997)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.5 berisi nilai E dalam satuan meter yang dihitung dengan persamaan

diatas dengan pembulatan-pembulatan untuk Jh- Lt = 50 m

sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota , (Bina Marga
,1997)

II.4 Jarak Kebebasan Pandang Pada Alinemen Vertikal

Bentuk lengkung vertikal pada jalan raya pada umumnya dijumpai

berbentuk cembung atau cekung. Lengkung vertikal harus dibuat dengan bentuk

yang tepat, nyaman untuk kendaraan dan pada umumnya digunakan untuk

menghindari sungai ataupun jembatan yang dilewati oleh jalan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.6 Panjang minimum lengkung vertikal

Perbedaan Kelandaian Panjang Lengkung


Kecepatan Rencana
Memanjang Vertikal
(km/jam)
(%) (m)

< 40 km 1 20-30

40 s/d 60 0,6 40-80

> 60 0,4 80-150

sumber : A Policy on Geometric Design for Highways and Streets, (AASHTO


2001)

II.4.1 Jarak Kebebasan Pandang Pada Lengkung Vertikal Cembung

Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan pada jarak

pandangan dibedakan atas 2 keadaan :

1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L)

2. Jarak pandangan berada diluar dan didalam daerah lengkung (S>L)

II.4.1.1 Jarak Kebebasan Pandangan Berada Seluruhnya Dalam Daerah


Lengkung (S<L)

Gambar 2.6 Jarak Kebebasan Pandang Pada Lengkung Vertikal Cembung


(S<L)

Universitas Sumatera Utara


Dari persamaan diatas maka didapat :

Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandang henti menurut Bina

Marga, dimana h1 = 10 cm = 0.10 m dan h2 = 120 cm = 1,2 m maka didapat

persamaan:

Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan menyiap menurut


Bina Marga, dimana h1 = 120 cm = 1,2 m dan h2 = 120 cm = 1,2 m maka didapat
persamaan :

L = Panjang lengkung vertikal

S = Jarak Pandangan (meter)

Universitas Sumatera Utara


C = Konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana

S<L

A = Perbedaan kelandaian (dalam persen)

Tabel 2.6 Nilai C untuk beberapa h1 dan h2 berdasarkan AASHTO & Bina

Marga

AASHTO 2001 Bina Marga 2005

JPH JPM JPH JPM

Tinggi mata pengemudi (h1), (m) 1,08 1,08 1,20 1,20

Tinggi Objek (h2), (m) 0.60 1,08 0,10 1,20

Konstanta C 658 864 399 960

JPM = Jarak Pandangan Menyiap

JPH = Jarak Pandangan Henti

II.4.1.2 Jarak Pandangan Berada Diluar dan Didalam Daerah Lengkung

(S>L)

Gambar 2.7 Jarak Pandangan Pada Lengkung Vertikal Cembung (S>L)

Universitas Sumatera Utara


Panjang lengkung minimum jika dL/dg = 0 maka diperoleh :

maka dengan penyederhanan didapat :

dimana :

S = Jarak pandangan (meter)

L = Panjang lengkung cembung (meter)

h1 = Tinggi mata pengemudi (meter)

h2 = Tinggi objek (meter)

Universitas Sumatera Utara


A = Jumlah aljabar dari (g1+g2) /perbedaan kelandaian

g = Kelandaian (%)

C = Konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana

S<L

Tabel 2.7 Nilai Lv untuk berdasarkan AASHTO 2001

sumber : A Policy on Geometric Design for Highways and Streets, (AASHTO


2001)

II.4.2 Jarak Pandangan Pada Lengkung Vertikal Cekung

Disamping bentuk lengkung yang berbentuk parabola sedrhana, panjang

lengkung vertikal cekung juga harus ditentukan dengan memperhatikan :

1. Jarak penyinaran lampu kendaraan

2. Jarak pandangan bebas dibawah bangunan

3. Persyaratan drainase

4. Kenyamanan mengemudi

Universitas Sumatera Utara


5. Keluwesan bentuk

II.4.2.1 Jarak Penyinaran Lampu Kendaraan

Jangkauan lampu depan kendaraan pada lengkung vertikal cekung

merupakan batas jarak pandangan yang dapat dilihat oleh pengemudi pada malam

hari. Pada perencanaan umumnya tinggi lampu depan diambil setinggi 600 mm

atau 2,0 ft dengan sudut penyebaran dimisalkan sebesar i°. Perhitungan batas

pandangan ini sangat dibutuhkan untuk menentukan panjang dari lengkung

vertikal cekung.

II.4.2.1.1 Lengkung Vertikal Cekung Dengan Jarak penyinaran Lampu


Depan < L

Gambar 2.8 Jarak Pandangan Pada Lengkung Vertikal Cekung (S<L)

sumber : A Policy on Geometric Design for Highways and Streets, (AASHTO ,


2001)

Dimana :

L = Panjang lengkung vertikal cekung (meter)

S = Panjang penyinaran lampu depan (meter)

Universitas Sumatera Utara


A = Perbedaan Kelandaian (%)

II.4.2.1.2 Lengkung Vertikal Cekung Dengan Jarak penyinaran Lampu

Depan > L

Gambar 2.9 Jarak Pandangan Pada Lengkung Vertikal Cekung (S>L)

sumber : A Policy on Geometric Design for Highways and Streets, (AASHTO,


2001)

Dimana :

L = Panjang lengkung vertikal cekung (meter)

S = Panjang penyinaran lampu depan (meter)

A = Perbedaan Kelandaian (%)

II.4.2.2 Jarak Pandangan Bebas Dibawah Bangunan Pada Lengkung


Vertikal Cekung

Jarak pandangan bebas untuk pengemudi pada jalan raya sering kali

terganggu pada saat melintasi bangunan-bangunan lain, seperti jalan layang,

Universitas Sumatera Utara


jembatan penyeberangan, viaduct, aquaduct, dll. Panjang lengkung vertikal

cekung minimum diperhitungkan berdasarkan jarak pandangan henti minimum

menurut Bina Marga dengan mengambil tinggi mata pengemudi truk yaitu 1,80 m

dan tinggi objek 0,50 m (lampu belakang kendaraan). Ruang bebas vertikal

minimum 5 m, disarankan agar dalam pelaksanaannya diambil lebih besar ± 5,5 m

yang dimaksudkan untuk memberikan kemungkinan adanya pelapisan ulang

(overlay) dikemudian hari.

Tabel 2.8 Perbedaan h1 dan h2 antara Bina Marga dan AASHTO untuk
jarak pandangan bebas dibawah bangunan

Bina Marga
AASHTO 2001
2005
Tinggi mata pengemudi truk, m 1,80 m 2,4 m
Tinggi objek (lampu belakang
0,50 m 0,6 m (2 ft)
kendaraan), m
Ruang bebas vertikal minimum (C),
Minimal 5,0 m Minimal 5,0 m
m

Universitas Sumatera Utara


II.4.2.2.1 Jarak Pandangan Bebas Dibawah Bangunan Pada Lengkung

Vertikal Cekung Dengan S<L

Gambar 2.10 Jarak Pandangan Bebas Dibawah Bangunan Pada Lengkung

Vertikal Cekung (S<L)

sumber : A Policy on Geometric Design for Highways and Streets, (AASHTO,


2001)

Diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan, maka:

Jika jarak bebas dari bagian bawah bangunan atas ke jalan adalah C, maka:

Jika persamaan (2.37) sama dengan persamaan (2.38) maka didapat :

Universitas Sumatera Utara


S = Jarak pandangan (meter)

L = Panjang lengkung cekung (meter)

h1 = Tinggi mata pengemudi (meter)

h2 = Tinggi objek (meter)

C = Konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cekung dimana S<L

II.4.2.2.2 Jarak Pandangan Bebas Dibawah Bangunan Pada Lengkung

Vertikal Cekung Dengan S>L

Gambar 2.11 Jarak Pandangan Bebas Dibawah Bangunan Pada Lengkung

Vertikal Cekung (S>L)

sumber : A Policy on Geometric Design for Highways and Streets,(AASHTO ,


2001)

Universitas Sumatera Utara


Diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan, maka:

maka diperoleh :

II.4.2.2.3 Bentuk Visual Lengkung Vertikal Cekung

Adanya gaya sentrifugal dan gravitasi pada lengung vertikal cekung

menimbulkan rasa ketidaknyamanan kepada pengemudi. Untuk itu panjang

lengkung vertikal cekung minimum yang dapat memenuhi syarat keamanan

adalah :

V = Kecepatan Rencana (km/jam)

A = Perbedaan Kelandaian (%)

L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung (meter)

II.4.2.2.4 Kenyamanan Mengemudi Pada Lengkung Vertikal Cekung

Panjang lengkung vertikal cekung akan menjadi pendek bila perbedaan

kelandaiannya kecil. Hal ini akan mengakibatkan alinemen akan kelihatan

melengkung. Untuk menghindari hal tersebut, maka panjang lengkung vertikal

cekung diambil ≥ 3 detik perjalanan. (Suraji, 2008)

Universitas Sumatera Utara


II.4.3. Perhitungan Elevasi Kelengkungan Pada Lengkung Vertikal

Perhitungan elevasi pada lengkung vertikal digunakan untuk menentukan

ketinggian garis kelengkungan dari datum yang telah ditentukan. Fungsi dari

penentuan ini adalah membuat lengkung vertikal tersebut baik lengkung vertikal

cekung maupun cembung sesuai dengan standar geometrik dan kemananan

terhadap jarak pandang.

II.4.3.1. Perhitungan Elevasi Pada Lengkung Vertikal Cembung dan Cekung

Setelah didapat panjang lengkung vertikal yang memenuhi terhadap jarak

pandang dan keamanan, maka panjang lengkung vertikal tersebut akan

disesuaikan dengan perbedaan kelandaian. Ketinggian titik-titik yang membentuk

lengkung vertikal harus ditentukan agar lengkung tersebut layak dan sesuai

dengan standar perencanaan. Panjang lengkung vertikal yang telah didapat harus

dibagi dengan segmen-segmen yang sesuai.

Gambar 2.12. Segmen Untuk Lengkung Vertikal Cembung

sumber : Rekayasa Jalan (Sony Sulaksono Wibowo, 2009)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.13. Segmen Untuk Lengkung Vertikal Cekung

sumber : Rekayasa Jalan (Sony Sulaksono Wibowo, 2009)

Elevasi rencana n = Elevasi datum ± g.nX (2.44)

(-) = Untuk Lengkung Vertikal Cembung.

(+) = Untuk Lengkung Vertikal Cekung.

Maka persamaan untuk menghitung elevasi titik di lengkung vertikal adalah:

Elevasi akhir ke-n (meter) = Elevasi rencana n ± Yn (2.47)

(-) = Untuk Lengkung Vertikal Cekung.

(+) = Untuk Lengkung Vertikal Cembung.

n = segmen ke n

X = panjang segmen (meter)

g = kelandaian sampai setengah lengkung vertikal (%)

Universitas Sumatera Utara


Y = Selisih antara Elevasi rencana dengan Elevasi akhir (meter)

h = Beda Tinggi antara datum ke puncak lengkung vertikal (meter)

II.5 Tipe-Tipe Kecelakaan Pada Jalan Raya

Dalam pengidentifikasian kecelakaan pada lokasi kasus ruas Sei Rampah-

Tebing Tinggi diperoleh tipe-tipe kecelakaan yang sering terjadi. Posisi

kecelakaan yang sering terjadi pada lokasi kasus adalah :

1. Tabrak depan, yaitu kecelakaan yang terjadi pada saat

kendaraan bertabrakan pada bagian depan masing-masing

kendaraan dalam arah yang berlawanan. Keadaan ini paling

sering terjadi pada lokasi, yang diakibatkan oleh

bertemunya kendaraan pada saat mendahului atau masuk

ke lajur lawan.

2. Tabrak belakang, yaitu kecelakaan yang terjadi pada saat

bagian depan sebuah kendaraan menabrak bagian belakang

dari kendaraan yang berada pada arah yang sama. Kondisi

ini terjadi pada saat kendaraan yang berada didepannya

mengerem secara tiba-tiba akibat dari adanya halangan dari

kendaraan ataupun benda.

3. Tabrak samping, yaitu tabrakan yang terjadi pada saat

bagian samping suatu kendaraan bertabrakan dengan salah

satu bagian dari kendaraan lain, baik bagian depan maupun

Universitas Sumatera Utara


samping kendaraan tersebut pada arah yang sama, atau arah

yang berlainan pada jalur yang berlainan.

4. Tabrak sudut, yaitu tabrakan yang terjadi pada kendaraan

dengan arah yang berbeda tetapi tidak berlawanan arah

(kendaraan yang satu menabrak kendaraan yang lain

dengan membentuk sudut). Kondisi ini terjadi pada lokasi

kasus diakibatkan oleh seringnya kendaraan penduduk

sekitar secara tiba-tiba masuk ke jalan sehingga

mengakibatkan kendaraan dengan kecepatan tinggi

langsung menabrak.

5. Kehilangan kendali, yaitu kecelakaan yang terjadi pada

saat pengemudi tidak dapat mengendalikan kendaraannya

sehingga terjadi tabrakan yang mengakibatkan terbaliknya

kendaraan tersebut. Kondisi ini sering terjadi pada saat

kondisi hujan deras dan pada waktu malam hari.

sumber : Rencana Umum Keselamatan Transportasi Darat (Dirjen Perhubungan


Darat, 2006)

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

American Association of State Highway and Transportation Officials. 1994. A


Policy on Geometric Design of Urban and Rural Highway. Washington
DC.

American Association of State Highway and Transportation Officials. 2001. A


policy on Geometric Design for Highways and Streets, Washington DC.

Departemen Pekerjaan Umum. “Pengawasan Alinemen Horizontal Bab XVI”.


http:// www. pu.org.id (diakses tanggal 1 Agustus 2010)

Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum. 1997. Tata


Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum. 2005.


Spesifikasi Standar Untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota.
Jakarta.

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 2006. Rencana Umum Keselamatan


Transportasi Darat. Jakarta.

en.wikipedia.org “Cut and Fill”. http:// www.cutandfill.com (diakses tanggal 1


Agustus 2010)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34. 2006. Tentang Jalan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38. 2004. Tentang Jalan.

Mannering, F. 1990. Principles of Highway Engineering and Traffic Analysis.


West Lafayette: Wiley.

Universitas Sumatera Utara


Sukirman, S. 1994. Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung:
Nova.

Suraji, Aji; Abdul Halim, Candra Aditya. 2008. Rekayasa Lalu Lintas, Diktat
Kuliah Teknik Sipil Universitas Widyagama. Malang: Universitas
Widyagama.

Sony Sulaksono Wibowo. 2009. Rekayasa Jalan. Bandung: ITB.

Wirartha, I Made. 2005. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan


Tesis. Yogyakarta: ANDI.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai